Friday, November 9, 2012

Korupsi & Kualitas Proses Demokrasi


Sistem korupsi yang teratur adalah benar-benar isu politik karena itu mempengaruhi hubungan antara negara dan masyarakat dank arena itu mempengaruhi proses politik dan penghasilan. Pada satu tangan, korupsi secara signifikan mempengaruhi politik karena hamper semua bentuk-bentuk korupsi menyalahgunakan pengaruh politik. Hal itu mengakibatkan proses yang terlewati, melemahkan hak-hak sipil, dan “menghambat saluran sah pemerintah pada akses politik dan pertanggung jawaban sementara membuka (dan menyembunyikan) dosa yang baru4”. Hal itu juga bisa membawa kepada kelemahan institusi politik dan hilangnya kepercayaan orang-orang pada sistem politik. Dalam banyak kasus, rezim militer menggunakan korupsi tingkat tinggi pada masyarakat untuk memberikan alas an untuk menggulingkan pemerintahan. Korupsi memiliki efek yang mwerugikan pada kualitas proses politik karena hal itu membiarkan 3 element kunci pada proses demokrasi : gambaran, debat, dan pilihan.
Disisi lain, politik menyebabkan jenis-jenis dan besarnya korupsi di berbagai cara. Korupsi bisa juga digunakan dalam pendebatan dan cara-cara berpolitik yang kadang-kadang membuat hal itu sulit untuk membedakan mana korupsi dari skandal-skandal pengikutnya. Lawan politik yang dikecilkan dari kritikan pemerintah yang ada mungkin menemukan peng-korupsi-an sebagai sebuah jalan untuk menantang pemerintah tanpa mengancam pada kekuatan politik5. Direzim demokrasi, partai-partai yang berkuasa juga mempertimbangkan persepsi publik tentang seberapa besarnya korupsi itu. Dalam demokrasi lama dan baru, ada sebuah guna umum dari pemindahan orang-orang dari politikus karena perluasan jaringan politik uang dan mereka meningkatkan kepedulian tentang kurangnya transparansi di pemerintahan.

Korupsi memunculkan beberapa sindrom. Johnston telah mengidentifikasi 4 sindrom tersebut. Di dalam kepentingan tawar menawar kelompok sindrom, kelompok elit lebih memiliki akses dari pada swatantra. Dan ada kesempatan ekonomi dari pada politik. Kelompok yang memiliki kepentingan berusaha untuk sumber daya ekonomi mereka seperti kontribusi politik untuk mempengaruhi keputusan-keputusan politik. Ini adalah tipikal daridemokrasi liberal seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jerman. Dalam sindrom elit kekuasaan tertinggi, sebuah “kubu elit politik menghadapi kompetisi politik kecil dan beberapa tuntutan berarti untuk penguasaan pertanggung  jawaban dan eksploitasi kesempatan ekonomi, manipulasi akses politik (sebuah komoditas yang langka & bernilai) dalam pengembalian untuk penghasilan ekonomi lebih jauh. “Contoh-contoh termasuk china, Nigeria dibawah rezim militer, dan korea selatan. Di dalam perlindungan yang dipecahkan dan sindrom kumpulan orang secara luas, para elit politik sangat mudah mengakses tapi butuh mencari kekuatan didalam situasi kompetisi politik yang hebat dan kekurangan sumber daya pada politik yang terpecah. Para elit secara politik gelisah dan biasanya tidak bisa untuk memberikan penghargaan secukupnya kepada pengikut mereka melalui perlindungannya. Contohnya termasuk Rusia dan sebelum Fujimori peru. Karena negara-negara yang dalam kondisi tersebut menjadi negara yang secara politik tidak stabil, ada banyak kesempatan-kesempatan bagus untuk korupsi yang luar biasa. Dibawah sindrom mesin perlindungan, para elit politik mengatur kompetisi politik dengan memanipulasi kelangkaan ekonomi melalui sistematik perlindungan, meminjam kepada konsentrasi kekuatan politik dalam beberapa tangan. Perlindungan digunakan untuk mengontrol tingkat korupsi yang melekat didalam beberapa keadaan. Contoh dari tipe ini adalah Meksiko dan Indonesia sebelum pembahasan demokrasi.

