Wednesday, September 28, 2011

PERANAN GURU DALAM INOVASI PENDIDIKAN


Munculnya inovasi pendidikan dilatarbelakangi oleh tantangan untuk menjawab masalah-masalah krusial dalam bidang pendidikan; pengelolaan sekolah, kurikulum, siswa, biaya, fasilitas, tenaga maupun hubungan dengan masyarakat. Inovasi pendidikan yang berlangsung di sekolah dimaksudkan untuk menjawab masalah-masalah pendidikan yang terjadi di sekolah guna mendapatkan hasil yang terbaik dalam mendidik siswa. Ujung tombak keberhasilan pendidikan di sekolah adalah guru oleh karena itu guru diharapkan mampu menjadi seorang yang inovatif guna menemukan strategi atau metode yang efektif untuk mendidik. Inovasi yang dilakukan guru pada intinya berada dalam tatanan pembelajaran yang dilakukan di kelas. Kunci utama yang harus dipegang guru adalah bahwa setiap proses atau produk inovatif yang dilakukan dan dihasilkannya harus mengacu kepada kepentingan siswa.
Dengan demikian, maka dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru mulai dari perencanaan inovasi pendidikan sampai pada pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan  suatu inovasi pendidikan. Tanpa keterlibatan mereka, maka sangat mungkin mereka tidak perduli dengan inovasi yang ditawarkan, bahkan menolak inovasi yang diperkenalkan kepada mereka tersebut. Hal ini dikarenakan mereka menganggap inovasi yang tidak melibatkan mereka bukanlah miliknya yang harus dilaksanakan, tetapi sebaliknya mereka menganggap akan mengganggu ketenangan dan kelancaran tugas mereka. Oleh karena itu dalam suatu inovasi pendidikan, gurulah yang utama dan pertama terlibat karena guru mempunyai peran yang luas sebagai pendidik, orang tua, teman, dokter, motivator dan lain sebagainya. (wright, 1987)
Dari uraian  permasalahan diatas, maka dalam makalah ini akan difokuskan pada bagaimana peranan guru dalam inovasi pendidikan yang menyangkut sikap terbuka dan peka guru terhadap perubahan (inovasi) serta perannya sebagai agen pembaharuan sekaligus adopter dalam inovasi pendidikan.
A.Peranan Guru Di Sekolah
Peranan diartikan sebagai seperangkat tingkah laku atau tugas yang harus atau dapat dilakukan seseorang pada situasi tertentu sesuai dengan fungsi dan kedudukannya. Seperangkat tugas yang harus dilakukan seseorang sesuai dengan kedudukan dan harapan masyarakatnya disebut dengan peranan yang diharapkan atau ascribed role.  Sedangkan seperangkat tugas dan kewajiban yang dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang ada merupakan peranan yang dapat dicapai atau disebut achieved role.
Secara umum banyak sekali peranan yang mesti dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya di sekolah. Namun, peranan guru yang paling pokok berhubungan erat dengan tugas dan jabatannya sebagai suatu profesi. Tugas guru secara profesional menurut Sutan Zanti Arbi dalam Wahyudin et.al (2007:9.32) meliputi tugas mendidik, mengajar dan melatih.
Mendidik berarti pemberian bimbingan pada anak agar potensi yang dimilikinya berkembang seoptimal mungkin dan dapat meneruskan serta mengembangkan nilai-nilai hidup. Sebab tugas guru disamping menyampaikan ilmu pengetahuan, juga mencakup pembentukan nilai-nilai pada diri murid yang tertuju pada pengembangan seluruh aspek kepribadian murid secara utuh agar tumbuh menjadi manusia dewasa.
Mengajar berarti memberikan pengajaran dalam bentuk penyampaian pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan ketrampilan (psikomotor) pada diri murid agar dapat menguasai dan mengembangkan ilmu dan teknologi. Guru sebagai pengajar lebih menekankan pada pelaksanaan tugas merencanakan, melaksanakan proses belajar-mengajar dan menilai hasilnya. Untuk melaksanakan tugas ini, guru disamping harus menguasai materi atau bahan yang akan diajarkan, juga dituntut untuk memiliki seperangkat pengetahuan dan ketrampilan teknis mengajar. Sehubungan dengan tanggungjawab profesional, dalam melaksanakan tugas mengajar ini, guru dituntut untuk selalu mencari gagasan-gagasan baru (inovasi), berusaha menyempurnakan pelaksanaan tugas mengajar, mencobakan bermacam-macam metode dalam mengajar dan mengupayakan pembuatan serta penggunaan alat peraga dalam mengajar. Gagasan baru (inovasi) yang dilakukan oleh guru hendaknya bertujuan untuk penyempurnaan kegiatan belajar-mengajar.
Melatih lebih ditekankan pada tujuan mengembangkan ketrampilan tertentu agar para siswa mengalami peningkatan kemampuan kerja yang memadai.
Cece Wijaya dalam Wahyudin et.al (2007:9.33) juga menyatakan ada 3 tugas dan tanggung jawab pokok profesi guru, yaitu: guru sebagai pengajar, pembimbing dan administrator kelas.
Sebagai pengajar, guru lebih menekankan pada tugas dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran. Oleh karena itu, ia dituntut untuk memiliki seperangkat pengetahuan dan ketrampilan teknik mengajar, disamping menguasai bahan yang diajarkannya. Sebagai pembimbing, guru lebih menekankan pada tugas memberikan bantuan kepada siswa agar dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Sedangkan tugasnya sebagai administrator kelas, akan memadukan ketatalaksanaan pengajaran dengan ketatalaksanaan pada umumnya. Namun tugas ketatalaksanaan bidang pengajaran yang harus  lebih diutamakan oleh guru.
Sehubungan dengan tugas profesionalnya, seorang guru paling tidak harus melaksanakan peranan sesuai dengan profil kemampuan dasar profesional guru dalam proses belajar-mengajar sebagai berikut:
1.Menguasai bahan pelajaran
2.Mengelola program belajar-mengajar
3.Mengelola kelas
4.Menggunakan media dan sumber
5.Menguasai landasan-landasan kependidikan
6.Mengelola interaksi belajar-mengajar
7.Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
8.Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan
9.Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10.Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran
Redja Mudyahardjo dalam Wahyudin, et.al (2007:9.34) mengelompokkan jenis kemampuan pokok yang ideal dikuasai guru profesional ke dalam 3 kelompok, yaitu:
1.Kemampuan membantu siswa belajar secara efisien dan efektif agar mencapai hasil optimal. Adapun kemampuan itu terdiri atas: (1) Mengelola kegiatan belajar mengajar dan (2) Melakukan bimbingan siswa.
2.Kemampuan menjadi penghubung kebudayaan dan masyarakat yang aktif kreatif dan fungsional. Adapun kemampuan ini terdiri dari: (1) Menjadi mediator kebudayaan baik sebagai pembawa kebudayaan, pemelihara kebudayaan maupun sebagai pengembang kebudayaan dan (2) Menjadi komunikator sekolah dan masyarakat.
3.Kemampuan menjadi pendukung pengelolaan program kegiatan sekolah dan profesi. Adapun dalam hal ini guru dapat melakukan kegiatan sebagai berikut: (1) Menjadi anggota staf sekolah yang produktif dan (2) Menjadi anggota administrasi profesional yang produktif.
Idealnya, tingkat kemampuan yang diharapkan dimiliki guru profesional adalah tingkat kemampuan yang menunjukkan efisiensi yang tinggi dalam melaksanakan pekerjaannya. Menurut Alen Richard dalam Wahyudin      et .al (2007:9.34) efisiensi profesional mencakup 5 kemampuan, yaitu:
1.Ketrampilan teknologi yaitu dapat melakukan pekerjaan dengan menggunakan teknik-teknik kerja ilmiah yang mendekati kesempurnaan.
2.Pengetahuan teknologi yang relevan yaitu dapat menguasai teknik-teknik kerja ilmiah yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan bidang pekerjaannya.
3.Pengetahuan tambahan untuk pengembangan yaitu dapat menguasai pengetahuan tentang konsep dan metode penelitian dan pengembangan yang dapat dipergunakan dalam bidang pekerjaannya.
4.Kemampuan mengambil keputusan secara tepat yaitu dapat melaksanakan kepemimpinan dalam bidang pekerjaannya.
5.Kualitas Moral yaitu teguh terikat pada kode etik jabatannya dalam situasi bagaimana pun yang dihadapinya.
Mengacu kepada berbagai kemampuan dasar yang mesti dikuasai oleh guru profesional tersebut nampak bahwa para guru dalam melaksanakan tugasnya dituntut untuk selalu memperbaharui kemampuannya agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi baik didalam lingkungan kerjanya maupun yang ada di lingkungan sekitarnya.
Setiap perubahan yang terjadi pada suatu aspek kehidupan akan menimbulkan perubahan pada aspek lainnya pula. Misalnya perkembangan pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi akan menimbulkan perubahan dalam bidang lain seperti ekonomi dan bidang sosial budaya. Demikian pula perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan akan berpengaruh pada guru sebagai pemeran utama dalam menentukan keberhasilan pendidikan.
B.Peran Serta Guru Dalam Pelaksanaan Inovasi Pendidikan
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa perubahan yang terjadi pada salah satu aspek dapat mempengaruhi aspek kehidupan lainnya. Demikian jugalah perubahan yang terjadi pada aspek pendidikan akan berpengaruh pada guru sebagai pemegang peranan utama dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Telah banyak perubahan (inovasi ) yang dilakukan dalam bidang pendidikan seperti: 1) Penggunaan analisis dan pendekatan sistem dalam perencanaan pendidikan dan pengajaran di Indonesia yang melahirkan produk berupa Sistem Perencanaan, Pemrograman dan Penganggaran Pendidikan (SP4), 2) Proyek Pendidikan Anak Oleh Masyarakat dan Orang tua (PAMONG), 3) Pengembangan SD kecil,  4) CBSA, 5) Program Kejar Paket A, B dan C, 6) SMP  dan Universitas Terbuka, 7) Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar (PEQIP=Primary Education Quality Improvement Project) dan lain sebagainya.
Dalam berbagai inovasi yang telah disebutkan dalam contoh diatas dan diterapkan di negara kita tentulah semuanya melibatkan guru sebagai ujung tombak dalam dunia pendidikan. Adapun peran serta  dan keterlibatan guru dalam setiap inovasi pendidikan yang ada di Indonesia terdiri atas:
1.Guru Bersikap Terbuka dan Peka Terhadap  Perubahan (Inovasi)
