Monday, April 15, 2013

Perkembangan Masa Dewasa


A.      Pendahuluan
Dengan melihat beberapa aspek yang di lalui oleh perkembangan fase dewasa serta beberapa kajian tentang tersebut, dapatlah diambil suatu pemikitan bahwa dewasa adalah “pemekaran” dalam hal ini berarti seseorang mampu untuk menganggap orang lain sebagai bagian dari dirinya dalam hal ini penetapan untuk masa dewasa itu sendiri sulit untuk dipastikan karena banyak aspek di dalamnya yang mempengaruhi  perkembangan masa tersebut.ada yang mengatakan seorang anak dianggap belum mencapai status dewasa kalau ia belum mencapai usia 21 tahun. Sementara itu dalam kebudayaan Indonesia , seseorang dianggap resmi mencapai status dewasa apabila sudah menikah, meskipun umurnya belum mencapai 21 tahun. Terlepas dari perbedaan dalam penentuan waktu dimulainya status kedewasaan tersebut,  pada umumnya spikolog menetapkan sekitar usia 20 tahun  sebagai awal masa dewasa  dan berlangsung  sampai sekitar usia 40-45, dan pertengahan masa dewasa  berlangsung dari sekitar usia 40-45 sampai sekitar usia 65 tahun, serta masa dewasa lanjut  atau masa tua berlangsung dari sekitar usia 65 tahun sampai meninggal.
B.       Pengertian Dewasa
Pengertian dewasa  menurut Allport : Extension of self atau “pemekaran” dari diri sendiri. Hal ini berarti seseorang mampu untuk menganggap orang lain sebagai bagian dari dirinya. Pengertian dewasa dalam Islam adalah suatu masa ketika kita harus bertanggung jawab atas segala perbuatan yang kita lakukan sendiri. Pengertian dewasa  didefinisikan dari aspek biologi yaitu masa dewasa dapat diartikan sebagai suatu periode dalam kehidupan individu yang ditandai dengan pencapaian kematangan tubuh secara optimal dan kesiapan untuk bereproduksi (berketurunan). Dari aspek psikologis, masa ini dapat diartikan sebagai periode dalam kehidupan individu yang ditandai dengan ciri-ciri kedewasaan atau kematangan, yaitu (1) kestabilan emosi (emotional stability), mampu mengendalikan perasaan: tidak lekas marah, sedih, cemas, gugup, frustasi, atau tidak mudah tersinggung; (2) memiliki sense of reality-kesadaran realitasnya-cukup tinggi: mau menerima kenyataan, tidak mudah melamun apabila mengalami kesulitan, dan tidak menyalahkan orang lain dan keadaan apabila menghadapi kegagalan; (3) bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang berbeda; dan (4) bersikap optimis dalam menghadapi kehidupan.
Sementara dari aspek pedagogis, masa dewasa ini ditandai dengan (1) rasa tanggung jawab (sense of responsibility) terhadap kesejahteraan hidup dirinya sendiri dan orang lain; (2) berperilaku sesuai dengan norma atau nilai-nilai agama; (3) memiliki pekerjaan yang dapat menghidupi diri dan keluarganya; dan (4) berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Dapat kita simpulkan bahwa masa dewasa adalah masa di mana seorang individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.
Menurut istilah :
Pada sebagian besar  kebudayaan kuno, status ini tercapai apabila pertumbuhan puberitas telah selesai atau  setidak-tidaknya sudah mendekati  selesai dan Amerika, seorang anak dianggap belum mencapai status dewasa kalau ia belum mencapai usia 21 tahun. Sementara itu dalam kebudayaan Indonesia , seseorang dianggap resmi mencapai status dewasa apabila sudah menikah, meskipun umurnya belum mencapai 21 tahun. Terlepas dari perbedaan dalam penentuan waktu dimulainya status kedewasaan tersebut,  pada umumnya spikolog menetapkan sekitar usia 20 tahun  sebagai awal masa dewasa  dan berlangsung  sampai sekitar usia 40-45, dan pertengahan masa dewasa  berlangsung dari sekitar usia 40-45 sampai sekitar usia 65 tahun, serta masa dewasa lanjut  atau masa tua berlangsung dari sekitar usia 65 tahun sampai meninggal (Feldman, 1996).

C.      Periode Perkembangan Masa Dewasa
1.        Dewasa Awal
Pada masa dewasa dimulai pada usia 18 tahun yang sering disebut dewasa awal, individu dalam masa ini telah menyelesaikan tugas perkembangannya secara umum dan siap memikul status dan tanggung jawabnya dalam masyarakat bersama dengan orang lain. Pada masa ini problem sosial lebih terfokus pada hubungan keluarga dan dalam dunia kerja. Permasalahan tekanan oleh keluarga maupun dari “bos” kerjanya menjadikan salah satu beban psikologis pada individu di usia dewasa awal.  Selain itu pada masa ini individu juga akan lebih merasakan kejenuhan karena kehilangan persahabatan yang dimiliki pada masa remaja.
Di dalam perkembangan yang di alami oleh masa dewasa ada beberapa aspek yang perlu kita ketahui di antaranya :

a)       Jasmani (fisik)
Perkembangan Fisik: Mencapai puncak Kerangka dan otot mencapai perkembangan penuh (usia 20-an hingga 30-an). Otot lurik mencapai puncak kekuatannya (usia 25-30). Ketahanan fisik mencapai puncak, kesehatan dan kekuatan umumnya dalam kondisi terbaik (usia 20-an hingga 30-an). Catatan: Penurunan kebugaran fisik dapat diperlambat dengan makanan sehat, olah raga tera.
Bagi wanita, perubahan biologis yang utama terjadi selama masa pertengahan dewasa adalah perubahan dalam hal kemampuan repoduktif, yakni mulai mengalami menopause atau berhentinya mentruasi dan hilangnya kesuburan. Dan pada umumnya menopause terjadi pada usia sekitar 50 tahun, akan tetapi ada juga yang mengalami pada usia 40 tahun. Peristiwa menopause disertai dengan berkurangnya hormone estrogen. Bagi sebagian besar perempuan, menopause tidak menimbulkan  problem psikologis. Tetapi bagi sebagian lain menopause telah menyebabkan munculnya sejumlah besar gejala psikologis , termasuk depresi dan hilang ingatan . Bagi laki-laki , proses penuan selama masa pertengahan dewasa tidak begitu kentara, karena tidak ada tanda-tanda fisiologis dari peningkatan usia seperti berhentinya haih pada perempuan. Lebih dari itu , laki-laki tetap subur dan mampu menjadi ayah  anak-anak sampai memasuki usia tua. Hanya kemunduran fisik juga terjadi secara  berangsur-angsur, seperti berkurangnya  produksi air mani, dan frekuensi orgasme yang cenderung merosot.
Di dalam sebuah buku lain di tuliskan bahwa perkembangan fisik yang di alami oleh masa dewasa awal mencapai puncak antara umur 18 sampai 30 tahun, terutama antara umur  umur 19 sampai 26 tahun. Dan kesehatan juga mencapai puncaknya pada tahun tersebut dalam hal ini ada bahaya yang juga yang mengancam dalam masa ini , ada bahaya yang tersembunyi dalam kemampuan fisik dan kesehatan yang puncak ini yaitu kebiasaan yang buruk mungkin juga terbentuk.. di dalam dewasa awal pelambatan dan penuruna kondisi fisik mulai nampak.
b)       Intelektual (kognitif)
Pada masa dewasa awallah individu mulai bisa mengatur pikiran operasional formal mereka. Sehingga mereka mungkin merencanakan atau membuat hipotesis tentang masalah-masalah seperti remaja. Tetapi mereka menjadi lebih sistematisa ketika mendekati masalah sebagai seorang dewasa. Sementara desa lebih bisa menyusun hipotesis dari pada remaja dan menunjukan suatu pemecahan masalah dari suatu masalah.. pada dewasa banyak indifidu mengkonsolidasikan pemikiran operasional mereka dan banyak orang dewasa lainnya tidak berfikir dengan cara operasional formal sama sekali. “labouvievief” berpendapat bahwa orang dewasa muda memawuki pola pikiran yang prakmatis. “perry” berteoro bahwa bersamaan dengan individu memasukli masa dewasa., pemikiran lebih realistic. Sedangkan”schaie” menhgajukan urutan fase-fase kongnitif di antaranya: pengambil alihan, pencapaian, tanggung jawab, eksekutif, reintegratif.
William Perry (1970) mencatat perubahan-perubahan penting tentang cara berfikir orang dewasa muda yang berbeda dengan remaja. Ia percaya bahwa remaja sering memandang dunia dalam dualisme pola polaritas mendasar. Seperti benar/salah, kita/mereka, atau baik/buruk. Pada waktu kaum muda mulai matang dan memasuki masa dewasa, mereka mulai menyadari perbedaan pendapat dan berbagai perspektif yang dipegang oleh orang lain, yang mengguncangkan dualistik mereka. Pemikiran dualistik mereka dignti oleh pemikiran beragam, saat itu individu mulai memahami bahwa orang semua orang dewasa tidak selalu memiliki semua jawaban. Mereka mulai memperluas wilayah pemikiran individualitik dan mulai percaya bahwa semua orang memiliki pandangang pribadi masing-masing serta setiap pendapat yang ada sebaik pendapatorang lainnya. “Schaie” berpendapat fase mencapai prestasi (achieving stage) adalah fase dimana dewasa awal yang melibatkan intelektualitas pada situasi yang memiliki konsekwensi besar dalam mencapai tujuan jangkapanjang, seperti pencapaian karir dan pengetahuan.
c)        Emosional
Ketegangan-keteganag emosi yang terjadi dalam masa dewasa awal, terutama sering di alami dalam parohan awal masa ini. Banyak dialami dewasa muda ini mengalami ketegangan emosi yang berhubungan denagan persoalan-persoalan yang di alaminya seperti persoalan jabatan, perkawinan, keuangan, dan sebagainya.. Robert J. Havighurst (1953) berpendapat bahwa seorang dalm usiaawal atau petrengahan tiga puluhan telah akan dapat memecahkan persoalan-persoalan serta cukup dapat mengendapkan ketegangan emosiny, sehinnga seseorang dpat mencappai emosi yang setabil atau kalem.
