Thursday, June 13, 2013

Permasalahan Pembelajaran Menulis Cerpen dan Alternatif Pemecahannya


Di dalam GBPP Bahasa Indonesia Tahun 1987 materi menulis cerpen terdapat pada kelas II SMA semester 3, serta dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK, 2004) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) materi menulis cerpen terkandung mulai dari SMP/MTs Kelas III Semester 1 sampai dengan SMA/MA Kelas III. Hal itu berarti bahwa mulai dari tahun 1987 para siswa SMA/MA telah diajari menulis cerpen, dan sejak tahun 2004 SMP/MTs para siswa juga sudah diajari menulis cerpen. Dengan demikian semestinya para siswa yang telah lulus dari SMA/MA sudah memiliki keterampilan menulis cerpen.
Namun, pada kenyataannya sampai saat ini masih sangat sedikit para lulusan SMA/MA, bahkan yang sudah menjadi mahasiswa yang mampu menulis cerpen. Salah satu bukti dari hal itu dapat diambil dari pengalaman peneliti. Selama tiga tahun belajar mata kuliah Menulis pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Galuh . Salah satu materi perkuliahannya adalah menulis cerpen. Ternyata dari seluruh mahasiswa peserta kuliah, setiap tahunnya hanya sekitar 5% mahasiswa yang telah memiliki keterampilan menulis cerpen dengan kualitas relatif baik. Selebihnya, yakni sekitar 95%, belum mampu menulis cerpen dengan baik. Bukti yang lain, dari pengakuan beberapa cerpenis dapat diketahui bahwa keterampilan menulis cerpen yang mereka miliki tidak secara langsung didapat dari proses pembelajaran di sekolah.
Mereka memilikinya dari proses belajar mandiri dan belajar dari para cerpenis lain yang sudah ada terlebih dahulu, baik belajar secara langsung maupun tidak langsung. Yang dimaksud belajar secara langsung yaitui mereka dibimbing secara langsung oleh cerpenis dimaksud. Adapun yang dimaksud belajar secara tidak langsung yaitu mereka belajar melalui cerpen-cerpen karya para cerpenis dan tulisan-tulisan para cerpenis tentang proses kreatif mereka dalam menulis cerpen. Kenyataan yang demikian itu menunjukkan bahwa proses pembelajaran menulis cerpen di sekolah, baik di tingkat Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Menengah Tingkat Atas, yang selama ini berlangsung belum berjalan dengan baik sehingga belum menghasilkan siswa yang memiliki keterampilan menulis cerpen. Hal itu memunculkan pertanyaan, apa yang menjadi sebab proses pembelajaran menulis cerpen belum berjalan sebagaimana mestinya hingga belum mampu menghasilkan siswa yang memiliki keterampilan menulis cerpen? Belum berhasilnya proses pembelajaran menulis cerpen mencapai tujuan disebabkan oleh beberapa masalah. Masalah dimaksud dapat datang dari pihak siswa, pihak guru, maupun pihak kurikulum.

A.1 Masalah dari Pihak Guru
Berdasarkan pada wawancara dan observasi yang peneliti lakukan terhadap beberapa orang guru Bahasa Indonesia dapat disimpulkan bahwa penyebab utama belum tercapainya tujuan pembelajaran menulis cerpen yang datangnya dari pihak guru adalah masalah rendahnya kompetensi guru dalam menulis cerpen dan kompetensi guru dalam membimbing siswa menulis cerpen. Sebagian besar guru Bahasa Indonesia, baik tingkat SMP/MTs maupun SMA/MA, memiliki kompetensi yang rendah dalam menulis cerpen1. Mereka tidak dapat menulis cerpen dengan kualitas yang relatif baik, bahkan sebagian dari mereka mengaku belum pernah menulis cerpen. Mereka yang mengaku belum pernah menulis cerpen pada umumnya adalah mereka yang semasa kuliah tidak mendapatkan mata kuliah menulis cerpen
Kompetensi para guru dalam menulis cerpen yang rendah itu ternyata berakibat pada rendahnya kompetensi mereka dalam membimbing siswa menulis cerpen. Sebagian besar dari mereka tidak memiliki keterampilan membimbing para siswanya dalam menulis cerpen. Mereka mengaku merasa bingung pada saat harus membimbing para siswa menulis cerpen karena mereka tidak memiliki pengalaman langsung menulis cerpen. Sebagai akibatnya, para siswa tidak mendapat bimbingan yang benar dan tepat dalam proses belajar menulis cerpen, sehingga mereka tidak dapat menghasilkan cerpen, apalagi cerpen yang berkualitas.
Semenjak KTSP diberlakukan tuntutan agar para guru Bahasa Indonesia memiliki kompetensi dalam menulis cerpen dan membimbing siswa dalam proses menulis cerpen menjadi semakin jelas. Tuntutan itu muncul sebab dalam KTSP tercantum Kompetensi Dasar yang harus dimiliki oleh para siswa dalam proses
pembelajaran menulis cerpen yakni siswa mampu menulis cerpen. Agar Kompetensi Dasar itu dapat tercapai maka guru harus mampu membimbing siswa menulis cerpen. Guru akan dapat membimbing siswa menulis cerpen secara mantap dan terarah jika ditunjang dengan pengalamannya menulis cerpen. Beberapa alternatif langkah dapat ditempuh untuk mengatasi rendahnya kompetensi guru dalam menulis cerpen dan dalam membimbing siswa menulis cerpen. Untuk mengatasi rendahnya kompetensi guru dalam menulis cerpen, paling sedikit ada dua alternatif langkah yang dapat ditempuh.
Pertama, para guru diberi pelatihan mengenai proses pembimbingan menulis cerpen sampai mereka memiliki kompetensi dalam membimbing menulis cerpen. Kedua, disediakan perangkat pembelajaran2 menulis cerpen yang sudah teruji tingkat efektivitas dan efisiensinya. Penyediaan perangkat pembelajaran menulis cerpen yang efektf dan efisien ini ditawarkan sebagai salah satu alternatif sebab selama ini para guru sudah memiliki perangkat pembelajaran menulis cerpen, hanya saja model yang mereka gunakan masih belum tepat sehingga belum menghasilkan siswa yang mampu menulis cerpen.

A.2 Masalah dari Pihak Siswa
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara peneliti dengan para siswa dapat diketahui bahwa masalah utama yang datangnya dari pihak siswa adalah motivasi para siswa mengikuti pembelajaran menulis cerpen rendah. Rendahnya motivasi para siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis cerpen disebabkan oleh beberapa hal yang berkait, yakni (1) merasa tidak berbakat, (2) merasa tidak ada manfaatnya menulis cerpen, dan (3) merasa tidak mendapat bimbingan yang baik oleh guru dalam proses pembelajaran menulis cerpen.
Para siswa mengaku bahwa kemampuan menulis cerpen adalah bakat. Oleh karenanya ketika dalam proses pembelajaran menulis cerpen mereka kesulitan menulis cerpen, maka mereka merasa tidak berbakat. Atas pandanga itu sebagian besar guru tidak memberi pemahaman bahwa keterampilan menulis cerpen dapat dipelajari, bukan semata-mata bakat. Orang yang dengan tekun berlatih menulis cerpen akan dapat menghasilkan cerpen yang baik. Rendahnya motivasi siswa juga disebabkan oleh ketidaktahuan mereka
akan manfaat belajar menulis cerpen. Mereka merasa bahwa belajar menulis cerpen tidak ada manfaatnya. Mereka tidak mengetahui bahwa menulis cerpen sebenarnya dapat mendatangkan beberapa manfaat. Manfaat dimaksud, antara lain (1) cerpen dapat dijadikan sarana sebagai ekspresi pengalaman, perasaan,
pemikiran, pendapat, dan gagasan, serta (2) keterampilan menulis cerpen pada saat ini dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk mata pencaharian. Disayangkan, para guru Bahasa Indonesia jarang yang memberitahukan hal itu kepada para siswanya sehingga motivasi mereka menulis cerpen rendah.
Penyebab ketiga adalah para siswa merasa tidak mendapat bimbingan yang baik oleh guru dalam proses pembelajaran menulis cerpen. Dalam hal ini guru tidak dapat menyajikan proses pembelajaran menulis cerpen yang menarik perhatian dan minat para siswa. Ketidakmampuan guru menyajikan proses
pembelajaran menulis cerpen itu dapat disebabakan oleh, antara lain, pertama, guru tidak memiliki kompetensi dalam menulis cerpen dan kompetensi dalam membimbing siswa menulis cerpen, dan kedua, belum tersedianya perangkat pembelajaran menulis cerpen yang efektif dan efisien. Termasuk di dalam perangkat pembelajaran dimaksud adalah model pembelajaran penulisan cerpen.

A.3 Masalah dari Pihak Kurikulum
Berdasarkan pada pengamatan dan wawancara dengan beberapa guru, masalah yang muncul dari pihak kurikulum dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, pada kurikulum-kurikulum yang berlaku sebelum Kurikulum Berbasis Kompeensi (KBK) masalah yang muncul adalah belum terpisahnya materi
menulis cerpen dari materi kesastraan yang lainnya. Menulis cerpen masih merupakan bagian dari materi apresiasi sastra. Akibat lain hal itu, alokasi waktu untuk proses pembelajaran menulis cerpen menjadi sangat sedikit, tidak menukupi untuk sebuah proses pembelajaran menulis cerpen.
Kedua, pada saat diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebenarnya materi menulis cerpen sudah mulai diarahkan untuk dijadikan sebagai materi pembelajaran yang mandiri, terpisah dari materi menulis karya sastra lainnya. Namun, penempatan materi itu masih kurang jelas, sebab masih
berada dalam aspek kesastraan secara umum. Di samping itu, masa berlakunya KBK ternyata sangat singkat, yang kemudian diganti dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sebagai akibatnya, para guru belum dapat memahaminya sehingga belum mampu mempraktikannya.
Ketiga, KTSP telah menempatkan materi menulis cerpen secara mandiri, terpisah dari materi menulis karya sastra yang lain. Alokasi waktu yang tersedia juga relatif memadahi. Hanya saja, KTSP hanya dimuat Standar Kompetensi (KD) dan Kompetensi Dasar (KD). KTSP tidak disertai dengan perangkat pembelajaran, yang terdiri atas silabus3, rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP)4, dan sistem evaluasi5. Penyusunan silabus, RPP, dan sistem evaluasi diserahkan kepada sekolah atau guru. Akibatnya, banyak sekolah atau guru yang kebingungan untuk menyusunnya. Banyak guru yang tidak mampu menyusun ketiga perangkat pembelajaran dimaksud. Dengan demikian diperlukan adanya model silabus, rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan sistem evaluasi yang dapat dijadikan pegangan guru dalam proses pembelajaran menulis cerpen.

No comments: