1.
Struktur, Fungsi, dan Pertumbuhan Otak
Otak ( serebrum dan serebelum ) adalah salah satu komponen dalam
system susunan saraf manusia. Komponen lainnya adalah sumsum tulang belakang
atau medula spinalis dan saraf tepi.
Yang pertama, otak, berada di dalam ruang tengkorak ; medulla spinalis berada
di dalam ruang tulang belakang ; sedangkan saraf tepi ( saraf spinal dan saraf
otak ) sebagian berada di luar kedua ruang tadi ( Kusumoputro, 1981).
Otak seorang bayi ketika baru dilahirkan beratnya hanya kira-kira 40
% dari berat otak orang dewasa ; sedangkan mahluk primate lain, seperti kera
dan simpanse adalah 70% dari otak dewasanya (Menyuk, 1971: 31). Dari
perbandingan tersebut tampak bahwa manusia kiranya telah dikodratkan secara
biologis untuk mengembangkan otak dan kemampuannya secara cepat.
Perbedaan otak manusia dan otak mahluk lain, seperti kera dan
simpanse, bukan hanya terletak pada beratnya saja, melainkan juga pada struktur
dan fungsinya. Pada otak manusia ada bagian-bagian yang sifatnya disebut
manusiawi, seperti bagian-bagian yang berkenaan dengan pendengaran, ujaran,
pengontrol alat ujaran, dan sebagainya. Pada otak mahluk lain tidak ada
bagian-bagian yang berkenaan dengan ujaran itu. Sebaliknya, pada otak mahluk
lain, banyak bagian yang berhubungan dengan insting ; sedangkan pada otak
manusia tidak banyak. Ini berarti ; perbuatan mahluk lain lebih banyak
dikendalikan oleh insting dan perbuatan manusia bukan hanya karena insting.
Dilihat dari atas, otak
terdiri dari dua hemister (belahan), yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan,
yang dihubungkan oleh korpus kalosum. Tiap hemisfer terbagi lagi dalam
bagian-bagian besar yang disebut sebagai lobus, yaitu lobus frontalis, lobus
parietalis, lobus oksipitalis, lobus temporalis.
Permukaan otak yang disebut sebagai korteks serebri tampak
berbelok-kelok membentuk lekukan (disebut sulkus) dan benjolan (disebut girus).
Dengan adanya sulkus dan girus ini permukaan otak yang disebut korteks serebri
itu menjadi lebih luas.
Korteks serebri ini mempunyai peranan penting baik pada fungsi
elementer, seperti pergerakan, perasaan, dan pancaindra, maupun pada fungsi
yang lebih tinggi dan kompleks yaitu fungsi mental atau fungsi luhur atau
fungsi kortikal dari kata korteks. Fungsi kortikal ini antara lain terdiri dari
isi pikiran manusia, ingatan atau memori, emosi, persepsi, organisasi gerak dan
aksi, dan juga fungsi bicara (bahasa).
Girus yang terdapat pada korteks hemisfer kiri dan hemisfer kanan mempunyai peranan
bagi masing-masing fungsi tertentu. Korteks hemisfer kanan menguasai fungsi
elementer dari sisi tubuh sebelah kiri, dan korteks hemisfer sebelah kiri
menguasai fungsi tubuh sebelah kanan. Andaikan korteks presentral hemisfer
kanan tempat pusat pergerakan tubuh rusak, maka akan terjadi kelumpuhan pada
sisi tubuh sebelah kiri dan sebaliknya pula.
Perkembangan atau pertumbuhan sel otak manusia berlangsung dengan
sangat cepat, sejak bayi hingga akhir masa remaja. Pengenalan terhadap
lingkungan baru pada rentang usia tersebut, memicu lahirnya jutaan sel-sel
baru, dan pertumbuhan ini masih akan terus berlangsung pada usia dewasa, hanya
saja agak lebih lambat.
Perkembangan atau pertumbuhan otak manusia menurut Volpe (1987)
terdiri atas enam tahap, yaitu :
·
Pembentukan tabung neural.
·
Profilerasi selular untuk
membentuk calon sel neuron dan glia.
·
Perpindahan selular dari
germinal subependemal ke korteks.
·
Deferensiasi selular menjadi
neuron spesifik.
·
Perkembangan akson dan dendrite
yang menyebabkan bertambahnya sinaps.
·
Elimenisi selektif neuron,
sinaps, dan sebagainya untuk spesifikasi.
Kelahiran saraf-saraf baru bisa saja terjadi di wilayah otak lain
dan urat saraf tulang belakang. Ia seperti sel kulit, lahir untuk memperbaharui
sel-sel yang telah mati. Dengan demikian, kemungkinan besar sel otak juga dapat
memperbaharui dirinya sepanjang waktu.
2.
Fungsi Kebahasaan Otak
Sudah dikemukakan bahwa kedua hemisfer otak mempunyai peranan yang
berbeda bagi fungsi kortikal. Fungsi bicara bahasa dipusatkan pada hemisfer kiri
bagi orang yang tidak kidal. Hemisfer kiri ini disebut hemisfer dominant bagi
bahasa dan korteksnya dinamakan korteks bahasa. Hemisfer dominant atau superior
secara morfologis memang agak berbeda dari hemisfer yang tidak dominant atau
inferior. Hemisfer dominant lebih berat, lebih besar girusnya dan lebih
panjang. Hemisfer kiri yang terutama mempunyai arti penting bagi bicara bahasa,
juga berperan untuk fungsi memori yang bersifat verbal. Sebaliknya, hemisfer
kanan penting untuk fungsi emosional, lagu isyarat, baik yang emosional ataupun
yang verbal.
Hemisfer kiri memang dominant untuk fungsi bicara bahasa, tetapi
tanpa aktifitas hemisfer kanan, maka pembicaraan seorang akan menjadi monoton,
tak ada prosodi, tak ada lagu kalimat ; tanpa menampakan adanya emosi ; dan
tanpa disertai isyarat-isyarat bahasa.
Penentuan dan pembuktian daerah-daerah tertentu dalam otak dalam
kaitannya dengan fungsi bicara bahasa dan fungsi-fungsi lain pada awalnya
dilakukan dengan penelitian terhadap orang-orang yang mengalami kerusakan otak atau kecelakaan yang mengenai kepala.
Kemudian dilakukan juga dengan berbagai eksperimen terhadap orang sehat.
Satu daerah lagi yang terlibat dalam proses ujaran adalah daerah
korteks ujaran superior atau daerah motor
suplementer. Bukti bahwa daerah itu dilibatkan dalam artikulasi ujaran
fisik berasal dari ahli bedah saraf Penfield dan Robert, yang melakukan
penelitian dengan teknik ESB. Dengan batuan arus listrik keduanya dapat
mengindentifikasikan daerah-daerah otak yang dipengaruhi rangsangan listrik. Daerah-daerah
yang dipengaruhi rangsangan listrik itu mempengaruhi hasil ujaran secara
normal. Karena daerah motor suplementer itu berdekatan dengan celah yang
digunakan untuk mengendalikan gerak fisik, yakni menggerakan tangan, kaki,
lengan dan lain-lain, daerah itu juga mengendalikan penghasilan ujaran.
Hasil penelitian tentang kerusakan otak oleh Broca dan Wernickle
serta penelitaian Penfield dan Robert mengarah pada kesimpulan bahwa hemisfer
kiri dilibatkan dalam hubungannya dengan fungsi bahasa. Kranshen (1977) mengemukakan
lima alas an
yang mendasari kesimpulan itu. Kelima alas an itu adalah berikut ini.
·
Hilangnya kemanpuan berbahasa
akibat kerusakan otak lebih sering disebabkan oleh kerusakan jaringan saraf
hemisfer kiri daripada hemisfer kanan.
·
Ketika hemisfer kiri
dianestesia kemampuan berbahasa menjadi hilang, tetapi ketika hemisfer kanan
dianestesia kemanpuan bahasa itu tetap ada.