Pada dewasa awal ketegangan emosional sering kali dinampakan dalam ketakutan-ketakutan atau kekhawatiran. Ketakutan atau kekhawatiran itu timbul bergantung pada ketercapaian penyesuaian terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi pada suatu saat tertentu, dan sejauhman sukses dan kegagalan yang di alami dalam pergumulan persoalan. Kekhawatiran yang berhubungan dengan penampakan pribadi agak dirasakan dalam tahun-tahun pertengahan dewasa awal (27-35 tahun) karena pada tahun ini seseorang sering dan banyak menghadapi masalah yang berhubunga dengan pertemuan-pertemuwn social atau hubunga suami ietri yang dijaga kelestariyannya.di atas usia 35 tahun sampai akhir dewasa awal ini kekhawatiran berpusat pada masalah-masalh kesehatan, meraih kesuksesan dalam bisnis, dan kemampiuan kerja.
v  Ciri-ciri Masa Dewasa Awal
Banyak di antara ciri penting dalam masa dewasa awal merupakan kelanjutan dari ciri-ciri yang terdapat dalam masa remaja.  Dengan keadaan individu dalam masa remaja, apa yang telah dimilikinya sebagai hasil belajar dan pengalaman, yang kemudian dilengkapi dalam masa dewasa awal.  Penyesuaian-penyesuaian yang dicapai dalam masa remaja mendasari penyesuaian diri dalam masa dewasa dan mengantarkan individu dalam kedewasaan dalam arti yang sesungguhnya.
Sebagai kelanjutan masa remaja, masa dewasa memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a)       Usia Reproduktif
Bagi sebagian besar orang-orang dewasa muda, menjadi orang tua atau sebagai ayah/ibu merupakan satu di antara peranannya yang sangat penting dalam hidupnya. Berperan sebagai orang tua, nampak lebih nyata bagi wanita dibandingkan pria, yang walaupun sekarang ini terlihat bahwa pria banyak pula yang mengambil bagian secara aktif dalam mendidik anak-anak dibandingkan dengan apa yang terlihat pada waktu-waktu yang dahulu.  Selanjutnya bagi orang yang cepat mempunyai anak dan mempunyai keluarga besar pada awal masa dewasa atau bahkan pada tahun-tahun terakhir masa remaja kemungkinan seluruh masa dewasa awal ini merupakan masa reproduksi.      
b)       Masa Pengaturan
Masa pengaturan ini disebut juga sebagai masa yang ditujukan untuk memantapkan letak kedudukannya atau setting down age.  Sejak seseorang telah mulai memainkan peranannya sebagai orang dewasa, seperti sebagai pemimpin rumah tangga dan sebagai orang tua, serta menyetujui hal itu sebagai peranannya dan hal itu menjadi suatu keharusan untuk diikuti dalam pola-pola perilaku tertentu dalam banyak aspek kehidupannya.  Dengan pemantapan kedudukannya, seseorang berkembang pola hidupnya secara individual, yang mana dapat menjadi ciri khas seseorang sampai akhir hayat.
c)        Masa Ketegangan Emosi
Ketegangan-ketegangan emosi yang terjadi pada masa dewasa awal umumnya berhubungan dengan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hal perkawinan, keuangan, persoalan jabatan dan sebagainya. Ketegangan emosi yang timbul itu bertingkat-tingkat selaras dengan intensitas persoalan yang dihadapi dan sejauh mana seseorang dapat mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapinya. Kepuasan atau ketenangan akan dapat dicapai dalam tahun-tahun pertama awal dewasa awal ini oleh beberapa individu, akan tetapi kebanyakan di antaranya tetap mengalami ketegangan emosi sampai mendekati pertengahan masa dewasa awal ini. Menurut Robert J. Havighurst dalam bukunya Human Development and Education (1953) dalam Andi Mappiare (1983), bahwa seseorang dalam usia awal atau pertengahan tiga puluhan dapat memecahkan persoalan–persoalan serta cukup dapat mengendapkan ketegangan emosinya, sehingga seseorang dapat mencapai emosi yang stabil.
Ketegangan emosi seringkali diwujudkan dalam ketakutan-ketakutan atau kekhawatiran-kekhawatiran.  Ketakutan atau kekhawatiran yang timbul itu pada umumnya tergantung pada pancapaian terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi pada suatu saat tertentu, dan sejauh mana sukses atau kegagalan yang dialami dalam menghadapi persoalan tersebut.  
d)       Masa Keterasingan Sosial
Banyak orang muda yang semenjak masa kanak-kanak dan remaja terbiasa tergantung pada persahabatan dalam kelompok mereka merasa kesepian sewaktu tugas-tugas mereka dalam rumah tangga ataupun dalam pekerjaan, memisahkan mereka dari kelompok mereka.  Apakah kesepian yang berasal dari kelompok keterasingan ini hanya sebentar atau tetap, akan tergantung pada cepat lambatnya orang muda itu berhasil membina hubungan sosial baru untuk menggantikan hubungan hari-hari sosial sekolah dan kuliah mereka.     

e)       Masa Komitmen
Sewaktu menjadi dewasa, orang-orang muda mengalami perubahan tanggungjawab dari seorang pelajar yang sepenuhnya tergantung pada orang tua menjadi orang dewasa mandiri, maka mereka menentukan pola hidup baru, memikul tanggungjawab baru dan membuat komitmen-komitmen baru. Meskipun pola-pola hidup, tanggungjawab dan komitmen-komitmen baru ini mungkin akan berubah juga, pola-pola ini menjadi landasan yang akan membentuk pola hidup, tanggung jawab dan komitmen-komitmen di kemudian hari.
f)        Masa Ketergantungan
Meskipun telah resmi mencapai status dewasa pada usia 18 tahun, dan status ini memberikan kebebasan untuk mandiri, banyak orang muda yang masih agak tergantung atau bahkan sangat tergantung pada orang-orang lain selama jangka waktu yang berbeda-beda. Ketergantungan ini mungkin pada orang tua, lembaga pendidikan yang memberikan beasiswa sebagian atau penuh atau pemerintah karena mereka memperoleh pinjaman untuk membiayai pendidikan mereka.
g)       Masa Perubahan Nilai
Ada beberapa alasan yang menyebabkan perubahan nilai pada masa dewasa awal, di antaranya adalah sebagai berikut:
·      Jika orang muda dewasa ingin diterima oleh anggota-anggota kelompok orang dewasa, mereka harus menerima nilai-nilai kelompok ini, seperti juga sewaktu kanak-kanak dan remaja mereka harus menerima nilai-nilai kelompok teman sebaya.
·      Orang-orang muda itu segera menyadari bahwa kebanyakan kelompok  sosial berpedoman pada nilai-nilai konvensional dalam hal keyakinan-keyakinan dan perilaku seperti juga halnya dalam hal penampilan.
·      Orang-orang muda yang menjadi bapak/ibu tidak hanya cenderung mengubah nilai-nilai mereka lebih cepat daripada mereka yang tidak kawin atau tidak punya anak, tetapi mereka juga bergeser kepada nilai-nilai yang lebih konservatif dan tradisional.  Biasanya, nilai-nilai orang muda ini bergeser dari egosentris ke sosial.
h)       Masa Penyesuaian Diri dengan Cara Hidup Baru
Di antara berbagai penyesuaian diri yang harus dilakukan orang muda terhadap gaya hidup baru, yang paling umum adalah penyesuaian diri pada pola peran seks atas dasar persamaan derajat yang menggantikan pembedaan pola peran seks tradisional, serta pola-pola baru bagi kehidupan keluarga, termasuk perceraian, keluarga berorangtua tunggal, dan berbagai pola baru di tempat pekerjaan khususnya pada unit-unit kerja yang besar dan impersonal di bidang bisnis dan industri.
i)        Masa Bermasalah
Pada masa dewasa awal ini banyak persoalan yang baru dialami. Beberapa diantara persoalan tersebut merupakan kelanjutan atau pengrmbangan persoalan yang dialami dalam masa remaja akhir. Segera setelah seseoran dewasa awal menyelesaikan pendidikan sekolah mereka, maka menghadang pula persoalan yang berhubungan dengan pekerjaan dan jabatan. Kompleknya persolan pekerjaan ini, disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan intern individu itu sendiri, faktor-faktor lingkungan sosial tremasuk orang tua, faktor kesempatan kerja dan lapangan kerja yang tersedia. Faktor-faktor intern yang meliputi ciri-ciri pribadi, sikap, kemampuan, dan keterampilan-keterampilan khusus tertentu haruslah dimiliki oleh seseorang untuk dapat memasuki suatu lapangan pekerjaan tertentu.
Persoalan yang berhubungan dengan pemilihan teman hidup merupakan satu di antara persoalan sangat penting dalam masa dewasa awal ini. Persoalan lain yang menonjol dirasakan dalam masa dewasa awal ini adalah berhubungan dengan hal-hal keuangan. Persoalan ini mencakup aspek usaha mendapatkannya dan aspek pengelolaanya dalam pembelanjaan.
j)        Masa Kreatif
Bentuk kreatif yang akan terlihat sesudah ia dewasa akan bergantung pada minat dan kemampuan individual, kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan sebesar-besarnya. Pada masa awal dewasa, orang muda itu tidak saja harus menemukan di mana letak minat mereka tetapi  mereka harus juga mengembangkan daya kreativitas itu.
v  Tugas-tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal
Sebagian besar golongan dewasa muda telah menyelesaikan pendidikan sampai taraf universitas dan kemudian mereka segera memasuki jenjang karier dalam pekerjaannya. Kehidup­an psikososial dewasa muda makin kompleks dibandingkan dengan masa remaja karena selain bekerja, mereka akan me­masuki kehidupan pernikahan, membentuk keluarga baru, memelihara anak-anak, dan tetap hams memperhaukan orang tua yang makin tua.
Selain itu, dewasa muda mulai membentuk kehidupan keluarga dengan pasangan hidupnya, yang telah dibina sejak masa remaja/masa sebelumnya. Havighurst (Turner dan Helms, 1995} mengemukakan tugas-tugas perkembangan dewasa muda, di antaranya (a) mencari dan menemukan calon pasangan hidup, (b) membina kehidupan rumah tangga, (c) meniti karier dalam rangka rnemantapkan kehidupan ekonomi rumah tangga, dan (d) menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
a)       Mencari dan Menemukan Calon Pasangan Hidup
Setelah melewati masa remaja, golongan dewasa muda semakin memiliki kematangan fisiologis (seksual) sehingga mereka siap melakukan tugas reproduksi,yaitu mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya, asalkan memenuhi persyaratan yang syah (perkawinan resmi).
b)       Membina Kehidupan Rumah Tangga
Papalia, Olds, dan Feldman (1998; 2001} menyatakan bahwa golongan dewasa muda berkisar antara 21-40 tahun. Masa ini dianggap sebagai rentang yang cukup panjang, yaitu dua puluh tahun. Terlepas dari panjang atau pendek rentang waktu tersebut, golongan dewasa muda yang berusia di atas 25 tahun, umum-nya telah menyelesaikan pendidikannya minimal setingkat SLTA (SMU-Sekolah Menengah Umum), akademi atau universitas. Selain itu, sebagian besar dari mereka yang telah me­nyelesaikan pendidikan, umumnya telah memasuki dunia pekerjaan guna meraih karier tertinggi.
Dari sini, mereka mempersiapkan dan membukukan diri bahwa mereka sudah mandiri secara ekonomis, artinya sudah tidak bergantung lagi pada orang tua. Sikap yang mandiri ini merupakan langkah positif bagi mereka karena sekaligus dijadikan sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan rumah tangga yang baru. Namun, lebih dari itu, mereka juga harus dapat membentuk, membina, dan mengembangkan kehidupan rumah tangga dengan sebaik-baiknya agar dapat mencapai kebahagiaan hidup. Mereka harus dapat menyesuaikan diri dan bekerja sama dengan pasangan hidup masing-masing. Mereka juga harus dapat melahirkan, membesarkan, mendidik, dan membina anak-anak dalam keluarga. Selain itu, tetap menjalin hubungan baik dengan kedua orang tua ataupun saudara-saudara.
c)        Meniti Karier dalam Rangka Memantapkan Kehidupan Ekonomi Rumah Tangga
Usai menyelesaikan pendidikan formal setingkat SMU, akademi atau universitas, umumnya dewasa muda memasuki dunia kerja, guna menerapkan ilmu dan keahliannya. Mereka ber­upaya menekuni karier sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki, serta memberi jaminan masa depan keuangan yang baik. Bila mereka merasa cocok dengan kriteria tersebut, mereka akan merasa puas dengan pekerjaan dan tempat kerja. Sebaliknya, bila tidak atau belurn cocok antara minat/ bakat dengan jenis pekerjaan, mereka akan berhenti dan mencari jenis pekerjaan yang sesuai dengan selera. Tetapi kadang-kadang ditemukan, meskipun tidak cocok dengan latar belakang ilrnu, pekerjaan tersebut memberi hasil keuangan yang layak (baik), mereka akan bertahan dengan pekerjaan itu. Sebab dengan penghasilan yang layak (memadai), mereka akan dapat mem-bangun kehidupan ekonomi rumah tangga yang mantap dan mapan. Masa dewasa muda adalah masa untuk mencapai puncak prestasi. Dengan semangat yang menyala-nyala dan penuh idealisme, mereka bekerja keras dan bersaing dengan teman sebaya (atau kelompok yang lebih tua) untuk menunjukkan prestasi kerja.
Dengan mencapai prestasi kerja yang terbaik, mereka akan mampu memberi kehidupan yang makmur sejahtera bagi keluarganya. melakukan tugas reproduksi, yaitu mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya, asalkan memenuhi persyaratan yang sah (perkawinan resmi). Untuk sementara waktu, dorongan biologis tersebut, mungkin akan ditahan terlebih dahulu. Mereka akan berupaya mencari calon teman hidup yang cocok untuk dijadikan pasangan dalam perkawinan ataupun untuk membentuk kehidupan rumah tangga berikutnya. Mereka akan menentukan kriteria usia, pendidikan, pekerjaan, atau suku bangsa tertentu, sebagai prasyarat pasangan hidupnya. Setiap orang mempunyai kriteria yang berbeda-beda.
d)       Menjadi Warga Negara yang Bertanggung Jawab
Warga negara yang baik adalah dambaan bagi setiap orang yang ingin hidup tenang, damai, dan bahagia di tengah-tengah masyarakat. Warga negara yang baik adalah warga negara yang taat dan patuh pada tata aturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini diwujudkan dengan cara-cara, seperti (1) mengurus dan memiliki surat-surat kewarganegaraan (KTP, akta kelahiran, surat paspor/visa bagi yang akan pergi ke luar negeri), (2) membayar pajak (pajak televisi, telepon, listrik, air, pajak kendaraan bermotor, pajak penghasilan), (3) menjaga ketertiban dan ke-amanan masyarakat dengan mengendalikan diri agar tidak tercela di mata masyarakat, dan (4) mampu menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial di masyarakat (ikut terlibat dalam kegiatan gotong royong, kerja bakti membersihkan selokan, memper-baiki jalan, dan sebagainya). Tugas-tugas perkembangan tersebut merupakan tuntutan yang harus dipenuhi seseorang, sesuai dengan norma sosial-budaya yang berlaku di masyarakat
Pada sumber lain, dalam buku Psikologi Belajar Agama (2004), diterangkan bahwa tugas-tugas perkembangan masa dewasa dini meliputi:
·      Mengembangkan sikap, wawasan, dan pengamalan ajaran agama.
·      Memperoleh atau memulai memasuki dunia kerja.
·      Memilih pasangan (suami/istri).
·      Mulai memasuki pernikahan.
·      Belajar hidup berkeluarga.
·      Merawat dan mendidik anak.
·      Mengelola rumah tangga.
·      Memperoleh kemampuandan kemantapan karier (posisi kerja).
·      Mengambil tanggung jawab atau peran sebagai warga masyarakat.
·      Mencari kelompok social (kolega) yang menyenangkan.
2.        Dewasa Madya
Pada masa dewasa madya muncul pada usia 40 tahun hingga 60 tahun, pada masa ini merupakan masa dimana dalam kehidupan sosial individu lebih selektif dalam memilih teman. Selain itu pada dewasa madya individu telah berada pada posisi puncak karir dan ekonomi sehingga mereka mempunyai pengaruh dalam kehidupan sosial dan mempunyai banyak peluang untuk menjadi pemimpin. Masa dewasa madya juga sering disebut sebagai masa berbahaya karena biasanya penyakit yang biasanya tidak dirasakan akan lebih terasa, selain itu beban pikiran akan mudah untuk menyebabkan stress.
Di dalam masa dewasa madya ini ada beberapa aspek yang perlu di ketahui diantaranya :
a)       Jasmani (fisik)
Pada dewasa tengah ini beberapa perubahan yang terjadi, perubahan mulai nampak lebih awal di usia 30 tahun, tapipada beberap titik/bagian di usia 40 tahun, menurunnya perkembangan fisik menunjukan bahwa masa dewasa awal telah datang. Daya akomodasi mata, kemampuan untuk memfokuskan dan mempertahankan gambar pada retina mengalami perubahan paling tajam antara usia 40 dan 59 tahun.khususnya, individu pada usia baya mulai mengalami kesulitan melihat obyek-obyek yang dekat. Pada masa ini juga kebanykan mengalami kegendutan pada postur tubuhnya. dalam hal ini ada keterkaitanya denga factor psikologis yang menimbulkan sikap menolak dan perasaan tidak lagi gantengyanhg tidak jarang menimbulkan usaha-usaha diet yang berlebihan sehingga membahayakan bagi jantung mereka.. tidak hanya itu saja perubahan juga di alami pada rambut dan kulit. Pada usia 40 tahun serat-serat rambut mulai menyusut dn kiantahu semakun menipis. Dan alm hal ini menimbulkan perubahan warna rambut yang sebelumnya hitam kini menjadi putih dan kadang kala menjadi botak pada ubun-ubun mereka. Tidak menutup kemungkinan juga semakin mengkriputnya kulit wajah dan tanganmenjadi kasar sekaligus menimbulkan kerut-kerutan.
b)       Intelektual (kognitif)
Kita telah melihat bahwa penuruna pada beberapa ciri fisik selmam dewasa tengah tidak hanya khayalan. Orang dewasa tengah mungkin tidak melihat dengan baik, tidak berlari denga cepat. Tapi bagaiman dengan cirri-ciri kognitif dewasa tengah. Kita melihat bahwa kemampuan kognitif semakin meningkat pada dewasa awal. Tetapi kita menemukan penurunan pada dewasa tengah dan kemungkina terjadi ketika memori jangka panjang terlibat daripada memori jangka pendek. Daya ingatpun juga lebih mungkin turun ketika organisasi dan pembayangan tidak di gunakan. Daya ingat jugacenderung menurun ketika informasi yang di coba untuk di ingat adalah informasai yang di simpan baru-baru ini atau tidak sering digunakan (Riege & Inman, 1980). Dan daya ingat juga cenderung menurun jika diharappkan untuk mengingat (recall) daripada untuk mengenali (recognize) (Mandler, 1980).
c)        Emosional
Satu pendekatan terhadap perkembangan kepribadian orang dewasa menekankan persamaan, pendekatan lainnya menekankan perbedaan. Pendekatan fase dewasa menekankan persamaan. Akan tetapi terdapat variasi individu sunstasial dalam perkembangan orang dewasa. Karakteristik paling konsisten adalah karakteristik adaptif gaya penanganan masalah, pemerolehan kepuasan hidup, dan kekuatan perilaku yang diarahkan pada tujuan. Dua perubahan yang siknifikan dalam usia tengah baya adalah peningkatan penguasaan pasif dan inferioritas.

v  Penyesuaian Diri Terhadap Perubahan Fisik
Þ      Perubahan dalam Penampilan
Seperti telah diketahui, sejak masa remaja dini, penampilan seseorang memegang peranan yang sangat penting terutama dalam penilaian sosial, sambutan sosial, dan kepemimpinan. Mereka yang berusia madya, memberontak terhadap penilaian status tersebut, yang mereka takuti ketika penampilan mereka menurun, terdapat kesulitan tambahan bagi pria dalam berlomba dengan orang-orang yang lebih muda, lebih kuat, lebih enerjik. Baik bagi pria maupun wanita, selalu terdapat ketakutan bahwa penampilan usia madya mereka akan menghambat kemampuan untuk mempertahankan pasangan mereka (suami/istri), ataupun mengurangi daya tarik terhadap lawan jenisnya.
Tanda-tanda menua cenderung menjadi lebih jelas dikalangan kelompok-kelompok sosio-ekonomis daripada kelompok lainnya. Pada umumnya, pria dan wanita dari kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi nampak lebih muda dari usia sebenarnya, sedangkan mereka yang berasal dari kelompok sosial-ekonomi yang lebih rendah, nampak lebih tua daripada umur sebenarnya. Hal ini mungkin sebagian dijelaskan oleh kenyataan bahwa mereka yang dari kelompok lebih beruntung, kurang bekerja, mengeluarkan energi lebih sedikit dan lebih banyak makan daripada mereka yang harus mencari biaya hidup dengan kerja tangan yang kasar. Serta kemampuan untuk membeli alat kecantikan dan pakaian yang bagus untuk menutupi tanda-tanda ketuaan mereka.
