Sekolah merupakan salah satu institusi sosial yang memiliki peran strategis dalam pembinaan kepribadian anak. Di dalam sekolah terjadi proses transformasi kebudayaan kepada anak. Tentu saja, transformasi kebudayaan tersebut berlangsung melalui pembelajaran sesuai kurikulum yang berisikan berbagai bidang ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
Scotter (1989) menjelaskan fungsi pendidikan adalah sebagai institusi sosial yang menjamin kelangsungan hidup generasi muda suatu bangsa. Baik pendidikan di sekolah (formal), keluarga (informal) maupun di masyarakat (non-formal) pada intinya untuk mengalihkan, dan mengembangkan kebudayaan agar kehidupan masyarakat survive sesuai dengan cita-cita bangsanya.
Untuk menjamin kelangsungan transformasi kebudayaan bangsa Indonesia maka dilakukan pengaturan sistem pendidikan nasional sebagaimana undang-undang nomor 20/2003 tentang SISDIKNAS. Keberadaan madrasah sebagai sekolah umum berciri khas agama Islam, dituntut untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia.
Kelancaran pelaksanaan pendidikan di madrasah sangat tergantung pada berfungsi tidaknya manajemen madrasah. Kegiatan manajemen menjadi tanggung jawab utama kepala madrasah, di samping kepemimpinan kepala untuk mencapai sekolah yang berkualitas.
Tampaknya dewasa ini, banyak pimpinan sekolah yang kurang mampu mengarahkan perubahan di sekolahnya sesuai tuntutan masyarakat. Padahal berbagai perubahan perlu direspon setiap sekolah dengan berdasarkan pada perubahan kebijakan bidang pendidikan, baik kurikulum, pembinaan keprofesionalan guru, personil pegawai, sarana dan prasarana, pembinaan siswa. Bagaimanapun, kebutuhan masyarakat sebagai pelanggan, serta faktor luar perkembangan ekonomi, ilmu dan teknologi harus benar-benar direspon madrasah.
Kepala sekolah sebagai manajer dituntut menunjukkan keterampilan mengelola sekolah agar semua programnya dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Kepala sekolah yang visioner dan kredibel sangat diperlukan agar tujuan organisasi dapat dicapai secara memuaskan para pihak terkait (Stakeholders).
Ansyar berpendapat bahwa dalam bidang pendidikan agar tercapai kebutuhan pelanggan hari ini dan mendatang maka diperlukan pengembangan kurikulum secara terus menerus berdasarkan suara hati dari pasar yang telah diteliti. Tentu di dalamnya rencana pemasaran lulusan, kejelasan spesifikasi lulusan harus dibangun dari rencana sumber daya yang ada. Hal ini terkait dengan apa sebenarnya pelanggan dan apa produk dalam manajemen mutu terpadu.
Kebanyakan sekolah telah mengembangkan berbagai program unggulan dalam menyahuti tuntutan kualitas yang diharapkan para orang tua dan masyarakat dari setiap sekolah. Karena para kepala sekolah sebagai manajer harus memahami strategi perubahan sekolah dalam memperjuangkan pencapaian keunggulan mutu sebagai tujuan sekolah. Adanya program peningkatan mutu, melibatkan semua pihak terkait, membagi tugas dan tanggung jawab dan standar mutu yang akan dicapai merupakan ciri utama manajemen yang dijalankan oleh kepala sekolah untuk mencapai keungulan mutu lulusan. Dengan manajemen peningkatan mutu yang efektif, maka kualitas unggul lulusan madrasah akan tercapai. Dalam konteks ini, diperlukan strategi manajemen yang .memungkinkan program pengajaran berjalan dengan baik, sehingga berbasis pada kompetensi dari bermuara kepada kualitas pelayanan dan kualitas lulusan madrasah.
Ada beberapa persoalan yang selama ini dihadapi guru dalam pendidikan dan pembelajaran di sekolah di antaranya: (1) Kurikulum yang ada di sekolah hanya dianggap sebagai rambu-rambu mengajar; (2) Guru menggunakan kurikulum “taken for granted” (langsung jadi), sehingga kurikulum bukan kreativitas guru untuk memberikan proses pembelajaran yang terbaik kepada siswa, tetapi sebagai tetib administrasi semata; (3) Kepala sekolah tidak memahami kurikulum, sehingga saat ada perubahan dari kurikulum KBK menuju KTSP tidak perubahan yang signifikan. Yang disebabkan tidak adanya kemandirian sekolah dan diperparah oleh lemahnya sumberdaya manusia.
