Thursday, June 13, 2013

MEMBACA KREATIF


1.                        Dramatisasi
            Pada tahap pertama para siswa dilatih memberikan ekspresi dramatik terhadap para tokoh serta ide - ide yang telah mereka temui dalam bacaan mereka. Tahap kedua para siswa mendramatisasikan tema - tema dari sastra dalam kaitannya dengan pengalaman - pengalaman mereka sendiri atau situasi - situasi kontemporer. Tahap berikutnya, memberi kesempatan kepada para siswa untuk mempersonalisasikan serta memberikan ekspresi dramatik bertahap apa yang telah mereka baca. Agar kita mendapat pandangan yang lebih luas serta dapat membimbing para siswa dalam hal dramatisasi, maka ada tiga hal yang harus kita perhatikan :
a)      Prinsip - prinsip kritik drama
b)      Unsur - unsur drama
c)      Ienis - jenis drama

1.1  Prinsip - prinsip kritik drama
Pada abad ke-18 seorang dramawan Jerman yang bernama Goethe, memproklamasikan tiga prinsip kritik drama,yang biasa disebut Prinsip Goethe  adalah sebagai berikut :
a)      Apakah yang hendak dilakukan oleh sang seniman ?
b)      Betapabaiknya dia melakukan hal itu ?
c)      Bermanfaatkah hal itu dilakukan ?
Apabila kita menjawab pertanyaan pertama, maka kita terutama sekali menghadapi fakta-fakta. Kita akan sampai pada jawaban – jawaban faktual.
Kalau kita menjawab pertanyaan yang kedua, maka kita akan mempertimbangkan betapa baikah sang seniman telah memanfaatkan unsur – unsur drama serta memadunya menjadi satu keseluruhan yang artistik yang efektif.
            Dan apabila kita menjawab pertanyaan yang ketiga, maka kita akan mengemukakan pendapat kita. Kalau kita telah menjawab pertanyaan pertama dan kedua dengan baik, maka jawaban atas pertanyaan ketiga dapat diberikan dengan mudah.
1.2   Unsur – unsur  drama
Ada beberapa unsur dalam drama diantaranya :
a)      Alur atau plot
b)      Karakteristik atau penokohan
c)      Dialog atau percakapan
d)     Aneka sarana kesastraan dan kedramaan

       I.            Alur atau plot.
            Eksposisi suatu lakon menentukan aksi dalam waktu dan tempat; memperkenalkan kita dengan para tokoh; menyatakan suatu sesuatu lakon, mengajukan konflik yang akan dikembangkan dalam bagian utama lakon tersebut.
            Komplikasi atau bagian tengah lakon, mengembangkan konflik. Sang pahlawan atau tokoh utama menemui aneka rintangan antara dia dan tujuannya. Pada bagian inilah kita dapat mengetahui jenis manusia yang bagaimanakah sang pahlawan itu. Pengarang dapat mempergunakan teknik sorot - balik atau flash - back untuk memperkenalkan kita dengan masa lalu sang pahlawan menjelaskan sesuatu situasi, atau untuk memberikan motivasi bagi aksi – aksinya.
            Resolusi atau denonement hendaklah muncul secara logis dari segala sesuatu yang telah mendahuluinya di dalam komplikasi. Titik balik yang memisahkan komplikasi dengan resolusi disebut juga klimaks.
            Pada klimaks itulah terjadi perubahan penting mengenai nasib sang tokoh dan akan menjadi jelas arah mana yang akan dituju oleh alur lakon tersebut. Dalam beberapa hal, akhir sesuatu lakon akan berupa yang menyenangkan atau tidak menyenagkan,happy or unhappy.

    II.            Karakterisasi atau penokohan.
Beberap tokoh beserta fungsinya dalam suatu lakon adalah sebagai berikut :
a)      Tokoh gagal, tokoh badut, atau the foil.
Tokoh ini mempunyai pendirian yang bertentangan dengan tokoh lain; bertindak menegaskan tokoh lain; dia mungkin merupakan tokoh minor yang hanya berfungsi sebagai tukan badut; atau dia mungkin pula menerangkan suatu bagian mayor dalam lakon, yang secara insidental bertindak selaku badut atau foil.
b)      Tokoh idaman atau the type character.
Tokoh ini dipakai terutama sekali karena dia dapat diberi ciri dengan cepat dapat dikenal segera. Dia mungkin merupakan wakil suatu daerah atau jabatan.kehadiran para tokoh idaman membuat tokoh individual yang sebenarnya semakin lebih hebat , semakin luar biasa.
c)      Tokoh statis atau the static character.
Tokoh ini pada hakekatnya tetap sama, tanpa perubahan; pada akhir lakon sama saja dengan pada awal lakon. Tokoh ini adalah tokoh statis.
d)     Tokoh yang berkembang.
Tokoh ini mengalami perkembangan selama atau di dalam lakon.