·
Sewaktu bersaing dalam menerima
masukan bahasa secara bersamaan dalam tes dikotik, ternyata telinga kanan lebih
unggul dalam ketepatan dan kecepatan pemahaman daripada telinga kiri.
Keunggulan telinga kanan itu karena hubungan antara telinnga kanan dan hemisfer
kiri lebih baik daripada hubungan telingan kiri dengan hemisfer kanan.
·
Ketika materi bahasa diberikan
melalui penglihatan mata kanan dan mata kiri, maka ternyata penglihatan kanan
lebih cepat dan lebih tepat dalam menangkap materi bahasa itu daripada
penglihatan kiri. Keunggulan penglihatan kanan itu karena hubungan antara
penglihatan kanan dan hemisfer kiri lebih baik daripada hubungan penglihatan
kiri dan hemisfer kanan.
·
Pada waktu melakukan kegiatan
berbahasa baik secara terbuka maupun tertutup, hemisfer kiri menunjukan
kegiatan elektris lebih hebat daripada hemisfer kanan. Hal ini diketahui
melalui analisis gelombang otak. Hemisfer yang lebih aktif sedikit dalam
menghasilkan gelombang alpha.
3.
Teori Lateralisasi
Banyak pakar psikologi yang meragukan teori lateralisasi, bahwa
pusat-pusat bahasa dan ucapan berada pada hemisfer kiri. Mereka berpendapat
bahwa seluruh otak bertanggung jawab dan terlibat dalam proses pemahaman dan
produksi bahasa. Pendapat ini dalam psikologi disebut holisme. Namun demikian,
dari bukti-bukti eksperimental yang dilakukan terhadap otak yang normal,
kebenaran teori lateralisasi itu bisa
dipertimbangkan. Berikut dikemukakan beberapa eksperimen yang pernah dilakukan
untuk menyokong teori lateralisasi itu.
a)
Tes Menyimak Rangkap ( Dichotic Listening)
Tes ini dilakukan dengan memperdengarkan pasangan kata yang berbeda
(misalnya boy dan girl ) pada waktu yang betul-betul bersamaan di telinga kiri
dan kanan orang yang dites dengan kenyaringan yang sama.
Ternyata kata boy yang diperdengarkan pada telinga sebelah kanan
dapat diulangi dengan baik dari pada kata girl yang diperdengarkan di telinga
sebelah kiri. Hasil tes ini membuktikan
bahwa telinga kanan (yang diladasi oleh hemisfer kiri) lebih peka terhadap
bunyi-bunyi bahasa dibandingkan dengan telinga kiri (yang dilandasi oleh
hemisfer kanan).
b)
Tes Stimulus Elektris ( Electrical Stimulation of Brain )
Dengan tes ini pusat bahasa pada otak distimuluskan dengan aliran
listrik melalui thalamus lateral kiri sehingga menimbulkan anomia, di mana
subjek yang diteliti tidak dapat menyebutkan nama benda yang ada di depannya,
meskipun dia lancar bercakap-cakap. Stimulus elektris yang sama yang dilakukan
terhadap hamisfer kanan melalui thalamus lateral kanan tidak menyebabkan
anomia. Tes stimulus elektris ini membuktikan bahwa lateralisasi hemisfer kiri
untuk bahasa telah merupakan satu kenyataan yang tidak dapat dibantah.
c)
Tes Grafik Kegiatan Elektris ( Electris Encephalo Graphy )
Tes ini dilakukan untuk mengetahui apakah aliran listrik pada otak
apabila seseorang sedang bercakap-cakap dan kalau ada bagian manakah yang giat
mendapatkan aliran lisrtik ini. Sebalinya juga dengan tes ini juga, grafik
kegiatan elektris telah direkam pada hemisfer kanan bila subjek-subjek yang
diteliti sedang giat melakukan kegiatan yang bukan ujaran bahasa. Tes grafik
kegiatan elektris ini telah membuktikan bahwa lateralisasi untuk bahasa adalah
pada hamesfer kiri, sedangkan hemisfer kanan untuk fungsi-fungsi lain yang
bukan bahasa.
d)
Tes Wada ( Tes Amysal )
Dalam tes ini obat sodium amysal diinjeksikan kedalam system
peredaran salah satu belahan otak. Belahan otak yang mendapatkan obat ini menjadi
lumpuh untuk sementara. Jika hemisfer kanan yang dilumpuhkan dengan sodium
amysal ini, maka anggota-anggota badan sebelah kiri tidak berfungsi sama
sekali. Namun, fungsi bahasa tidak terganggu sama sekali dan orang yang
diteliti ini dapat bercakap-cakap dengan normal seperti biasa. Apabila hemisfer
kiri yang diberi sodium amysal maka anggota badan sebelah kanan menjadi lumpuh,
termasuk fungsi bahasa.
e)
Teknik Fisiologi Langsung ( Direct Physiological Technique )
Teknik fisiologi langsung ini merekam secara langsung
getaran-getaran elektris pada otak dengan cara electro encephalo grapky,
setelah ke telinga kiri dan telinga kanan secara berturut-turut diperdengarkan
bunyi bisikan dan bunyi ujaran bahasa. Ternyata suara bising terekam dengan
baik pada hemisfer kanan, sedangkan bunyi ujaran bahasa terekam dengan baik
pada hemisfer kiri.
f)
Teknik Belah Dua Otak ( Bisected Brain Technique )
Pada teknik ini kedua hemisfer sengaja dipisahkan dengan memotong
korpus kalosum, sehingga kedua hemisfer itu tidak mempunyai hubungan. Kemudian
pada tangan kiri pasien yang matanya ditutup dengan kain, diletakan sebuah
benda misalnya anak kunci. Ternyata subjek mengenal benda itu dengan melakukan
gerak membuka pintu dengan menggunakan anak kunci itu, tetapi tidak dapat menyebutkan
nama benda itu. Mengapa, karena penyebutan nama benda dilandasi oleh hemisfer
kiri, sedangkan tangan kiri yang memegang benda itu dilandasi dengan hemisfer
kanan. Dengan kata lain hemisfer kiri tidak mengetahui apa yang dikerjakan oleh
hemisfer kanan karena hubungan keduanya telah diputuskan.
4.
Teori Lokalisasi
Teori lokalisasi atau lazim juga disebut pandangan lokalisasi
berpendapat bahwa pusat-pusat bahasa dan ucapan berada di daerah Broca dan
daerah Wernicke seperti sudah disebut sebelumnya.
a)
Teknik Stimulus Elektrik
Teknik ini dilakukan dengan cara menstimulasi bagian-bagian tertentu
permukaan korteks dengan aliran listrik, seperti yang telah dilakukan dua ahli
bedah saraf, Penfield dan Robert (1959) pada waktu proses pengobatan bedah
saraf pasien-pasien otak.
Mereka menemukan hanya pada tiga bagian saja yang terdapat
kelainan-kelainan yang merusak bahasa. Ketiga tempat itu adalah berikut ini.
·
Bagian depan girus tengah
sebelah bawah lobus depan kiri, yaitu bagian yang sekarang dikenal dengan
daerah (medan )
Broca.
·
Bagian atau medan
temporo pariental posterior, yaitu yang sekarang dikenal sebagai daerah (medan ) Wernicke.
·
Medan motor
suplementer yang terdapat pada permukaan tengah belahan korteks sebelah kiri,
yaitu yang sekarang dikenal sebagai korteks motor.
b) Teknik Perbedaan Anatomi Otak
Dalam berbagai literature mengenai teori lokalisasi muncul satu
pertanyaan : jika pusat-pusat bahasa hanya berada pada hemisfer kiri, tentulah
kedua hemisfer itu, kiri dan kanan tidak simetris, hemisfer kiri tentu lebih
besar dari pada hemisfer kanan.
Untuk menjawab pertanyaan ini Geschwind dan Levistsky (1968) telah
menganalisis secara terperinci 100 otak manusia normal setelah mereka
meninggal. Keduanya menemukan bahwa planun temporale yaitu daerah dibelakang
girus Heschl jauh lebih besar pada hemisfer kiri. Bahkan perbedaan ini dapat
langsung dilihat dengan mata.
c)
Cara Melihat Otak Dengan PET (Positron Emission Tomography)
Cara lain untuk membuktikan
teori lateralisasi dan lokalisasi adalah dengan cara melihat otak secara
langsung dengan menggunakan alat yang disebut PET. Dengan PET ini kita melihat
bagian-bagian otak terutama bagian-bagian korteks, pada waktu bagian-bagian itu
sedang berfungsi.
Umpamanya kalau pasien diminta mendengarkan lagu atau musik, maka
korteks hemisfer kanan akan kelihatan bercahaya dan berwarna merah, tetapi
apabila dia mendengarkan bahasa (kaliamt-kalimat) maka korteks hemifer kirilah
yang bercahaya dan berwarna merah. Hal ini membuktikan bahwa suatu latihan yang
dilakukan dengan kesadarn dan kefahaman yang tinggi dapat menukar reaksi
fungsional otak dari hemisfer kanan ke hemisfer kiri.
5.
Hamisfer yang Dominan
Menurut Yule (1985) fungsi bagian tertentu pada satu daerah otak
yang mengalami kerusakan akan digantikan oleh penggantinya dibagian otak yang
lain. Oleh karena itu, sangat diperlukan kecermatan untuk menyatakan
hubungan-hubungan antara aspek-aspek perilaku linguistic dan letaknya dalam
otak.
Krashen lebih jauh mengatakan bahwa cara kerja hemisfer tertentu
pada setiap orang dapat bervariasi dalam dua hal berikut.
·
Sebagian orang kurang mendapat
lateralisasi daripada sebagian orang yang lain. Maksudnya, untuk orang-orang
tertentu kemampuan berbahasa dikendalikan oleh hemisfer kiri orang-orang
tertentu lain oleh hemesfer kanan.
·
Sebagian orang lebih cenderung
pada penggunaan salah satu hemisfer kiri atau kanan, secara lebih siap untuk
kondisi kognitif.
Teori mengenai daerah konvergensi bahasa itu antara lain mengatakan
berikut ini.
·
Setiap orang memiliki pola otak
yang unik yang mendasari kemampuan berbahasa yang dimilikinya. Hal ini
dibuktikan dengan hasil temuan bahwa ternyata wanita memiliki pola otak yang
membuat IQ verbalnya lebih besar dibanding pria.
·
Bahasa pertama (bahasa ibu)
seseorang berkaitan erat dengan jaringan sel saraf, sedangkan bahasa kedua
berkaitan dengan otak. Ini dibuktilkan dari hasil penelitian terhadap orang
terserang stroke. Stroke yang menyerang salah satu bagian otak dapat membuat
hilangnya kemampuan bahasa pertama, sedangkan bahasa kedua (yang sedang
dipelajari) masih melekat atau dapat juga sebaliknya yang hilang bahasa kedua
sedangkan bahasa pertama masih tetap ada.
Kritik terhadap teori lateralisasi sebagai hasil penelitian lebih
lanjut berujung pada lahirnya hipotesis adanya hemisfer yang dominant yang
mungkin pada hemisfer kiri dan mungkin
pula pada hemisfer kanan.
6.
Otak Wanita
Majalah Femina edisi bulan Juni 1999 menurunkan artikel berjudul
"Otak Kita, Keunggulan Kita", dan yang dimaksud dengan kita di sini
adalah wanita. Dalam tulisan itu diakui memang ukuran otak pria lebih besar
antara 10-15% dari pada otak wanita. Padahal temuan mutakhir dibidang neurology
menegaskan bahwa dalam beberapa hal otak wanita lebih unggul. Dimanakah letak
keunggulan otak wanita?
a)
Otak Wanita Lebih Seimbang
Asumsi adanya perbedaan cara kerja otak pria dan wanita itu terutama
dikukuhkan oleh perbedaan kepadatan sel-sel saraf atau neuron pada suatu daerah
di otak. Hasil penelitian menunjukan bahwa lepas dari soal ukuran, daerah
tertentu otak wanita lebih kaya akan neuron dibandingkan otak pria. Perlu
dicatat makin banyak jumlah neuron di suatu daerah, makin kuat fungsi otak di sana .
Selain itu, kalau kanak-kanak perempuan lebih cepat pandai bicara,
membaca, dan jarang mengalami gangguan belajar dibandingkan kanak-kanak
laki-laki, para ahli memperkirakan adanya kaitan dengan kemampuan wanita
menggunakan kedua belah hemisfernya (kiri dan kanan) ketika membaca atau
melakukan kegiatan verbal lain. Sedangkan pria hanya menggunakan salah satu
hemisfernya (biasanya sebelah kiri).
b)
Otak Wanita Lebih Tajam
Begitu juga dengan pendengaran wanita lebih tajam daripada pria. Maka
tak mengherankan kalau pada malam hari tangisan bayi biasa membangunkan sang
ibu, sementara sang ayah tetap terlelap. Pendengaran wanita baru mulai
berkurang menjelang usia 50-an.
Dr.Thomas Crook juga menyimpulkan bahwa ingatan pria kurang tajam dibanding
dengan ingatan wanita. Baik wanita maupun pria sama-sama akan mengalami
penurunan daya ingat sesuai dengan pertumbuhan usia.
Ketajaman otak wanita bukan hanya pada indranya, tapi juga pada
perasaannya. Hal ini terbukti ketika diminta mengenang pengalaman emosionalnya
dengan bantuan MRI, tampak wanita lebih responsive daripada pria.
c)
Lebih Awet dan Selektif
Dalam jurnal kedokteran Arhieves of Neurology terbitan tahun 1998
(femina, Juni 1999) diungkapkan temuan bahwa otak pria mengerut lebih cepat
daripada otak wanita. Ketika sama-sama muda memang otak pria lebih besar
daripada otak wanita, tetapi ketika keduanya mencapai usia 40 tahun, otak pria
menyusut (terutama dibagian depan) sehingga besarnya sama dengan otak wanita.
Penyusutan otak pria itu, menurut temuan Ruben, berkaitan dengan
efisiensi pemakaian energi. Otak wanita memiliki kemampuan untuk menyesuaikan
kecepatan metabolisme otak (pemakaina energi oleh otak) dengan umumnya,
sedangkan kecepatan metabolisme pria semakin boros energi dengan bertambahnya
usia. Wanita meskipun juga mengalami penyusutan jaringan secara menyeluruh
ketika bertambah tua tubuhnya punya kecenderungan untuk menghemat apa yang ada,
termasuk otaknya.
7.
Peningkatan Kemampuan Otak : Membaca dengan Kedua Belah Otak
Teori lateralisasi dan lokalisasi berpendapat bahwa wilayah-wilayah
tertentu dalam otak memiliki fungsi-fungsi tertentu, seperti ideasi bahasa
berada pada hemisfer kiri dan kemampuan berbicara ada pada daerah Broca
sedangkan kemampuan memahami terdapat pada daerah Wernicke. Kesimpulan yang
diajukan telah dibuktikan berdasarkan penelitian pasien-pasien yang mengalami
kerusakan otak juga dari hasil penelitian terhadap sejumlah orang yang tidak
mengalami kerusakan otak.
Harian Media Indonesia 6 Januari 2000, menurunkan satu artikel
berjudul " Membaca dengan Kedua Belah Otak ". dalam artikel itu
dikatakan dalam era globalisasi dewasa ini agar tidak ketinggalan informasi
yang sudah mengglobal orang harus membaca. Namun, pekerjaan membaca ini menjadi
sukar bagi orang yang tidak bisa membaca ditempat yang bising, atau bagi orang
yang tidak punya banyak waktu karena kesibukannya dengan pekerjaannya.