Menghitung akibat dari korupsi pada kesempatan politik sangatlah sulit karena kurangnya data. Korupsi bisa berperan penting pada sistematik kesempatan politik atau kerusakan pada proses politik atau ke perubahan pokok dalam kekuasaan politik (seperti di Liberia, Higeria, Higer, Philipina, Uni soviet dulu dan sudan) atau hal itu dapat berperan penting pada perubahan rezim dan “penyusunan kembali pada kompetisi politik” seperti di Agrentina. Banglades, Indonesia, Meksiko, Pakistan , Korea Selatan dan Thailand.
Walaupun politikus korup bisa saja di pilih diluar kekuasaan dalam sebuah pemilihan pemerintah secara demokrasi, demokrasi khususnya selama tingkat awal – tidaklah dibutuhkan untuk praktek-praktek korupsi. Di dalam perkembangan ekonomi, korupsi tingkat tinggi pada pemerintah berdampingan dengan perubahan demokrasi. Sebagai negara berkembang melalui masa transisi, pembangunan konsesus dan hak kekuasaan menyisakan permasalahan. Satu aspek penting dari legitimasi politik adalah penggunaan kekuasaan negara oleh pegawai-pegawai negri dalam penyesuaian dengan pengaturan sebelumnya dan peraturan-peraturan yang telah disetujui. Dimana pegawai sipil melaksanakan kekuasaan, seperti kebanyakan negara baru, mereka sendiri mungkin mengambil inisiatif dalam kewenangan legislative untuk apa yang mereka harapkan. Ketika legislasi di adopsi, hal itu tidak mengetengahkan control politik diatas birokrasi.
Meratanya korupsi disebuah negara bisa mengindikasikan sedemikian luasnya yang mana pegawai sipil bisa dan mau untuk melanggar hukum atau pelanggaran surat izin mereka. Uang sogok mungkin diberikan untuk membujuk petugas-petugas untuk melaksanakan tugas mereka- sebagaimana dalam lisensi dan izin – atau untuk memantau tidaknya pelaksanaan. Sebuah konstitusi atau undang-undang diharapkan menyediakan fondasi untuk peraturan yang efektif.
Ketika hukum tak bisa dijalankan, bagaimanapun juga, kelesuan publik dan kekecewaan publik berbalik melawan institusi. Saat konstitusi tidur suatu ketika sebuah kesulitan dasar dari dukungan, sistem adalah didiskreditkan dan mudah dijatuhkan. Kegagalan konsensus untuk berkembang dan sebuah krisis pada legitimasi bertahan, membuka sistem untuk praktek korupsi.
Di sebuah negara dimana politik korupsi dapat menembus, sebab perusak mengurangi fungsi badan pemilihan, parlemen,pengadilan,dan institusi pemerintah lainnya. Hal itu membuat sebuah lingkungan politik yang negative dan kurang bermurah hati pada institusionalisasi dari proses dan praktek demokrasi. Parlemen dalam negara berkembang kurang lebih berkuasa daripada organ lainnya dipemerintahan, terutama sekali cabang eksekutif. Agensi pemerintahan adalah subjek untuk melemahkan control perhitungan dan tidak menghadapi penelitian yang serius oleh badan pembuat undang-undang atau institusi legal. Dalam beberapa kasus, kehakiman merasa tak bisa mengambil tindakan pada kasus pemerintah mengenai penyalahgunaan keuangan atau penyalahgunaan kekuasaan.