Tanda-tanda yang Jelas pada Usia Lanjut :
·      Berat badan bertambah
·      Berkurangnya rambut dan beruban
·      Perubahan pada kulit
·      Tubuh menjadi gemuk
·      Perubahan otot
·      Masalah persendian
·      Perubahan pada gigi
·      Perubahan pada mata
Þ      Perubahan dalam Kemampuan Indera
Perubahan yang paling merepotkan dan nampak terdapat pada mata dan telinga. Perubahan fungsional dan generatif pada mata berakibat mengecilnya bundaran kecil pada anak mata, menguranginya ketajaman mata dan akhirnya cenderung menjadi glukoma, katarak, dan tumor.
Kebanyakan orang yang berusia madya menderita presbiopi atau kesulitan melihat sesuatau dari jarak jauh. Kemampuan mendengar juga melemah, mula-mula kepekaan terhadap nada tinggi menjadi berkurang, kemudian diikuti dengan menurunnya secara drastis sesuai dengan meningkatnya usia. Oleh karena semakin kehilangan tingkat pendengarannya, maka mereka yang berusia madya mulai berbicara dengan keras dan sering monoton. Di samping menurunnya kemampuan mendengar, terjadi pula penurunan daya cium dan rasa.
Þ      Perubahan Pada Keberfungsian Fisiologis
Perubahan-perubahan pada tubuh bagian luar terjadi berbarengan dengan perubahan-perubahan pada organ-organ dalam tubuh dan keberfungsiannya. Perubahan ini, pada sebagian besar bagian tubuh, langsung atau tidak langsung diakibatkan perubahan jaringan tubuh. Seperti gelang karet yang tua, dinding saluran arteri menjadi rapuh dengan bertambahnya usia. Keadaan tersebut dapat menimbulkan kesulitan sirkulasi. Meningkatnya tekanan darah, khususnya pada orang gemuk dapat menyebabkan komplikasi jantung.
Fungsi kelenjar tubuh menjadi lembam. Pori-pori dan kelenjar-kelenjar pada kulit yang membersihkan kulit dari kotoran menjadi lebih pelan, sehingga bau badan bertambah.  Berbagai kelenjar yang dihubungkan dengan proses pencernaan berfungsi lebih lambat, sehingga mengalami masalah karena pencernaan menjadi lebih sering bekerja.
Kesulitan makin bertambah karena banyak orang usia madya menggunakan gigi palsu yang menambah kesulitan mengunyah. Selain itu, beberapa orang usia madya memperbaiki kebiasaan makan mereka sesuai dengan semakin lambannya kegiatan mereka. Keadaan ini kelihatannya menambah keterbatasan fungsi sistem penurunan. Akibatnya, konstipasi sering terjadi pada orang dewasa madya.

Þ      Perubahan Pada Kesehatan
Usia madya ditandai dengan menurunnya kesegaran fisik secara umum dan memburuknya kesehatan. Masalah kesehatan secara umum pada usia madya mencakup kecenderungan untuk mudah lelah, telinga berdengung, sakit pada otot, kepekaan kulit, pusing-pusing biasa, sakit pada lambung, kehilangan selera makan, serta insomnia.Bagimana usia madya mempengaruhi kesehatan individu, tergantung pada banyak faktor, seperti ; faktor keturunan, riwayat kesehatan masa lampau, tekanan emosi dalam hidup, dan kemauan untuk menyesuaikan diri dengan pola hidup untuk mengubah kondisi jasmani.
Þ      Perubahan Seksual
Sejauh ini, penyesuaian fisik yang paling sulit dilakukan oleh pria maupun wanita pada usia madya terdapat pada perubahan-perubahan pada kemampuan seksual mereka. Wanita memasuki masa menopause, atau perubahan hidup, dimana masa menstruasi berhenti, dan mereka kehilangan kemampuan memelihara anak. Biasanya akan terjadi menginjak usia 49 tahun. Walaupun demikian keadaan ini sangat bervariasi pada wanita, tergantung dari faktor keturunan, kondisi umum kesehatan, dan variasi iklim. Sedangkan pada pria mengalami masa klimakterik pria. Klimakterik pada pria sangat berbeda dengan menopause pada wanita. klimakterik datang kemudian, biasanya pada usia 60 atau 70 tahunan dan berjalan sangat lambat. Dengan datangnya penuaan secara umum pada seluruh tubuh, terjadi penurunan secara bertahap pada daya seksual dan reproduksi pria.
SINDROM MENOPAUSE
·      Menstruasi Berhenti
Dapat secara tiba-tiba, periode reguler dengan pengurangan arus menstruasi secara berangsur-angsur, irregularitas bertambah dengan jarak periode yang semakin jauh atau siklus yang lebih pendek dengan arus yang lancar dan deras.
·      Sistem Reproduksi Menurun dan Berhenti
Sebagai akibatnya, maka tidak lagi memproduksi ovarium, hormon ovarium, dan hormon progestin.
·      Penampilan Kewanitaan Menurun
Bila hormon-hormon ovarium berkurang, seks sekunder kewanitaan menjadi kurang terlihat, bulu di wajah bertambah kasar, suara menjadi lebih mendalam, lekuk tubuh menjadi rata, payudara tidak kencang, dan bulu pada kemaluan dan aksial menjadi lebih tipis.
·      Ketidaknyamanan Fisik
Yaitu rasa tegang dan linu yang tiba-tiba di sekujur tubuh, termasuk kepala, leher, dada bagian atas, keringat yang menyertai ketegangan tersebut diikuti dengan panas, pusing, kelelahan, jengkel dan cepat marah, berdebar-debar, resah, dan dingin.
·      Berat Badan Bertambah
Seperti lemak yang dibutuhkan pada usia puber, pada orang usia lanjut lemak menumpuk di sekitar perut dan paha, yang membuat wanita kelihatan lebih berat daripada sebenarnya.
·      Penonjolan
Beberapa persendian, terutama pada jari, sering terasa sakit dengan menurunnya fungsi sel telur. Keadaan ini menyebabkan jari menebal atau timbul benjolan.
·      Perubahan Kepribadian
Mereka mengalami diri tertekan, cepat marah, serta bersifat mengkritik diri dan mempunyai rasa penyesuaian yang luas. Dengan memulihnya perubahan-perubahan ini biasanya akan menghilang.
SINDROM KLIMAKTERIK PADA PRIA
·      Rusaknya Fungsi Organ Seksual
Setelah usia 50 tahun, terjadi penurunan aktivitas gonad., walaupun pada usia 70 dan 80 pria masih bisa membuahi istrinya.
·      Nafsu Seksual Menurun
Seiring dengan menurunnya fungsi organ seksual, yang merupakan akibat dari rusaknya fungsi gonad dan sebagian disebabkan oleh hal-hal yang bersifat psikologis, misalnya hubungan perkawinan atau pekerjaan yang tidak serasi, kekhawatiran masalah ekonomi atau rumah tangga.
·      Penampilan kelelakian menurun
Intonasi suara menjadi lebih tinggi, rambut di kepala dan di tubuh berkurang, tubuh menjadi lebih gemuk sedikit, terutama pada perut dan paha.
·      Gelisah akan kepriaannya
Laki-laki yang penampilan dan tingkah lakunya kurang maskulin akan lebih memperhatikan kejantanannya. Keadaan ini sering mengarah ke impoten.
·      Ketidaknyamanan Fisik
·      Menurunnya kekuatan dan daya tahan tubuh
·      Perubahan kepribadian
Sehubungan dengan kehilangannya keperkasaan menyebabkan sejumlah orang berusia madya berperilaku hampir sama dengan orang muda yang sedang menunjukkan kejantanannya. Periode ini dapat menjadi periode yang berbahaya bagi pria-pria, dimana ia masih punya istri, namun terlibat juga dalam urusan cinta dengan perempuan lain.
v  Penyesuaian Diri Terhadap Perubahan Mental
Ada kepercayaan tradisional bahwa apabila kukuatan fisiknya menurun, kemampuan mentalnya pun menurun juga. Beberapa penelitian yang dilakukan, memperlihatkan bahwa kemunduran mental tidak ada selama usia madya di kalangan orang-orang yang memiliki kemampuan intelektual tinggi. Suatu studi yang dilaporkan oleh Kangas dan Bradway menyimpulkan bahwa kecerdasan dapat sedikit meningkat pada usia madya, terutama mereka yang tingkat kecerdasannya tinggi., dibanding dengan mereka yang mempunyai kecerdasan atau IQ yang rendah. Pria menunjukkan peningkatan nilai IQ pada saat mereka menjadi semakin tua, sedangkan wanita menunjukkan sedikit penurunan. Karena pria secara mental harus lebih dewasa dan siap untuk bersaing dalam kerja daripada wanita bersaing untuk membawakan peran sebagai pengatur rumah, penemuan-penemuan ini menunjukkan bahwa kegunaaan kemampuan mental merupakan faktor penting dalam menentukan apakah terdapat kemunduran mental pada usia madya.
v  Penyesuaian Diri Terhadap Minat yang Berubah
·      Minat biasanya lebih ditekan daripada dikembangkan seiring dengan bertambahnya usia
·      Ada pergeseran penekanan pada minat yang sekarang ada seperti apabila minat akan pakaian mewah bergeser ke bentuk dan warna pakaian yang dapat memberikan penampilan terkesan lebih muda
·      Membutuhkan simbol status sebagai pengakuan
·      Ada pergeseran penekanan minat yang lebih bersifat menyendiri, seperti: nonton TV, membaca, dan hobi lainnya.
·      Banyak orang usia madya yang mengembangkan keinginannya untuk memperdalam kebudayaan misalnya dengan membaca, melukis, menghadiri ceramah-ceramah, dan konser
·      Ada penurunan dalam pembedaan jenis kelamin, dimana pria semakin berminat terhadap kegiatan yang dipandang sebagai kegiatan wanita, seperti membaca berita ringan daripada kegiatan yang dianggap sebagai kegiatan kaum pria seperti olah raga, nonton pertandingan olahraga, dll
·      Ada peningkatan minat akan kegiatan yang mengarah ke peningkatan kemampuan pribadi dan agamanya, misalnya menghadiri kuliah, ceramah-ceramah, konser, ikut kursus, aktif di kegiatan keagamaan, memperdalam ilmu agamanya, dan mengurangi keinginannya terhadap kegiatan yang semata-mata bersifat hiburan. Semua ini dilakukan lebih banyak oleh mereka yang berusia lewat setengah baya dan kelompok di atas usia tengah baya daripada mereka yang berasal dari golongan yang lebih rendah.
v  Penyesuaian Sosial
Usia madya sering membawa perubahan minat dalam kehidupan sosial. Sebagai pasangan yang tanggung jawab keluarganya berkurang dan status ekonomi mereka meningkat, mereka dapat lebih banyak terlibat dengan kegiatan sosial dibanding semasa mudanya. Banyak orang yang berusia madya terutama kaum wanitanya, menyadari bahwa kegiatan sosial dapat menghilangkan kesepian karena anak-anaknya sudah dewasa semua dan mulai berkeluarga.
v  Ciri-ciri Usia Madya
Seperti halnya setiap periode dalam rentang kehidupan, usia madya pun diasosiasikan dengan karakteristik tertentu yang membuatnya berbeda. Berikut ini akan diuraikan sepuluh karakteristik yang amat penting.
a)       Usia Madya Merupakan Periode yang Sangat Ditakuti
Ciri utama dari usia madya adalah bahwa masa tersebut merupakan periode yang sangat menakutkan. Diakui bahwa semakin mendekati usia tua, periode usia madya semakin terasa lebih menakutkan dilihat dari seluruh kehidupan manusia. Pria dan wanita mempunyai banyak alasan yang kelihatannya berlaku untuk mereka, untuk takut memasuki usia madya.
