Ketika beberapa kondisi dibuat untuk
mendukung dan memainkan peran persetujuan umum dalam proses kebijakan,
persetujuan umum/kesepakatan bukan satu-satunya solusi bagi semua hal yang
mungkin salah dengan pembuatan kebijakan atau implementasi program. Tidak
terdapat penerimaan luas bahwa partsisipasi merupakan hal penting jika tidak
ada perangkat yang benar-benar cukup memadai untuk mencapai hasil kebijakan
yang sukses.
Bagaimanapun
juga beberapa bagian dari pembuatan kebijakan ekonomi makro berbeda. Para
ekonom neoklasikal memiliki pandangan tentang alam teknikal dari kebijakan
makro, contohnya, memperhatikan bahwa kebijakan moneter tentang rata-rata bunga
atau keputusan devaluasi mata uang seharusnya tidak menjadi pokok bahasan
terhadap pengaruh umum. Sama halnya, mungkin tidaklah beralasan untukkan debat
publik untuk mengambil isu-isu seprti target kredit optimal atau penopang
defisit fiskal. Tetapi partisipasi dapat memainkan peranan dalam pendidikan
publik mengenai konsekuensi keputusan teknikal tersebut, dan barangkali lebih
penting tentang peranan kebijakan makro dapat pula berperan dalam perkembangan.
Pada isu-isu seperti beberapa hal yang tidak dapat dielakkan tentang derita
singkat untuk mendapatkan keuntungan yang cukup lama dalam kebijakan mengurangi
inflasi, contohnya, publik harus diinformasikan dan diyakinkan tentang dasar
rasionil untuk penghematan. Namun, terdapat ketidaksetujuan mengenai isu-isu
tersebut seperti bagaimana penghematan singkat harus dicapai dan apakah
pengeluaran untuk kesehatan atau kesehatan dilindungi. Pada pertanyaan
pembentukan sektor umum atau privasisasi terdapat pilihan ekonomik dan politik
untuk dibuat, dan membawa kelompok dengan prioritas yang beragam untuk sebuah
forum umum untuk saling mendengar dan memahami dan berunding.
Karena kebijakan
makro merupakan masalah umum, dengan definisi, dikarakteristikkan oleh
pernyataan masyarakat karena keinginan mereka untuk membayar, barangkali
terdapat keadaan ketika hasil mekanisme partisipasi tertentu harus diatur,
contohnya, ketika eksternaliti juga terlibat. Sejauh ini, telah dipertentangkan
bahwa paratisipasi, ketika digunakan sebagai sebuah perangkat menejemen,
seperti dalam kepemilikan para petani akan sistem irigasi, kemungkinan memberi
peningkatan pada masalah bahaya moral melalu pendorong bagi pengambilan resiko
yang terlalu banyak. Ketika pembuatan kebijakan ekonomi makro pada alokasi
waktu merupakan subjek pengaruh populer, terdapat kekhawatiran bahwa proses
partisipasi kemungkinan menghasilkan sebuah outcome yang tidak sekedar
isu tetapi juga dimuat dengan tuntutan konflik segmen masyarakat yang berbeda
(contohnya, panggilan bersama untuk kerugian dan penghapusan tarif impor,
subsidi khusus, pajak rendah, dan pengeluaran yang lebih besar).
Penggunaan
berdasarkan konsultatif yang luas dapat dihasilkan dalam daftar tuntutan
panjang. Hal ini menjadi tantangan untuk mengkwadratkan daftar keinginan
masyarakat dengan realitas anggaran. Setelah agenda didefinisikan, realitas
dihadirkan, dan hasil yang berhubungan dengan perdagangan dan belanja diuji
melalui sebuah proses konsultasi, staf pemerintahan terpilih harus memutuskan
bagiamana meneruskannya. Ketika skup partisipasi dalam kebijakan makro
kemungkinan terbatas. Kelompok warga dapat dihubungkan dalam debat perdagangan
antara prioritas, sperti antara inflasi rendah dan hasil penambahan belanja
publik yang tinggi.
Keprihatinan
terus menerus tentang partisipasi menyinggung kondisi nyata. Ketika proses
partisipasi biasanya dimasukkan sebagai instrumen yang memberi legitimasi dan
kredibilitas pada kebijakan, pertanyaan yang valid kemungkinan diajukan tentang
identifikasi dan representasi pemegang saham. Siapa yang sebenarnya mewakili
sebuah kelompok umum dan kepada siapa hal ini perlu dipertanggungjawabkan?
Selanjutnya, dengan menciptakan proses partisipasi ad-hoc dalam membangun
proses politik legal, sebuah pertanyaan yang dapat muncul adalah apakah yang
lebih awal menumbangkan yang baru, dan jika ya, apakah hal tersebut diinginkan.
Karena partisipasi tidak memiliki perasaan konstituisonal trehadap hal
tersebut, para praktisi menyarankan bahwa sebaiknya pemerintah menarik
sumber-sumber daya institusional yang baik, tidak dengan mengabaikannya, agar
mencapai beragam keuntungan yang dapat diharapkan oleh persetujuan umum untuk
lebih berhasil.
Satu bagian
dimana partisipasi masyarakat, khususnya rakyat miskin, telah dianggap bernilai
dalam merumuskan strategi nasional berada pada pengurangan kemiskinan, dimana
kebijakan telah menyandarkan sepenuhnya pada informasi melalui Participatory
Poverty Assessment/taksiran kemiskinan partisipator, yang mempekerjakan
teknik penyelidikan visual dan verbal yang fleksibel, karena beroposisi dengan
pertanyaan statistikal sebelum ditetapkan yang dipertanyakan dalam survey rumah
tangga. Robb berpendapat bahwa pendekatan partisipasi ini telah dihasilkan
dalam definisi kemiskinan yang lebih luas dan kebijakan publik dengan informasi
yang lebih baik. Ia memberi contoh seperti yang terjadi di Afrika untuk
menyimpulkan bahwa dialog kebijakan yang lebih luas tentang kemiskinan secara
tipikal memprluas konstituensi bagi pembentukan dan penguatan sense
negara terhadap kepemilikan kebijakan.
Mempertimbangkan
klaim dan argumen yang saling berkompetisi tentang kebaikan dan keburukan
proses partisipasi, jelas bahwa pada tingkatan teoritikal, ketika partisipasi
dapat diharapkan manfaatnya, hubungan yang kemungkinan dilalui spesifik dan
kondisional pada keadaan yang teratur. Tantangan bagi enterprenir kebijakan
adalah untuk mengidentifikasi saluran hak dan kondisi untuk meggunakan proses
persetujuan umum.