Thursday, August 22, 2013

Macam – macam Tipe Kepemimpinan


1. Tipe Kepemimpinan Kharismatis
Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan kharismatik dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepemimpinan kharismatik memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.
2. Tipe Kepemimpinan Paternalistis/Maternalistik
Kepemimpinan paternalistik lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan dengan sifat-sifat sebagai berikut: (1) mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan, (2) mereka bersikap terlalu melindungi, (3) mereka jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri, (4) mereka hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif, (5) mereka memberikan atau hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri, (6) selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
Sedangkan tipe kepemimpinan maternalistik tidak jauh beda dengan tipe kepemimpinan paternalistik, yang membedakan adalah dalam kepemimpinan maternalistik terdapat sikap over-protective atau terlalu melindungi yang sangat menonjol disertai kasih sayang yang berlebih lebihan.
3. Tipe Kepemimpinan Militeristik
Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah: (1) lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana, (2) menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan, (3) sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan, (4) menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya, (5) tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya, (6) komunikasi hanya berlangsung searah.
4. Tipe Kepemimpinan Otokratis (Outhoritative, Dominator)
Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain: (1) mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi, (2) pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal, (3) berambisi untuk merajai situasi, (4) setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri, (5) bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan tindakan yang akan dilakukan, (6) semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi, (7) adanya sikap eksklusivisme, (8) selalu ingin berkuasa secara absolut, (9) sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku, (10) pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan apabila mereka patuh.
5. Tipe Kepemimpinan Laissez Faire
Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem nepotisme. Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan kacau balau.
6. Tipe Kepemimpinan Populistis
Kepemimpinan populis berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisonal, tidak mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan kembali sikap nasionalisme.
7. Tipe Kepemimpinan Administratif/Eksekutif
Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat dan administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Oleh karena itu dapat tercipta sistem administrasi dan birokrasi yang efisien dalam pemerintahan. Pada tipe kepemimpinan ini diharapkan adanya perkembangan teknis yaitu teknologi, indutri, manajemen modern dan perkembangan sosial ditengah masyarakat.
8. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.

Tuesday, August 20, 2013

Jenis-Jenis Strategi Pembelajaran

1) Strategi Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
Pembelajaran langsung adalah istilah yang sering digunakan untuk teknik pembelajaran Ekspositoris , atau teknik penyampaian semacam kuliah (sering juga digunakan istilah “chalk and talk ”).  Strategi pembelajaran langsung merupakan bentuk dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam staretgi ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur. Diharapkan apa yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama strategi ini adalah kemampuan akademik (academic achievement) siswa. Metode pembelajaran dengan kuliah dan demonstrasi merupakan bentuk-bentuk strategi pembelajaran langsung.
2) Strategi Pembelajaran Cooperative Learning
Cooperative Learning adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses kerja sama dalam suatu kelompok yang biasa terdiri atas 3 sampai 5 orang siswa untuk mempelajari suatu materi akademik yang spesifik sampai tuntas. Strategi pembelajaran  Cooperative Learning  mulai populer akhir-akhir ini. Melalui Cooperative Learning   siswa didorong untuk bekerja sama secara maksimal sesuai dengan keadaan kelompoknya. Kerja sama di sini dimaksudkan setiap anggota kelompok harus saling bantu. Yang cepat harus membantu yang lambat karena penilaian akhir ditentukan oleh keberhasilan  kelompok. Kegagalan individu adalah kegagalan kelompok, dan sebaliknya keberhasilan individu adalah keberhasilan kelompok. Oleh karena itu, setiap anggota harus memiliki tanggung jawab penuh terhadap kelompoknya. Beberapa penulis seperti Slavin, Johnson, & Johnson, mengatakan ada komponen yang sangat penting dalam strategi pembelajaran cooperative  yaitu kooperatif dalam mengerjakan tugas-tugas dan kooperatif dalam memberikan dorongan atau motivasi.  Slavin, Abrani, dan Chambers (1996) berpendapat bahwa belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu perspektif sosial, perspektif perkembangan kognitif dan perspektif elaborasi kognitif. Perspektif motivasi, artinya bahwa penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian keberhasilan setiap indivindu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.  Perspektif sosial artinya bahwa melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan. Bekerja secara tim dengan mengevaluasi keberhasilan sendiri oleh kelompok, merupakan iklim yang bagus, di mana setiap anggota kelompok menginginkan semuanya memperoleh keberhasilan
Perspektif perkembangan kognitif artinya bahwa dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi. Elaborasi kognitif, artinya bahwa setiap siswa akan berusaha untuk memahami dan menimba informasi untuk menambah pengetahuan kognitifnya.
3) Strategi Pembelajaran Problem Solving
Mengajar memecahkan masalah berbeda dengan penggunaan pemecahan masalah sebagai suatu strategi pembelajaran. Mengajar memecahkan masalah adalah mengajar bagaimana siswa memecahkan suatu persoalan, misalkan memecahkan soal-soal matematika. Sedangkan strategi pembelajaran pemecahan masalah adalah teknik untuk membantu siswa agar memahami dan menguasai materi pembelajaran dengan menggunakan strategi pemecahan masalah. Dengan demikian perbedaan keduanya terletak pada kedudukan pemecahan masalah itu. Mengajar memecahkan masalah berarti pemecahan masalah itu sebagai isi atau content  dari pelajaran, sedangkan pemecahan masalah adalah sebagai suatu strategi. Jadi, kedudukan pemecahan masalah hanya sebagai suatu alat saja untuk memahami materi pembelajaran.  Ada beberapa ciri strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah:
Pertama , siswa bekerja secara individual atau bekerja dalam kelompok kecil;
Kedua , pembelajaran ditekankan kepada materi pelajaran yang mendukung persoalan-persoalan untuk dipecahkan dan lebih disukai persoalan yang banyak kemungkinan cara pemecahanya;
Ketiga , siswa mnggunakan banyak pendekatan dalam belajar;
Kempat , hasil dari pemecahan maslah adalah tukar pendapat (sharing ) di antara semua siswa.
4) Strategi Mengulang
Strategi mengulang sederhana digunakan untuk sekedar membaca ulang materi tertentu untuk menghafal saja. Contoh lain dari strategi sederhana adalah menghafal nomor telepon, arah tempat, waktu tertentu, daftar belanjaan, dan sebagainya. Memori yang sudah ada di pikiran dimunculkan kembali untuk kepentingan jangka pendek, seketika, dan sederhana.   Penyerapan bahan belajar yang lebih kompleks memerlukan strategi mengulang kompleks. Menggarisbawahi ide-ide kunci, membuat catatan pinggir, dan menuliskan kembali inti informasi yang telah diterima merupakan bagian dari mengulang kompleks. Strategi tersebut tentunya perlu diajarkan ke siswa agar terbiasa dengan cara demikian.
5) Strategi Elaborasi
Strategi elaborasi adalah proses penambahan rincian sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna. Dengan strategi elaborasi, pengkodean lebih mudah dilakukan dan lebih memberikan kepastian. Strategi elaborasi membantu pemindahan informasi baru dari memori di otak yang bersifat jangka pendek ke jangka panjang dengan menciptakan hubungan dan gabungan antara informasi baru dengan yang pernah ada.  Beberapa bentuk strategi elaborasi adalah pembuatan catatan, analogi, dan PQ4R. Pembuatan catatan adalah strategi belajar yang menggabungkan antara informasi yang dipunyai sebelumnya dengan informasi baru yang didapat melalui proses mencatat. Dengan mencatat, siswa dapat menuangkan ide baru dari percampuran dua informasi itu.  Analogi merupakan cara belajar dengan pembandingan yang dibuat untuk menunjukkan persamaan antara ciri pokok benda atau ide, misalnya otak kiri mirip dengan komputer yang menerima dan menyimpan informasi.  P4QR merupakan strategi yang digunakan untuk membantu siswa mengingat apa yang mereka baca. P4QR singkatan dar Preview (membaca selintas dengan cepat), Question (bertanya), dan 4R singkatan dari read, reflect, recite, dan review atau membaca, merefleksi, menanyakan pada diri sendiri, dan mengulang secara menyeluruh. Strategi PQ4R merupakan strategi belajar elaborasi yang terbukti efektif dalam membantu siswa menghafal informasi bacaan.  
6) Strategi Organisasi
Strategi organisasi membantu pelaku belajar meningkatkan kebermaknaan bahan-bahan baru dengan struktur pengorganisasian baru. Strategi organisasi terdiri atas pengelompokan ulang ide-ide atau istilah menjadi subset yang lebih kecil. Strategi tersebut juga berperan sebagai pengindentifikasian ide-ide atau fakta kunci dari sekumpulan informasi yang lebih besar. Bentuk strategi organisasi adalah Outlining, yakni membuat garis besar. Siswa belajar menghubungkan berbagai macam topik atau ide dengan beberapa ide utama.  Mapping, yang lebih dikenal dengan pemetaan konsep, dalam beberapa hal lebih efektif daripada outlining. Mnemonics membentuk kategori khusus dan secara teknis dapat diklasifikasikan sebagai satu strategi, elaborasi atau organisasi. Mnemonics membantu dengan membentuk asosiasi yang secara alamiah tidak ada yang membantu mengorganisasikan informasi menjadi memori kerja. Strategi Mnemonics terdiri atas pemotongan, akronim, dan kata berkait.