Kegiatan pendidikan sebagai usaha sadar senantiasa terkait dengan tuntutan dan perkembangan jaman, dan tidak bisa melepaskan diri dari tuntutan aspirasi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, guru harus senantiasa bersikap terbuka terhadap berbagai aspirasi atau kritikan yang muncul dari manapun datangnya. Guru dituntut untuk selalu siap mendiskusikan apapun bentuknya baik dengan rekan sejawat, dengan murid, orang tua murid atau dengan masyarakat sekitarnya yang peduli terhadap kemajuan. Seorang guru yang terbuka senantiasa dapat menampung aspirasi dari berbagai pihak, sehingga sekolah dapat menjadi agen perubahan dan guru menjadi pendukung utamanya. Dengan sikap seperti itu akan mendorong para guru untuk terus menerus berusaha memperbaiki kinerjanya guna menciptakan suasana kehidupan yang demokratis di sekolah baik dalam proses belajar-mengajar maupun dalam lingkup yang lebih luas lagi. Suasana yang demokratis dalam proses pembelajaran akan menumbuhkan sikap demokratis pula dalam diri siswa, bersikap tidak menutupi kesalahan, terus terang dan siap menerima kritik untuk kemajuan hidupnya dimasa yang akan datang. Di samping itu, sikap terbuka yang dimiliki guru juga akan mendorong untuk selalu berusaha mencari dan menemukan alternatif yang terbaik untuk pemecahan masalah yang dihadapi sekolahnya sehingga akan tumbuh suasana yang kondusif guna meningkatkan mutu pendidikannya.
Dalam menghadapi dan menjawab tantangan zaman akibat perkembangan yang pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, guru dituntut pula untuk peka terhadap berbagai bentuk perubahan baik yang berlangsung di sekolahnya maupun yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Sikap ini penting dimiliki para guru dan tenaga kependidikan lainnya agar suasana kehidupan sekolah tidak selalu bersifat rutin, merasa puas dengan sarana dan fasilitas yang ada serta metode dan teknik pembelajaran yang lama, tetapi selalu berusaha menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi. Untuk itu kemampuan melakukan penelitian guna memecahkan masalah yang dihadapi penting serta harus dikuasai dan dimiliki oleh guru, meskipun dalam kadar yang masih sederhana.
2.Guru Sebagai Agen Pembaharuan Dalam Inovasi Pendidikan
Inovasi pendidikan dilakukan guna memecahkan masalah yang dihadapi, agar dapat memperbaiki mutu pendidikan secara efektif dan efisien. Salah satu bentuk peran serta yang dapat dilakukan guru terhadap inovasi adalah sebagai agen pembaharuan. Rogers et.al (1983:312) menjelaskan pengertian agen pembaharuan sebagai berikut: “A change agent is an individual who influences clients, innovation decisions in a direction deemed desirable by a change agency”. Seorang agen pembaharuan adalah seseorang  yang mempengaruhi keputusan inovasi para klien (sasaran) kearah yang diharapkan oleh lembaga pembaharu. Dengan demikian, seorang agen pembaharu berperan sebagai penghubung antara lembaga pembaharuan dengan sasarannya. Dalam hal ini agen pembaharu berperan sebagai pemberi kemudahan bagi lancarnya arus inovasi dari lembaga pembaharu kepada sasaran yang dikenai pembaharuan. Ia menyampaikan pesan-pesan inovasi dari lembaga pembaharuan kepada sasarannya. Disamping itu, ia pun menerima umpan balik dari klien untuk disampaikan kepada lembaga pembaharu, sehingga agen pembaharu dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian dan perbaikan sesuai dengan kebutuhan para kliennya.
Guru sebagai agen pembaharuan dalam inovasi pendidikan dapat melakukan peranan sebagaimana dikemukakan oleh Nyoman Sucipta, (1982:23) sebagai berikut:
1.pemberi informasi
2.mempercepat terjadinya difusi inovasi
3.sebagai komunikator antar subsistem dalam masyarakat dan
4.berusaha mengaitkan sistem yang satu dengan sistem yang lain
Sesuai dengan tahapan inovasi dari sudut pencipta atau agen pembaharu, maka dalam inovasi pendidikan, peranan guru dapat dimulai dari tahap-tahap sebagai berikut:
1.Invention (penemuan), meliputi penemuan/penciptaan hal-hal baru dalam aspek tertentu dalam pendidikan. Tahap ini tentunya diawali dengan pengenalan masalah, penelitian dan perumusan masalah secara lebih tajam. Misalnya bagaimana mengatasi anak yang mengalami kesulitan dalam pelajaran listening Bahasa Inggris.
2.Development (pengembangan), meliputi saran alternatif pemecahan masalah, percobaan dan penelitian, percobaan kembali, penilaian dan seterusnya. Misalnya setelah dicoba dan diteliti berkal-kali ternyata metode pengajaran listening melalui akuisisi yang lebih efektif digunakan dalam membantu siswa memahami listening Bahasa Inggris.
3.Diffusion (penyebaran), mencakup penyebaran ide-ide baru kepada sasaran penerimanya. Misalnya Setelah terbukti efektif, metode akuisisi dalam pengajaran listening disebarkan kepada masyarakat luas.
Mengacu pada peran serta guru sebagai agen pembaharuan dalam inovasi pendidikan, terlihat bahwa kemampuan pokok yang perlu dimiliki guru adalah kemampuan melakukan penelitian dalam bidang pendidikan. Dalam upaya meningkatkan dan memperbaiki mutu praktek proses pembelajaran di sekolah, belakangan ini, Ditjen Dikti Depdiknas melalui proyek pendidikan tenaga akademik telah mengembangkan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang dapat dilakukan oleh guru yang merencanakan dan melaksanakan praktek pembelajaran di kelas. Dalam pelaksanaannya penelitian tindakan kelas (PTK) dapat dilakukan oleh guru sendiri, atau bekerja sama dengan pihak lain, misalnya bekerjasama dengan dosen di perguruan tinggi. Fokus persoalan penelitian ini bertitik tolak dari masalah praktek pembelajaran yang dilaksanakan guru di kelas, serta pada tindakan-tindakan alternatif yang direncanakan oleh guru, kemudian dicobakan dan dievaluasi apakah tindakan alternatif itu dapat digunakan untuk memecahkan masalah pembelajaran yang sedang dihadapi.
Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk peningkatan atau perbaikan praktek pembelajaran yang seharusnya dilakukan oleh guru. Disamping itu, penelitian tindakan kelas banyak memberi manfaat bagi guru, salah satunya adalah terlaksananya inovasi pembelajaran oleh guru di tempat kerjanya atau di kelasnya.
Dalam inovasi pembelajaran guru dituntut selalu mencoba untuk mengubah, mengembangkan dan meningkatkan gaya mengajarnya, agar ia mampu melahirkan model mengajar yang sesuai dengan tuntutan kelasnya. Dari tahun ke tahun guru selalu berhadapan dengan siswa yang berlainan. Oleh karena itu, apabila guru melaksanakan penelitian tindakan kelas pada kelasnya sendiri, dan bertolak dari masalahnya sendiri, kemudian ia menemukan solusi untuk mengatasinya, ia secara tidak langsung telah berperan serta dalam inovasi  pembelajaran yang bertolak dari permasalahan yang dihadapi dalam kelasnya. Inovasi yang demikian jauh akan lebih efektif dibandingkan dengan bentuk penataran-penataran untuk tujuan serupa. Penataran sendiri belum tentu sesuai dengan kebutuhan guru dalam mengatasi persoalan pembelajaran dikelasnya.
3.Guru Sebagai Adopter (Penerima) Inovasi Pendidikan
Peran serta guru berikutnya dalam menghadapi atau merespon berbagai inovasi pendidikan yang dilakukan adalah sebagai adopter atau penerima inovasi. Guru sebagai adopter inovasi pendidikan, tidak akan jauh berbeda dengan peran adopter pada bidang lainnya. Menurut Rogers (1983:247) terdapat 5 kategori adopter dalam menerima suatu inovasi, yaitu : (1) Inovator,    (2) Pelopor, (3) Pengikut Awal, (4) Pengikut Akhir,  (5) Lagard / Kolot.
Sesuai dengan pendapat Rogers tersebut, guru sebagai inovator dalam bidang pendidikan akan memiliki ciri dan sifat gemar sekali meneliti dan mencoba setiap kali ada gagasan baru dalam pendidikan. Kegemaran seperti itu mendorong guru untuk mencari informasi lebih banyak tentang ide baru, mengadakan hubungan dengan orang lain diluar sistemnya, serta membuatnya menjadi  pemberani sekalipun harus menghadapi resiko besar.
Guru yang berperan sebagai pelopor lebih berorientasi kedalam sistem, biasanya memiliki ciri dan sifat yang suka meneliti terlebih dahulu terhadap suatu ide baru sebelum ia berkeputusan untuk menggunakannya. Kelompok adopter ini sering kali terdiri atas para pemuka pendapat. Anggota sistem lainnya yang termasuk calon adopter biasanya mencari si pelopor untuk meminta nasihat dan keterangan mengenai inovasi. Disamping itu,  kelompok adopter ini suka dicari oleh agen pembaharu untuk dijadikan teman pendamping dalam mempercepat adopsi atau penyebaran inovasi dalam bidang pendidikan. Guru-guru yang tergolong dalam kelompok adopter biasanya dijadikan teladan karena merupakan lambang keberhasilan dan kehati-hatian dalam menerima dan menggunakan ide-ide baru.
Adopter berikutnya dalam menerima inovasi adalah pengikut awal (dini). Biasanya mereka yang tergolong pada pengikut awal menerima ide-ide baru hanya beberapa saat setelah anggota-anggota sistem sosial lainnya menerima ide baru. Mereka bukan yang pertama juga bukan yang terakhir dalam menerima inovasi. Mereka memiliki banyak pertimbangan dalam menerima dan mengadopsi inovasi.
Kelompok adopter selanjutnya dalam menerima inovasi adalah pengikut akhir. Biasanya golongan pengikut akhir ini baru menerima gagasan pembaharuan setelah pada umumnya para anggota sistem sosial lain menerimanya. Keputusan menerima inovasi itu mungkin  karena kepentingan ekonomi, atau karena adanya tekanan sosial. Setiap ada inovasi mereka selalu bersikap ragu (skeptis) dan hati-hati sekali. Kelompok ini biasanya baru menerima inovasi apabila sebagian anggota masyarakat telah menerimanya.
Terakhir adalah kelompok adopter lagard (kolot/tradisional). Yang tergolong pada kelompok lagard adalah orang-orang yang terakhir menerima suatu gagasan baru. Mereka ini memiliki pandangan dan wawasan yang paling sempit diantara semua kelompok adopter. Referensi mereka adalah masa lalu, sehingga keputusan yang diambilnya dikaitkan dengan apa yang telah dilakukan oleh generasi lalu. Ketidaklancaran dalam menerima inovasi adalah karena mereka itu tidak memahami ide-ide baru itu. Ketika akhirnya mereka menerima inovasi, dia sudah jauh tertinggal oleh teman-temannya yang sudah lebih dahulu menerima.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar. (2007). Perspektif Pendidikan Bahasa Inggris Di Indonesia Dalam Konteks Persaingan Global. Bandung:              CV. Andira.
Budimansyah, Dasim. (2007). Model Pembelajaran Berbasis Portofolio. Bandung: PT. Genesindo.
Danim, Sudarwan. (2002). Inovasi Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, Sobry. (2007). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: PT. Refika Aditama.
Ibrahim. (1988). Inovasi Pendidikan. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Ditjen Dikti Depdikbud.
Mukhtar dan Yamin, Martinis. (2007). 10 Kiat Sukses Mengajar Di Kelas. Jakarta: PT. Nimas Multima.
Rogers, M Everett. (1983). Diffusion of Innovation. New York: The Free Press.
Saud, S Udin dan Suherman, Ayi (2006). Bahan Belajar Mandiri Inovasi Pendidikan. Bandung: UPI Press.
Wahyudin, Dinn et.al. (2007). Materi Pokok Pengantar Pendidikan: Modul Universitas Terbuka. Jakarta: Universitas Terbuka.

