Thursday, September 13, 2012

ASAL-USUL BAHASA INDONESIA



Dalam kehidupan, kita tidak terlepas dengan yang namanya bahasa, karena bahasa merupakan alat komunikasi. Terlebih bahasa adalah hal yang terbaik dalam menunjukkan identitas kultur suatu bangsa. Sebelum lebih jauh mengenal tentang awal mula bahasa Indonesia, alangkah baiknya kita mengenal terlebih dahulu apa definisi dari bahasa itu sendiri. Menurut Wibowo, dalam Walija. 1996 “Bahasa Indonesia dalam Perbincangan” mengungkapkan bahwa Bahasa ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain, sedangkan menurut Owen dalam Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi bahasa yaitu language can be defined as a socially shared combinations of those symbols and rule governed combinations of those symbols (bahasa dapat didefenisikan sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan). Dan masih banyak pendapat dari para pakar mengenai definisi bahasa, namun dalam kesempatan kali ini awalmula.com tidak akan membahas lebih jauh tentang definisi suatu bahasa melainkan memberikan sedikit pengetahuan tentang sejarah awal mula bahasa Indonesia yang kita pakai selama ini.


Sejarah Awal Mula Bahasa Indonesia
Dewasa ini, bangsa Melanesia menggunakan bahasa Indonesia, sebagaimana bahasa ini adalah “bahasa pemersatu”, yang mendapat tempat utama dalam media komunikasi formal, baik sebagai bahasa teks maupun lisan, disekolah, perkantoran dan tentu saja pada media cetak dan elektronik.
Memang ada sisi baiknya, bahwa ‘bahasa Indonesia’ memainkan peran penting sebagai “jembatan” komunikasi menerobos diversitas linguistik yang berbeda satu sama lain (termasuk di Papua), dan memungkinkan para penuturnya menjangkau dunia pendidikan modern. Namun mesti disadari pula akan sisi buruknya, terutama bahwa ‘bahasa Indonesia’ menjadi dominan sehingga bahasa-bahasa lain keumgkinan akan tersisihkan. Entah bahasa Batak, Jawa, Bali dan termasuk 250 bahasa etnis Melanesia di tanah Papua. Padahal Bahasa Indonesia baru digunakan secara serius sejak 1950 di Papua oleh para pendakwah dan pejabat kolonial dalam rangka ‘menyatukan’ wilayah Papua dengan wilayah Hindia Belanda lainnya. Hal ini seiring dengan kebijakan diskriminasi kolonial Belanda yang hanya memperbolehkan bahasa Belanda diajarkan pada garis keturunan tertentu saja.
Apabila menenggok lebih jauh ke masa sebelumnya, maka bangsa Melanesia sebenarnya belum cukup dikenal para nasionalis Indonesia, selain sebagai koloni Belanda yang dalam banyak hal tidak terlibat langsung dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Diluar itu, wilayah ini cukup terisolir dari koloni Belanda di sebelah barat, kecuali wilayah pesisir utara yang menjalin hubungan dagang tradisional dengan Maluku. Selebihnya hanya bayang-bayang penjara besar – Boven Digul, di tengah sebagian besar masyarakat yang masih hidup di zaman batu (Benedict Andersson: 2002)
Ini berarti bangsa Melanesia, tidak terlibat dalam beberapa proses sejarah penting, terkait dengan penggunaan bahasa Indonesia. Pertama, saat bahasa Indonesia dipermaklumkan sebagai bahasa persatuan pada Sumpah Pemuda 1928, tidak ada yang mewakili bangsa Papua dalam peristiwa tersebut, kedua, saat bahasa Indonesia dianjurkan semasa pendudukan Jepang untuk menggusur bahasa Belanda, hal itu tidak terjadi di Papua, apalagi karena pertimbangan militer dan kondisi sosial politik waktu itu, Jepang membagi Hindia Belanda menjadi tiga wilayah koloni terpisah, dan Papua berada dibawah Angkatan Laut yang berpusat di Makasar, ketiga, saat bahasa Indonesia dipergunakan sebagai wahana perlawanan menyerang kolonialisme yang dipuncaki proklamasi kemerdekaan RI 1945, justru bangsa Papua belum ‘mengenal’ NKRI.
Dari tiga fakta ini, bisa dibilang bahasa Indonesia adalah produk historis yang dalam prosesnya tidak sepenuhnya melibatkan bangsa Melanesia. Barulah pada tahun 1963 ketika Orde Lama mencanangkan operasi Trikora, dan disusul pelaksanaan Pepera semasa Orde Baru tahun 1969 bahasa Indonesia mulai dijadikan ‘bahasa resmi’ di Papua.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia yang sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia juga merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Meski demikian, ia hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibu karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu seperti bahasa Melayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dll. Untuk sebagian besar lainnya bahasa Indonesia adalah bahasa kedua dan untuk taraf resmi bahasa Indonesia adalah bahasa pertama. Bahasa Indonesia ialah sebuah dialek bahasa Melayu yang menjadi bahasa resmi Republik Indonesia Kata “Indonesia” berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu Indos yang berarti “India” dan nesos yang berarti “pulau”. Jadi kata Indonesia berarti kepulauan India, atau kepulauan yang berada di wilayah India.
Bahasa Indonesia diresmikan pada kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1945. Bahasa Indonesia merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, “jang dinamakan ‘Bahasa Indonesia’ jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari ‘Melajoe Riaoe’, akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia”. atau sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara, “…bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia”.
Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno. Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru dianggap “lahir” atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya.
Fonologi dan tata bahasa dari bahasa Indonesia cukuplah mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai penghantar pendidikan di perguruan-perguruan di Indonesia.
Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya masih digunakan bahasa daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:
·         Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik Indonesia.
·         Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
·         Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan Bahasa Melayu Pontianak, atau Banjarmasin, atau Samarinda, atau Maluku, atau Jakarta (Betawi), ataupun Kutai, dengan pertimbangan pertama suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang terakhirpun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, ia sebagai lingua franca, Bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.
·         Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada tahun 1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia masih dijajah Inggris. Malaysia, Brunei, dan Singapura masih dijajah Inggris. Pada saat itu, dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara-negara jiran di Asia Tenggara.
·         Dengan memilih Bahasa Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan bersatu lagi seperti pada masa Islam berkembang di Indonesia, namun kali ini dengan tujuan persatuan dan kebangsaan.Bahasa Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian distandardisasi (dibakukan) lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal ini sudah dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang.

