Semua kita pasti setuju
dan meyakini bahwa pendidikan merupakan gerakan untuk membangkitkan bangsa dan
Negara supaya mampu berdiri tegak, kokoh, maju dan terpandang dalam pergaulan
bangsa-bangsa dan dunia internasional. Pendidikan sebagai praksis pembangunan
bangsa, meskipun terkesan klise, tapi tetap menarik dan penuh makna.
Untuk membangun bangsa
tentunya harus memiliki sumber manusia yang produktif, bermutu, disiplin dan
bermartabat (human dignity). Manusia adalah objek pendidikan, sebagai makhluk
yang dapat didik dan yang harus mendapatkan pendidikan. Sehingga dengan
pendidikan yang diperoleh dapat mengembangkan potensi sumber daya alam yang
dimiliki oleh bangsa atau negara ini. Tentunya dengan cara manusia terdidik,
mempunyai kemampuan pengetahuan. Sehingga dengan tanpa merusak esensial
alam itu sendiri, keakraban dan kelestarian lingkungan harus terjaga. Cara-
cara seperti inilah yang seharusnya dimiliki oleh manusia yang terdidik
melakukan aktivitasnya.
Dalam hal ini diperlukan
usaha untuk menjadikan manusia itu bermakna sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang
“spesial” dari makhluk lain. Disebut special karena pada manusia itu mempunyai
akal yang bisa membawa manusia jauh lebih terhormat dan dihormati sebagai
manusia.
Esensial manusia
dilahirkan kedunia dengan membawa potensi fitrah, maka fitrah tersebut harus
mendapat tempat dan perhatian serta pengaruh dari faktor eksogen manusia (environment)
untuk mengembangkan dan melestarikan potensinya yang positif dan sebagai
penangkal manusia itu dari penguasaan nafsu amarahnya.
Cara yang tepat untuk
mengembangkan dan memelihara fitrah manusia itu adalah dengan pendidikan,
karena pendidikan (al-tarbiyah) manusia itu bisa dibentuk dan
membentuk diri. Dengan pendidikan juga telah mencakup semua dimensi untuk
memanusiakan manusia sebagaimana utuhnya. Pendidikan juga merupakan sebagai
upaya untuk mengembangkan bakat dan kemampuan individual, sehingga
potensi-potensi kejiwaaan itu dapat diaktualisasikan secara sempurna, karena
potensi-potensi itu sesungguhnya merupakan kekayaan dalam diri manusia yang
amat berharga.(Amin, 1992). Pendidikan juga merupakan pondasi bagi manusia
dalam posisi baik sebagai khalifah maupun sebagai ‘abd (hamba
Allah).
Tujuan Pendidikan
Dalam menghadapi
industrialisasi Eropa dan Amerika, menurut Jonh Dewey sistem pendidikan sekolah
harus diubah. Sains, menurutnya, tidak mesti diperoleh dari buku-buku,
melainkan harus diberikan kepada siswa melalui praktek dan tugas-tugas yang
berguna. Belajar harus lebih banyak difokuskan melalui tindakan dari pada
melalui buku. Artinya pembagian yang tepat antara teori dan praktek learning
by doing.
Dalam masyarakat
industri, sekolah harus merupakan miniatur lokakarya dan miniatur komunitas.
Belajar haruslah dititiktekankan pada praktek dan trial and error.
Akhirnya, pendidikan harus disusun kembali bukan hanya sebagai persiapan menuju
kedewasaan, tetapi pendidikan sebagai kelanjutan pertumbuhan pikiran
dan kelanjutan penerang hidup. Sekolah hanya dapat memberikan kita alat
pertumbuhan mental, sedangkan pendidikan yang sebenarnya adalah saat kita telah
meninggalkan bangku sekolah, dan tidak ada alasan mengapa pendidikan harus
berhenti sebelum kematian menjemput.