Judul Thesis yang di ACC Program Pascasarjana Universitas Galuh 2011

JUDUL PENELITIAN

2011-09-27

Download:
Berikut ini disajikan hasil seleksi judul Usulan Penelitian untuk Program Studi Magister Manajemen dan Manajemen Pendidikan.

Bagi yang sudah di ACC, lanjutkan untuk menyusun proposal penelitian yang dibuat rangkap 2 kemudian serahkan ke bagian akademik untuk didaftarkan peserta seminar Usulan Penelitian.

KEEFEKTIFAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN RASIONAL EMOTIF DALAM MENINGKATKAN KESEHATAN MENTAL SISWA PANTI PAMARDI PUTRA

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Setiap tingkah laku individu merupakan manifestasi dari beberapa kebutuhan dan ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan kata lain setiap tingkah laku individu itu selalu terarah pada satu objek atau suatu tujuan pemuasan kebutuhan yang memberikan arah pada gerak aktivitasnya.


Ketegangan-ketagangan dan konflik-konflik batin akan timbul pada seseorang apabila kebutuhan-kebutuhan hidup yang sifatnya vital terhalang atau dirinya mengalami frustrasi. Sebaliknya ketegangan atau stress akan lenyap, apabila semua kebutuhan tadi bisa terpuaskan atau terpenuhi, kebutuhan itu bisa bersifat fisis juga bisa bersifat psikis, dan sosial. Menurut Maslow dalam Hendrarno, dkk (2003:9) pada hirarki dorongan kebutuhan , disebutkan bahwa
‘tingkat-tingkat kebutuhan manusia yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, kebutuhan akan harga diri, dan kebutuhan untuk aktualisasi diri’
Maka demi kelancaran hidup individu, kebutuhan tersebut harus mendapatkan pemuasan atau harus dicukupi. Kebutuhan –kebutuhan tersebut tidak boleh senantiasa dihalangi sebab jika orang terus menerus mengalami frustrasi , individu akan selalu diliputi oleh stress, ketegangan, dan ketakutan, sampai mengalami mental ‘break down’ atau kepatahan mental.

Selamaindividu masih bisa menemukan jalan keluar yang wajar untuk memecahkan
kesulitan hidupnya serta pemenuhan kebutuhan, selama itu akan menjamin kesehatan jiwa dan keseimbangan mentalnya, sebab kepuasan jasmani dan kepuasan psikis dalam pemenuhan kebutuhan itu merupakan alas fundamental bagi kesehatan mentalnya, sehingga individu akan (1) dapat merasakan ketenangan dan ketentraman hidup, (2) mampu melihat dan menilai realita secara obyektif, (3) mampu untuk menerima dirinya sendidri, (4) mampu memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani, (5) mampu belajar dari pengalaman hidupnya, (6) mampu untuk mengembangkan kemampuan yang ada pada dirinya, (7) mampu menghadapi permasalahan yang muncul, serta (8) mampu untuk memahami dan menerima orang lain.

Keluarga merupakan tempat persemaian bagi perkembangan kepribadian manusia. Dalam keluarga anak mengenal lingkungan sosial yang akan membentuk mental dan kedewasaannya. Begitu pentingnya peranan keluarga dalam pembentukan mentalitas anak, sehingga dimungkinkan anak yang kurang mendapatkan perawatan dan kasih sayang dari keluarga, kurang terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan baik yang bersifat kejasmanian, sosial, maupun kejiwaannya. Secara ideal dalam perkembangan anak harus dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, dan apabila terjadi gangguan dalam usaha pemenuhan kebutuhan itu maka penyesuaian dirinya menjadi kurang lancar yang akibatnya kesehatan mental dan kepribadiannya terganggu.
Anak yang tinggal di panti-panti rehabilitasi merupakan anak-anak yang berasal dari berbagai latar belakang, seperti juga anak-anak yang diasuh di Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang, mereka merupakan Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang terdiri dari: anak nakal, anak korban narkoba, dan anak jalanan yang khususnya berasal dari keluarga yang kurang mampu, anak-anak tersebut kurang mendapat perawatan, kasih sayang atau perhatian dari keluarga. Di Panti Pamardi Putra Mandiri siswa diberikan suatu pelayanan social agar mereka mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi pembinaan fisik, mental, social, mengubah sikap dan tingkah laku, pelatihan ketrampilan, dan resosialisasi serta pembinaan lanjut. Di sana siswa-siswa mengikuti program-program ketrampilan yang sesuai dengan bakat dan minatnya yaitu Las, R2 (Roda 2), R4 (Roda 4). Selain itu siswa mengikuti kegiatan-kegaiatn kejasmanian, keagamaan, kesehatan, maupun bimbingan baik klasikal maupun di wisma.

Berdasarkan observasi dan wawancara dengan pembimbing panti selama peneliti PLBK (Praktik Lapangan Bimbingan dan Konseling) di Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang kurang lebih selama 2 bulan, meskipun siswa diberikan berbagai pembinaan dan ketrampilan namun tetap masih banyak siswa yang merasa kurang nyaman berada di panti, mereka merasa kurang bisa beradaptasi baik dengan temannya maupun lingkungan barunya di mana biasanya mereka hidup bebas di jalan dan bebas melakukan apa saja yang mereka mau, tetapi sekarang mereka harus mematuhi peraturan di panti, sehingga terjadi konflik dalam diri mereka antara mematuhi peraturan atau kembali ke kehidupan semula akibatnya banyak diantara mereka yang melanggar peraturan misalnya membolos mengikuti kegiatan, di panti, sering ijin pulang, mereka kurang mempunyai kesadaran diri untuk mengembangkan kemampuannya, mereka merasa tidak berguna, mereka kurang bisa menerima kenyataan yang mereka hadapi, serta kurang bisa menghadapi permasalahan- permasalahan baik yang menyangkut masalah dengan temannya, lingkungannya maupun keluarganya dengan cara negatif yaitu mereka cenderung kembali pada kebiasaannya yaitu mabuk-mabukan atau melakukan tindakan agresif pada penyebab masalah tersebut, mereka sering bertengkar dengan temannya, merasa minder dan kurang percaya diri, mereka cenderung berpikir irasional dalam menghadapi suatu masalah.
Dari masalah-masalah tersebut perlu diupayakan suatu usaha untuk mengatasinya, karena apabila tidak segera diberikan penanganan akan menghambat perkembangan individu dalam mencapai perkembangan yang optimal.

Dalam usaha pengentasan masalah, dalam bimbingan dan konseling ada beberapa layanan meliputi layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran, bimbingan kelompok konseling kelempok, dan konseling individu. Ketujuh jenis layanan tersebut semuanya merupakan upaya untuk membantu individu dalam menghadapi dan melalui tahap perkembangannya, mengatasi hambatan yang timbul serta memperbaiki penyimpangan perkembangan agar perkembangan individu berlangsung secara wajar. Jadi secara prinsip dengan melalui layanan bimbingan dan konseling individu dapat dibantu dalam mencapai tugas-tugas perkembangan secara optimal.

Salah satu jenis layanan bimbingan dan konseling yang dipandang tepat dalam membantu siswa untuk meningkatkan kesehatan mental adalah melalui layanan konseling kelompok. Layanan konseling kelompok merupakan upaya bantuan untuk dapat memecahkan masalah dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Dalam layanan konseling kelompok menggunakan pendekatan interaksional, di mana dalam pendekatan tersebut menitik beratkan interaksi atau hubungan timbal balik antar anggota, anggota dengan leader (pemimpin kelompok) dan sebaliknya, yang akan nampak dalam dinamika kelompok. Interaksi itu selain berusaha bersama untuk dapat memecahkan masalah juga setiap anggota kelompok dapat belajar untuk mendengarkan secara aktif, melakukan konfrontasi dengan tepat, memperhatikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap anggota lain.

Di dalam kelompok, anggota kelompok akan saling menolong, menerima, berempati dengan tulus. Keadaan ini membutuhkan suasana yang positif antara anggota, sehingga mereka akan merasa diterima, dimengerti, dan menambah rasa positif dalam diri mereka.
Konseling kelompok bersifat memberikan kemudahan dalam pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti bahwa konseling kelompok memberikan dorongan dan motivasi kepada individu untuk membuat perubahan-perubahan atau bertindak dengan memanfaatkan potensi secara maksimal sehingga dapat mewujudkan diri.

Pendekatan rasional emotif merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam layanan konseling kelompok, di mana dalam pendekatan rasional emotif dalam layanan konseling kelompok mempunyai tujuan membantu individu anggota kelompok agar dapat mengurangi pandangan diri yang berpusat pada perusakan diri dan bersama-sama mencapai pandangan realistis dan berpandangan toleran satu sama lain, saling mengarahkan ke perasaan pantas, dan berlatih bersama guna perubahan perilaku sebagai perwujudan pemikiran rasional dan emosi pantas, serta menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri.

Dalam konseling kelompok rasional emotif terjadi pembinaan hubungan menyehatkan yang berisi upaya-upaya penciptaan suasana psikologis yang dapat mendukung kelancaran kelompok, para klien dibantu untuk mengenali dan menjelaskan masalah termasuk konsekuensi-konsekuensi berpandangan irrasional melalui pandangan edukatif serta menekankan upaya pengubahan dan modifikasi perilaku klien.

Jika dilihat dari tujuan layanan konseling kelompok dengan pendekatan rasional emotif tersebut sangatlah tepat bila dilaksanakan dalam usaha meningkatkan kesehatan mental pada anak di panti rehabilitasi karena dalam layanan konseling kelompok rasional emotif kebutuhan-kebutuhan memperoleh penghargaan, kebutuhan untuk diterima atau merasa bagian dalam kelompok, kebutuhan untuk merasa dibutuhkan orang lain, kebutuhan memperoleh prestasi dan posisi, kebutuhan hidup bersama, kebutuhan memperoleh kebebasan, kebutuhan memperoleh kasih sayang dan rasa aman, yang kesemuanya kebutuhan itu dapat terpenuhi, yang pada akhirnya individu belajar untuk berfikir secara rasional dan logis dalam sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan anggota kelompok.

Telah banyak penelitan-penelitian yang sudah dilakukan berkaiatan dengan variabel di atas misalnya penelitian mengenai keefektifan layanan konseling kelompok dalam meningkatkan kepercayaan diri yang dilkaukan oleh Atik Siti, dengan diperoleh hasil bahwa layanan konseling kelompok efektif untuk meningkatkan kepercayaan diri. Selain itu ada juga penelitian mengenai keefektifan pendekatan rasional emotif dalam mengatasi siswa yang kurang percaya diri yang dilakukian oleh Slameto, dengan diperoleh hasil bahwa pendekatan rasional emotif efektif untuk meningkatkan percaya diri. Sedangkan penelitian tentang kesehatan mental juga pernah dilakukan oleh Siti Aeni yaitu mengenai kesehatan mental anak dari keluarga migrant dengan diperoleh hasil bahwa kesehatan mental anak dari keluarga migrant adalah baik.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk untuk melakukan penelitian eksperimen tentang “Keefektivan Layanan Konseling Kelompok dengan Pendekatan Rasional Emotif dalam Meningkatkan Kesehatan Mental Siswa Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang Tahun 2005/ 2006”.

Untuk mendapatkan koleksi Judul Tesis Lengkap dan Skripsi Lengkap dalam bentuk file MS-Word, silahkan klik download
Atau klik disini

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP PRODUKTIVITAS SEKOLAH

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa:
Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal berfungsi menyiapkan sumber daya manusia yang merupakan salah satu komponen penting dalam pembangunan di segala bidang. Dalam menjalankan perannya sebagai pencetak sumber daya manusia, sekolah dituntut untuk dapat memenuhi harapan dan keinginan masyarakat secara mikro maupun makro. Dalam memenuhi harapan dan keinginan masyarakat yang semakin meningkat, maka sekolah sebagai organisasi pendidikan harus berupaya untuk mengkaji berbagai kelebihan dan kelemahan sekolah serta selalu berupaya mencari cara untuk melakukan perbaikan terus menerus serta berupaya mengidentifikasi segala tantangan dan ancaman sebagai upaya menciptakan produktivitas sekolah yang diharapkan.


Sekolah sebagai organisasi sosial diharapkan mampu memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat mengenai pendidikan berkualitas yang mampu menyiapkan sumber daya yang dapat bersaing dalam percaturan dunia yang semakin kompleks. Untuk kepentingan ini, produktivitas sekolah menjadi syarat yang tidak bisa ditawar lagi karena karakteristik umum sekolah produktif dapat dilihat dari bentuk dan sifat organisasi sekolah tersebut, apakah dapat memberikan peluang untuk mencapai produktivitas tinggi. Hal tersebut antara lain berupa peningkatan jumlah dan kualitas kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik setelah mengikuti pembelajaran.

Mulyasa (2007:92) mengemukakan: “Produktivitas dalam dunia pendidikan berkaitan dengan keseluruhan proses penataan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien”. Dalam konteks produktivitas pendidikan, sumber-sumber pendididikan dipadukan dengan cara-cara yang berbeda. Untuk menguasai teknik-teknik tersebut harus dilakukan proses belajar. Seiring dengan bertambahnya waktu, semakin besar pula modal untuk pendidikan. Sekolah pun menjadi semakin berkembang karena semakin besarnya tuntutan pendidikan yang harus dikembangkan.

Namun, berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai pihak menunjukkan bahwa produktivitas pendidikan di Indonesia sampai beberapa tahun terakhir belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Tingginya tingkat pengangguran, menurunnya kualitas moral bangsa serta ketertinggalan Indonesia dalam percaturan internasional menunjukkan masih rendahnya produktivitas pendidikan di negara kita. Produktivitas pendidikan di negara kita ditinjau dari aspek administrasi, perubahan perilaku siswa maupun dari aspek

ekonomi masih jauh tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Hasil penelitian United Nation Development Programe (UNDP) pada tahun 2007 tentang indeks pengembangan manusia menyatakan Indonesia berada pada peringkat ke 107 dari 177 negara yang diteliti. Indonesia memperoleh indeks 0,728. Dan jika Indonesia dibanding dengan negara-negara ASEAN yang dilibatkan dalam penelitian, Indonesia berada pada peringkat ke-
7 dari sembilan negara ASEAN. Salah satu unsur utama dalam komposit IPM adalah tingkat pengetahuan bangsa atau pendidikan bangsa. Peringkat Indonesia yang rendah dalam kualitas SDM ini adalah merupakan gambaran mutu pendidikan yang rendah.

Keterpurukan mutu pendidikan di Indonesia juga dinyatakan oleh United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), Badan PBB yang mengurus bidang pendidikan. Menurut Badan PBB itu, peringkat Indonesia dalam bidang pendidikan pada tahun 2007 adalah 62 diantara 130 negara di dunia. Education Development Index (EDI) Indonesia adalah 0,935, dibawah Malaysia (0,945). Rendahnya mutu pendidikan Indonesia juga tercermin dari daya saing di tingkat internasional. Daya saing menurut Word Economic Forum, 2007-2008, berada di level 54 dari 131 negara. Malaysia ke-21, Singapura ke-7. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya mutu guru. Rendahnya profesionalitas guru dilihat dari kelayakan guru mengajar baik di negeri maupun swasta. Menurut Balitbang Diknas guru- guru yang layak mengajar untuk tingkat SD 28,94 %, SMP Negeri 54,12 %, SMP Swasta 60,99%, SMA Negeri 65,29 %, SMA Swasta 64,73 %, guru SMA Negeri 55,91 %, Swasta 58,26 %.

Pendidikan adalah modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang dimilikinya. Sumberdaya manusia yang berkualitas akan mampu mengelola sumber daya alam dan memberi layanan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, hampir semua bangsa berusaha meningkatkan kualitas pendidikan yang dimilikinya, termasuk Indonesia. (Dinas Pendidikan Nasional 2008).