1) Perkembangan Bahasa Indonesia Sebelum Merdeka
Pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu di pakai sebagai bahasa penghubung antar suku di Nusantara dan sebagai bahasa yang di gunakan dalam perdagangan antara pedagang dari dalam Nusantara dan dari luar Nusantara.
Perkembangan dan pertumbuhan Bahasa Melayu tampak lebih jelas dari berbagai peninggalan-peninggalan misalnya:
  • Tulisan yang terdapat pada batu Nisan di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380
  • Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang pada tahun 683.
  • Prasasti Talang Tuo, di Palembang pada Tahun 684.
  • Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada Tahun 686.
  • Prasati Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, pada Tahun 688.

Dan pada saat itu Bahasa Melayu telah berfungsi sebagai:
  1. Bahasa kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisia aturan-aturan hidup dan sastra.
  2. Bahasa perhubungan (Lingua Franca) antar suku di indonesia
  3. Bahasa perdagangan baik bagi suku yang ada di Indonesia maupun pedagang yang berasal dari luar indonesia.
  4. Bahasa resmi kerajaan.
Bahasa melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara, serta makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya karena bahasa Melayu mudah di terima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antar pulau, antar suku, antar pedagang, antar bangsa dan antar kerajaan. Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa persatuan bangsa Indonesia, oleh karena itu para pemuda indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa indonesia menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa indonesia. (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
2) Perkembangan Bahasa Indonesia Sesudah Merdeka
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam rapat, para pemuda berikrar:
  1. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia.
  2. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
  3. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Ikrar para pemuda ini di kenal dengan nama “Sumpah Pemuda”. Unsur yang ketiga dari “Sumpah Pemuda” merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa indonesia. Pada tahun 1928 bahasa Indonesia di kokohkan kedudukannya sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia di nyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 di sahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 di sebutkan bahwa “Bahasa Negara Adalah Bahasa Indonesia,(pasal 36). Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa indonesia di pakai oleh berbagai lapisan masyarakat indonesia.

Peresmian Nama Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahas persatuan bangsa indonesia. Bahasa indonesia di resmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, Bahasa Indonesia berposisi sebagi bahasa kerja. Dari sudut pandang Linguistik, bahasa indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu-Riau dari abad ke-19.
Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaannya sebagi bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan “Bahasa Indonesia” di awali sejak di canangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan “Imperialisme bahasa” apabila nama bahasa Melayu tetap di gunakan.

Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang di gunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, bahasa indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Meskipun di pahami dan di tuturkan oleh lebih dari 90% warga indonesia, bahasa indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di indonesia sebagai bahasa Ibu. Penutur Bahasa indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) atau mencampur adukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa Ibunya.
Meskipun demikian, bahasa indonesia di gunakan di gunakan sangat luas di perguruan-perguruan. Di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa indonesia di gunakan oleh semua warga indonesia. Bahasa Melayu dipakai dimana-mana diwilayah nusantara serta makin berkembang dengan dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai didaerah-daerah diwilayah nusantara dalam pertumbuhan dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosa kata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa.
Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek. Perkembangan bahasa Melayu diwilayah nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komikasi rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antar perkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia dalam sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Untuk memperoleh bahasa nasionalnya, Bangsa Indonesia harus berjuang dalam waktu yang cukup panjang dan penuh dengan tantangan.
Perjuagan demikian harus dilakukan karena adanya kesadaran bahwa di samping fungsinya sebagai alat komunikasi tunggal, bahasa nasional sebagai salah satu ciri cultural, yang ke dalam menunjukkan sesatuan dan keluar menyatakan perbedaan dengan bangsa lain.
Ada empat faktor yang menyebabkan Bahasa melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia, yaitu:
  1. Bahasa melayu adalah merupakan Lingua Franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdagangan.
  2. Sistem bahasa melayu sederhana, mudah di pelajari karena dalam bahasa melayu tidak di kenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
  3. Suku Jawa, Suku Sunda, dan Suku2 yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa melayu menjadi bahasa indonesia sebagai bahasa nasional.
  4. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk di pakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
5.      Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam Kerapatan Pemuda dan berikrar (1) bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.
6.      Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.
7.      Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
8.      Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain, menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.
9.      Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.
10.  Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.

Tuesday, September 11, 2012

Manajemen Sumber Daya Pendidikan

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Manajemen sumber daya manusia (SDM) adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup pegawai, pegawai, buruh, manajer, dan pegawai lainnya untuk dapat menunjang aktivitas organisasi demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Manajemen SDM merupakan bentuk pengakuan pentingnya anggota organisasi (personil) sebagai sumber daya yang dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi, pelaksanaan fungsi, dan kegiatan organisasi untuk menjamin bahwa mereka dipergunakan secara efektif dan adil demi kepentingan organisasi, individu, dan masyarakat.
Sistem Manajemen SDM yang efektif memiliki empat bidang fungsional, yaitu 1) perencanaan SDM (human resource planning), rekrutmen (recruitment) dan seleksi (selection), 2) pengembangan SDM (human resource development), gaji/upah dan kesejahteraan (compensation and benefits), 3) keselamatan dan kesehatan kerja (safety and health), dan 4) bentuk hubungan pekerja (employee and labor relations).
Skema proses Manajemen SDM seperti pada Gambar 1.

Gambar 1 Skema Proses Manajemen Sumber Daya Manusia

Berdasarkan Gambar 1 proses Manajemen SDM meliputi 1) analisis jabatan, 2) seleksi pegawai, 3) orientasi dan penempatan, 4) pelatihan, 5) mutasi, 6) promosi, dan 7) kompensasi. Tujuan Manajemen SDM adalah memperbaiki kontribusi produktif pegawai terhadap organisasi dengan cara yang bertanggung jawab secara strategis, etis, dan sosial. Tujuan Manajemen SDM mencerminkan strategi manajer dan menyeimbangkan tantangan organisasi, fungsi SDM, dan orang-orang yang terpengaruh.
Motivasi kerja sebagai predisposisi untuk berperilaku tertentu dengan tujuan memenuhi kebutuhan yang spesifik dan belum tercapai. Terdapat hubungan antara kemampuan, motivasi, dan kejelasan peran dengan kinerja pegawai. Salah satu teori motivasi yang populer adalah teori motivasi Maslow. Menurut Maslow bahwa di dalam diri manusia bersemayam lima jenjang kebutuhan yaitu psikologis, keamanan, sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri. Jenjang kelima kebutuhan tersebut seperti pada Gambar 2.