Orang dewasa rata-rata dapat membaca 250 kata per menit. Namun
setelah 36 jam daya ingat yang tersisa dari yang dibaca itu tinggal 10 %. Jadi,
orang membaca selama satu jam hanya menguasai bahan yang dibacanya selama enam
menit. Kebanyakan orang hanya menggunakan hemisfer kirinya. Wilayah hemisfer
kiri biasanya membaca dengan pola analisis, harfiah dan linear. Sedangkan
hemisfer kanan mampu melakukan pemahaman secara simbolik dan spasial, serta
mudah menangkap makna intuitif dan
metaphor. Maka jika kedua hemisfer ini bisa difungsikan secara bersamaan,
kiranya membaca sekaligus memahami teks dapat dilakukan dengan kecepatan luar
biasa.
Menurut Diane Alexander, lambannya kecepatan membaca dann minimnya
daya ingat terhadap yang dibacanya adalah karena tidak terfokusnya mata pada
apa yang dibacanya. Seringkali ketika menghadapi sebuah halaman buku, mata lari
kederetan kata diseluruh halaman dan bukan pada satu deret kalimat yang dibaca.
Oleh karena itu menurut Diane, langkah pertama yang harus dilakukan untuk
mengubah kebiasaan itu adalah membaca dengan runtut dari samping kiri ke
samping kanan halaman, dengan bantuan jari tangan yang digunakan untuk
mengikuti baris demi baris kalimat tersebut. Mata harus dibiasakan untuk
mengikuti rute ini secara tertib.
Berdasarkan penelitian yang dikerjakan oleh Diane Alexander, Ken
Shear, dan kawan-kawannya dapat ditarik kesimpulan bahwa teori lokalisasi yang
menyatakan tiap wilayah otak memiliki fungsi-fungsi tetentu ternyata tidak
seratus persen benar sebab ternyata hemisfer kanan pun dapat dilatih untuk
tugas-tugas kebahasaan.
8.
Pemberbahasaan Hewan
Mengerti bahasa dan dapat berbahasa adalah dua hal yang berbeda.
Hewan-hewan yang dilatih, seperti dalam sirkus, memang mengerti bahasa karena
dia dapat melakukan perbuatan yang diperintahkan kepadanya. Namun
kemengertiannya itu sebenarnya bukanlah karena dia mengerti bahasa, melainkan
sebagai hasil dari respon-respon yang dikondisikan.
Meskipun demikian banyak pakar yang telah mencoba mengajarkan bahasa
manusia pada hewan primate, yakni simpanse. Di antara pakar itu adalah sebagai
berikut.
a)
Keith J. Hayes dan Catherine Hayes
Keith dan Catherine adalah sepasang suami istri yang memelihara
seokor simpanse betina yang diberi nama Viki.kedua pasangan suami istri itu
berharap Viki dapat menirukan kata-kata manusia yang didengarnya dan dapat
menggunakannya dengan benar dalam keluarga tempat dia dibesarkan. Pada akhirnya
memang Viki dapat mempelajari posisi bibir dan mulut dengan dibantu kedua
tangannya untuk menghasilkan kata-kata yang diminta oleh kedua orang tua
angkatnya. Namun, meskipun Viki dapat mengucapkan kata-kata itu, belum berarti
dia dapat memahami makna kata-kata itu.
Hasil eksperimen itu ternyata kurang menggembirakan. Setelah enam
tahun berlangsung Viki memang dapat mengucapkan kata-kata itu. Akan tetapi
ternyata Viki hanya mau menirukan kata-kata itu setelah pelatih mengucapkannya,
dan hanya kalau dia diberi hadiah berupa makanan atau minuman setelah itu.
b)
R. Allen Gardner dan Beatrice T. Gardner
Sama halnya dengan Hayes, Allen Gardner dan Beatrice Gardner adalah
sepasang suami istri yang mencoba mengajarkan bahasa pada simpanse betina
bernama Washoe. Berdasarkan pengamatan terhadap Viki yang tidak dapat
mengucapkan kata-kata, Allen dan istrinya mendapatkan gagasan untuk tidak
mengajar Washoe dengan bunyi suara, melainkan dengan bahasa isyarat Amerika
yang digunakan oleh para tunarungu di Amerika.
Di samping itu mereka juga memotivasi Washoe untuk mempelajari
bahasa isyarat itu dengan cara menunjukan posisi tangan secara berulang-ulang,
dengan cara memperbaiki posisi tangan Washoe pada waktu membuat isyarat.
Hasilnya? Setelah dua tahun belajar Washoe telah dapat menggunakan 34 buah kata
secara benar dalam situasi yang tepat, misalnya dia membuat isyarat anjing
ketika dia melihat gambar anjing atau ketika mendengar suara anjing(tanpa
melihat anjing).
Dibanding dengan anak manusia, kepandaian Washoe memang belum apa-apa.
Pada usia lima
tahun anak manusia telah menguasai beratus-ratus kata serta telah dapat membuat
kalimat yang lebih kompleks. Namun demikian, Washoe tercatat dalam sejarah
sebagai simpanse yang dapat berkomunikasi dengan kata-kata dalam bahasa isyarat
bukan lisan.
c)
David Premack dan Ann Premack
David dan Ann adalah sepasang suami istri yang coba mengajarkan
bahasa manusia pada beberapa simpanse, salah seekor diantaranya bernama Sarah,
seekor simpanse betina. Sarah diajarkan untuk menguasai bahasa buatan yang
disusun dari lempengan-lempengan plastic. Bentuk maupun warna lempengan itu
tidak berhubungan dengan maknanya. Misalnya, untuk apel lempengan itu berbentuk
segitiga berwarna biru dan konsep sama berbentuk lempengan bergerigi berwarna
orange.
Proses pembelajaran berlangsung sebagai berikut. Sarah dan
pengajarnya duduk di bangku secara terpisah. Sarah di tempatkan dalam kandang
dan pengajarnya duduk di ujung bangku itu. Untuk mengajarkan nama makanan,
misalnya, pengajar akan menukar makanan itu dengan lempengan plastic yang
sesuai. Umpamanya, dalam mengajarkan konsep apel pengajar meletakan sepotong
apel di atas meja dalam jarak yang tidak dijangkau Sarah. Kemudian pengajar
meletakan lempengan plastic segitiga biru dalam jangkauan Sarah, dan pengajar
tidak akan memberikan apel apabila Sarah tidak meletakan segitiga biru itu pada
sebuah papan bahasa yang ada di depannya.
Setelah menguasai sebuah kata (dalam bentuk lempengan plasti), tahap
berikutnya Sarah diajarkan mengurutkan dua buah kata, misalnya, beri apel. Bila
Sarah dapat membuat urutan seperti itu dia akan diberi apel, tetapi bila salah
misalnya menjadi apel beri, dia tidak akan diberi apel.
Maka tampak bahwa simpanse, binatang primata yang katanya tingkat
kognisinya hanya satu jenjang di bawah manusia, tetap tidak dapat menguasai
bahasa manusia kalau bahasa itu kita sepakati sebagai alat komunikasi verbal
berupa system bunyi yang arbitrer. Viki, simpanse yang dilatih oleh pasangan
suami istri Hayes, memang bisa mengucapkan beberap kata tertentu, tetapi dia
hanya bisa mengucapkan apabila terlebih dahulu diucapkan oleh pelatihnya dan
apabila diberi hadiah. Begitu juga yang dilakukan Washoe, Sarah, Lana, Nim
Chimsky, tanpa upah mereka tidak mau melakukan apa-apa.
Tentang mengajarkan bahasa manusia pada simpanse ini memang telah
menimbulkan pendapat yang controversial. Namun, kiranya perbedaan kodrat otak
mereka dengan otak manusia, yang menyebabkan mereka tidak mungkin menguasai
bahasa manusia.
DAPTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. Psikolinguistik
: Kajian Teoritik. Jakarta
: Rineka Cipta, 2003.