Padahal tujuan dari KTSP adalah adanya kemandirian guru. (Mulyasa, 2007: 224) guru merupakan pengembang kurikulum bagi kelasnya, yang akan menterjemahkan, menjabarkan, dan mentransformasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum kepada peserta didik. Dalam hal ini, tugas guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) akan tetapi lebih dari itu, yaitu membelajarkan anak supaya dapat berfikir integral dan komprehensif, untuk membentuk kompetensi dan mencapai makna tertinggi. Kegiatan tersebut bukan hanya berwujud pembelajaran di kelas tetapi dapat berwujud kepada kegiatan lain, seperti bimbingan belajar kepada peserta didik. Pengembangan rencana pembelajaran dan pelaksanaan bimbingan, karena isi kurikulum bukan yang hanya dalam matapelajaran saja, tetapi menjadi tanggung jawab sekolah untuk diberikan kepada peserta didik, seperti kerja keras, disiplin, kebiasaan belajar yang baik, dan jujur dalam belajar.
Bagaimanapun, persoalan pengembangan pengajaran merupakan Inti dari fungsi madrasah, sehingga fungsi manajemen peningkatan mutu merupakan hal krusial dalam meningkatkan kualitas pengajaran yang bermuara pada kualitas lulusan.
Pengajaran sangat berhubungan dengan kemampuan seorang guru, peran guru di sekolah lebih khusus lagi di kelas tidak dapat digantikan dengan media apapun. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh KH. Abdullah Syukri (2005: 133) bahwa:
“اَلطَّرِيْقَةُ أَهَمُّ مِنَ الْمَدَّةِ, وَلَكِنَّ الْمُدَرِّسَ اَهّمُّ مِنَ الطَّرِيْقَةِ, وَرُوْحُ الْمُدَرِّسُ اَهَمُّ مِنَ المُدَرِّسُ. (metode itu lebih penting daripada materi, tetapi guru lebih penting dari metode, dan jiwa guru lebih penting dari guru itu sendiri). Dari pendapat tersebut di atas, dapat kita simpulkan bahwa peran guru sebagai pengajar harus disertai dengan perannya sebagai pendidik pula di sekolah. Oleh karena itu, berkaitan dengan manajemen peningkatan mutu pengajaran maka peran guru sangat penting untuk dikaji secara lebih mendalam.
Scotter (1989) menjelaskan fungsi pendidikan adalah sebagai institusi sosial yang menjamin kelangsungan hidup generasi muda suatu bangsa. Baik pendidikan di sekolah (formal), keluarga (informal) maupun di masyarakat (non-formal) pada intinya untuk mengalihkan, dan mengembangkan kebudayaan agar kehidupan masyarakat survive sesuai dengan cita-cita bangsanya.
Untuk menjamin kelangsungan transformasi kebudayaan bangsa Indonesia maka dilakukan pengaturan sistem pendidikan nasional sebagaimana undang-undang nomor 20/2003 tentang SISDIKNAS. Keberadaan madrasah sebagai sekolah umum berciri khas agama Islam, dituntut untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia.
Kelancaran pelaksanaan pendidikan di madrasah sangat tergantung pada berfungsi tidaknya manajemen madrasah. Kegiatan manajemen menjadi tanggung jawab utama kepala madrasah, di samping kepemimpinan kepala untuk mencapai sekolah yang berkualitas.
Tampaknya dewasa ini, banyak pimpinan sekolah yang kurang mampu mengarahkan perubahan di sekolahnya sesuai tuntutan masyarakat. Padahal berbagai perubahan perlu direspon setiap sekolah dengan berdasarkan pada perubahan kebijakan bidang pendidikan, baik kurikulum, pembinaan keprofesionalan guru, personil pegawai, sarana dan prasarana, pembinaan siswa. Bagaimanapun, kebutuhan masyarakat sebagai pelanggan, serta faktor luar perkembangan ekonomi, ilmu dan teknologi harus benar-benar direspon madrasah.
Kepala sekolah sebagai manajer dituntut menunjukkan keterampilan mengelola sekolah agar semua programnya dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Kepala sekolah yang visioner dan kredibel sangat diperlukan agar tujuan organisasi dapat dicapai secara memuaskan para pihak terkait (Stakeholders).
Ansyar berpendapat bahwa dalam bidang pendidikan agar tercapai kebutuhan pelanggan hari ini dan mendatang maka diperlukan pengembangan kurikulum secara terus menerus berdasarkan suara hati dari pasar yang telah diteliti. Tentu di dalamnya rencana pemasaran lulusan, kejelasan spesifikasi lulusan harus dibangun dari rencana sumber daya yang ada. Hal ini terkait dengan apa sebenarnya pelanggan dan apa produk dalam manajemen mutu terpadu.
Kebanyakan sekolah telah mengembangkan berbagai program unggulan dalam menyahuti tuntutan kualitas yang diharapkan para orang tua dan masyarakat dari setiap sekolah. Karena para kepala sekolah sebagai manajer harus memahami strategi perubahan sekolah dalam memperjuangkan pencapaian keunggulan mutu sebagai tujuan sekolah. Adanya program peningkatan mutu, melibatkan semua pihak terkait, membagi tugas dan tanggung jawab dan standar mutu yang akan dicapai merupakan ciri utama manajemen yang dijalankan oleh kepala sekolah untuk mencapai keungulan mutu lulusan. Dengan manajemen peningkatan mutu yang efektif, maka kualitas unggul lulusan madrasah akan tercapai. Dalam konteks ini, diperlukan strategi manajemen yang .memungkinkan program pengajaran berjalan dengan baik, sehingga berbasis pada kompetensi dari bermuara kepada kualitas pelayanan dan kualitas lulusan madrasah.
Ada beberapa persoalan yang selama ini dihadapi guru dalam pendidikan dan pembelajaran di sekolah di antaranya: (1) Kurikulum yang ada di sekolah hanya dianggap sebagai rambu-rambu mengajar; (2) Guru menggunakan kurikulum “taken for granted” (langsung jadi), sehingga kurikulum bukan kreativitas guru untuk memberikan proses pembelajaran yang terbaik kepada siswa, tetapi sebagai tetib administrasi semata; (3) Kepala sekolah tidak memahami kurikulum, sehingga saat ada perubahan dari kurikulum KBK menuju KTSP tidak perubahan yang signifikan. Yang disebabkan tidak adanya kemandirian sekolah dan diperparah oleh lemahnya sumberdaya manusia.
Padahal tujuan dari KTSP adalah adanya kemandirian guru. (Mulyasa, 2007: 224) guru merupakan pengembang kurikulum bagi kelasnya, yang akan menterjemahkan, menjabarkan, dan mentransformasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum kepada peserta didik. Dalam hal ini, tugas guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) akan tetapi lebih dari itu, yaitu membelajarkan anak supaya dapat berfikir integral dan komprehensif, untuk membentuk kompetensi dan mencapai makna tertinggi. Kegiatan tersebut bukan hanya berwujud pembelajaran di kelas tetapi dapat berwujud kepada kegiatan lain, seperti bimbingan belajar kepada peserta didik. Pengembangan rencana pembelajaran dan pelaksanaan bimbingan, karena isi kurikulum bukan yang hanya dalam matapelajaran saja, tetapi menjadi tanggung jawab sekolah untuk diberikan kepada peserta didik, seperti kerja keras, disiplin, kebiasaan belajar yang baik, dan jujur dalam belajar.
Bagaimanapun, persoalan pengembangan pengajaran merupakan Inti dari fungsi madrasah, sehingga fungsi manajemen peningkatan mutu merupakan hal krusial dalam meningkatkan kualitas pengajaran yang bermuara pada kualitas lulusan.
Pengajaran sangat berhubungan dengan kemampuan seorang guru, peran guru di sekolah lebih khusus lagi di kelas tidak dapat digantikan dengan media apapun. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh KH. Abdullah Syukri (2005: 133) bahwa:
“اَلطَّرِيْقَةُ أَهَمُّ مِنَ الْمَدَّةِ, وَلَكِنَّ الْمُدَرِّسَ اَهّمُّ مِنَ الطَّرِيْقَةِ, وَرُوْحُ الْمُدَرِّسُ اَهَمُّ مِنَ المُدَرِّسُ. (metode itu lebih penting daripada materi, tetapi guru lebih penting dari metode, dan jiwa guru lebih penting dari guru itu sendiri). Dari pendapat tersebut di atas, dapat kita simpulkan bahwa peran guru sebagai pengajar harus disertai dengan perannya sebagai pendidik pula di sekolah. Oleh karena itu, berkaitan dengan manajemen peningkatan mutu pengajaran maka peran guru sangat penting untuk dikaji secara lebih mendalam.