Kebutuhan untuk membuat pemilu bebas dan adil telah diagendakan dibanyak negara, tapi pengaruh korupsi pada hasil pemilu menjadi menyebar. Di negara berkembang, pemilu ditandai dengan keributan, kecurangan besar-besaran, pembelian suara, dan mempengaruhi pemilih dibawah bantuan pemerintah. Di Pakistan, sebagai contoh,  4 pemilu diadakan dengan cepat antara 1998 dan 1997, dan setiap waktu yang kalah mempertanyakan tentang keadilan dan kejujuran mereka. Dugaan persengkongkolan pada pemilu 1997 membawa pihak militer mengambil alih pemerintahan. Di Bangladesh, pemilu berturut-turut membawa perselisihan yang serius antara panitia dan partai oposisi tentang hasil, membawa ke amandemen konstitusi yang disediakan untuk sebuah pemerintahan sementara 3 bulan sebelum pemilu nasional dilaksanakan untuk memastikan bahwa partai yang berkuasa tidak menyalahgunakan kekuasaannya selama pemilu. Karena politik modern menyaratkan sumber daya lebih dari pada peserta gaya lama dank arena banyak kandidat dalam pengembangan ekonomi menggunakan uang/kekayaan mereka didalam ketiadaan keuangan publik,politikus membawa hasil yang bagus akan membawa keuangannya kembali melalui praktek korupsi atau melalui legitimasi politik perlindungan.
Lebih jauh lagi, pemilu dinegara berkembang menjadi lebih mahal. Karena uang diinvestasikan dipemilu harus kembali dan kebanyakan kandidat menggunakan kekayaan mereka, perangsang selama pemilu dapat dilihat pada 2 tingkat- dipilih dan tetap berkuasa. Seperti kasus yang ditunjukkan di philipina, pemilu memakan biaya yang banyak dari pengeluaran yang besar pada media, iklan-iklan, transportasi, humas, dan rahasia kecil dalam pembelian suara&.pemilu, oleh karena itu telah meningkat pengertiannya dari waktu ke waktu pada akses ke sistem yang rusak, yang mana praktis terbuka jalan bagi wakil yang dipilih untuk membuka uang publik,dibanyak kasus tanpa keamanan yang teruji melawan penyalah gunaan.
Hilangnya pengaturan dan pendisiplinan partai. Politik, badan pembuat undang-undang dinegara berkembang menjadi lemah dan tak bisa melaksanakan jaminan kekuasaan secara konstitusional. Parlemen-parlemen di banyak negara tidak menyediakan sebuah forum yang efektif untuk debat publik pada isu politik dari kepentingan negara. Cabang eksekutif, dengan bantuan dari pegawai sipil, memonopoli kekuasaan dan merampas peraturan dan fungsi-fungsi dari parlemen-parlemen dan partai-partai politik. Kelebihan kebijaksanaan ini dan lemahnya pertanggung jawaban dari cabang eksekutif membawa lebih banyak korupsi. Tidak adanya sebuah sistem yang memadai dari check & balance, tidak mendorong melawan pengalihan dari kekayaan publik tidak dilaksanakan. Banyak partai politik menjadi alat tunggangan pribadi dari politikus untuk meraih daripada kendaraan untuk debat pada politik nasional dan program-program mode yang biasa adalah bergabung kepartai pemenang sesudah semua pemilu dalam harapan mendapatkan bantuan-bantuan keterlibatan pembuat undang-undang didalam merancang dan implementasi dari proyek pengembangan adalah salah satu mekanisme untuk mendapatkan bantuan dari partai yang berkuasa. Pada tahun 1990, sebagai contohnya, kongres delapan philipina membuat pengembangan kekayaan daerah pedalaman untuk proyek infrastruktur. Di Pakistan, membuat undang-undang menyediakan dana pengembangan sebesar 5 juta Rs. Setiap pengembangannya di tahun 1986. Badan eksekutif kadang-kadang menggunakan APBN dan politik perlindungan untuk memperoleh suara pembuat undang-undang untuk mendapatkan sebuah suara terpercaya di parlement.
