Wednesday, June 12, 2013

Peran Guru di dalam Masyarakat


Peranan gur dalam masyarakat antaralain bergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan gur. Kedudukan social guru berbeda dari negara ke negara, dari zaman ke zaman. Pada zaman hindu, misalnya guru menduduki tempat yang sangat terhormat sebagai satu-satunya sumber ilmu. Murid harus datang kepadanya untuk memperoleh ilmu sambil menunjukan baktinya. Demikian pula guru-guru silat di Cina sangat dijungjung tinggi oleh murid-muridnya. Di Yunani kuno guru itu diambil dari golongan hamba. Pada zaman VOC yang menjadi guru adalah orang-orang yang ada pengetahuannya sedikit seperti tukang sepatu, tukang pangkas, orang yang menguburkan mayat.
Di negara kita kedudukan guru sebelum perang dunia ke-2 sangat terhormat karena hanya mereka yang terpilih dapat memasuki lembaga pendidikan guru. Hingga kini citra tentang guru masih tinggi walupun sering menurut yang dicita-citakan yang tidak selalu sejalan dengan kenyataan.
Pekerjaan guru sering dipandang dalam hubungannya denga ideal pembangunan bangsa. Dari guru diharapkan agar ia manusia idealistis, namun guru sendiri tak dapat menggunakan pekerjaannya sebagai alat untuk mencari nakfah bagi keluarganya. Walupun demikian masyarakat tak dapat menerima pekerjaan guru semata-mata sebagai mata pencaharian belaka sejajar dengan pekerjaan tukang kayu atau saudagar. Pekerjaan guru menyangkut pendidikan anak, pembangunan negara dan masa depan bangsa.
Karena kedudukan yang istimewa itu masyarakat mempunyai harapan-harapan yang tinggi tentang peranan guru. Harapan-harapan itu tak dapat diabaikan oleh guru, bahkan dapat menjadi norma yang turut menentukan kelakuan guru.
Juga di negara maju seperti AS masyarakat menuntut kelakuan tertentu dari guru yang tidak dikenakan pada jabatan lain, bahkan juga tidak pada orang tua sendiri secara ketat. Sekitar 1930-an guru-guru wanita di sana diharapkan jangan kawin bila ingin tetap bekerja sebagai guru. Mereka tidak diinginkan pacaran, main kartu, merokok, minum alcohol atau berdansa. Guru wanita yang baik harus rajin beribadah, berdedikasi penuh kepada pekerjaannya. Mereka harus berpakaian sopan, dilarang pakai lipstick dan tidak mengikuti mode baru.
Walaupun zaman berubah namun kelakuan guru yang menyimpang dari apa yang dianggap sopan selalu mendapat sorotan yang tajam. Guru selalu diharap agar menjadi teladan bagi anak-didik.
Pada umumnya guru tidak menentang harapan-harapan masyarakat walaupun pada hakikatnya membatasi kebebasan mereka. Guru sendiri menerima pembatasan itu sebagai sesuatu yang wajar. Pelangaran oleh guru juga dapat dikecam oleh rekan-rekannya. Mungkin sekali mereka memasuki lembaga pendidikan guru pada prinsipnya telah menerima norma-norma kelakuan yang ditentukan oleh masyarakat.
Guru-guru meneriam harapan agar mereka menjadi suri tauladan bagi anak didiknya. Untuk itu guru harus mempunyai moral yang tinggi. Walupun demikian ada kesan bahwa kedudukan guru mungkin merosot dibandingkan dengan beberapa puluh tahun yang lalu.
Pada zaman colonial itu jumlah guru sangat terbatas. Lagi pula guru sebagai pegawai menduduki tempat yang tinggi dikalangan orang Indonesia. Kedudukan yang tinggi umumnya dipegang oleh orang Belanda. Setelah kemerdekaan semua jabatan yang dahulu dipegang oleh penjajah jatuh ketangan orang Indonesia sehingga kedudukan guru relative merosot. Kepala H.I.S. (SD) dahulu pangkat yang sangattinggi yang hanya diduduki oleh beberapa orang Indonesia yang memiliki ijazah tertentu yang jarang dapat diperoleh orang Indonesia. Sekarang tidak ada lagi memandang kepala SD sebagai orang yang berpangkat tinggi. Lagi pula jumlah guru sangat banyak bertambah dalam usaha pemeretaan pendidikan. Mendidik guru dalam jumlah yang besar dalam waktu yang singkat tak dapat tiada menimbulkan masalah-masalah dalam memilih calon yang baik serta membina kepribadian guru. Namun diharapkan bahwa mereka sepanjang jabatannya sebagai guru berangsur-angsur membina dirinya menjadi guru yang kita harapkan.

No comments: