Manusia dalam dirinya dianugerahi rasa cinta. Cinta
inilah yang memberikan manusia daya hidup dan perjuangan. Dengan cinta manusia
membangun keharmonisan hidup bersama manusia lainnya. Dengan cinta manusia
membina hubungan rumah tangga. Bisa dibayangkan membangun keluarga tanpa
cinta, maka yang timbul adalah kegundahan dan kegelisahan. Dengan cinta pula
manusia mengabdi kepada Tuhannya.
Manusia
yang hidup tanpa memiliki rasa cinta, maka hidupnya dipenuhi benci dan dendam. Manusia tanpa rasa cinta, maka
yang muncul adalah keegoan. Dengan
cinta, manusia dapat melangsungkan hidup
dengan kegembiraan dan kepuasan. Cinta lah yang memberikan energi pada manusia
untuk melaksanakan tujuan hidupnya. Cinta pula yang memberikan gairah dan semangat
hidup pada manusia.
Namun
dengan cinta pula manusia dapat terjerumus dalam lembah kenistaan, yaitu ketika
manusia cinta dunia dan kekuasaan. Cinta
dunia inilah yang membawa manusia pada
titik nadir kemanusiaan, manusia kehilangan spritualitas karena cinta pada
materi. Manusia kehilangan ruh kemanusiaannya menjadi seperti hewan , karena
manusia telah teramat cinta pada
kebutuhan jasmani semata, maka manusia seperti ini bagai binatang. Ia hanya
mengumbar syahwat jasmani saja, inilah yang terdapat pada hewan. Cinta pada
kekuasaan membawa manusia pada tirani bagi manusia lain. Tidak tertebar lagi
rasa cinta lagi pada manusia, yang ada adalah nafsu berkuasa.
Sesungguhnya
cinta manusia dapat dibagi menjadi dua : “cinta sejati” (‘isyq haqiqi),
atau cinta pada Tuhan; dan “cinta imitasi” (‘isyq majazi), atau cinta
terhadap segala lain-Nya. Tapi, dalam pengujian yang lebih dekat, orang melihat
semua cinta sesungguhnya adalah cinta pada Tuhan, karena segala sesuatu adalah
pantulan dan bayang-bayang-Nya. Sedangkan adanya perbedaan antara dua jenis
cinta tersebut dikarenakan orang memahami yang ada hanyalah Tuhan dan cinta
untuk-Nya semata. Sedangkan cinta pada yang lainnya, karena meyakini adanya keterlepasan eksistensi
dari-Nya atas segala objek keinginan yang dicintai, dan tidak mengarahkan pada hubungan cinta
terhadap-Nya.
Padahal
cinta kepada yang selain-Nya tapi berasal dari-Nya, akan membawa orang
kepada-Nya. Setiap objek keinginan dari orang perorang akan menunjukkan
kepalsuannya, dan orang akan mengalihkan cintanya. Namun, bagaimanapun juga
setiap hasrat (cinta) tidak akan menemukan Kekasih Sejati kecuali setelah
kematian, manakala ia sudah terlambat untuk menutup jurang keterpisahan. Pada
saat itu, sesal kemudian tidak berguna, karena dalam hidupnya manusia seperti
ini telah memberikan cintanya pada
selain Tuhan. Bagi seorang Sufi, hanya
ada satu Yang Tercinta; dia melihat bahwa semua cinta “palsu” beku dan tidak
nyata selain kepada Tuhan.
Dalam
konteks ini, Rûmî menerangkan hakikat keindahan cinta sejati secara ringkas dan
jelas: Keindahan adalah setetes air yang berasal dari Lautan yang tak
berwatas, atau sebuah cahaya yang memantul pada dinding. Semua keindahan
berasal dari dunia lain, yang ada disini hanyalah kesementaraan dan pinjaman.
Keindahan yang sesungguhnya hanya ada pada Tuhan. Seperti juga yang diungkapan Rûmî : Keindahan
uang palsu itu adalah sesuatu yang terpinjam, di balik kecantikannya tersimpan
kepalsuannya.
Dari perkataan Rûmî bahwa cinta pada kecantikan
dunia merupakan cinta palsu. Cinta seperti ini hanya menghasilkan tujuan semu
bagi manusia. Jika manusia mengejar dunia, manusia seperti mengejar
fatamorgana, yang jika dikejar maka ia tidak akan pernah terpegang. Karena akan
menghilang begitu kita sampai di dekatnya. Begitu juga dengan cinta manusia
pada dunia, manusia tidak akan pernah puas untuk terus memperbanyak harta
dunia.
Sebuah syair yang diungkapkan oleh Rûmî yang menggambarkan tentang cinta dunia berbunyi:
Manusia merasakan cinta, derita, rasa sakit,
dan segala hasrat yang seandainya sekalipun seratus dunia telah menjadi
miliknya, ia tetap terus mencari, tidak pernah istirah atau menenukan
ketenangan. Orang-orang seperti ini menyibukkan diri sepenuhnya dengan segala
kemampuan, keahlian, dan kedudukan; mereka mempelajari astronomi, obat-obatan,
dan lain sebagainya, tapi mereka tidak pernah memperoleh rasa tenteram, sebab
tujuan mereka belum tercapai. Adapun Yang Tercinta, bagaimanapun juga, adalah
“ketenteraman hati,” karena hati mencapai tujuan melalui-Nya. Maka, bagaimana
mungkin ia menemukan ketenteraman dan kedamaian melalui yang lain ?
Inilah keindahan yang menimbulkan cinta palsu
adalah dunia ini. Pada kecantikannya terdapat kepalsuannya. Jadi jika manusia
ingin mendapatkan cinta sejati ialah cinta pada Tuhan, yang telah memberikan
cinta dan keindahan itu. Manusia tidak terpesona oleh keindahan pantulan-Nya
yaitu keindahan dunia ini. Dalam sebuah syairnya Rûmî juga berujar : Cinta
adalah Sifat Tuhan, yang tidak membutuhkan apapun, cinta pada selain-Nya adalah
palsu.
Tuhan adalah mata air cinta, sebagaimana Dia adalah
sumber segala yang ada. Tapi apa makna “Tuhan adalah Cinta “? Kenyataan bahwa
begitu banyak ayat al-Quran menyatakan Cinta adalah Sifat Tuhan. Karenanya,
sering disebut-sebut dalam Kitab Suci itu, Tuhan “mencintai” sesuatu. Para Sufi
biasa mengutip ayat berikut ini, yang berbicara tentang hubungan hirarkis antara Cinta Tuhan kepada manusia kepada-Nya,
yang terakhir bermuara dari yang
pertama: “Tuhan
akan mendatangkan suatu kaum yang Dia mencintai mereka dan mereka
mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang Mukmin, dan keras
terhadap orang-orang kafir , yang berjihad di jalan-Nya dan tidak risau oleh
celaan orang-orang yang suka mencela” (Qs.5:54)
Kecintaan
manusia pada Tuhannya merupakan cinta sejati. Sedangkan kecintaan manusia pada
dunia merupakan cinta imitasi. Jika manusia lebih mencintai dunia, maka ia
sebenarnya telah mendekatkan dirinya pada jurang kehancuran. Manusia telah
membuang percuma waktu di dunia untuk mencinta yang palsu dan tidak
hakiki.
Menurut
Husain Mazhahiri ada lima ciri orang cinta pada dunia. Pertama, keadaan mewah.
Hal ini menunjukkan tenggelamnya seseorang dalam kecintaan kepada dunia.
Keadaan ini jika sampai menguasai manusia, maka ia akan mendorongnya untuk
bersikap lalim dan angkuh, dan kemudian manusia itu akan mendapatkan kecelakaan
dan kehancuran.
Keadaan
mewah menyebabkan yang bersangkutan tenggelam dalam syahwat dan
kenikmatan-kenikmatan duniawi, yang pada akhirnya mengiringnya menuju sikap
lalim dan mendustakan para Nabi. Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya
manusia benar-benar malampaui batas, karena dia melihat dirinya seba cukup.” (QS. al-‘Alaq:6).
Ciri kedua
ialah sikap berlebih-lebihan dan mubazir. Mereka yang berlebih-lebihan dan
bergaya hidup mewah, ialah orang-orang yang tenggelam dalam kecintaan kepada
dunia. Al-Quran al-Karim mencela mereka dengan keras dan menyifati mereka
sebagai saudara-saudara setan. “Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan
hal-hal yang berlebihan (mubazir), mereka adalah saudara-saudara setan.”
(QS.al-Isra:27)
Sedangkan
yang ketiga adalah ketergantuingan hati kepada hal-hal duniawi yang bersifat
mubah. Yakni manusia tergantung kepada harta, makan, kenyamanan, seks, dan
sebagainya. Salah satu contoh ketergantungan kepada dunia ialah merokok. Merokok berbahaya bagi kesehatan badan dan
ekonomi negara, begitu juga bagi kesehatan rohani dan keselamatan masyarakat.
Dengan melepaskan ketergantungan dari hal-hal duniawi yang bersfat mubah, maka
ia telah menjadi orang yang mampu mengendalikan dirinya. Pengendalian diri
merupakan penyangga dari keterpelesetan pada dosa.
Dengan
mengendalikan diri dari kecintaan terhadap dunia akan membawa manusia pada
nilai-nilai kecintaan sejati. Sebuah cinta sejati pada Tuhan. Sedangkan
kecintaan manusia pada dunia ini merupakan cinta palsu, cinta yang tidak abadi.
Jika manusia sepanjang hidupnya hanya memikirkan kecintaan pada dunia
sesungguhnya hidup manusia adalah
sia-sia belaka. Karena apa yang dikejarnya merupakan fatamorgana.
Manusia yang ingin mendapat keindahan cinta, kebahagian
hakiki, dan keselamatan abadi. Maka manusia harus memberikan cintanya pada yang
Maha Indah, Maha Hakiki dan Maha Abadi yaitu Allah SWT. Dengan kecintaan pada
Tuhan ini manusia akan mendapatkan kebahagiaan dan keselamatan hidup yang
hakiki, karena manusia telah mencintai yang memang patut dicintai.