Sumber :  http://aguswuryanto.wordpress.com/2010/08/22/jenis-jenis-strategi-pembelajaran-bahasa-indonesia/

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

Pengantar
Dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran, yang akhirnya diharapkan  mampu bermuara pada tercapainya tujuan pendidikan nasional, maka kegiatan-kegiatan yang menunjang pembelajaran berperan sangat vital. Namun, baik kepala sekolah, guru, siswa, orang-tua dan masyarakat masih banyak saja yang belum memahami kegiatan ini, hingga tidak mengherankan bila pencapaian tujuan pembelajaran belum dapat dicapai optimal. Salah contoh adalah pada pelaksanaan ujian nasional yang belum lama ini kita laksanakan, dimana hasilnya masih belum memuaskan. Bahkan ada beberapa sekolah yang hampir semua siswanya gagal dalam ujian tersebut. Bagaimana ini bisa terjadi?
Dalam melaksanakan tugasnya secara profesional, maka guru memerlukan suatu wawasan yang mantap tentang kegiatan belajar mengajar. Seorang guru harus mengetahui dan memiliki gambaran secara menyeluruh mengenai bagaimana proses belajar mengajar itu terjadi serta langkah-langkah apa yang perlu dilakukan sehingga tugas-tugas keguruannya bisa dilakukan dengan baik dan mendapat hasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Karenanya salah satu wawasan yang perlu dimiliki guru adalah strategi belajar mengajar. Apa itu strategi belajar mengajar? Bagaimana hakekat belajar dan manfaat belajar? Mari kita lanjutkan pada bagian berikut.
Pengertian Strategi Belajar – Mengajar

Strategi Belajar Mengajar menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002) memiliki pengertian suatu garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dengan kata lain strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru – anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.
Dengan strategi tersebut menurut Mansyur (1998), guru mempunyai alternatif pilihan yang mungkin dapat ditempuh agar kegiatan belajar mengajar itu berlangsung secara teratur, sistematis, terarah, lancar dan efektif. Menurut Newman dan Logan dalam Mansyur (1998), Strategi dasar belajar mengajar meliputi empat hal dasar yang dalam konteks pendidikan dapat dirumuskan dan diartikan sebagai berikut :
1)    Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian siswa peserta didik sebagaimana yang diharapkan
2)    Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat
3)    Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar-mengajar yang paling tepat, efektif sehingga dapat dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
4)    Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria dan standar keberhasilan sehingga dijadikan oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar, yang selanjutnya akan dijadikan umpan-balik bagi penyempurnaan system instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
Dari apa yang telah dijabarkan diatas, tergambar ada empat masalah pokok yang sangat penting yang dapat dan harus dijadikan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar agar berhasil sesuai dengan yang diharapkan.
Selanjutnya setelah diketahui hal dasar diatas, maka strategi belajar mengajar harus diklasifikasikan terlebih dahulu secara umum, sebelum dilaksanakan yang meliputi :
  1. Konsep dasar strategi belajar mengajar
  2. Sasaran kegiatan belajar
  3. Belajar mengajar sebagai suatu sistem
  4. Hakikat proses belajar
  5. Entering behaviour siswa
  6. Pola-pola belajar siswa
  7. Memilih sistem belajar mengajar
  8. Pengelolaan proses belajar mengajar