Beberapa diantaranya adalah banyaknya stereotip yang tidak menyenangkan tentang usia madya, yaitu kepercayaan tradisional tentang kerusakan mental dan fisik yang diduga disertai dengan berhentinya reproduksi kehidupan serta berbagai tekanan tentang pentingnya masa muda bagi kebudayaan Amerika disbanding dengan penghormatan untuk masa tersebut oleh berbagai kebudayaan Negara lain. Semua ini memberi pengaruh yang kurang menguntungkan terhadap sikap orang dewasa pada saat memasuki usia madya dalam kehidupan mereka.

b)       Usia Madya Merupakan Masa Transisi
Ciri kedua dari usia madya adalah bahwa usia ini merupakan masa transisi. Seperti halnya masa puber, yang merupakan masa transisi dari masa kanak – kanak ke masa remaja dan kemudian dewasa. Demikian pula usia madya merupakan masa dimana pria dan wanita meninggalkan ciri – ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan yang akan diliputi oleh ciri – ciri jasmani dan perilaku baru.
Transisi senantiasa berarti penyesuaian diri terhadap minat, nilai dan pola perilaku yang baru. Pada usia madya, cepat atau lambat semua orang dewasa harus melakukan penyesuaian diri terhadap berbagai perubahan jasmani dan harus menyadari bahwa pola peerilaku pada usia mudanya harus diperbaiki secara radikal. Penyesuaian untuk mengubah peranan bahkan lebih sulit daripada penyesuaian untuk mengubah kondisi jasmani dan minat.
c)        Usia Madya adalah Masa Stres
Ciri ketiga dari usia madya adalah bahwa usia ini merupakan masa stress. Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung merusak homeostatis fisik dan psikologis seseorang dan membawa stress, suatu masa bila sejumlah penyesuaian yang pokok harus dilakukan di rumah, bisnis dan aspek sosial kehidupan mereka.
Marmor telah membagi sumber – sumber umum dari stress selama usia madya yang mengarah kepada ketidakseimbangan kedalam empat kategori utama.
Kategori stress pada usia madya :
·      Stres somatic, yang disebabkan oleh keadaan jasmani yang menunjukkan usia tua.
·      Stress budaya, yang berasal dari penempatan nilai yang tinggi pada kemudian, keperkasaan dan kesuksesan oleh kelompok budaya tertentu.
·      Stress ekonomi, yang diakibatkan oleh beban keuangan dari mendidik anak dan memnerikan status symbol bagi seluruh anggota keluarga.
·      Stress psikologis, yang mungkin diakibatkan oleh kematian suami atau istri, kepergian anak dari rumah, kebosanan terhadap perkawinan, atau rasa hilangnya masa muda dan mendekati ambang kematian.
Terbukti bahwa terdapat perbedaan seks dalam usia tersebut dimana pria dan wanita mengalami stress usia madya. Misalnya, kebanyakan wanita mengalami gangguan dalam nomeostatis selama usia 40-an, bila secara normal mereka memasuki menopause dan anak – anak mereka telah meninggalkan rumah, sehingga memaksa mereka melakukan penyesuaian kembali yang radikal dalam pola seluruh hidup mereka. Sebaliknya bagi pria situasi seperti datang kemudian umumnya pada usia 50-an ketika masa pensiun mendekat dengan perubahan peran.
d)       Usia Madya adalah “Usia yang Berbahaya”
Ciri keempat dari usia madya adalah bahwa umumnya usia ini dianggap atau dipandang sebagai usia yang berbahaya dalam rentang kehidupan. Cara biasa menginterprestasi “usia berbahaya” ini berasal dari kalangan pria yang ingin melakukan pelampiasan untuk kekerasan yang berakhir sebelum memasuki usia lanjut. Seperti yang dikemukakan Acher :
“Terhadap apa saja yang ada disekelilingnya, kelihatannya bahwa orang berusia madya berusaha mencari percontohan kegiatan dan pengalaman baru. Periode ini dapat didramatisir dengan lolosnya episodic ke dalam hubungan ekstra – marital, atau dengan bentuk alkoholisme. Bagi beberapa orang krisis usia madya dapat berakhir dengan kesusahan yang permanen dan semakin pendeknya usia mereka.”
Usia madya dapat menjadi dan merupakan berbahaya dalam beberapa hal lain juga. Saat ini merupakan suatu masa dimana seseorang mengalami kesusahan fisik sebagai akibat dari terlalu banyak bekerja, rasa cemas yang berlebihan, ataupun kurangnya memperhatikan kehidupan. Timbullnya penyakit jiwa datang dengan cepat dikalangan pria dan wanita, dan gangguan ini berpuncak pada bunuh diri khususnya dikalangan pria.
e)       Usia Madya adalah “Usia Canggung”
Ciri kelima dari usia madya dikenal dengan istilah “usia serba canggung (awkward age)”. Sama seperti remaja, bukan anak – anak dan bukan juga dewasa, demikian juga pria dan wanita berusia madya bukan “muda” lagi tapi bukan juga tua. Franzblau mengatakan bahwa “ Orang yang berusia madya seolah – olah berdiri diantara Generasi Pemberontak yang lebih muda dan Generasi Warga Senior”. Mereka secara terus – menerus menjadi sorotan dan menderita karena hal – hal yang tidak menyenangkan dan memalukan yang disebabkan oleh kedua generasi tersebut.
f)        Usia Madya adalah Masa Berprestasi
Ciri keenam dari usia madya adalah bahwa usia tersebut adalah masa berprestasi. Menurut Erikson, usia madya merupakan masa krisis dimana baik “generasivitas” (ganerativity) kecenderungan untuk menghasilkan maupun stagnasi kecenderungan untuk tetap berhenti akan dominan. Menurut Erikson, selama usia madya, orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti dan tidak mengerjakan sesuatu apapun lagi. Apalagi orang berusia madya mempunyai kemauan yang kuat untuk berhasil, mereka akan mencapai puncaknya pada usia ini dan memungut hasil dari masa – masa persiapan dan kerja keras yang dilakukan sebelumnya.
g)       Usia Madya merupakan Masa Evaluasi
Ciri ketujuh dari usia madya adalah bahwa usia ini terutama adalah sebagai masa evaluasi diri. Karena usia madya pada umumnya merupakan saat pria dan wanita mencapai puncak prestasinya, maka logislah apabila masa ini juga merupakan saat mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi mereka semula dan harapan – harapan orang lain, khususnya anggota keluarga dan teman. Archer menyatakan : “Pada usia 20-an kita mengikat diri pada pekerjaan atau perkawinan. Selama akhir 30-an dan awal 40-an adalah umum bagi pria untuk melihat kembali keterikatan – keterikatan masa awal tersebut”.
h)       Usia Madya Dievaluasi dengan Standar Ganda
Ciri kedelapan dari usia madya adalah bahwa masa itu dievaluasi dengan standar ganda, satu standar bagi pria dan satu lagi bagi wanita. Walaupun perkembangannnya cenderung mengarah kepersamaan peran antara pria dan wanita baik di rumah, perusahaan, perindistrian, profesi maupun dalam kehidupan sosial, namun masih terdapat standar ganda terhadap usia. Meskipun standar ganda ini mempengaruhi banyak aspek terhadap kehidupan pria dan wanita usia madya tetapi, ada dua aspek yang perlu diperhatikan. Pertama, aspek yang berkaitan dengan peubahan jasmani. Dan kedua, dimana standar ganda dapat terlihat nyata terdapat pada cara mereka (pria dan wanita)menyatakan sikap terhadap usia tua.
i)        Usia Madya merupakan Masa Sepi
Ciri kesembilan dari usia madya adalah bahwa masa ini dialami sebagai masa sepi (empty nest), masa ketika anak – anak tidak lama lagi tinggal bersama orangtua. Kecuali dalam beberapa kasus dimana pria dan wanita menikah, lebih lambat dibandingkan dengan usia rata – rata, atau menunda kelahiran anak hingga mereka lebih mapan dalam karier, atau mempunyai keluarga besar sepanjang masa, usia madya merupakan masa sepi dalam kehidupan perkawinan.
j)        Usia Madya merupakan Masa Jenuh
Ciri kesepuluh usia madya adalah bahwa seringkali periode ini merupakan masa yang penuh dengan kejenuhan. Banyak atau hampir seluruh pria dan wanita mengalami kejenuhan pada akhir usia 30-an dan awal 40-an. Para pria menjadi jenuh dengan kegiatan rutin sehari – hari dan kehidupan bersama keluarga yang hanya memberikan sedikit hiburan. Wanita yang menghabiskan waktunya untuk memelihara rumah dan membesarkan anak – anaknya, bertanya – tanya apa yang akan mereka lakukan pada usia 20 atau 30 tahun kedepan. Wanita yang tidak menikah yang mengabdikan hidupnya untuk bekerja atau karier, menjadi bosan dengan alasan yang sama dengan pria.
3.        Dewasa Akhir
Pada masa dewasa akhir dimulai pada usia 60 tahun, pada masa ini terjadi banyak sekali penurunan kemampuan individu. Baik secara fisik maupun psikis, beban pekerjaan dan keluarga akan lebih berkurang dan kehidupan sosialnya pun semakin berkurang dikarenakan kurangnya kemampuan. Usia 60-an biasanya dipandang sebaga garis pemisah antara usia madya dan usia lanjut. Akan tetapi orang sering menyadari bahwa usia kronologis merupakan kriteria yang kurang baik dalam menandai permualaan usia lanjut karena terdapat perubahan tertentu di antara individu-individu pada saat usia lanjut dimulai.