 III.            Dialog atau percakapan.
Dalam setiap lakon, dialog haruslah dapat memenuhi dua tuntutan yaitu :
a)      Dialog haruslah turut menunjang aksi.
b)      Dialog yang ditampilkan di atas pentas haruslah ditambah – tambahi serta di lebih – lebihkan. Maksudnya, haruslah jauh lebih tajam dari terbit dari dari pada ujaran sehari – hari.

 IV.            Aneka sarana kesastraan dan kedramaan.
a)      Gaya bahasa repetisi, baik yang berupa kontras (pertentangan) maupun yang berupa parallel (kesejajaran).
b)      Gaya bahasa dan suasana yang serasi yang turut menusuk seakan sesuatu drama haruslah diciptakan sebaik – baiknya.
c)      Perlambang atau simbolisme. Dengan mempergunakan benda – benda atau hal – hal yang nyata. Seorang penulis kadang – kadang menyampaikan serta mengemukakan ide – ide yang abstrak.
d)     Empati serta jarak estetik (empathy aesthetic distance). Suatu hal yang harus diperhatikan dalam sastra adalah yang terdapat antara dua kualitas yang dikenal sebagai empati atau pemahaman apresiasif terhadap sesuatu lakon apabila dia mengalami secara emosional apa yang diamatinya. Dia menjaga serta memperhatikan jarak estetik apabila emosi – emosinya muncul sedemikian rupa yang membuatnya sadar setiap saat bahwa dia hanyalah seorang pemirsah atau pembaca.

1.3  Jenis – jenis drama
                               I.            Tragedi
Tragedi adalah sejenis drama yang mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :
a)      Sebuah lakon sedih, tragis, harus mengenai suatu subyek yang serius.
b)      Sang pahlawan, tokoh utama harus merupakan persoalan yang memiliki sifat – sifat kepahlawanan, gagah berani, herois.
c)      Tiada kepercayaan besar yang harus di letakan pada kesempatan atau kejadian yang kebetulan saja.
d)     Rasa kasihan dan rasa takut merupakan emosi – emosi dasar pada lakon itu :kasihan pada tokoh utama dalam penderitaannya, dan takut kalau – kalau pencobaan yang sama datang pula kepada kita. Dari kekalahan serta kegagalan itu timbullah katarsis atau perasaan terharu.
                            II.            Komedi
Komedi mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :
a)      Lakon ini mungkin mengenai suatu subjek yang serius ataupun yang ringan, tetapi senantiasa memperlakukan subyeknya pada taraf dan nada yang ringan.
b)      Lakon ini mengenai peristiwa – peristiwa yang bertaraf mungkin atau besar kemungkinan terjadi.
c)      Apa – apa yang terjadi muncul dari tokoh, dan bukan dari situasi.
d)     Gelak tawa yang ditimbulkan oleh lakon ini adalah sejenis gelak tawa atau kelucuan yang bijaksana.
                         III.            Melodrama
Melodrama mempunyai cirri – cirri sebagai berikut :
a)      Mengetengahkan serta menampilkan suatu subyek yang serius, tetapi para tokohnya tidaklah seotentik para tokoh yang terdapat pada tragedi.
b)      Unsur kesempatan atau kejadian yang kebetulan, ada masuk kedalamnya.
c)      Emosi atau rasa kasihan memang ditimbulkan, tetapi cenderung kearah sentimentalitas.
d)     Sang pahlawan senantiasa memenangkan perjuangan.
Hal – hal yang harus di perhatikan ialah bahwa sebagai seorang penilai lakon kita mengetahui perbedaan antara emosi sejati dengan sentimentalitas.
                         IV.            Frace
Frace erat hubungannya dengan komedi. Tokoh – tokoh dan insiden – insiden dalam suatu frace memang dibesar – besarkan, dilebih – lebihkan, dan penekanan lebih dititikberatkan pada alur ketimbang tokoh.suatu frace mempunyai cirri – cirri sebagai berikut :
a)      Peristiwa – peristiwa dan tokoh – tokoh yang terdapat pada lakon ini memang mungkin ada, tetapi tidak begitu besar kemungkinannya.
b)      Bersifat episodik, memerlukan kepercayaan hanya pada saat itu saja.
c)      Segala yang terjadi timbul dari situasi, bukan dari tokoh.

2.                  Interpretasi lisan atau musik
            Agar para siswa dapat dilatih menginterpretasi sepenggal bacaan sastra dengan tepat secara lisan dan musik, maka para guru terlebih dahulu harus menguasai teori musik alakadarnya, terutama sekali nada dan tempo.
            Agar pelisanan atau praktek vocal berhasil baik dengan dalam menyajikan sebuah lagu atau membaca indah sepenggal karya sastra, ada bebrapa hal yang harus diperhatikan dan dilatih dengan baik, yaitu :
a)                  Mambaca notasi
b)                  Pernafasan dan sikap
c)                  Pemenggalan kalimat atas frase (phrasering)
d)                 Pengucapan.
Keterampilan di atas tidak datang dengan sendirinya tetapi harus disertai dengan latihan yang intensif yang harus dilakukan dengan sabar, tekun, pantang menyerah.