Hakekat Belajar-Mengajar
Belajar menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Asan Zain (2002) adalah proses perubahan prilaku berkat pengalaman dan latihan. Ini maknanya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, ketrampilan maupun sikap; bahkan meliputi segenap aspek organisasi atau pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar, mengolah kegiatan belajar mengajar, menilai proses dan hasil belajar, kesemuanya termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru. Jadi hakikat belajar adalah Perubahan.
Kegunaan Dan Tujuan Belajar – Mengajar
Adapun kegunaan ataupun tujuan dari belajar menurut Robert M Gagne dalam Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (2005) dapat disimpulkan bahwa dengan strategi belajar maka diharapkan akan ada hasil berupa :
  1. Berkembangnya kemampuan intelektual siswa : Kemampuan yang memperlihatkan tingkat intelektualitas siswa di mata pihak lain
  2. Berkembangnya kemampuan kognitif siswa  : Kemampuan tentang mengatur ‘cara belajar dan berpikir’ seseorang.
  3. Bertambahnya kemampuan informasi verbal : Kemampuan menyerab pengetahuan dan arti informasi
  4. Meningkatnya keterampilan motorik : Kemampuan yang erat kaitannya dengan ketrampilan fisik.
  5. Berkembangnya sikap dan nilai ke arah yang lebih baik : Kemampuan yang erat kaitannya dengan arah dan intensitas emosional yang dimiliki seseorang.
Tanpa adanya proses yang namanya belajar, apa yang menjadi tujuan dan kegunaan dari hasil belajar itu tidak dapat berjalan secara efisien dan efektif, atau bahkan belajar tidak menghasilkan perkembangan atau peningkatan apapun pada siswa. Bahkan bila seorang pendidik salah menyusun strategi belajar, maka bukan tidak mungkin dapat menurunkan kemampuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Kesimpulan
Dari apa yang kami coba untuk bahas secara singkat diatas, dapat disimpulkan bahwa strategi belajar mengajar ini sangat penting dalam mencapai tujuan dari kegiatan belajar mengajar berupa adanya perubahan tingkah laku yang menyangkut pengetahuan, ketrampilan, maupun sikap bahkan meliputi segenap aspek organisme.
Dan dari 4 (empat) dasar strategi belajar mengajar yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan satu kesatuan yang utuh, dan diantara dasar yang satu dengan yang lain saling mendukung dan tidak dapat dipisahkan.
Dari pelaksanaan strategi belajar mengajar yang tepat, tentunya diharapkan pembelajaran dapat mencapai tujuan pendidikan yang baik di suatu institusi pendidikan atau sekolah yang selanjutnya dapat mendukung tercapainya perwujudan tujuan pendidikan secara nasional. Semoga.

Penutup
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua untuk meningkatkan wawasan dalam pendidikan dan pengajaran. Atas segala masukan dan saran konstruktif baik dari rekan-rekan dan dosen pembimbing, kami sepakat menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih.

Daftar Pustaka


Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya. Strategi Belajar Mengajar. Penerbit Setia, Bandung. 2006
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. 2002.
Mansyur, H. Strategi Belajar Mengajar. Modul Perkuliahan Kerjasama Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Dan Universitas Terbuka (UT). 1998.
Usman, Mohd Uzeir. Menjadi Guru Professional. Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung. 2006.
* ) Makalah Disampaikan Pada Diskusi Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar pada Tanggal 16 Juli 2006 (Dosen : Dr. H. Ahmad Syafe’i Noor).