Sebuah lembaga kehakiman yang mandiri dan berfungsi dengan baik adalah pilar tengah dari peraturan hukum.korupsi mengurangi kepercayaan publik dalam peraturan hukum. Petugas yang korup memperkuat element kriminal di dalam masyarakat. Lebih jauh lagi kurangnya keyakinan publik akan lembaga kehakiman  membawa kepada kemunduran diri pada etika standar. Dan menipiskan integritas publik. Di banyak negara, lembaga kehakiman gagal mengambil tindakan pada kasus penyalahgunaan pemerintahan pada keuangan atau melawan politikus yang sedang memegang jabatan di pemerintahan. Gaji yang kecil dan kerja yang berlebihan dan petugas pengadilan mudah disogok penawaran dari penyogok atau penyalah gunaan perlindungan sebagus serangan atau intimidasi. Di ukraina, sebagai contoh, hakim-hakim secara luas menyisakan tanggungan pada kewenangan lokal untuk tempat tinggal mereka, dan mereka yang melawan peraturan petugas kota t. rentan terkena keterlambatan dalam mendapatkan perumahan10. Korupsi di kehakiman membolehkan orang kaya untuk membeli keadilan secara langsung dengan menyogok staf kehakiman dan secara tak langsung melalui akses mereka kepada pengacara-pengacara terbaik.  
Sogokan bisa digunakan untuk mempercepat keputusan pengadilan di negara-negara dengan penangguhan kasus serius dan jaminan.
Politik korupsi dapat memaksa masuk ke sistem demokrasi dari kedua dari negara berkembang dan dikembangkan. Ketika peraturan keuangan tidak dilaksanakan dan kehakiman terlalu lemah untuk menangani pertanggung jawaban politikus korup, sebuah kelompok yang secara politik dihubungkan pada makelar penyogok di kembalikan untuk menyalahgunaan dari politik perlindungan oleh kekuasaan tersebut, dan sebagian disajikan sebagai “partai pemegang kas” special untuk mengambilkan uang untuk simpanan partai dari sumber-sumber seperti industri konstruksi.

Thursday, November 8, 2012

BENTUK-BENTUK KORUPSI


Korupsi memeliki banyak segi dan nuansa dalam budaya-budaya yang berbeda dan memasyarakat. Hal ini secara universal dikenali sebagai sifat pegawai negri yang menyimpang dalam norma-norma yang diterima dalam hal ini melayani kepentingan pribadi, dan sifat dibagian pribadi yang memutuskan ketertarikan publik untuk menghasilkan keuntungan pribadi. Korupsi dapat dilihat dari sedikitnya dalam 5 pandangan :
  1. Pandangan secara moral-norma menegaskan korupsi sebagai sifat yang buruk, seperti kekurangan komitmen moral dan integritas diantara petugas-petugas dan terfokus pada efek-efek yang negative pada korupsi moral publiki, disiplin institusi, dan kepercayaan publik pada pegawai negri.
  2. Pandangan fungsional menggambarkan korupsi sebagai sebuah kualitas yang sebenarnya pada setiap masyarakat yang mengubah dan mengadaptasi dari keadaan. Demikian juga konsep korupsi berbeda berdasarkan dengan warisan budaya, politik dan struktur-struktur institusional, tingkat perkembangan sosial ekonomi, budaya politik, dan masa transisi-transisi dalam masa transisi, sebagai contoh, politik dan institusi birokrasi yang tak dapat ditanggulangi dengan meningkatnya permintaan yang dibuat atas mereka oleh pengusaha-pengusaha pebisnis, investor asing, dan yang lainnya yang memungkinkan untuk korupsi.
  3. Kantor publik-legalisasi menggambarkan tekanan kepentingan dari pembuatan institusi yang sah dan pembuatan hukum. Sifat korup adalah berdasarkan pada penyimpangan dari peraturan terhadap tugas kewenangan untuk keuntungan yang pribadi. Satu dari keterbatasan pada pendekatan ini dalam negara berkembang adalah ketidak mampuan dalam menjalankan hukum melawan penyalah gunaan kewenangan dengan seluruh kekuatan.
  4. 4.      Ketertarikan publik- pandangan institusionalis menjelaskan bagaimana institusi membentuk individu pegawai dan bagaimana kebersamaan dan tujuan yang tidak berhubungan dengan uang adalah sebanyak bagian korupsi demi kepentingan pribadi. Demikian juga prospek dari korupsi oleh  individu pegawai negri adalah terbatas oleh norma-norma,struktur, dan kapasitas dari institusi yang mana individu itu sendiri, lebih jauh lagi, kelakuan individual secara korupsi dikarenakan nrma-norma tertentu dan diatur oleh institusi.
  5. Penjualan- pandangan ini menunjukkan setiap pegawai negri  memaksimalkan dirinya dan secara keseluruhan cenderung pada keuntungan pribadi. Ketertarikan itu membawa pegawai-pegawai negri itu untuk menghindari dari tanggung jawab mereka dan menggunakan peraturan itu untuk melayani kebutuhan mereka sendiri. Individu pejabat mengubah sumber daya politik kedalam kebutuhan-kebutuhan untuk memulai dan mengatur hubungan korup dengan proses pembuat keputusan diluar politik formal. Pandangan ini, bagaimanapun juga membiarkan tekanan kolektif pada sebuah institusi dan batasan-batasan lain dari tindakan dan sifat oleh norma-norma dan struktur institusional.
Politik korupsi telah ditegaskan sebagai sebuah “transaksi diantara swasta dan sektor-sektor publik yang mengumpulkan barang-barang bersama adalah secara haram diubah menjadi keuntungan pribadi”.
Bentuk yang paling umum dari politik korup mengarah kepada politik keuangan, penghargaan pada pemerintah mengikat pada basis dukungan politik atau keanggotaan, dorasi-dorasi kegerakan politik dengan pengharapan-pengharapan keuntungan nantinya didalam bentuk janji-janji politik, penggunaan posisi politik untuk pengaruh serangan balik atau uang suap, dan janji-janji posisi basah pada basis perlindungan.
Korupsi birokrasi skala besar lebih seperti mengambil tempat di dalam privasisasi pada perusahaan publik, distribusi daerah, implementasi proyek pekerjaan umum, penyerahan kontrak utama pemerintah. Hal itu dapat membawa banyak bentuk: untuk menghasilkan kontrak-kontrak atau asset-aset ; untuk menghasilkan akses ke keuntungan; untuk menghindari pembayaran pajak, tugas-tugas, atau pajak; untuk menghasilkan perizinan dan lisensi-lisensi; untuk mempengaruhi pengesahan dan administratif pengeluaran;  atau untuk mempercepat/memperlambat proses-proses pemerintah. Hal itu juga melibatkan pencurian yang sama sekali palsu, sebagaimana ketika penghasilan pemerintah dan sumber daya secara sederhana dicuri, gaji-gaji dibayarkan untuk pekerjaan yang tak dilaksanakan, dan pajak pemerintah yang sah dikumpulkan tapi tak pernah disetorkan kepada pemerintah.
Dalam banyak kasus, birokrasi dan politik korup hidup berdampingan satu sama lain. Dalam karakterisasi masyarakat oleh pemusatan ekonomi danm kekuatan politik dibeberapa tangan, politik dan sektor swasta elit berhubungan sangat dekat. Dibeberapa keadaan, hal itu menjadi sangat sulit untuk memastikan pertanggung jawaban dari kelompok peraturan walaupun negara mungkin memiliki struktur demokrasi.
Beberapa kasus korupsi ditingkat atas Thailand-thailand, India, Philipina, dan Indonesiabaru-baru ini yang menjadi berita utama nasional & internasional menunjukkan keterlibatan dari politik dan ketertarikan ekonomi. Di negara berkembang juga disana banyak kasus korupsi yang melibatkan pengaruh politisi.