Thursday, November 12, 2015

Contoh Soal Uji Kompetensi Guru (UKG) Online Semua Tingkatan

SD/TK

SMP

SMA

SMK

Wednesday, November 11, 2015

JADWAL LENGKAP PERTANDINGAN PIALA PRESIDEN 2015

Berikut Jadwal Lengkap Jam Tayang Fase Grup Piala Jenderal Sudirman:

Grup A
  • Arema Cronus Vs Persegres, Selasa (10/11/2015) pukul 17.30 WIB
  • Arema Cronus Vs PBR, Senin (16/11/2015) pukul 19.00 WIB
  • Sriwijaya FC Vs Persegres, Kamis (19/11/2015) pukul 14.30 WIB
  • Persija Vs PBR, Kamis (19/11/2015) pukul 19.00 WIB
  • Persegres Vs PBR, Minggu (22/11/2015) pukul 14.30 WIB
  • Arema Cronus Vs Sriwijaya FC, Minggu (22/11/2015) pukul 19.00 WIB
  • Sriwijaya FC Vs Persija, Rabu (25/11/2015) pukul 19.00 WIB
  • PBR Vs Sriwijaya FC, Sabtu (28/11/2015) pukul 14.30 WIB
  • Arema Cronus Vs Persija, Sabtu (28/11/2015) pukul 19.00 WIB
  • Persija Vs Persegres, Selasa (1/12/2015) pukul 19.00 WIB

Grup B
  • Mitra Kukar Vs PSM, Sabtu (14/11/2015) pukul 14.30 WIB
  • Bali United Vs Persipura, Sabtu (14/11/2015) pukul 19.00 WIB
  • Semen Padang FC Vs Persipura, Selasa (17/11/2015) pukul 19.00 WIB
  • Semen Padang FC Vs PSM, Jumat (20/11/2015) pukul 14.30 WIB
  • Bali United Vs Mitra Kukar, Jumat (20/11/2015) pukul 19.00 WIB
  • Semen Padang FC Vs Mitra Kukar, Senin (23/11/2015) pukul 14.30 WIB
  • Persipura Vs PSM, Senin Senin (23/11/2015) pukul 17.30 WIB
  • Bali United Vs Semen Padang FC, Kamis (26/11/2015) pukul 19.00 WIB
  • Bali United Vs PSM, Minggu (29/11/2015) pukul 14.30 WIB
  • Persipura Vs Mitra Kukar, Minggu (29/11/2015) pukul 19.00 WIB

Grup C
  • Surabaya United Vs PS TNI, Minggu (15/11/2015) pukul 14.30 WIB
  • Persela Vs Persib, Minggu (15/11/2015) pukul 19.00 WIB
  • Pusamania Borneo FC Vs PS TNI, Rabu (18/11/2015) pukul 19.00 WIB
  • Persela Vs Pusamania Borneo FC, Sabtu (21/11/2015) pukul 14.30 WIB
  • Surabaya United Vs Persib, Sabtu (21/11/2015) pukul 19.00 WIB
  • Persela Vs PS TNI, Selasa (24/11/2015) pukul 19.00 WIB
  • Surabaya United Vs Persela, Jumat (27/11/2015) pukul 14.30 WIB
  • Persib Vs Pusamania Borneo FC, Jumat (27/11/2015) pukul 19.00 WIB
  • Surabaya United Vs Pusamania Borneo FC, Senin (30/11/2015) pukul 14.30 WIB
  • Persib Vs PS TNI, Senin (30/11/2015) pukul 19.00 WIB

Majemuk, Idiom, dan Frasa: Konsep dan Perbedaannya

1. Pendahuluan
Penggabungan kata atau pemajemukan (compounding) merupakan salah satu proses pembentuk kata. Pembentukan kata itu merupakan proses yang produktif dalam hampir semua bahasa. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, terdapat bentuk kaki yang berarti anggota badan yang menopang tubuh dan dipakai untuk berjalan, (dari pangkal paha ke bawah) dan meja berarti perkakas (perabot) rumah yang mempunyai bidang datar sebagai daun mejanya dan berkaki sebagai penyangganya (KBBI, 2009).  Untuk mewadahi konsep bagian bawah meja, penopang, atau penyangga meja digunakan proses penggabungan kata kaki dengan meja menjadi kaki meja dengan analogi kaki manusia yang berarti bagian bawah meja.
            Ada beberapa istilah untuk menyebut hasil penggabungan kata itu. Misalnya, Alisjahbana (1953) menggunakan istilah kata majemuk yang merujuk pada gabungan dua buah kata atau lebih yang memiliki makna baru. Definisi itu merupakan identitas idiom (lihat Katamba 1994:291). Fokker (1951) menggunakan istilah kelompok kata yang dibedakan menjadi kelompok erat  untuk menyebut idiom dan kelompok longgar untuk bukan majemuk. C.A. Mees (1957) menggunakan istilah kata majemuk dan aneksi. Istilah pertama untuk idiom dan terakhir untuk yang nonidiomatis. Kridalaksana (1989) menggunakan istilah paduan leksem atau kompositum. Sama dengan Alisjahbana, Alwi (1998) dan Moeliono menyebut penggabungan kata dengan majemuk.
            Dari beberapa pendapat di atas diketahui bahwa istilah majemuk lebih banyak digunakan untuk merujuk pada gabungan dua atau lebih leksem atau ata. Para ahli hanya berbeda pendapat dalam memberi istilah untuk tiap-tiap gabungan kata yang memiliki makna idiomatis dengan yang tidak.  Oleh karena itu, sering muncul pertanyaan “apakah majemuk itu berbeda atau sama dengan idiom atau bahkan dengan frasa?”

2. Analisis
  1. Majemuk (Compounds)
Untuk menampung konsep yang belum terwadahi dalam sebuah kata, digunakan gabungan kata atau leksem yang dikenal dengan mejemuk, kompositum, atau perpaduan—yang dalam bahasa Inggris disebut dengan compounds. Kata kunci dari majemuk adalah gabungan kata atau leksem. Menurut Bauer (1988), majemuk adalah leksem baru hasil dari gabungan dua leksem atau lebih. Katamba (1994:291) mengatakan bahwa majemuk adalah kata yang terdiri atas, minimal, dua dasar yang tiap-tiap dasar dapat berdiri sendiri. Kridalaksana (2008) menyebutnya sebagai gabungan leksem dengan leksem yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang memiliki pola fonologis, gramatikal, dan semantis yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan.
Untuk mengidentifikasi antara majemuk dan bukan majemuk,  Kridalaksana (2007) merumuskan tiga hal berikut.
  1. Ketaktersisipan. Di antara komponennya tidak dapat disisipi apa pun. Misalnya, angkat bicara merupakan majemuk karena tidak dapat disisipi apa pun. Bandingkan dengan alat negara yang merupakan frasa karena dapat disisipi dari.
  2. Ketakterluasan. Komponennya tidak dapat diafiksasi dan dimodifikasi,  kecuali keseluruhan. Misalnya, kereta api tidak biasa dibentuk menjadi perkerataan api. Bentuk itu hanya dapat diperluas semua komponennya menjadi perkerataapian.
  3. Ketakterbalikan. Komponennya tidak dapat dipertukarkan. Misalnya naik daun tidak dapat dibalik menjadi daun naik tanpa mengubah maknanya.
  1. Idiom (Idioms)
Idiom adalah entitas leksikal yang lebih berfungsi sebagai sebuah kata, walapun terdiri atas beberapa kata (Katamba, 1994:291). Kridalaksana (2007) mendefinisikan idiom sebagai konstruksi yang maknanya tidak sama dengan makna komponennya. Kridalaksana juga membedakan idiom dari semiidiom. Semiidiom menurutnya adalah konstruksi yang salah satu komponennya mengandung makna khas yang ada dalam konstruksi itu saja, misalnya mata kaki  dan harga diri.
Di Scullio dan Williams (dalam Katamba, 1994) menyebut idiom dengan istilah listemes karena kata tersebut harus listed  dalam leksikon yang kekhasan maknanya tidak tunduk pada kaidah umum dan harus dihafalkan. Idiom seperti musang berbulu ayam atau tertangkap basah  tidak dapat diketahui artinya melalui kata pembentuknya. Bentuk tersebut harus didaftar tersendiri dalam kamus dan dihafalkan maknanya. Kridalaksana memasukkan idiom ke dalam bentuk majemuk atau kompositum karena bentuknya yang selalu merupakan gabungan kata atau leksem.
  1. Pembagian Bentuk Majemuk
Setiap majemuk, baik yang terdiri atas dua kata, tiga kata, dan seterusnya selalu memiliki dua bagian, yaitu kepala (head) dan pewatas (modifier). Misalnya, bentuk majemuk rumah sakit yang terdiri atas rumah sebagai kepala dan sakit sebagai pewatasnya. Dalam bentuk majemuk kepala rumah sakit, kepala sebagai kepala (head) dan rumah sakit menjadi pewatasnya. Semakin panjang  atau banyak elemen pembentuk majemuk semakin sempit artinya.
Berdasarkan status komponennya, majemuk dibagi atas dua kelompok besar, yaitu (1) apakah mejemuk tersebut memiliki kepala: (a) kiri dan (b) kanan; (2) kelas kata kepalanya (Katamba, 1994: 304). Untuk kelompok pertama, yang berdasarkan keberadaan kepala majemuk dan letaknya di sebelah kiri atau kanan terbagi atas tiga..
Pertama, majemuk berkepala.  Majemuk itu terdiri atas:
  1. majemuk berkepala di kanan (the right-hand head rule) atau endosentris, yaitu majemuk yang kepalanya berada pada konstituen atau elemen di sebelah kanan.  Sebagian besar majemuk dalam bahasa Inggris adalah endosentris (Katamba,1994), misalnya bird watch; sugar daddy;
  2. majemuk berkepala di kiri (left-headed compounds), yaitu majemuk yang kepalanya berada pada konstituen atau elemen di sebelah kiri. Bahasa Italia, contohnya, kepala majemuknya berada di sebelah kiri (Scalise, 1984: 125). Bahasa Indonesia dan sebagian bahasa di Asia juga berkepala majemuk di sebelah kiri, misalnya rumah makan dan burung unta.
Majemuk berkepala atau endosentris merupakan subkelas dari salah satu elemennya. Dengan kata lain, secara keseluruhan, majemuk tersebut adalah hiponim dari kepala majemuknya (Bauer, 1988:35). Katamba (1994) lebih jauh menerangkan ciri-ciri  majemuk endosentris, yaitu (1) memiliki kepala, (2) properti sintaksis kepala memengaruhi keseluruhan majemuk, (3) kepala terletak di kanan, dan (4) biasanya terdapat hubungan semantis antara majemuk dan kepala.
Kedua, majemuk takberkepala (headless compound). Majemuk itu terbagi menjadi dua. Pertama, majemuk bahuvrihi atau eksosentris, yaitu majemuk yang tiap-tiap elemennya bukan merupakan kepala dari elemen lainnya, dengan kata lain, majemuk itu bukan merupakan subkelas dari elemennya atau bukan merupakan hiponim elemennya (Bauer, 1988:35). Nama manusia, binatang, dan tumbuhan sering kali berbentuk majemuk eksosentris, misalnya red skin (orang Indian Amerika) dan lidah mertua (nama tumbuhan). Kedua,  majemuk kopulatif atau majemuk dvandva. Majemuk kopulatif ialah majemuk yang memiliki dua kata yang merupakan pasangan yang secara semantis memiliki  status yang sama dan tidak ada elemen yang mendominasi majemuk tersebut, misalnya:
    utara-selatan (kedua arah mata angin tersebut sama-sama penting);
    Sony-Ericsson (dua perusahaan melakukan merger untuk membentuk perusahaan  
    baru yang berstatus sama).
Bauer (1988:36) menamakan majemuk jenis itu majemuk akar atau majemuk primer (root compounds atau primary compounds), sedangkan Kridalaksana (2007) menamai kedua majemuk ini dengan istilah majemuk sederajat atau koordinatif.
Selain yang ada pada pembagian di atas, terdapat  dua jenis majemuk lain. Pertama, cranberry words, yaitu majemuk yang salah satu elemennya unik, tidak terdapat dalam gabungan kata lain. Dalam bahasa Inggris fenomena itu dikenal dengan nama cranberry (Katamba, 1994: 322), misalnya leksem cran dan huckle yang hanya muncul dalam majemuk cranberry dan huckleberry.  
Kedua, majemuk neoklasik (neo-classic compounds). Majemuk itu disebut demikian karena sebagian besar elemennya adalah serapan dari bahasa Yunani atau Latin. Adams (1973) dan Bauer (1983) menamainya demikian.  Kridalaksana menyebut gejala neoklasik dengan istilah majemuk sintesis karena keduanya merupakan paduan dari bentuk terikat dan bentuk bebas atau bentuk terikat dengan bentuk terikat. Majemuk itu berasal dari bahasa asing dan sebagian besar merupakan kosakata ilmu pengetahuan (Kridalaksana, 2007: 151).
Untuk kelompok kedua, yang berdasarkan kelas kata kepalanya,  majemuk itu terbagi menjadi tiga jenis.  Pertama, majemuk nomina yang terdiri atas (1) nomina dengan nomina, misalnya kereta api; (2) nomina dengan adjektiva, misalnya orang asing, (3) nomina dengan verba, misalnya pesawat tempur; dan (4) preposisi dengan nomina, misalnya  overdosis.
Kedua, majemuk adjektiva yang terdiri atas gabungan (1) nomina dengan adjektiva, (2) adjektiva dengan adjektiva, misalnya murah meriah, dan (3) preposisi dengan adjektiva, misalnya overaktif.
Ketiga, majemuk verba, yaitu verba dengan nomina: (meng)hukum mati. Majemuk verba itu mempunyai ciri-ciri (1) kepala kata adalah adjektiva atau nomina yang berasal dari verba, (2) anggota majemuk ditafsirkan sebagai argumen sintaktis dari kepala nomina deverbal atau adjektiva, (3) nonkepala berfungsi sebagai agen, pasien, dan sebagainya, dan (4) makna majemuk transparan. Bauer (1988: 36) menyebut majemuk itu dengan majemuk sintetis atau majemuk inti (nexus compounds).
  1. Majemuk dan Frasa
Majemuk juga berbeda dengan frasa. Untuk membedakan antara majemuk dan frasa, perlu dirumuskan suatu kaidah tersendiri. Misalnya, untuk membedakan frasa dengan bentuk lain, arti sebuah frasa dapat diketahui dengan mengetahui arti  kata yang membentuknya dan frasa itu tunduk pada kaidah umum. Usaha untuk membedakan antara majemuk dan frasa, dapat dilihat dalam beberapa bahasa.  Bahasa Inggris, misalnya, menyiasati hal tersebut dengan cara menghilangkan spasi antarelemen (breakfast) atau menggunakan tanda hubung (hyphen), misalnya ice-cream; eye-catching. Bahasa Arab menuliskan majemuk secara terpisah dan elemen keduanya selalu diakhiri oleh kasrah (tanda bunyi [i]).
            Dalam bahasa Indonesia, bentuk majemuk ditulis terpisah, kecuali kata tersebut berpotensi menimbulkan salah pengertian. Agar terhindar dari salah pengertian, digunakan tanda hubung, misalnya buku-sejarah baru; ibu bapak-kami.  Bentuk majemuk yang mendapat awalan atau akhiran sekaligus ditulis tergabung dan yang mendapat awalan atau akhiran saja ditulis terpisah, misalnya bertepuk tangan, sebar luaskan, pertanggungjawaban, dan  menggarisbawahi. Adapun bentuk majemuk atau gabungan kata yang sudah padu selalu ditulis serangkai.  
Contoh:
acapkali
bilamana
  darmabakti
  dukacita
kasatmata
matahari
olahraga
saripati
segitiga
sukacita
sukarela
wiraswata

3. Penutup
Pemajemukan atau compounding adalah salah satu proses pembentuk kata baru yang produktif. Proses itu terdapat dalam hampir semua bahasa, bahkan dalam banyak bahasa, majemuk merupakan tipe utama dari leksem atau kata baru (Bauer,1988:33). Majemuk juga mencakup idiom yang memiliki makna yang tetap dan tidak dapat diprediksi.
            Para ahli sependapat atas sebagian besar fenomena majemuk. Mereka hanya berbeda pendapat pada sebagian kecil, misalnya, istilah majemuk sintetis yang diungkapkan Bauer dengan yang diajukan Kridalaksana kemudian. Perbedaan tersebut, mungkin, disebabkan oleh sifat bahasa yang menjadi data yang tidak hanya universal, tetapi sekaligus unik.

Daftar Pustaka
Bauer, Laurie. 1988. Introducing Linguostic Morphology. Edinburgh:
    Edinburgh University Press.
Katamba, Francis. 1994. Morphology. London: Macmillan Press LTD.
Kridalaksana, Harimurti. 2007. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia.
     Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
------------. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1997. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Departemen   Pendidikan  dan Kebudayaan.
Pusat Pembinaan dan Pengembanagan Bahasa. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.