Karena kondisi kehidupan dan perawatan yang lebih baik, kebanyakan pria dan wanita zaman sekarang tidak menunjukkan tanda-tanda penuaan mental dan fisiknya sampai usia 65 tahun bahkan sampai awal 70-an. Karena alasan tersebut, ada kecenderungan yang meningkat untuk menggunakan usia 65 sebagai usia pensiun dalam berbagai urusan, sebagai tanda mulainya usia lanjut. Tahap terahir dalam rentang kehidupan sering dibagi menjadi: a) usia lanjut dini (60-70 tahun); b) usia lanjut (70 tahun sampai akhir hidup).
Dalah perkembanga dewasa akhir ada beberapa aspek yang perlu di ketahui diantaranya :
a)       Jasmani (fisik)
Pada usia dewasa akhir penuruna fisik lebih besar dibandingkan periode-periode usia sebelumnya. Penurunan fisik terkait dengan penuaan, dengan penekanan pentingnya perkembangan-perkembangan baru dalam penelitian proses penuaan yang mencatat bahwa kekuatan tubuh perlaha-lahan menurun dan hilangnya fungsi kadangkala dapat diperbarui. Dalam peroiode ini banyak mengalami penuruna diantaranya menurunnya kekuatan otak dan system syaraf yang pada saat itu kita kehilangan sejumlah neuron, unit-unit sel dasar dari system syaraf beberapa peneliti memperkirakan kehilangan itu  50 persen selam tahun-tahun dewasa. Perubahan sensori fisik pada masa dewasa akhir juga melibatkan indra penglihatan, pendengaran, indra perasa, indra pembau, dan indra peraba.
b)       Intelektual (kognitif)
David Wechsler (1972), yang mengembangkan skala inteligensi, menyimpulkan bahwa masa dewasa dicirikan dengan penurunan intelektual, karena adanya proses penuaan yang dialami setiap orang. Sementara, John Horn (1980) berpendapat bahwa beberapa kemampuan memang menurun, sementara kemampuan lainnya tidak. Horn menyatakan bahwa kecerdasan yang mengkristal (crystallized intelligence yaitu sekumpulan informasi dan kemampuan-kemampuan verbal yang dimiliki individu) meningkat, seiring dengan peningkatan usia. Sedangkan kecerdasan yang mengalir (fluid intelligence yaitu kemampuan seseorang untuk berpikir abstrak) menurun secara pasti sejak masa dewasa madya.
Kecepatan memproses informasi secara pelan-pelan memang akan mengalami penurunan pada masa dewasa akhir, namun factor individual differences juga berperan dalam hal ini. Nancy Denney (1986) menyatakan bahwa kebanyakan tes kemampuan mengingat dan memecahkan masalah mengukur bagaimana orang-orang dewasa lanjut melakukan aktivitas-aktivitas yang abstrak atau sederhana. Denney menemukan bahwa kecakapan untuk menyelesaikan problem-problem praktis, sebenarnya justru meningkat pada usia 40-an dan 50-an. Pada penelitian lain Denney juga menemukan bahwa individu pada usia 70-an tidak lebih buruk dalam pemecehan masalah-masalah praktis bila dibandingkan mereka yang berusia 20-an.
c)        Emosional
“Erikson” menyatakan bahwa masa dewasa akhir dicirikan dengan tahap integritas versus keputusan, saat dimana orang-orang lanjut melihat kembali dan mengevaluasi apa yang telah mereka kerjakan dengan kehidupan. “Peck” menyatakan 3 tugas perkembangan yang di hadapi orang dewasa  lanjut : diferensiasi versus kesibukan peran, melampaui versus kesibukan dengan tubuh, dan melampaui ego versus kesibukan dengan ego. Tinjauan hidup merupakan suatu tema umum dalm teori-teori kepribadian di masa dewas akhir.
 Selama masa dewasa, dunia social dan personal dari individu menjadi lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Pada masa dewasa ini, individu memasuki peran  kehidupan yang lebih luas. Pola dan tingkah laku orang dewasa berbeda dalam beberapa hal dari orang yang lebih muda. Perbedaan –perbedaan tersebut tidak dibedakan oleh perubahan-perubahan fisik dan kognitif yang berkaitan dengan penuaan, tetapi lebih disebabkan oleh peristiwa-peristiwa klehidupan yang dihubungkan dengan keluarga dan pekerjaan. Selama periode ini orang melibatkan diri secara khusus dan karir, pernikahan,dan hidup berkeluarga. Menurut Erikson, perkembangan psikososial salama pada masa  tua ini ditandai denga tiga gejala penting, yaitu keintiman, generative, dan intregritas.
D.      Perkembangan Kognitif Masa Dewasa
Pada umumnya orang percaya bahwa proses kognitif belajar, memori dan intelegensi mengalami kemerosotan bersamaan dengan terus bertambahnya usia. Bahkan kesimpulan bahwa usia terkait dengan penurunan proses kognitif ini juga tercermin dalam masyarakat ilmiah. Akan tetapi, belakangan sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan tentang terjadinya kemerosotan proses kognitif bersamaan denga penurunan kemampuan fisik, sebenarnya hanyalh satu stereotip budaya yang meresap dalam diri kita. Uraian berikut akan mengetengahkan beberapa perubahan penting dalam proses kognitif yang terjadi pada masa dewasa dan usia tua.
1.        Perkembangan Pemikiran Postformal
Gisela Labouvie – Vief, 1986 (dalam McConnell & philipehalk, 1992) menyatakan bahwa pemikiran dewasa muda menunjukkan suatu perubahan yang signifikan. Ia percaya bahwa masyarakat kita yang kompleks memiliki pertimbangan – pertimbangan yang praktis dan bahkan mengubah bentuk logika kaum muda yang idealis. Karena itu, pemikiran orang dewasa muda menjadi lebih konkrit dan pragmatis, sesuatu yang dikatakan oleh Labouvie – Vief sebagai tanda kedewasaan.
Sudut pandang lain mengenai perubahan kognitif pada orang dewasa dikemukakan oleh K. Warner Schie (1977). Dalam hal ini, Schie percaya bahwa tahap – tahap perkembangan kognitif Piaget menggambarkan peningkatan efisiensi dalam pemerolehan informasi (information processing) yang baru. Ada keraguan bahwa orang dewasa melampaui pemikiran ilmiah yang merupakan ciri dari pemikiran operasional formal, dalam usahanya memperoleh pengetahuan.Meskipun demikian, orang dewasa lebih maju dari remaja dalam penggunaan intelektualitas.
Dengan demikian, kemampuan kognitif terus berkembang selama masa dewasa.Akan tetapi, bagaimanapun tidak semua perubahan kognitif pada masa dewasa tersebut yang mengarah pada peningkatan potensi. Bahkan kadang – kadang beberapa kemampuan kognitif mengalami kemerosotan seiring dengan pertambahan usia. Meskipun demikian, sejumlah ahli percaya bahwa kemunduran keterampilan kognitif yang terjadi terutama pada masa dewasa akhir, dapat ditingkatkan kembali melaui serangkaian pelatihan.
2.        Perkembangan Memori
Salah satu karakteristik yang paling sering dihubungkan dengan orang dewasa dan usia tua adalah penurunan dalam daya ingat. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa perubahan memori bukanlah suatu yang sudah pasti terjadi sebagai bagian dari proses penuaan, melainkan lebih merupakan stereotip budaya. Hal ini dibuktikan oleh hasil lintas budaya yang dilakukan oleh B.L. Levy dan E. Langer (1994) terhadap orangtua di Cina dan Amerika. Hasil studi ini menyimpulkan bahwa orangtua dalam kultur cina daratan, kecil kemungkinan mengalami kemerosotan memori dibanding dengan orangtua yang hidup dalam kultur yang mengira bahwa kemunduran memori adalah sesuatu yang mungkin terjadi.
Lebih dari itu, ketika orang tua memperlihatkan kemunduran memori, kemunduran tersebut pun cenderung sebatas pada keterbatasan tipe – tipe memori tertentu.Misalnya, kemunduran cenderung terjadi pada keterbatasan memori episodic (episodic memories) memori yang berhubungan dengan pengalaman – pengalaman tertentu di sekitar hidup kita. Sementara tipe – tipe memori lain, seperti memori semantic (semantic memories) memori yang berhubungan dengan pengetahuan dan fakta – fakta umum, dan memori implisit (implicit memories) memori bawah sadar kita, secara umum tidak mengalami kemunduran karena pengaruh ketuaan (Fieldman, 1996).
3.        Perkembangan Intelegensi
Suatu mitos yang bertahan hingga sekarang adalah bahwa menjadi tua berarti mengalami kemunduran intelektual. Mitos ini diperkuat oleh sejumlah peneliti awal yang berpendapat bahwa seiring dengan proses penuaan selama masa dewasa terjadi kemunduran dalam intelegensi umum. Misalnya dalam studi kros – seksional, peneliti menguji orang – orang dari berbagai usia pada waktu yang sama. Ketika memberikan tes intelegensi kepada sampel yang representative, peneliti secara konsisten menemukan bahwa orang dewasa yang lebih tua memberikan lebih sedikit jawaban yang benar dibanding orang dewasa yang lebih muda. Oleh karena itu, David Wechsler (1972), menyimpulkan bahwa kemunduran kemampuan mental merupakan bagian dari proses penuaan organisme secara umum. Hampir semua studi menunjukkan bahwa setelah mencapai puncaknya pada usia antara 18 dan 25 tahun, kebanyakan kemampuan manusia terus menerus mengalami kemunduran.
Studi thorndike menunjukkan bahwa kemunduran kemampuan intelektual pada orang dewasa tidak disebabkan oleh faktor usia, melainkan oleh faktor – faktor lain. Witherington (1986), menyebutkan 3 faktor penyebab terjadinya kemunduran kemampuan belajar orang dewasa. Pertama, ketiadaan kapasitas dasar.Kedua, terlampau lamanya tidak melakukan aktivitas – aktivitas yang bersifat intelektual. Ketiga, faktor budaya.
E.       Perkembangan Psikososial
Selama masa dewasa, dunia sosial dan personal dari individu menjadi lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan masa – masa sebelumnya. Pada masa dewasa ini, individu memasuki peran kehidupan yang lebih luas. Pola dan tingkah laku sosial orang dewasa berbeda dalam beberapa hal dari orang yang lebih muda. Perbedaan – perbedaan tersebut tidak disebabkan oleh perubahan – perubahan fisik dan kognitif yang berkaitan dengan penuaan, tetapi lebih disebabkan oleh perubahan – perubahan fisik dan kognitif yang berkaitan dengan penuaan, tetapi lebih disebabkan oleh peristiwa – peristiwa kehidupan yang dihubungkan dengan keluarga dan pekerjaan. Selama periode ini orang melibatkan diri secara khusus dalam karir, pernikahan dan hidup berkeluarga. Menurut Erikson, perkembangan psikososial selama masa dewasa dan tua ini ditandai dengan tiga gejala penting yaitu keintiman, generative dan integritas.

a)       Perkembangan Keintiman
Keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka. Menurut Erikson, pembentukan hubungan intim ini merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang memasuki masa dewasa. Dalam suatu studi ditunjukkan bahwa hubungan intim mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologis dan fisik seseorang. Orang – orang yang mempunyai tempat untuk berbagi ide, perasaan dan masalah, merasa lebih bahagia dan lebih sehat dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki tempat untuk berbagi (Traupmann & hatfield, 1981).
b)       Cinta
Selama tahap perkembangan keintiman ini, nilai – nilai cinta muncul. Menurut Santrock (1995), cinta dapat diklasifikasikan menjadi empat bentuk cinta, yaitu : altruism, persahabatan, cinta yang romatis dan bergairah dan cinta yang penuh perasaan atau persahabatan. Sehubungan dengan cinta yang penuh afeksi ini, Robert J. Sternberg, 1993 (dalam Santorck, 1995) mengemukakan sebuah teori cinta yang dikenal dengan “the triangular theory of love” (teori cinta triangular), yang menyatakan bahwa cinta memiliki tiga bentuk utama, yaitu: gairah cinta lebih didasarkan atas daya tarik fisik dan seksual pada pasangan; keintiman cinta yang lebih didasarkan pada perasaan emosional tentang kehangatan, kedekatan dan berbagai dalam hubungan; dan komitmen cinta yang lebih didasarkan pada penilaian kognitif kita atas hubungan dan niat kita untuk mempertahankan hubungan, bahkan ketika menghadapi masalah sekalipun. Lebih jauh Sternberg mengemukakan bahwa jika dalam hubungan hanya ada gairah, tanpa disertai dengan keintiman dengan komitmen, maka yang terjadi hanyalah nafsu.
Sebaliknya, jika hubungan memiliki keintiman dan komitmen, tetapi sedikit gairah atau bahkan tidak ada, maka terjadilah cinta yang penuh afeksi atau kebersamaan.Akan tetapi, jika yang ada hanya gairah dan komitmen tanpa disertai dengan keintiman, hubungan itu disebut Sternberg sebagai “fatuous love” (cinta konyol). Oleh sebab itu, suatu tipe cinta yang paling kuat, atau apa yang disebut Sternberg sebagai “consummate love” (cinta yang sempurna) hanya akan terbentuka apabila dilandasi oleh ketiga komponen cinta (gairah, keintiman dan komitmen) tersebut.
c)        Pernikahan dan Keluarga
Dalam pandanga Erikson, keintiman biasanya menuntut perkembangan seksual yang mengarah pada perkembangan hubungan seksual dengan lawan jenis yang ia cintai, yang dipandang sebagai teman berbagi suka dan duka. Agar memiliki arti sosial yang menetap, maka genitalitas membutuhkan seseorang yang dicintai dan dapat diajak melakukan hubungan seksual, serta dapat berbagi rasa dalam suatu hubungan kepercayaan. Di hampir setiap masyarakat, hubungan seksual dan keintiman pada masa dewasa awal ini diperoleh melaui lembaga pernikahan atau perkawinan.
Dalam, penelitian nasiona yang dilakukan Elizabeth Douvan dan teman – temannya, dilaporkan bahwa hampir 60% pria dan wanita dari seluruh partisipan mengaku bahwa kadang – kadang mereka mengalami berbagai problem dalam kehidupan mereka. Problem – problem perkawinan ini muncul disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya : (1) pasangan gagal mempertemukan dan menyesuaika kebutuhan dan harapan satu sama lain; (2) salah satu pasangan mengalami kesulitan menerima perbedaan – perbedaan nyata dalam kebiasaan kebutuhan, pendapat, kerugian dan nilai. Problem yang paling mencolok adalah masa keuangan dan masalah anak – anak; (3) adanya perasaan cemburu dan perasaan memiliki berlebihan, membuat masing – masing merasa kurang mendapat kebebasan; (4) pembagian tugas dan wewenang yang tidak adil; (5) kegagalan dalam berkomunikasi, dan (6) masing – masing pasangan tumbuh dan berkembang kea rah yang berbeda, tidak sejalan mencari minat dan tujuan sendiri – sendiri (Davidoff, 1988).
Myres menjelaskan bahwa ikatan cinta akan lebih menyenangkan dan langgeng apabila didasarkan pada persamaan minat dan nilai, saling berbagi perasaan dan dukungan materi, serta keterbukaan diri secara intim. Kelanggengan sebuah ikatan perkawinan biasanya juga lebih terjamin apabila masing – masing pasangan menikah setelah berumur di atas 20 tahun dan berpendidikan baik (Myres, 1996). Studi Robert R. Bell (1979)menunjukkan bahwa wanita yang menikah mengalami frustasi, tidak puas dan tidak bahagia yang lebih besar dibandingkan dengan pria. Hal ini terutama dialami oleh wanita menikah yang tinggal di rumah atau yang tidak bekerja, karena mereka mempunyai pilihan yang lebih terbatas untuk kepuasaan pribadi. Rubin (1984) melaporkan bahwa keluhan umum yang disampaikan wanita dalam suatu pernikahan adalah bahwa suami mereka tidak peduli pada kondisi emosionalnya dan tidak mengekspresikan perasaan dan pikiran mereka sendiri.
Fakta yang diperoleh dari penelitian Bernard (1973) menunjukkan bahwa anak bukanlah salah satu sumber kepuasan yang utama bagi wanita, sebab ada hal – hal lain dari anak itu yang membuat mereka merasa tidak bahagia. Bahkan mungkin sebaliknya, ketidakhadiran seorang anak justru mendorong hubungan yang yang semakin intim dan perasaan kasih – sayang yang semakin puas antara suami dan istri.
Memperhatikan daftar panjang tentang berbagai kesulitan atau problem yang umum terjadi dalam perkawinan, dapat dipahami bahwa perkawinan yang bahagia dan langgeng membutuhkan dua orang yang dengan sepenuh hati, mempunyai cukup keterampilan dalam menghadapi dan masalah konflik peran dan setiap problem yang timbul. Di samping itu, kemampuan kedua pasangan tersebut untuk mengkomunikasikan pikiran dan perasaannnya secara efektif serta kemampuan mengatasi stress secara konstruktif juga mempunyai kaitan yang erat dengan perkawinan yang stabil. Mereka yang mempunyai ikatan perkawinan yang kuat biasanya selalu berusaha keras agar komunikasi dan interaksi di antara mereka senantiasa efektif. Banyaknya kesamaan di antara kedua pasangan, akan membuat perkawinan semakin kuat.
d)       Perkembangan Generativitas
Generativitas (generativity), adalah tahap perkembangan psikososial ketujuh yang dialami individu selama pertengahan masa dewasa. Ciri utama tahap generativitas adalah perhatian terhadap apa yang dihasilkan (keturunan, produk – produk, ide – ide, dsb) serta pembentukkan dan penetapan garis – garis pedoman untuk generasi mendatang. Transmisi nilai – nilai sosial ini diperlukan untuk memperkaya aspek psikoseksual dan aspek psikososial kepribadian. Apabila generativitas lemah atau tidak diungkapkan, maka kepribadia akan mundur, mengalami pemiskinan dan stagnasi.
Apa yang disebut Erikson dengan generativity pada masa setengah baya ini ialah suatu rasa kekhawatiran mengenai bimbingan dan persiapan bagi generasi yang akan datang. Jadi pada tahap ini, nilai pemeliharaan berkembang. Pemeliharaan terungkap dalam kepedulian seseorang pada orang – orang lain, dalam keinginan memberikan perhatian pada mereka yang membutuhkannya serta berbagi dan membagi pengetahuan serta pengalaman dengan mereka. Nilai pemeliharaan ini tercapai lewat kegiatan membesarkan anak dan mengajar, memberi contoh dan mengontrol.
Daniel Levinson, 1978 (dalam Santrock, 1995) memandang paruh kehidupan ini sebagai sebuah krisis, yang meyakini bahwa usia tengah baya berada di masa lalu dan masa depan, yang berusaha mengatasi kesenjangan yang mengancam kontinuitas kehidupannya. Dari usia sekitar 20 hingga 33 tahun, individu mengalami masa transisi, dimana ia harus menghadapi persoalan dalam menentukan tujuan yang lebih serius. Selama usia 30-an, focus perhatian individu lebih diarahkan pada keluarga dan perkembangan karir. Pada tahun – tahun berikutnya selama periode pertengahan dewasa ini, individu memasuki apa yang disebut Levinson dengan fase BOOM – Becoming One’s Own Man (fase menjadi diri – sendiri). Pada usia 40, individu telah mencapai kestabilan dalam karir, telah berhasil mengatasi dan menguasai kelemahan – kelemahan sebelumnya untuk belajar menjadi orang dewasa, dan sekarang harus menatap ke depan kehidupan yang akan dijalaninya sebagai orang dewasa usia setengah baya.
Menurut hasil penelitian Bernice Neugarden, orang dewasa yang berusia antara 40, 50 dan awal 60 tahun adalah orang – orang yang mulai suka melakukan instropeksi dan banyak merenungkan tentang apa yang sebetulnya sedang terjadi di dalam dirinya. Banyak diantara mereka yang berpikir untuk “berbuat sesuatu dalam sisa waktu hidupnya”. Orang dewasa yang berusia 40 tahun ke atas secara mental juga mulai mempersiapkan diri untuk sewaktu – waktu menghadapi persoalan yang bakal terjadi. Pria lebih sering memikirkan kesehatan tubuhnya, serangan jantung dan kematian. Wanita, di samping juga memikirkan hal – hal tersebut, ketakutan menjadi janda merupakan persoalan yang banyak membebani pikirannya (Davidoff, 1988).
F.       Perkembangan Spiritual 
Kesetabilan dalam pandangan hidup beragama dan tingkah laku keagamaan seseorang, bukanlah kesetabilan yang statis. Melainkan kesetabilan yang dinamis, dimana pada suatu ketika ia mengenal juga adanya perubahan-perubahan. adanya perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin karena kondisi yang ada.
Tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki persepektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. selain itu tinghkah laku itu umumnya juga dilandasi oleh pendealaman pengertian dan keluasan pemahaman dtentang ajran agama yang di anutnya. Beragama bagi orang dewasa sudah merupakan bagian dari komitmen hidupnya dan bukan sekedar ikut-ikutan.
Menurut Jalaluddin, gambaran dan cerminan tingkah laku keagamaan orang dewasa dapat pula di lihat dari sikap keagamaanya yang memiliki ciri-ciri antara lain:
·      Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan secara ikut-ikutan.
·      Bersifat cenderung realis, sehingga norma-norma Agama lebih banyak di aplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
·      Bersikap positifthingking terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha mempelajari dan pehaman agama.
·      Tingkat ketaatan agama, berdasarkan atas pertimbangan dan tanggungjawab diri sehingga sikap keberagamaan merupakan realisasi diri dari sikap hidup.
·      Bersikap yang lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
·      Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain di dasarkan atas pertimbangan pikiran juga di dasarkan atas pertimbangan hati nurani.
·      Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terikat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami, serta melaksanakan ajaran agama yang di yakininya.
·      Terlihat hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentigan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang.
G.      Hambatan-Hambatan Dalam Perkembangan Serta Kematangan Beragama
Perkembangan keagamaan seseorang agar tercapai pada tingkat kematangan beragama dibutuhkan suatu proses yang sangat panjang. Proses tersebut, boleh jadi karena melalui proses konversi agama pada diri seseorang atau karena bersamaan dengan kematangan kepribadiannya. Seringkali seseorang menemukan dirinya mempunyai pemahaman yang baik akan kemantapan keagamaan hingga ia dewasa atau matang dalam beragama, hal tersebut adalah hasil dari konversi. Sedangkan dengan perkembangan kepribadian seseorang apabila sudah mencapai pada tingkat kedewasaan, maka akan ditandai degnan kematangan jasmani dan rohani.
Pada tahap kedewasaan awal telihat krisis psikologis yang dialami, oleh karena adanya pertentangan antara kecenderungan untuk mengeratkan hubungan dengan kecenderungan untuk mengisolasi diri. Terlihat kecenderungan untuk berbagi perasaan, bertukar pikiran dan memecahkan berbagai problem kehidupan denggan orang lain. Mereka yang sudah menginjak pada umur sekitar 25-40 tahun memiliki kecenderungan besar untuk hidup berumah tangga, kehidupan sosial yang lebih luas serta memikirkan masalah-masalah agama yang sejalan dengan latar belakang kehidupannya. Kematangan atau kecenderungan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena manganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya.
Mengenai kehidupan keagamaan pada usia lanjut ini, William james menyatakan bahwa umur keagamaan yang sangat luar biasa tampaknya justru terdapat pada usia itu, ketika gejolak kehidupan seksual sudah berakhir. Tetapi menurut Robert Thoules, dari hasil temuan Gofer, memang menunjukkan bahwa kegiatan orang yang belum berumah tangga sedikit lebih banyak dari mereka yang telah berumah tangga, sedangkan kegiatan keagamaan orang yang sudah bercerai jauh lebih banyak dari keduanya. Menurut Thoules hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan keagamaan berkorelasi terbaik dengan tingkat pemenuhan seksual sebagai sesuatu yang diharapkan bila penyimpangan seksual itu benar-banar merupakan salah satu faktor yang mendorong di balik prilaku keagamaan itu. Yang paling mencolok adalah kecenderungan emosi keagamaan yang diekspresikan dalam bahasa cinta manusia. Jika kematangan beragama telah ada pada diri seseorang, segala perbuatan dan tingkah laku keagamaan senantiasa dipertimbangkan betul-betul dan dibina atas rasa tanggung jawab, bukan atas dasar peniruan dan sekedar ikut-ikutan saja.
Dalam rangka menuju kematangan beragama terdapat beberapa hambatan. Dan pada dasarnya terdapat dua faktor yang menyebabkan adanya hambatan tersebut, di antaranya adalah:
1.     Faktor Diri Sendiri
Faktor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua yang menonjol di antaranya kepasitas diri dan pengalaman.
·      Kapasitas diri ini berupa kemampuan ilmiah (rasio) dalam menerima ajaran-ajaran itu terlihat perbedaanna antara seseorang yang berkemampuan dan kurang berkemampuan. Sejarah menunjukkan bahwa makin banyak pengetahuan diperoleh, makin sedikit kepercayaan agama mengendalikan kehidupan.
·      Sedangkan faktor pengalaman, semakin luas pengalaman seseorang dalam bidang keagamaan, maka akan semakin mantap dan stabil dalam mengerjakan aktifitas keagamaan. Namun bagi mereka yang mempuynai pengalaman sedikit dan sempit, ia akan mengalami berbagai macam kesulitan dan akan selalu dihadapkan pada hambatan-hambatan untuk dapat mengerjakan ajaran agama secara mantap dan stabil.
2.     Faktor Luar (lingkungan)
Faktor luar yaitu beberapa kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang, malah justru menganggap tidak perlu adanya perkembangan dan apa yang telah ada. Faktor tersebut antara lain tradisi agama atau pendidikan yang diterima. Hal ini sebagai landasan membuat kebiasaan baru yang lebih stabil dan bisa dipertanggungjawabkan serta memiliki kedewasaan dalam beragama. Berkaitan dengan sikap keberagamaan, William Starbuck, sebagaimana dipaparkan kembali oleh William James, mangemukakan dua buah faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan seseorang, yaitu:
a)       Faktor Interen
·      Temperamen; tingkah laku yang didasarkan pada temperamen tertentu memegang peranan penting dalam sikap beragama seseorang.
·      Gangguan jiwa; orang ang menderita gangguan jiwa menunjukkan kelainan dalam sikap dan tungkah lakunya.
·      Konflik dan keraguan; konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap agama, seperti taat, fanatik, agnotis, maupun ateis.
·      Jauh dari tuhan; orang yang hidupna jauh dari Tuhan akan merasa dirinya lemah dan kehilangan pegangan hidup, terutama saat manghadapi musibah.
Adapun ciri-ciri mereka yang mengalami kelainan kejiwaan dalam beragama sebagai berikut:
·      Pesimis.
·      Introvert.
·      Menyenangi paham yang otodoks.
·      Mengalami proses keagamaan secara graduasi.
b)       Faktor Ekstern
·      Musibah; sering kali musibah yang sangat serius dapat mengguncang seseorang, dan kegoncangan tersebut seringkali memunculkan kesadaran, khususnya kesadaran keberagamaan.
·      Kejahatan; mereka yang hidup dalam lembah hitam umumnya mengalami guncangan batin dan rasa berdosa. Sering pula perasaan yang fitrah menghantui dirinya, yang kemudian membuka kesadarannya untuk bertobat, yang pada akhirnya akan menjadi penganut agama yang taat dan fanatik.

Adapun cirri-ciri orang yang sehat jiwanya dalam menjalankan agama antara lain:
·      Optimisme dan gembira.
·      Ekstrovert dan tidak mendalam.
·      Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal.
Pengaruh kepribadian yang ekstrovert, maka mereka cenderung:
  • ·      Menyenangi teologi yang luas dan tidak kaku.
  • ·      Menunjukkan tingkah laku keagamaan yang lebih bebas.
  • ·      Menekankan cinta kasih dari pada kemurkaan dan dosa.
  • ·      Memplopori pembelaan terhadap kepentingan agama secara sosial.
  • ·      Tidak menyenangi implikasi penebusan dosa dan kehidupan kebiaraan.
  • ·      Bersifat liberal dalam menafsirkan pengertian ajaran agama.
  • ·      Selalu berpandangan positif.
  • ·      Berkembang secara graduasi 
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. 1991. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta.
Arfinurul. 2010. Perkembangan Emosi pada Remaja. [tersedia] http://arfinurul.blog.uns.ac.id. (14 Nopember 2012).
Atkinson, L. Rita dkk. 1991. Pengantar Psikologi. Jakarta: PT Gelar Aksar Pratama.
Billimham, Katherine A. 1982. Developmental Psychology for The Heah Care Professions : Part 1 – Prenatal Through Adolescent Development. Colorado : Westview Press, Inc.
Bimo Walgito. 2000. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Yasbit Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Branca, Albert A. 1965. Psychology : The Science of Behavior. Boston : Allyn and Bacon, inc.
Dirgagunarsa, Singgih. 1988. Pengantar Psikologi. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan. Bandung : Rosdakarya.
F.J. Monks, dkk. 2002. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Gunarsa, D. 1986. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : PT. BK Gunung Mulia
Hardy, Malcolm dan Heyes, Steve. 1988. Pengantar Psikologi. Jakarta : Erlangga.
Hurlock, B. Elizabeth. 1993. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
                1980. Psikologi Perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi ke lima. Jakarta : Erlangga
                1997. Perkembangan Anak : Jilid 1. (Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Z.) Jakarta : Erlangga.
                1997. Perkembangan Anak : Jilid 2 (Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Z.) Jakarta : Erlangga.
                1997. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (Alih Bahasa : Istiwidayanti dan Soedjarwo) Jakarta : Erlangga.
Hymovich, Debra P. and Chamberlin, Robert W. 1980. Child and Family Development : Implications for Primary Health Care. New York : Mc Graw Hill Book Company.
Jeff and Cindi. 2006. “Oh Baby, Bond with Me” http:// www.envisagedesign. com/ohbaby/ index/html (diakses 15 Maret 2006).
Kartini Kartono. 1992. Psikologi Wanita Jilid 2 : Mengenal Wanita sebagai Ibu dan Nenek. Bandung : CV Mandar Maju.
Kartono, K. 1979. Psikhologi Anak. Bandung : Alumni
Kasiram, M. 1983. Ilmu Jiwa Perkembangan. Surabaya : Usaha Nasional.
Monk, dkk. 2002. Psikologi Perkembangan : pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Nugraha, Ari. 2012. Psikologi Perkembangan. [tersedia] http://the-arinugraha-centre.blogspot.com. (25 Desember 2012).
Perry, Bruce D. 2001. Bonding Attachment in Maltreated Children : Consequences of Emotional Neglect in Childhood. Booklet.
Sarlito Wirawan Sarwono. 2001. Psikologi Remaja. Jakarta: Radja Grafindo Persada.
                                . 2002. Psikologi Remaja. Jakarta : PT Remaja Grafindo Persada.
Sujanto, Agus. 1986. Psikologi Deskripsi. Jakarta: Aksara Baru.
Syamsu Yususf, L.N. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Tarigan, Rosdiana S. 2006. “11 Perilaku Sulit Si Prasekolah. ” Nakita No. 367/Th VIII/15 April 2006.
Wikipedia Free Encyclopedia. 2005. “Delayed Puberty”. www.en.wikiperia.- org/delayedpuberty.html.
Yusuf, S. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Zulkifli, L. 1992. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosda Karya

    .