3.                  Narasi pribadi
Kegiatan ini terutama sekali berhubungan dengan pengisahan cerita atau storytelling.dengan kegiatan ini para siswa dituntut banyak membaca cerita serta dapat menceritakannya kembali dengan kata – kata sendiri, dengan gaya bahasa sendiri. Kian banyak cerita yang dibaca oleh para siswa maka kian mentap pulalah pengertian serta pemahaman mereka mengenai bentuk dan isi fiksi. Berdasarkan bentuknya fiksi itu di bagi menjadi lima golongan yaitu :
a)                  Novel (istilah kita roman, dari bahasa Belanda)
b)                  Novelette (istilah kita novel, dari bahasa Belanda novella, dari bahasa perancis nouvele yang berarti hal yang baru).
c)                  Short story (cerita pendek)
d)                 Short short story (dapat kita namakan cerita singkat)
e)                  Vignette (dinamakan begitu karena sangat singkat dan hanya memekan tempat sedikit, vignette (bahasa Prancis)
Berdasarkan isinya maka dapatlah kita membagi fiksi itu atas :
1.      Impresionisme
2.      Romantik
3.      Realisme
4.      Realism sebenarnya
5.      Naturalisme
6.      Ekspresionisme
7.      Simbolisme

4.                  Ekspresi tulis
Kegiatan ini terutama sekali direncanakan untuk memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengekspresikan diri mereka dalam karya tulis.pada tahap pertama, para siswa berlatih mempraktekkan ekpresi kreatif dengan cara menulis kembali cerita – cerita yang telah mereka baca.
Pada tahap kedua, para siswa menulis cerita – cerita dan lakon – lakon asli yang menghubungkan bebrapa aspek sastra dengan pengalaman – pengalaman pribadi atau situasi – situasi kontemporer. Pada tahap ketiga,keterampilan tersebut ditingkatkan serta diperhalus dengan upaya menyuruh serta mendorong para siswa menulis kembali penggalan –penggalan sastra dan merubah aspek – aspek yang ada kaitannya dengan suasana hati, nada, gaya, mode, atau dampak cerita.
Dari uraian tadi dapat kita pahami betapa eratnya hubungan membaca dan menulis. Kian banyak mambaca maka kian banyak pula informasi yang diperoleh,dan banyak pula hal- hal yang dapat kita sampaikan,kita ekspresikan kepada orang lain baik secara lisan maupun secara tulisan.

5.                  Ekspresi visual
Kegiatan in bermula pada tahap pertama dengan cara menampakan kegiatan – kegiatan yang mamberi kesempatan kapada para siswa untuk menciptakan suatu karya visual,seperti gambar, yang manggambarkan suatu adegan, objek, tokoh, ataupun gagasan yang berasal dari bacaan mereka.
Tahap kedua, para siswa menciptakan gambaran – gambaran visual yang menghubungkan beberapa aspek bacaan mereka dengan pengalaman pribadi. Tahap berikutnya parasa siswa merubah aspek bacaan mereka melalui gambaran – gambaran visual.

6.                  Aneka tujuan
Dengan kegiatan – kegiatan membaca kreatif ini ada beberapa tujuan yang hendak kita capai diantaranya :
Tujuan Tingkat A – C (kelas 1 – 2 SD)
·         Mendramatisasikan tokoh, perasaan, gagasan.
·         Memberikan interpretasi – interpretasi lisan dan music.
·         Mengisahkan atau menuturkan cerita berdasarkan tokoh atau tema.
·         Menulis cerita berdasarkan tokoh atau tema.
·         Menciptakan gambaran visual dari suatu adegan, obyek, tokoh,atau gagasan.

Tujuan Tinggkat D – E (kelas 3 – 4 SD)
·         Mendramatisasikan tema dari karya sastra dalam hubungannya dengan pengalaman pribadi.
·         Menyajikan interpretasi – interpretasi lisan dan musik.
·         Menciptakan cerita asli mengenai pengalaman pribadi berdasarkan karya sastra.
·         Menulis cerita atau lakon yang menghubungkan beberapa aspek sastra dengan pengalaman pribadi.
·         Menciptakan gambaran visual yang menerapkantema tertentu dari karya sastra kepada pengalaman – pengalaman pribadi.

Tujuan Tingkat F – G (kelas 5 – 6 SD)
·         Memenfaatkan drama untuk merubah isi sastra menjadi mode, suasana hati, atau sudut pandang yang berbeda.
·         Merubah mode, suasana hati, atau sudut pandang melalui interpretasi – interpretasi lisan dan musik.
·         Menciptakan cerita dengan cara mengubah mode, suasana hati, atau sudut pandang.
·         Menulis kembali sepenggal karya sastra dengan merubah mode, suasana hati, atau sudut pandang seperkunya.
·         Menciptakan gambaran visual bebrapa aspek sastra yang mengubahnya menjadi mode, suasana hati, atau sudut pandang yang berbeda dari semula.

No comments: