Apabila dibandingkan pendidikan konvensional, dalam prosesnya e-learning sebagai media distance learning menciptakan paradigma baru, yakni peran guru yang lebih bersifat “fasilitator” dan siswa sebagai “peserta aktif” dalam proses belajar-mengajar. Karena itu, guru dituntut untuk menciptakan teknik mengajar yang baik, menyajikan bahan ajar yang menarik, sementara siswa dituntut untuk aktif berpartisipasi dalam proses belajar. Namun dalam banyak kenyataan, jarang sekali ditemui distance learning yang seluruh proses belajar-mengajarnya dilaksanakan dengan e-learning atau online learning. E-learning hanyalah sebagai media penunjang pendidikan dan bukan sebagai media pengganti pendidikan.
Seringkali pendidikan jarak jauh dihubungi mengenai kolaborasi terhadap membuat situs e-learning, seringkali pula e-learning dihubung-hubungkan dengan pembelajaran berbasis TIK. Padahal e-learning bukanlah satu-satunya solusi untuk pembelajaran distance learning ataupun pembelajaran berbasiskan TIK. E-learning hanyalah salah satu teknologi dari sekian banyak teknologi pendidikan. Sebagai salah satu teknologi pendidikan, maka mutu akhirnya 100% tergantung mutu konten dan proses pengajaran. Teknologi sendiri hanya sebagai medium. Kalaupun berhasil atau gagal tergantung konten dan proses pengajaran, bukan teknologinya (Philip R. : 2007).
Untuk membangun e-learning di sekolah maka sekolah tersebut haruslah memiliki jaringan listrik dan telepon, memiliki ruangan, komputer yang dapat diakseskan dengan internet, serta dibutuhkan sumber daya pendidik yang mampu menjalankan komputer dan mengerti tentang teknologi informasi dan komunikasi. Dalam kenyataannya Indonesia dihadapkan pada beberapa kendala yang diantaranya; minimnya dana bagi sekolah yang miskin untuk pengadaan perangkat dan ruangan tersebut, bahkan dikenyataan lapangan disinyalir masih banyaknya sekolah-sekolah dengan kondisi yang memprihatinkan, kendala selanjutnya minimnya tenaga ahli sebagai sumber daya manusia, dan bahkan sungguh ironis sekali karena di Indonesia masih terdapatnya daerah terpencil yang belum tersentuh oleh jaringan listrik dan telepon.
Secara umum penulis menyimpulkan bahwa terdapat 3 faktor yang menjadi kendala bagi tercapainya fasilitas e-learning di lembaga Sekolah di Indonesia:
- Faktor Dana, seperti ketidak sanggupan membeli perangkat-perangkat komputer dll.
- Faktor SDM, seperti masih minimnya kemampuan manusia yang menguasai ICT (Information Comunication and technology) atau TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) dan khususnya pengetahuan membangun e-learning.
- Faktor Lain, seperti keamanan Sekolah untuk menyediakan perangkat e-learning, sulitnya transportasi, lingkungan dll.
Realitas E-Learning Bagi Mutu Pendidikan
Menurut data statistik tahun 2000 dalam Indikator Teknologi Informasi dan Komunikasi P3TIE-BPPT, pengguna internet di Indonesia berdasarkan usia sekolah mencapai 43% yakni sekitar 41% SLTA dan 2% SD/SLTP. Dari data tersebut diperoleh kesimpulkan bahwa keberadaan e-learning sebagai situs web di internet cukup menjanjikan untuk peningkatan mutu pendidikan, mengingat secara kuantitas menyebutkan pengguna internet usia sekolah adalah pengguna terbanyak sebanding dengan pengguna berlatar pendidikan sarjana (mahasiswa). Walaupun mungkin secara kualitas belum dapat dibuktikan, karena seperti kita ketahui, kebanyakan pengguna usia sekolah menggunakan internet bukan hanya untuk mencari ilmu atau pendidikan, melainkan sebagian besar sebagai sarana hiburan, seperti facebook, friendster, chating, online games dll. Masih kurangnya kesadaran siswa usia sekolah terhadap pendidikan harus ditanggapi secara bijak.
Melihat kenyataan diatas penulis berkesimpulan, telah nyatalah bahwa peningkatan bagi mutu pendidikan di Indonesia sesungguhnya bukan terdapat dari sejauh mana dan secanggih mana penerapan teknologi didalamnya, termasuk e-learning sebagai salah satu media dari penerapan teknologi informasi dan komunikasi, akan tetapi tergantung kepada kualitas para pengajarnya dan pihak yang berkecimpung didalamnya (misalnya instruktur, pemerintah), konten (isi & materi pelajaran) dan metode sebagai strategi pengajaran, murid sebagai peserta didik, serta proses dan lingkungan pengajaran itu sendiri.
Mengutip perkataan seorang bijak Aristoteles yang lahir tahun 384 SM atau jauh berabad-abad yang lalu “Barangsiapa yang sudah merenungi dalam-dalam seni memerintah manusia pasti yakin bahwa nasib sesuatu emperium tergantung pada pendidikan anak-anak mudanya”. Maka dunia pendidikan memang tidak selayaknya menjadi tanggung jawab seorang pendidik terhadap anak didiknya saja, akan tetapi juga pendidikan merupakan tanggung jawab kita bersama. Dibutuhkan peranan dari seluruh kalangan terutama pemerintah sebagai pemberi kebijakan, serta peranan-peranan lainnya seperti masyarakat, lingkungan, murid dsb.
Menurut penulis faktor teknologi dalam pendidikan bukanlah satu-satunya jalan untuk meningkatkan mutu pendidikan, sebagai contoh banyak saudara-saudara kita yang berada di sekolah-sekolah miskin dan terpencil ternyata berkat kekuatan tekad, kesadaran dan keinginan yang kuat ternyata memiliki mutu dan kualitas pendidikan yang lebih baik dibandingkan sekolah yang mampu menerapakan ICT (information comunication and technology) atau TIK di sekolahnya.
Perlu digaris bawahi, adalah sebuah kesalahan besar apabila dalam sebuah lembaga sekolah memfokuskan pengadaan TIK melebihi cara meningkatkan mutu manusianya sebagai pengguna teknologi itu sendiri untuk diterapkan di lembaga pendidikan tersebut. Karena esensi peningkatan mutu pendidikan bukan terletak pada kecanggihan teknologinya tapi kecanggihan pendidik dan peserta didiknya dalam melaksanakan proses pendidikannya.
E-learning tidak dapat meningkatkan mutu pendidikan, tetapi e-learning dapat membantu meningkatkan mutu pendidikan. Maka diharapkan dengan adanya e-learning sebagai salah satu media pendidikan jarak jauh (Distance Learning) akan menjadi sebuah solusi untuk meningkatkan mutu pendidikan anak-anak sekolah di Indonesia, bukan menjadi faktor penghambat dan jurang pemisah pemerataan mutu pendidikan tersebut. Sesuai pengalaman negara lain yang menerapkan distance learning menunjukkan sukses yang signifikan, antara lain; Mampu meningkatkan pemerataan pendidikan, meningkatkan prestasi belajar, mengatasi kekurangan tenaga pendidikan, meningkatkan efisiensi dsb.
Lantas mampukah Indonesia menyukseskan peningkatan mutu pendidikan?. Tentunya semua itu tergantung atas kesadaran dan keinginan yang kuat dari individu manusia Indonesia itu sendiri. “Mulailah dari diri sendiri”, tanpa adanya kebaikan moral dan kebulatan tekad dari kita sebagai seorang individu itu sendiri, maka ketercapaian sesuatu yang lebih baik untuk bangsa ini, khusunya peningkatan mutu pendidikan mustahil akan dapat terjadi.
Akhir kata, majulah pendidikan Indonesia. Hidup Pendidikan Indonesia !!!