Tujuan pendidikan adalah
efisiensi sosial dengan cara memberikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan demi pemenuhan kepentingan dan kesejahteraan bersama secara
bebas dan maksimal. Dengan pendidikan dan semua manusia bisa memiliki
kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan, sehingga bakat dan kemampuan
manusia itu bisa berpotensial. Manusia yang mempunyai masa proses pengembangan
diri, tentunya juga mendapatkan tahapan-tahapan penyesuaian dalam mendapatkan
pendidikan, dalam hal ini tentunya pendidik. Tugas seorang pendidiklah untuk
membantu manusia (yang dididik) itu dapat mengembangkan bakat dan kemampuannya.
Disamping itu pendidik juga berkewajiban untuk membantu menemukan
kesulitan-kesulitan yang menghambat perkembangan potensinya, serta membantu
menghilangkan hambatan itu untuk mencapai tujuan menjadi manusia mandiri.
Tata susunan masyarakat
yang dapat menampung individu yang memiliki efisiensi di atas adalah sistem
demokrasi yang didasarkan atas kebebasan, asas saling menghormati kepentingan
bersama, dan asas ini merupakan sarana kontrol social, yang memberikan interes
perorangan kepada individu dalam hubungan kemasyarakatan dan mempunyai
pemikiran yang menjamin perubahan-perubahan sosial.
Dalam Undang-Undang
System Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003, pendidikan diharapkan dapat
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggungjawab. Sehingga terbentuknya masyarakat madani yang
demokratis, rukun dan damai dalam kesatuan bangsa yang toleran dan
menghormati sesame suku, agama, ras dan adat istiadat dan budaya.
Konsep tujuan pendidikan
kita sangat ideal dan baik, namun belum maksimal dalam mencapai output nilai
manusianya, sehingga hal ini jauh bertolak belakang dengan tujuan pendidikan
itu.ya. Keadaan ini bisa dilihat, diamati, dalam aktifitas kehidupan .
terjadinya tindakan seperti; Kekerasan dan “Mafia” dalam dunia pendidikan,
terror bom, korupsi, pungutan pajak yang tidak dibenarkan secara undang-undang
(pajak liar) yang masih berlangsung, (dan hal ini juga katanya yang menjadi
penghambat para investor dalam melakukan investasi, sehingga menggangu proses
percepatan pembangunan bangsa/daerah ini) Trafficking, pelaku eksploitasi
sumber daya alam yang merusak kehidupan, para abdi Negara yang lalai terhadap
tugas dan tenggaungjawab yang diberikan, seperti; PNS yang molor dan suka
nongkrong di warung/di luaran pada saat jam kerja, dan banyak praktek
tindakan-tindakan a moral lainnya yang terjadi dan pelakunya kaum terdidik dan
mereka yang berpendidikan.
Persoalan ini, juga tidak
bisa semata disalahkan konstitusi pendidikan, karena pendidikan adalah
tanggungjawab setiap warga negara yang tak bisa dipungkiri.
Dalam hal ini ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk manivestasi pendidikan
manusia; pertama, Pengembangan terhadap yang teoritis dengan praktis
harus sejalan. Pengembangan teoritis akan memberikan bekal yang bersifat etik
dan normatif, sedangkan yang praktis dapat mempersiapkan tenaga profesional
sesuai dengan kebutuhan. Proporsionalisasi yang teoritis dan praktis itu
penting agar pendidikan tidak melahirkan materialisme terselubung ketika
terlalu menekankan yang praktis. Pendidikan juga tidak dapat mengabaikan
kebutuhan praktis manusia, sebab kalau demikian yang terjadi berarti pendidikan
tersebut dapat dikatakan disfungsi, tidak memiliki konsekuansi praktis. Kedua,
kesadaran individu, dari segi paedagogis manusia sebagai Homo Educandum
harus mampu untuk tidak membiasakan mengerjakan hal yang buruk, selama ini
sebagai hamba Allah kita masih berlagak sebagai manusia suci, dan tidak jujur
pada diri sendiri, sebagai contoh; setiap waktu kita mengerjakan kewajiban
seperti shalat lima waktu tapi justru shalat itu, belum mampu membendung
tingkah laku seseorang untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan a moral atau
perbuatan yang melanggar aturan Tuhan. Sehingga nilai shalat tadi yang
dikerjakan tidak lebih dari praktek ritual semata. Prilaku manusia
yang berakal hilang dengan pengaruh nafsu, nafsu lebih menguasai akal
manusia, yang seharusnya akal mengontrol nafsu itu. Ketiga,
meningkatkan peran dukungan dari keluarga dan lingkungan masyarakat selama ini
ada kesalahan paradigma berpikir dalam masyarakat, bahwa kalau urusan
pendidikan semata-mata adalah tanggungjawab pemerintah semata atau konstitusi
pendidikan saja. Sehingga fungsi control sebagai orang tua dan masyarakat
perannya sangat lemah. Hal ini juga dampak dari ketidak tau-an dan beberapa
pengaruh lain bagi mereka, seperti; factor rendahnya pendidikan orang tua,
factor ekonomi keluarga, pekerjaan, dan alasan lain sebagainya yang pada
prinsipnya mereka juga belum bisa memanusiakan dirinya sendiri sebagai orang
tua atau keluarga.
Ketiga, adalah system dan kebijakan pendidikan serta profesionalisme tenaga
kependidikan kita, system pendidikan yang mengutamakan pencapaian nilai, dimana
ukuran keberhasilan diukur dari kemampuan menjawab soal-soal, sedangkan
persoalan prilaku masih kurang tersentuh, aplikasi bagaimana pemahaman dan
penerapan ilmu agak di nomor duakan. Ruang desentralisai pendidikan yang
diberikan kedaerah masih terkekang dan belum mampu mengubah system pendidikan
secara keseluruhan. Mengamati system RENSTRA pendidikikan Aceh, yang
menginginkan pendidikan berbasis islami. Untuk mengimplementasikan rencana ini
maka harus ditunjang tindakan-tindakan kongrit. Bisa saja dengan memperhatikan
kembali kurikulum pendidikannya, dimana harus memuat prinsip-prinsip
islam yang lebih mengedepankan dasar religi. Sehingga nilai islaminya tidak
berkesan simbolis semata. Diakui banyak pihak menilai pendidikan kita sudah
bagus, tapi bagus, belum keproses berhasil membentuk manusianya. Sebagai
contoh, mendapat nobel atau gelar pendidikan, tapi tanpa proses sekolah, cukup
dengan punya kekuasaan dan uang gelar itu bisa dibeli. Didisi lain dengan
meninggkatnya dana pendidikan dan kesejahteraan tenaga kependidikan diharapkan
para tenaga kependidikan ini lebih profesional dan ulet. Disamping itu juga
kesetaraan pelayanan dan sarana prasarana kebutuhan pendidikan yang
diberlakukan harus tetap sama antara kota
dan desa tidak menganak tiri, kandungkan. Sehingga akses pendidikan itu mudah
di dapatkan.
Pengaruh perkembangan dan
perubahan dunia globalisasi merupakan tantangan bagi pendidikan dalam
“memanusiakan” manusia maka pendidikanpun harus terarah hendaknya. Ada sebuah pesan dari Ali bin Abi Thalib, ia
mengatakan; “ Didiklah dan persiapkanlah anak-anakmu untuk suatu zaman yang
bukan zamanmu, sebab mereka akan hidup pada suatu zaman yang bukan zamanmu”.
Pesan yang sama juga diungkapkan oleh futurology, Arifin Tofler, yang
menyatakan, “Pendidikan harus selalu mengacu pada masa depan”. Oleh karena itu,
pendidikan dipandang berperan penting dalam keberlangsungan hidup manusia,
untuk mengakomodasi kebutuhan dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam
kehidupan manusia. Dalam amanat UUD 1945 juga ditegaskan, pendidikan
harus menjadi wahana dan sarana meningkatkan kecerdasan bangsa secara berkelanjutan
dalam kerangka pendidikan sepanjang hayat (life long education). Kecerdasan
yang dimaksud disini adalah kecerdasan manusianya, hanya dengan ilmu dan
kemampuan skilnya (capacity bulding), manusia bisa mengangkat derajatnya.
Manusia yang berpendidikan adalah ibarat pohon yang kokoh, rindang dan juga
berbuah lebat yang bisa bermamfaat bagi kehidupan. Dan tentunya diposisikan
semata-mata untuk beribadah kepadaNYA.sehingga tidak menguragi esensi nilai
manusia sebagai ‘abd dan khalifah dimuka bumi.