Mutu pendidikan yang rendah merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas sekolah. Proporsi jumlah guru SD, SMP, dan SMA yang belum memenuhi kualifikasi pendidikan mendekati 50% dapat menyebabkan kualitas hasil pendidikan kurang memuaskan. Dalam forum pengukuran dan assessmen internasional, Indonesia selalu berada di peringkat bawah. Hasil pengukuran yang dilaksanakan oleh TIMSS (Third International Mathematics and Science Study) terhadap 38 peserta pada tahun 2000 menunjukkan negara Indonesia hanya mampu meraih ranking 34 untuk mata pelajaran IPA dan rangking 32 untuk mata pelajaran matematika. Peringkat ini berada di bawah Malaysia (16 dan 21) dan Tailand (27 dan 24). Hasil assessment PISA (Program for International Student Assessment) pada tahun
2003 pada literacy membaca, matematika dan IPA terhadap 41 peserta menunjukkan negara Indonesia hanya mampu meraih ranking ke 39 pada literacy membaca dan matematika sedangkan literacy IPA mendapat ranking 38. Peringkat ini berada di bawah Thailand yang selalu mendapat peringkat 32 (Fasli Jalal, 27 Februari 2006).

Indikator mutu sumber daya manusia yang diukur melalui Human Development Index (HDI) menunujukkan Indonesia masih berada pada posisi rendah bila dibandingkan dengan 179 negara lainnya. Peringkat HDI Indonesia selalu berada di atas 100, kalah dengan Thailand, Malaysia dan Philipina. Dalam persaingan kerja di pasar global, Indonesia hanya mampu mengisi ruang tenaga kerja asing terdidik di wilayah Asia Timur sekitar 20.000 orang pada tahun 2001 sedangkan negara Thailand telah mampu mengisi tenaga kerja paling banyak yaitu 1.055.300 orang (Fasli Jalal, 27 Februari 2006).
Indikator mutu pendidikan yang ditetapkan menggunakan standar kelulusan pada nilai terendah 4.25 dari skala 10 untuk 3 mata pelajaran masih belum mencapai angka kelulusan 100%. Pada Ujian Nasional (UN) tahun 2005, siswa SMA/MA yang tidak lulus mencapai 20,6%, SMK 22,2% dan SMP/MTs/SMP Terbuka 13,4%. Nilai rata-rata UN tahun 2003/2004 = 5,55 dan pada tahun 2004/2005 mulai meningkat menjadi 6,76 (Rencana Strategis Depdiknas 2005-2009). Menurut berbagai macam indikator mutu pendidikan tersebut, pendidikan di Indonesia belum dapat menunjukkan hasil yang optimal. Kelemahan hasil pendidikan tesebut, antara lain disebabkan karena guru yang belum kompeten.

Kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat dari kemampuan atau kompetensi yang dimiliki lulusan lembaga pendidikan, seperti sekolah. Sekolah memiliki tugas untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat dan mensejahterakan masyarakat. Setiap peserta didik memiliki potensi dan sekolah harus
mengetahui potensi yang dimiliki peserta didik. Selanjutnya sekolah merancang pengalaman belajar yang harus diikuti peserta didik agar memiliki kemampuan yang diperlukan masyarakat. Dengan demikian potensi peserta didik akan berkembang secara optimal.
Pada dasarnya peningkatan kualitas pendidikan berbasis pada sekolah. Sekolah merupakan basis peningkatan kualitas, karena sekolah lebih mengetahui masalah yang dihadapi dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Sekolah berfungsi sebagai unit yang mengembangkan kurikulum, silabus, strategi pembelajaran, dan sistem penilaian. Dengan demikian manajemen sekolah merupakan basis peningkatan kualitas pendidikan. Oleh karena itu penerapan manajemen berbasis sekolah merupakan usaha untuk memberdayakan potensi yang ada di sekolah dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan.

Kesadaran pemerintah terhadap pentingnya pendidikan berkualitas dewasa ini semakin nyata, hal ini terbukti dengan meningkatnya perhatian pemerintah terhadap guru dan dosen berupa digulirkannya undang-undang guru dan dosen no.14 tahun 2005. Lahirnya undang-undang ini menjadi angin segar bagi perkembangan pendidikan di negara kita, walaupun sampai saat ini masih muncul berbagai kontroversi dalam pelaksanaannya. Disamping itu, perhatian pemerintah terhadap kualitas pendidikan juga diwujudkan melalui penentuan standar kelulusan bagi peserta didik pada Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas yang telah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir. Hal ini pun mengundang kontroversi yang semakin berkepanjangan serta menimbulkan permasalahan baru dalam dunia pendidikan.

Ketidaksiapan sekolah dalam menerapkan ketetapan pemerintah tersebut menyebabkan timbulnya berbagai kecurangan dan pelanggaran dalam pelaksanaan ujian nasional, sehingga kejujuran sistem pendidikan di negara kita ini masih dipertanyakan. Namun kita tidak perlu saling mempersalahkan terhadap kekacauan sistem pendidikan kita saat ini, yang perlu kita lakukan adalah bersama-sama membenahi dan memperbaiki sistem pendidikan kita. Dalam hal ini, sekolah sebagai penyelenggara pendidikan berperan penting dalam memperbaiki kondisi pendidikan kita yang sedang carut marut seperti saat ini. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan memiliki peran yang sangat besar untuk membawa guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk secara bersama-sama melakukan perbaikan dalam segala hal. Tuntutan pemerintah terhadap pendidikan berkualitas harus ditanggapi kepala sekolah dengan memberikan motivasi terhadap guru untuk terus mengembangkan diri serta berbagai potensi yang mereka miliki, serta memfasilitasi mereka agar terus belajar dan berkarya dengan penuh semangat dan kejujuran.

Pelaksanaan program sertifikasi yang baru berjalan sekitar satu tahun belum dapat dinilai keberhasilannya, namun selama program tersebut berlangsung, program tersebut belum memberikan kontribusi positif bagi perwujudan sekolah produktif, tetapi lebih mengarah kepada peningkatan kesejahteraan guru. Tidak sedikit guru yang telah lulus sertifikasi namun kinerjanya tidak meningkat, artinya program sertifikasi guru dan dosen tidak menjamin bahwa produktivitas pendidikan kita akan meningkat. Walaupun demikian kita selalu berharap program tersebut memberi manfaat yang signifikan bagi perkembangan pendidikan kita dewasa ini.

Sumber daya manusia berkualitas merupakan produk yang dihasilkan oleh suatu lembaga yang berkualitas pula dalam hal ini sekolah. Sekolah yang didukung oleh pemimpin yang profesional serta didukung oleh guru dengan kinerja yang tinggi akan mampu menghasilkan lulusan sesuai dengan yang diharapkan oleh semua pihak yang berkepentingan terhadap produk pendidikan.
Kunci keberhasilan sekolah terletak pada kerjasama yang baik antara kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, partisipasi orang tua dan para stekholders. Guru sebagai pelaksana dalam pembelajaran hendaknya memiliki komitmen yang tinggi terhadap pekerjaannya. Artinya guru harus memiliki kesadaran dan kecintaan terhadap profesinya. Dengan adanya kesadaran dan kecintaan terhadap pekerjaannya sebagai guru, maka kinerjanya akan lebih baik, kesadaran untuk mengembangkan potensi dirinya juga akan semakin meningkat.

Dalam upaya meningkatkan kesadaran guru akan pentingnya peningkatan kompetensi profesional serta kualitas kinerjanya, maka kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan berperan penting untuk selalu memberikan motivasi, dukungan serta penyediaan fasilitas terhadap guru sehingga akan tumbuh kesadaran pada diri mereka untuk selalu belajar dan terus belajar serta selalu berupaya mengembangkan diri seiring perubahan yang berlangsung sangat cepat. Kepemimpinan dengan pendekatan yang sesuai sangat dibutuhkan untuk menghadapi perubahan yang sangat cepat, baik di luar maupun di dalam lingkungan sekolah. Dengan demikian kepala sekolah sebagai pemimpin harus mampu mengembangkan gerakan inovatif, mampu memberdayakan staf dan sekolah sebagai organisasi pendidikan ke dalam suatu perubahan cara berpikir, pengembangan visi, pengertian dan pemahaman yang terus menerus melalui pengolahan aktivitas kerja dengan memanfaatkan bakat, keahlian, kemampuan, ide dan pengalaman sehingga semua guru merasa terlibat dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya.

Kesadaran guru terhadap peningkatan kompetensi profesional serta kualitas kinerjanya harus dilandasi komitmen yang kuat terhadap sekolah sebagai organisasi tempat mereka bekerja dan mengamalkan ilmunya. Komitmen guru sangat diperlukan demi keberlangsungan sekolah sebagai organisasi pendidikan. Salah satu upaya mewujudkan komitmen yang kuat terhadap organisasi adalah bagaimana kepala sekolah sebagai pemimpin mengkondisikan guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk bekerja dan melaksanakan tugasnya sesuai harapan kepala sekolah sebagai pemimpin dalam organisasi pendidikan. Rendahnya komitmen guru memberikan kerugian tidak hanya kepada guru sebagai individu tetapi juga kepada siswa sebagai pengguna jasa pendidikan.

Steer dan Porter (1983) menyatakan bahwa suatu bentuk komitmen yang muncul dalam diri karyawan tidak hanya bersifat loyalitas yang pasif, tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi yang memiliki tujuan memberikan segala usaha demi keberhasilan organisasi yang bersangkuatan. Tingginya komitmen guru terhadap pekerjaan diharapkan dapat meningkatkan kinerja guru sebagai pemegang kunci keberhasilan pembelajaran, dengan demikian produktivitas sekolah yang diharapkan akan lebih mudah terwujud.

Melalui penerapan kepemimpinan serta peningkatan kinerja guru diharapkan mampu meningkatkan produktivitas sekolah, dengan demikian akan terwujud sekolah berkualitas yang mampu mencetak generasi yang dapat bersaing dan berperan penting dalam percaturan dunia baik lokal maupun internasional. Kerjasama yang solid antara guru dan kepala sekolah melalui penerapan kepemimpinan serta peningkatan kinerja guru merupakan suatu langkah perbaikan dalam rangka peningkatan produktivitas sekolah. Untuk melihat bagaimana kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan produktivitas sekolah dan bagaimana kinerja guru dalam meningkatkan produktivitas sekolah, maka perlu dilakukan suatu studi mengenai hal tersebut.

KONTRIBUSI IKLIM SEKOLAH DAN KEMAMPUAN MENGENAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SMP SE-KABUPATEN CIAMIS

 BAB I 

PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah

Tujuan pendidikan nasional (UU No.2 Tahun 1989 Pasal 4) dinyatakan bahwa ”Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Keberhasilan tujuan pendidikan nasional tersebut harus memperhatikan komponen pendidikan khususnya sumber daya manusia (SDM) yang mempunyai peranan sangat penting dalam menentukan keberhasilan sekolah untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Oleh karena guru merupakan ujung tombak yang melakukan proses pembelajaran di sekolah, maka mutu, kesejahteraan, keamanan, kenyamanan dan jumlah guru perlu ditingkatkan dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan sekarang dan yang akan datang.


Penerapan pengembangan guru di sekolah adalah pengembangan diri pribadi guru untuk menggali potensi yang ada di dalam dirinya. Salah satu ciri keberhasilan sekolah yang dinilai masyarakat adalah prestasi yang dicapai siswa setiap tahun. Sekolah yang dinilai baik dan dianggap berkualitas bila siswa mempunyai prestasi yang tinggi. Kualitas pendidikan dan lulusan seringkali dipandang tergantung kepada peran guru dalam pengelolaan komponen- komponen pengajaran yang digunakan dalam pemebelajaran, yang menjadi




tanggung jawab SMP Negeri se-Kabupaten Sumedang, dan prestasi belajar siswa antara satu SMP Negeri dengan SMP Negeri lainnya tidak sama. Ada sekolah yang mempunyai prestasi belajar siswa yang tinggi, ada sekolah yang nilai prestasi berlajar siswanya biasa-biasa saja dan ada juga sekolah yang prestasi belajar siswanya kurang. Sekolah dengan siswa yang berprestasi biasa-biasa dan sekolah dengan siswa berprestasi kurang dituntut untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajarannya. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu sekolah dilakukan dengan cara meningkatan kinerja mengajar guru dengan memperhatikan faktor motivasi dan komunikasi. Kinerja adalah prestasi, hasil kerja atau unjuk kerja. Kinerja mengajar guru mengacu pada tingkah laku saat mengajar di kelas. Tingkah laku merupakan sesuatu yang sangat penting dalam penciptaan suasana belajar mengajar yang kondusif. Motivasi akan timbul dalam diri guru apabila ada perhatian, kesesuaian, kepercayaan dan kepuasan yang diberikan kepala sekolah, serta komunikasi yang lancar antara guru dan kepala sekolah dan guru dengan guru, akan dapat meningkatkan kinerja mengajarnya.
Akhir-akhir ini permasalahan rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan semakin banyak disoroti berbagai pihak. Hal tersebut membawa dampak ke arah pemikiran apa saja yang perlu dilakukan sehingga pendidikan ke depan lebih bermutu dan efekfif sesuai dengan pola sentralisasi ke desentralisasi. Sorotan ini tentunya sangat menarik untuk disimak dan direnungkan sebagai bentuk partisipasi kita semua dalam ikut serta memecahkan nasional. persoalan pelik di seputar dunia pendidikan.
Perkembangan global dan era informasi memacu bangsa Indonesia untuk




meningkatkan kualitas sumber daya manusia, karena dengan sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal utama dalam pembangunan di segala bidang sehingga diharapkan bangsa Indonesia dengan sumber daya manusianya dapat bersaing dengan bangsa lain yang lebih maju.
Dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pendidikan memiliki peranan yang sangat penting, yang diperlukan bagi pembangunan di segala bidang kehidupan bangsa, terutama mempersiapkan peserta didik menjadi aktor IPTEK yang mampu menampilkan kemampuan dirinya, sebagai sosok manusia Indonesia yang tangguh, kreatif, mandiri, dan profesional di bidangnya, sebagaimana tujuan pendidikan nasional, dalam GBHN
”… adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif, sehat jasmani dan rohani”, (http://endang 965. wordpress.com/thesis/1-iklim-organisasi-kinerja- guru).
Dengan ketahan dan kemandirian seseorang diharapkan bangsa Indonesia mampu menghadapi tantangan global di segala bidang. Mereka diharapkan bisa (1) meningkatkan nilai tambah, (2) dapat mengarahkan perubahan struktur masyarakat ke arah yang positif, (3) bisa bersaing dalam era globalisasi, dan (4) dapat menghindari penjajahan dalam penguasaan Iptek.http://endang
965.wordpress.com/ thesis/1-iklim-organisasi-kinerja-guru).

Kesiapan tersebut merupakan salah satu wujud harapan yang ditekankan




oleh para menteri pendidikan 9 negara berependuduk terbesar di New Delhi yang memuat enam peran pendidikan, yaitu : (1) ikut menggalang perdamaian dan ketertiban dunia, (2) mempersiapkan pribadi sebagai warga negara dan masyarakat, (3) pendidikan yang merata dan menyeluruh, (4) menanamkan dasar- dasar pembangunan yang berkelanjutan dan pelestarian lingkungan, (5) mempersiapkan tenaga kerja untuk pembangunan ekonomi, sehingga pendidikan perlu dikaitkan dengan kebutuhan dunia kerja, dan (6) berorientasi pada penguasaan dan pengembangan Iptek (http://endang 965.wordpress.com/thesis/1- iklim-organisasi-kinerja-guru).
Selanjutnya output dari setiap sekolah atau lembaga pendidikan yang ada diharapkan bisa memasuki dunia kerja yang nyata sesuai dengan kemampuan dan keterampilan hidup yang dimiliki, sehingga tidak menyebabkan banyak pengangguran di mana-mana. Hal ini merupakan tuntutan bagi kompetensi seseorang yang harus mereka kuasai. Negara-negara maju, seperti Amerika, Inggris, Australia, dan Selandia Baru telah merumuskan tujuh kompetensi yang diperlukan oleh dunia kerja. Kompetensi tersebut berupa : (1) kemampuan untuk mengumpulkan, menganalisa, dan menyusun informasi, (2) kemampuan untuk berkomunikasi, (3) kemampuan untuk merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan, (4) kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain dalam suatu tim kerja, (5) kemampuan untuk mempergunakan teknik dan logika matematika, (6) kemampuan untuk memecahkan masalah, dan (7) kemampuan untuk memanfaatkan teknologi (http://endang 965. wordpress. com/thesis/1-iklim- organisasi-kinerja-guru).




Menyaksikan kenyataan tersebut telah tergambar betapa pentingnya suatu pendidikan yang harus dimiliki seseorang, sehingga tidak terpuruk pada keadaan dunia yang semakin berat dan penuh tantangan. Sebagaimana kita ketahui pendidikan pada hakekatnya proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik, yang bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini menuntut upaya pelaksanaan pendidikan yang berkualitas dari semua jenis dan jenjang pendidikan.
Prioritas upaya peningkatan mutu pendidikan, pada dasarnya dititikberatkan pada tiga faktor utama :
1. Mutu dan jumlah sumber daya pendidikan untuk mendukung proses belajar mengajar.
2. Mutu proses belajar mengajar dalam konteks pelaksanaan kurikulum dan pembelajaran peserta didik.
3. Mutu keluaran pendidikan, dalam artian pengetahuan, sikap dan keterampilan para peserta didik.
Mutu pendidikan yang telah dikaji secara makro, menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan, ditinjau dari segi pengelolaan sumber-sumber pendidikan, baik yang berasal dari dalam sekolah maupun dari luar sekolah, sehingga diharapkan “…budaya mutu tertanam di sanubari semua warga sekolah, sehingga setiap perilaku selalu didasari oleh profesionalisme.” (http://endang965. wordpress.com/thesis/1-iklim-organisasi-kinerja-guru).
Titik picu mutu pendidikan dapat ditinjau dari konsep pendidikan sebagai sistem, yaitu pendidikan yang bermutu muncul karena output yang bermutu,




output yang bermutu hanya bisa dihasilkan melalui proses yang bermutu, proses yang bermutu dipengaruhi oleh faktor mutu input baik instrumen input, environmental input, maupun input kemampuan dasar siswa, kepemimpinan dan kinerja guru.
Pada era mutu ini, manajemen pendidikan sudah saatnya menyediakan suatu kondisi yang dapat menumbuhkembangkan kreativitas dan inovasi pada satuan pendidikan sebagai gugus yang terdepan tempat terjadinya pengalaman pembelajaran. Pembinaan kualitas pendidikan harus terjadi pada tingkat manajemen persekolahan (mikro). Karena itu sistem pembinaan harus dimulai pada manajemen ditingkat mikro yang dapat mengembangkan partisipasi tenaga kependidikan di sekolah, serta dapat menciptakan iklim organisasi yang kondusif.
Manajemen pendidikan yang bermutu tidak terlepas dari kemampuan kepala sekolah. Kepala Sekolah sebagai pimpinan di unit kerjanya harus disertai dengan beberapa kualifikasi yang melekat pada tugas dan fungsinya, yaitu profesiosnalisasi dalam pekerjaannya, sebagaimana dikemukakan Sanusi, “…bahwa usaha peningkatan kemampuan manajerial sekolah harus didukung oleh profesionalisasi pekerjaan administrasi sekolah yang membuat para pejabatnya benar-benar menjadi administrator karir (http://endang965.wordpres.com/thesis/1- iklim-organisasi-kinerja -guru).
Dalam kedudukannya sebagai pemimpin, kepala sekolah bukan sekedar pelaksana atas berbagai kebijakan, melainkan sebagai penanggung jawab penuh secara profesional dalam manajemen sekolah, demi tercapainya prestasi sekolah yang diharapkan, karena sekolah yang efektif, bermutu, dan favorit , tidak lepas




dari peran seorang kepala sekolahnya. Pada umumnya sekolah tersebut dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang efektif (http://endang 965. word press. com/ thesis/1-iklim-organisasi-kinerja-guru). Sehingga kepemimpinan kepala sekolah mengarah kepada kepemimpinan situasional.
Menurut Thoha (1999) perilaku tugas dan hubungan yang merupakan titik pusat konsep kepemimpinan situasional:
1. Perilaku Tugas ialah suatu perilaku seorang pemimpin untuk mengatur dan merumuskan peran-peran dari anggota-anggota kelompok atau para pengikut; menerangkan kegiatan yang harus dikerjakan oleh masing-masing anggota, kapan dilakukan, dimana melaksanakannya, dan bagaimana tugas-tugas itu harus dicapai. Selanjutnya disipati oleh usaha-usaha menciptakan pola organisasi yang mantap, jalur komunikasi yang jelas, dan cara-cara melakukan jenis pekerjaan yang harus dicapai.
2. Perilaku hubungan ialah suatu perilaku seorang pemimpin yang ingin memelihara hubungan-hubungan antar pribadi di antara dirinya dengan anggota-anggota kelompok atau para pengikut dengan cara membuka lebar- lebar jalur-jalur komunikasi, mendelegasikan tanggung jawab, dan memberikan kesempatan pada para bawahan untuk menggunakan potensinya. Hal semacam ini disifati oleh dukungan sosioemosional, kesetiakawanan, dan kepercayaan bersama (http:// endang 965. word press.com/thesis/1-iklim- organisasi-kinerja-guru).



Apabila peran kepala sekolah sebagai pemimpin tersebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan dengan dukungan profesionalitas yang tinggi, serta iklim organisasi sekolah yang kondusif, maka diharapkan terwujudnya peningkatan kinerja guru, sehingga perjalanan organisasi dapat sinergis, yaitu guru menjalankan tugas profesi secara benar, bertanggung jawab dan sadar kualitas, personil lainnya melayani kepentingan stakeholders dengan penuh tanggung jawab dan disiplin serta berorientasi mutu, fasilitas yang dibutuhkan tersedia secara lengkap dan layak pakai, iklim organisasi sekolah kondusif dan mendukung keberhasilan proses belajar mengajar serta siswa dapat
belajar dengan tenang, tekun, penuh kejujuran dan keikhlasan serta tanggung jawab. Apabila gambaran tersebut terjadi, maka pada akhirnya akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa dan peningkatan mutu pendidikan.
Keberhasilan proses belajar mengajar dapat berhasil, dipengaruhi pula oleh hubungan antar manusia di dalam organisasi atau sekolah, seperti halnya hubungan kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru serta para siswa yang harmonis. Sehingga dengan hubungan yang harmonis tersebut dapat mewujudkan iklim organisasi sekolah yang mendukung terhadap keberhasilan proses belajar mengajar dan pencapaian tujuan pendidikan.

Dalam dunia pendidikan, guru mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sangat tinggi, yaitu sebagai komponen terdepan yang berperan langsung dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga perlu memiliki semangat kerja dan kemampuan profesional. Kemampuan guru dapat terlihat dalam cara pengelolaan kelas, penguasaan kurikulu, penggunaan metode dan teknik pembelajaran, pembuatan administrasi dan evaluasi.
Prestasi kerja guru dalam organisasi pendidikan perlu mendapat perhatian dan perlu mendapat dukungan oleh semua komponen, seperti kemampuan organisasi, iklim organisasi, serta perilaku dan gaya kepemimpinan kepala sekolah.
Kinerja mengajar guru yang efektif dipengaruhi oleh beberapa sumber :

1. Sumber individu itu sendiri, diantaranya intelektual, psikologis, fisiologis, demotivasi, faktor-faktor personalitas, keusangan/ketakutan, prefarasi posisi, orientasi nilai.
2. Sumber dari dalam organisasi diantaranya sistem organisasi, peranan organisasi, kelompok dalam organisasi, perilaku yang berhubungan dengan pengawasan , iklim organisasi.
3. Sumber dari lingkungan eksternal organisasi, diantaranya keluarga, kondisi ekonomi, kondisi hukum, nilai-nilai sosial, peranan kerja, perubahan teknologi, dan perkumpulan-perkumpulan (http://endang 965.word press.com/ thesis/1-iklim-organisasi-kinerja-guru).

Efektif atau tidaknya kinerja guru perlu mendapat perhatian semua pihak, terutama kepala sekolah sebagai pengelola pendidikan hendaknya berupaya untuk meningkatkan prestasi kerja guru dan tenaga kependidikan lainnya.

Sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah adalah salah seorang penentu keberhasilan mutu pendidikan. Sebagaimana dikemukakan Kartini Kartono, “Pemimpin selalu menjadi fokus dari semua gerakan aktivitas usaha dan perubahan menuju pada kemajuan organisasi. Pemimpin merupakan agen primer untuk menentukan struktur kelompok/organisasi yang dibinanya. Pemimpin merupakan inisiator, motivator, stimulator, dinamistor dan inovator dalam organisasinya”, (http://endang965.wordpress.com/thesis/1-iklim-organisasi-kiner ja-guru). Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat tergantung kepada ke mampuan manajerial kepada sekolah yang memegang peranan penting dalam berbagai kegiatan di sekolah.

Kemampuan manajerial kepala sekolah akan mewarnai kualitas kinerja guru dan tenaga kependidikan lainnya. Kualitas kepemimpinan kepala sekolah dapat dilihat dari keberhasilan melakukan pengelolaan semua aspek yang berada
di sekolah serta memberdayakan masyarakat untuk mendukung tercapainya tujuan sekolah.
Dalam hubungannya dengan potensi di sekolah yang beragam, kepemimpinan kepala sekolah cenderung bersifat situasional. Kepala sekolah perlu membaca situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kopemimpinannya sehingga berjalan secara efektif. Kepaia sekolah perlu juga memperhatikan faktor kondisi, waktu dan ruang untuk menentukan gaya kepemimpinan yang tepat, karena gaya kepemimpinan di suatu sekolah mungkin berbeda dengan di sekolah karena lain.
Sejalan dengan uraian di atas, maka kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan perlu berupaya mengelola sekolah sebaik mungkin agar terwujud iklim organisasi yang kondusif, sehingga pada akhirnya berdampak positif kepada kinerja mengajar guru.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini adalah : "Bagaimana konstribusi iklim sekolah dan manajerial kepala sekolah dengan kinerja mengajar guru".
Untuk mendapatkan koleksi Judul Tesis Lengkap dan Skripsi Lengkap dalam bentuk file MS-Word, silahkan klik download
Atau klik disini

Judul Tesis Manajemen Pendidikan 2011

Masalah-masalah (Judul Tesis) Manajemen Pendidikan :
  1. Pengaruh Hubungan Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Kinerja Guru terhadap Mutu Sekolah (Kuantitatif)
  2. Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Implementasi Manajemen Mutu Terpadu untuk Meningkatkan Mutu Sekolah (Kuantitatif).
  3. Pengaruh Peranan Partisipasi Masyarakat dan Kinerja Komite Sekolah terhadap Penerapan Manajemen Mutu Terpadu dalam Upaya Meningkatkan Mutu Sekolah. (Kuantitatif)
  4. Pengaruh Budaya Mutu dan Partisipasi Masyarakat dalam Meningkatkan Kualitas Layanan Sekolah. (Kuantitatif)
  5. Penerapan Manajemen Konflik dalam Meningkatkan Kinerja Guru (Kualitatif)
  6. Analisis Hubungan antara Stress Kerja, Kompensasi, dan Kepribadian dengan Kinerja Guru (Kuantitatif)
  7. Hubungan antara Tingkat Pendidikan, Pengalaman Penataran, dan Motivasi Kerja terhadap Performansi Mengajar Guru
  8. Peranan Pondok Pesantren dalam Mempersiapkan Santri supaya Memiliki Daya Saing Globalisasi (Kualitatif)
  9. Rekonstruksi Peranan Pendidik yang Berhubungan dengan Sertifikasi Guru dalam Jabatan (Kualitatif)
  10. Analisis Pengaruh Kebijakan Otonomi Pendidikan terhadap Kualitas Layanan Pendidikan.(Kuantitatif)
  11. Analisis Pengaruh Anggaran BOS dan Tingkat Partisipasi Masyarakat terhadap Kualitas Layanan Sekolah. (Kuantitatif)
  12. Analisis Hubungan antara Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Kinerja Guru dalam Pengembangan Sekolah Efektif (Kuantitatif)
  13. Pengaruh Budaya Sekolah, Sistem Kompensasi, Pengembangan Kompetensi dan Profesionalisme terhadap Kinerja Guru (Kuantitatif)
  14. Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja Guru terhadap Kepuasan Kerja Guru (Kuantitatif)
  15. Analisis Sertifikasi Guru dalam Jabatan dalam Meningkatkan Kinerja Guru (Kualitatif)
  16. Hubungan antara Persepsi Guru terhadap Sertifikasi Guru dalam Jabatan dan Etos Kerja dengan Mutu Layanan Sekolah (Kuantitatif)
  17. Manajemen Pelatihan dalam Meningkatkan Mutu Lulusan di LPK (Kualitatif)
  18. Manajemen Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi dalam Meningkatkan Daya Saing Lulusan di LPK (Kualitatif)
  19. Analisis Perbedaan Produktivitas SD Inti dengan SD Gugus (Kualitatif)
  20. Pengaruh Tingkat Kecerdasan Emosional dan Kemampuan Manajerial terhadap Kinerja Kepala Sekolah (Kuantitatif)
  21. Upaya Penerapan Manajemen Mutu Terpadu dalam Meningkatkan Kepuasan Pelanggan (Kualitatif)
  22. Analisis Produktivitas Guru SD Inti dan SD Gugus dalam Meningkatkan Mutu Sekolah. (Kualitatif)
  23. Hubungan antara Komitmen Organisasi, Kepribadian Dasar dan Kompetensi Guru dengan Kinerja Guru (Kuantitatif)
  24. Manajemen Anggaran yang Berorientasi pada Efisiens, Efektivtas dan Produktivitas Sekolah. (Kualitatif)
  25. Hubungan antara MSDM dan Manajemen Konflik dengan Upaya Meningkatkan Produktivitas Sekolah (Kuantitatif)
  26. Pengaruh Lingkungan Kerja dan Kebijakan Sekolah terhadap Kreativitas Guru dalam Meningkatkan Mutu Sekolah (Kuantitatif)
  27. Kontribusi Manajemen Pembiayaan Pendidikan dalam Meningkatkan Produktivitas Pendidikan (Kualitatif)
  28. Implementasi MSDM Tenaga Pendidik dan Kependidikan dalam Meningkatkan Kualitas Layanan Pendidikan (Kuantitatif)
  29. Hubungan antara Prilaku Komunikasi dan Kompetensi Guru terhadap Mutu Layanan Pendidikan.(Kuantitatif)
  30. Manajemen Strategi Pengembangan Potensi Anak dalam Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Inggris Dasar (Kualitatif di LPK/PAUD)
  31. Pengaruh Kemampuan Adopsi Inovasi dan Aplikasi Teknologi Pembelajaran untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran (Kuantitatif)
  32. Pengaruh Prilaku Komunikasi dan Kepribadian terhadap Adopsi Inovasi Pembelajaran (Kuantitatif)
  33. Pengaruh Pengelolaan Konflik dan Komitmen Organisasi terhadap Kewarasan Organisasi Sekolah (Kuantitatif)
  34. Analisis Pengembangan Profesionalisme melalui Kebijakan Sertifikasi Guru dalam Jabatan (Kualitatif)
  35. Kontribusi Kebijakan Mutu dan Perencanaan Strategis terhadap Mutu Layanan Pendidikan (Kuantitatif)
  36. Pemberdayaan Partisipasi Masyarakat dalam Pembiayaan Pendidikan (Kualitatif)
  37. Pengaruh Hubungan antara Pembiayaan Pendidikan dengan Kompensasi terhadap Kinerja Guru (Kuantitatif)
  38. Pengaruh Inovasi Pembelajaran dan Manajemen Sarana terhadap Mutu Layanan Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional (Kuantitatif)
  39. Efektivitas Penyelenggaraan Sekolah dengan Model Pendidikan Full Day atau Boarding School (Kualitatif)
  40. Implementasi Manajemen Strategik dalam Meningkatkan Kualitas Sekolah (Kualitatif)
  41. Pengaruh Kualifikasi melalui Sertifikasi Guru dalam Jabatan untuk Meningkatkan Mutu Sekolah (Kuantitatif)
  42. Analisis Dampak Akreditasi dalam Meningkatkan Mutu Layanan Sekolah (Kuantitatif)
  43. Pengaruh Pendekatan SERVQUAL dan Pengelolaan Konflik terhadap Kinerja Sekolah (Kuantitatif)
  44. Analisis Strategi Pengambilan Keputusan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kinerja Sekolah (Kuantitatif)
  45. Pemberdayaan Peran Orang Tua Siswa dan Masyarakat dalam Meningkatkan Mutu Program Sekolah (Kualitatif)
  46. Analisis Transformasi Budaya Organisasi dalam Upaya Meningkatkan Mutu Kinerja Madrasah (Kualitatif)
  47. Analisis Manajemen Inovasi dalam Mewujudkan Sekolah Efektif (Kuantitatif)
  48. Pengaruh Strategi Pengambilan Keputusan dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja (Kuantitatif)
  49. Pengaruh Manajemen Sistem Informasi dan Koordinasi Kerja terhadap Kualitas Layanan Pendidikan (Kuantitatif)
  50. Pengaruh Strategi Manajemen Pembiayaan dan Kontribusi Stakeholder terhadap Kualitas Layanan Pendidikan.(Kuantitatif)
  51. Manajemen Pendidikan di PKBM dalam Meningkatkan Produktivitas Usaha Mandiri (Kualitatif)
  52. Pengaruh Karakteristik Individu dan Iklim Organisasi terhadap Kemampuan Adopsi Inovasi Pembelajaran (Kuantitatif)
  53. Analisis Proses Pengambilan Keputusan Kepala Sekolah terhadap Kepuasan Kerja Guru (Kuantitatif)
  54. Pengaruh Pemberian Wewenang dan Koordinasi Kerja terhadap Kualitas Kinerja Guru (Kuantitatif)
  55. Pengaruh Stress Kerja dan Motivasi terhadap Penyelesaian Program Studi Mahasiswa S-2 (Kuantitatif)
  56. Analisis Hubungan Motivasi dan Disiplin Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai
  57. Pengaruh Pengawasan dan Disiplin Pegawai Terhadap Efektivitas Kerja
  58. Analisis Hubungan Linkungan Kerja Dan Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja Guru
  59. Analisis Hubungan Kepemimpinan Dan Budaya Kerja Dengan Kinerja Pelayanan
  60. Pengaruh Iklim Organisasi dan Budaya Kerja terhadap Kepuasan Kerja Pegawai
  61. Pelaksanaan belajar jarak jauh di Sekolah Terbuka : studi kasus implementasi kurikulum Sekolah Terbuka di ……………..
  62. Implementasi kurikulum bahasa Indonesia pada sekolah luar biasa melalui pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia : penelitian tindakan kelas pada anak tunalaras di Sekolah Luar Biasa Bagian E
  63. Implementasi model pembelajaran pemecahan masalah dalam pendidikan teknologi dasar untuk meningkatkan kreativitas siswa : penelitian tindakan pada siswa SLTP Taruna Bakti Bandung
  64. Kesesuaian desain kurikulum dengan implementasinya serta dampaknya terhadap kemampuan mahasiswa di akhir pendidikan : suatu studi evaluatif tentang kurikulum program studi ……………….
  65. KONTRIBUSI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN AKADEMIK DALAM SISTEM PEMBELAJARAN PADA ……………….. (Studi Kasus)
  66. STRATEGI PEMBERDAYAAN PERAN SERTA ORANG TUA DAN MASYARAKAT DALAM PROGRAM SEKOLAH (Kajian Tentang Pengelolaan Sekolah Sehari Penuh (FulldaySchool) di Madrasah Ibtidaiyah ………………..
  67. PENGARUH KEGIATAN KELOMPOK KERJA GURU DAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN TERHADAP KINERJA GURU
  68. PENGELOLAAN GURU PADA ERA OTONOMI DAERAH ( Studi Deskriptif Analitik Tentang Efektifitas Pengelolaan Guru pada Era Otonomi Daerah di …………………)
  69. Kualitas proses belajar mengajar di Sekolah Dasar di………………………. : studi korelasional antara kemampuan Kepala Sekolah dan partisipasi guru dalam pengembangan kurikulum dengan kualitas proses belajar mengajar di SD
  70. MODEL SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) SEBAGAI LEMBAGA PENYELENGGARA SATUAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH ( Studi Kasus Pada Program Pembelajaran Keterampilan Usaha Pembuatan Suku Cadang Speda Motor pada PKMB ………………)
  71. Kontribusi faktor-faktor internal terhadap keberhasilan belajar dalam mata kuliah materi pendidikan agama Islam : studi deskriptif-analitik pada …………………
  72. KETERAMPILAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus Pada ……………………….)
  73. KONTRIBUSI KUALITAS KINERJA PEGAWAI BAGIAN TATA USAHA DALAM MENUNJANG KEBERHASILAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT PERTAMA (Studi Deskriptif Analitik terhadap Kinerja Pegawai Bagian Tata Usaha pada …………………)
  74. STRATEGI PENGEMBANGAN UNIT USAHA DALAM MENUNJANG PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) (Studi Kasus pada ………………..)
  75. PENINGKATAN KETERAMPILAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH (Studi Tentang Pengembangan Keterampilan Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar Pada Gugus Bina Basic Education Project di Lingkungan Dinas Pendidikan Kecamatan ………………)
  76. PERANAN UNIT PRODUKSI TERHADAP PEMBIAYAAN PENDIDIKAN PADA ……………… DALAM KONTEKS OTONOMI SEKOLAH
  77. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KEPALA Sekolah ………….. (Studi Deskriptif Analitik pada SLTP Negeri di ……………..)
  78. MENUJU PEMBERDAYAAN DEWAN SEKOLAH DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN (Studi Desktiptif Analitik Tentang Partisipasi Masyarakat Melalui Dewan Sekolah Dalam Peningkatan Kualitas Manajemen Penyelenggaraan Pendidikan Di ………)
  79. KONTRIBUSI KETERAMPILAN DAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA KEPALA SEKOLAH DASAR DI ………………………..
  80. STRATEGI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME TENAGA KEPENDIDIKAN DI SEKOLAH (Studi Kasus di …………………………)
  81. PENGARUH PENEMPATAN DAN KEPUASAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA GURU (Studi Kasus pada Guru PNS SLTPN di ………………………..)