Kebutuhan Tingkat Tinggi
Aktualisasi Diri
Pertumbuhan, pencapaian potensi, dan pemenuhan kebutuhan diri

Penghargaan
Harga diri, otonomi dan prestasi, pengakuan, perhatian, dan status

Kebutuhan Tingkat Rendah
Sosial
Kasih sayang, rasa memiliki, diterima dengan baik, dan persahabatan

Keamanan
Keselamatan dan perlindungan (fisik dan mental)

Psikologis
Rasa lapar, pakaian, dan tempat tinggal

Gambar 2 Hierarki Kebutuhan Maslow

Lima kebutuhan membentuk tingkatan-tingkatan, dari yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk dicapai atau didapat. Motivasi manusia dipengaruhi oleh kebutuhan mendasar yang perlu dipenuhi. Kebutuhan harus dipenuhi yang paling penting dahulu kemudian meningkat ke yang tidak terlalu penting. Untuk dapat merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu kebutuhan yang berada pada tingkat di bawahnya. Begitu masing-masing kebutuhan ini terpenuhi secara substansial, maka kebutuhan berikutnya akan menjadi dominan.
Strategi dasar yang efektif dalam memotivasi kerja pegawai adalah 1) memberikan tugas kepada seorang mentor (assigment of mentor), 2) penugasan secara bergantian (rotational assigment), 3) pelatihan silang (cross training), 4) proyek yang luas (strech projects), 5) pendekatan tim (team approach), 6) penugasan khusus (special assigment), 7) peluang untuk berkreasi (an opportunity to create), 8) tanggung jawab menyenangkan (plum responsibiliy), 9) kesempatan studi lanjut (learning opportunity), dan 10) strategi makan siang (the lunch strategy).
Sistem penggajian dirancang untuk memenuhi penghargaan kepada pegawai atas kontribusinya kepada organisasi, menarik pelamar yang tepat untuk suatu pekerjaan, memberikan penghargaan dan memelihara pegawai yang baik, dan memotivasi pegawai untuk melakukan pekerjaan yang terbaik. Faktor yang harus dipertimbangkan dalam menyusun struktur penggajian adalah ekuitas internal dan ekuitas eksternal. Pertimbangan ekuitas ini berkaitan dengan teori equity (ekuitas/keadilan) Adams yang menyatakan bahwa ekuitas dicapai apabila rasio antara hasil (outcomes) dan masukan (input) yang dipersepsikan oleh seseorang sama dengan rasio hasil dan masukan orang lain.
Dengan demikian, ekuitas internal adalah tingkat ekuitas/keadilan antara rasio hasil dan masukan seseorang pada posisi tertentu dibandingkan rasio hasil dan masukan orang pada posisi lain dalam suatu organisasi. Sementara itu, ekuitas eksternal adalah tingkat ekuitas/keadilan antara rasio hasil dan masukan seseorang pada posisi tertentu dalam suatu organisasi dibandingkan dengan rasio hasil dan masukan orang lain pada posisi sama/setara di organisasi lain.
Etika adalah suatu disiplin yang mengkaji baik atau buruk, benar dan salah, dan moral dalam melaksanakan hak dan kewajiban. Berkaitan dengan profesionalisme manajemen SDM, terdapat kebutuhan untuk pengembangan kode etik. Pegawai bekerja dengan pegawai lain harus memiliki etika dalam bekerja dan berinteraksi setiap harinya.

MANAJEMEN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
Pendidikan tidak terlepas dari kebutuhan dana untuk mendukung terselenggaranya program pendidikan secara efektif dan efisien. Penyelenggaraan pendidikan di sekolah dalam segala aktivitasnya memerlukan sarana dan prasarana untuk proses pembelajaran, layanan, pelaksanaan program supervisi, penggajian, dan kesejahteraan para guru dan staf lainnya, kesemuanya itu memerlukan anggaran dan keuangan.
Manajemen pembiayaan ialah proses melakukan kegiatan mengatur keuangan dengan menggerakkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Kegiatan pengelolaan keuangan dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pengawasan. Perencanaan pembiayaan merupakan bidang khusus yang sebelumnya mengkaji struktur anggaran, kuantitas/jumlah, dan kualitas/mutu anggaran organisasi. Sekolah dalam membuat proposal anggaran perlu memperhatikan faktor komunikasi, melalui diskusi/perundingan, revisi rencana anggaran, dan dokumentasi perencanaan anggaran yang kesemuanya untuk pertanggungjawaban dalam perencanaan penganggaran.
Realisasi penerimaan dan pengeluaran dana pendidikan dibukukan dan dilaporkan sesuai standar akuntansi yang berlaku. Pengawasan penerimaan dan penggunaan dana satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar serta anggaran rumah tangga penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan.
Ketersediaan sejumlah dana yang dimiliki sekolah merupakan salah satu faktor pendukung terselenggaranya program pendidikan. Ketersediaan dana yang dimiliki sekolah berkaitan dengan sumber dana sekolah mencakup pemerintah, orangtua peserta didik, bantuan pihak asing yang tidak mengikat, dan masyarakat. Pemerintah pusat membantu keuangan sekolah melalui beberapa cara, yaitu 1) hibah dan dana bantuan biaya operasional kepada sekolah, 2) membayar gaji guru, 3) membantu sekolah untuk mengadakan proyek penggalangan dana dengan menyediakan bantuan teknis termasuk bahan dan perlengkapan, dan 4) mendanai pembangunan dan rehabilitasi bangunan sekolah. Pemerintah juga melakukan kontribusi tidak langsung kepada sekolah, seperti melalui pelatihan kepala sekolah dan guru, menyiapkan silabus dan bahan, dan melakukan pengawasan.
Secara khusus proposal anggaran pembiayaan pendidikan (sekolah) mencakup:
1. Deskripsi fungsi program dan kegiatan yang akan dilaksanakan sekolah,
2. Objektivitas fungsi program dan kegiatan sekolah,
3. Jumlah data mengenai pelayanan usaha (input) dan pencapaian (output) berkaitan dengan fungsi program dan kegiatan sekolah,
4. Menyajikan kegunaan anggaran dalam peningkatan (maksimum) dan penurunan (minimum) pada semua tingkat/bagian sekolah,
5. Penggunaan metode alternatif dalam pelayanan analisis sistem dan analisis biaya-kegunaan (cost-benefit) anggaran sekolah,
6. Data pengeluaran dan pemasukan dari tiap unit/bagian, tiap kegiatan dan fungsi program, tiap obyek pengeluaran, dan tiap unit usaha dan pencapaian organisasi, yang mencakup tingkat pemberian (present levels), tingkat pengeluaran (reduced levels), dan tingkat perluasan (expanded levels).

Proses pembuatan anggaran secara umum seperti pada Gambar 3.

Budget Preparation (menyiapkan anggaran)
Menyiapkan formulir perkiraan oleh direktur anggaran (preparation of estimate forms by budget director)
Menyiapkan perkiraan oleh tiap bagian dan direktur anggaran (preparation of estimate by departments and budget director)
Konsolidasi oleh direktur anggaran (consolidation of estimates by budget director)
Memperhatikan aspirasi bagian (departmental hearings)
Persetujuan anggaran oleh eksekutif. Menyiapkan anggaran dan menyampaikan anggaran oleh pimpinan eksekutif (executive approval of budget, preparation of budget and budget message by chief executive)
Menyerahkan anggaran kepada lembaga legislatif (submission of budget to legislative body)

Legislative Enactment (pembuatan lembaga legislatif)
Konsiderasi komite anggaran (budget committee consideration)
Memperhatikan aspirasi publik (public hearings)
Konsiderasi rekomendasi komite oleh lembaga legislatif (consideration of committee recommendations by legislative body)
Mengadopsi/memakai anggaran perkiraan pengeluaran, pendapatan, dan hibah (adoption of budget by passage of appropriations and estimated revenues)
Mencatat setiap perkiraan pengeluaran dan pendapatan (recording off appropriations and estimated revenues)

Budget Administration (administrasi anggaran)
Menyiapkan dan mencatat penerimaan dan alokasi (preparation and recording of allotments or allocations)
Administrasi penerimaan/pendapatan (revenues administration)
Personalia (orang) administrasi (personnel administration)
Pembelanjaan dan pelayanan yang efektif/baik (purchasing of goods and services)
Sebelum pemeriksaan keuangan (preaudit)
Pelaporan (accounting)

Reporting (pelaporan)
Laporan intern (interim reporting)
Finansial akhir tahun dan laporan statistik oleh bagian eksekutif (year end financial and statistical reports by the executive branch)

Postaudit (setelah pemeriksaan anggaran)
Pemeriksaan data keuangan oleh auditor independen terhadap bagian eksekutif (audit of financial data by an auditor independent of the executive branch)
Meninjau operasi/penggunaan anggaran tiap bagian secara terus menerus oleh direktur anggaran (continuous review of departmental operations by budget director)

Gambar 3 Siklus Pembuatan Anggaran Pendidikan

The National Advisory Council on State and Local Budgeting (NACSLB) mengemukakan prinsip dalam penganggaran, yaitu:
1. Menentukan tujuan umum dalam hal membuat kebijakan anggaran pendidikan negara, mencakup:
a) Mengakses kebutuhan masyarakat, prioritas, tantangan, dan peluang,
b) Mengidentifikasi peluang dan tantangan pelayanan negara, aset kapital, dan manajemen,
c) Pengembangan dan merinci tujuan umum yang lebih spesifik menjadi tujuan khusus,
2. Pengembangan pendekatan dalam rangka mencapai tujuan, mencakup
a) Mengadopsi/memakai kebijakan anggaran/finansial,
b) Pengembangan program, operasi, dan kebijakan permodalan dan perencanaan,
c) Pengembangan manajemen strategis,
3. Pengembangan konsistensi anggaran dengan pendekatan mencapai tujuan, mencakup:
a) Pengembangan proses untuk menyiapkan dan mengadopsi/memakai sistem penganggaran,
b) Pengembangan dan evaluasi berbagai alternatif,
c) Membuat pilihan untuk mengadopsi/memakai anggaran,
4. Ases/menilai performasi/kinerja dan membuat perbaikan, mencakup:
a) Monitor, penilaian, dan ases/menilai performasi/kinerja,
b) Membuat perbaikan dan penyesuaian sesuai dengan yang diperlukan.

Tingkat makro alokasi anggaran pemerintah terdiri atas anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Anggaran rutin Departemen Pendidikan Nasional dialokasikan untuk gaji, pengembangan, dan peningkatan kualitas. Guna mengalokasikan anggaran sekolah pada tingkat mikro menyusun Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). Sekolah dalam menyusun rencana anggaran dapat memilih salah satu atau kombinasi dari asas penganggaran yaitu anggaran berimbang, penganggaran surplus, atau penganggaran defisit. RKAS disusun dengan berpedoman pada rencana strategis dan rencana operasional yang dimiliki sekolah.
Memperhatikan sumber pendanaan sekolah umumnya tidak berasal dari satu sumber, pengelolaan keuangan sekolah yang mencakup sumber dana, alokasi, realisasi pengeluaran, dan bukti pengeluarannya maka memerlukan peraturan sebagai pedoman pengelolaan sekolah. Sehingga tiap sumber dana mendapatkan laporan penggunaannya beserta bukti pendukung. Hal ini sangat penting karena pelaporan realisasi anggaran yang kredibel dan rinci berpengaruh terhadap keberanjuran (sustainabelitas) pendanaan oleh penyandang dana di masa yang akan datang. Berdasarkan konsep tersebut urgensi peraturan mengenai pengelolaan sekolah sangat dibutuhkan demi menunjang peningkatan kualitas pendidikan sekolah.
Undang-Undang Dasar 1945 Bab XIII pasal 31 ayat 4 menyatakan negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab XIII pasal 48 menyatakan pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang SNP Bab IX pasal 62 pasal 1 menyatakan pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan Bab V pasal 50 ayat 1 menyebutkan sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan sekolah atau madrasah menyusun pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional yang mengacu pada standar pembiayaan.
Lembaga asing dapat berperan dalam pendanaan sekolah dan bersifat tidak mengikat. Sumber dana pendidikan dari luar tercantum dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) pasal 45 ayat 1 yang menyatakan salah satu mekanisme dari BHP dapat memperoleh dana operasional yaitu dengan menarik dan membuka investasi dari luar negeri. Berkenaan dengan sumber dana dari luar, sekolah harus transparan dalam pengelolaan dana. Lembaga pendidikan lebih bersikap bijak agar tidak merugikan sekolah karena berkaitan dengan orientasi investor yang dapat diasumsikan bahwa investor akan menginvestasikan dananya di sektor yang diprediksi dapat memberikan keuntungan baginya, baik secara finansial maupun keuntungan lain seperti ideologi.
Kelompok masyarakat termasuk sebagai sumber pendanaan sekolah. Kelompok ini dimobilisasi untuk melaksanakan tugas dari para tokohnya (utamanya informal) di masyarakat, seperti kaum ulama. Di Indonesia, banyak sekolah swasta yang dibangun dan diselenggarakan oleh kelompok masyarakat. Di dalam masyarakat kemungkinan ada orang yang juga memutuskan untuk membantu satu atau beberapa sekolah dengan dana, seperti pengusaha yang mendermakan sesuatu bagi satu atau lebih sekolah. Kontribusi seperti ini hendaknya disambut dengan baik dan bahkan sebaiknya didorong. Perumusan rencana strategis merupakan upaya sekolah dalam mempengaruhi dan mendorong masyarakat untuk ikut serta membantu penyelenggaraan pendidikan sekolah.

MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN
Sarana dan prasarana pendidikan sangat penting artinya guna menunjang kesuksesan pendidikan di sekolah. Urgensi sarana dan prasarana pendidikan, tidak hanya berkaitan dengan tingkat kekondusifan sekolah terkait dengan belajar siswa, tetapi juga sekaligus menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan operasional lembaga pendidikan. Manajemen sarana dan prasarana pendidikan adalah pengaturan sarana dan prasarana pendidikan dengan melibatkan sumber daya manusia, guna menunjang berlangsungnya kegiatan pembelajaran dan pengembangan diri siswa secara utuh di sekolah.
Kebutuhan lembaga pendidikan terhadap sarana dan prasarana sifatnya dinamis, bahwa kebutuhan akan sarana dan prasarana sejak awal berdirinya sampai dengan ketika telah mengalami puncak perkembangan, tidaklah menetap melainkan terus bertambah, berubah, dan berkembang. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, perlu ditempuh langkah-langkah manajerial yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan/realisasi, inventarisasi, penggunaan, pengembangan (penambahan), pemeliharaan, dan penghapusan.
Perencanaan sarana dan prasarana
Langkah-langkah perencanaan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan yaitu:
1. Menampung usulan pengadaan perlengkapan sekolah yang diajukan oleh setiap unit kerja dan menginventarisasi kekurangan perlengkapan sekolah,
2. Menyusun rencana kebutuhan perlengkapan sekolah untuk periode tertentu, misalnya satu semester atau satu tahun ajaran,
3. Memadukan rencana kebutuhan yang telah disusun dengan perlengkapan yang tersedia sebelumnya,
4. Memadukan rencana kebutuhan dengan dana sekolah yang tersedia. Bila dana yang tersedia tidak memadai untuk mengadakan kebutuhan tersebut, maka perlu dilakukan seleksi terhadap semua kebutuhan perlengkapan yang telah direncanakan dengan mengkaji urgensi setiap perlengkapan yang dibutuhkan. Semua perlengkapan yang urgen segera didaftar,
5. Memadukan rencana (daftar) kebutuhan perlengkapan yang urgen dengan dana yang tersedia. Bila ternyata masih melebihi dana yang tersedia, maka perlu dilakukan seleksi lagi dengan cara membuat skala prioritas,
6. Penetapan rencana pengadaan akhir.
Pengadaan sarana dan prasarana
Setelah rencana pengadaan sarana dan prasarana dibuat, langkah berikutnya adalah pengadaan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan sekolah. Pengadaan sarana dan prasarana bisa dilakukan dengan pembelian, sumbangan, pengajuan bantuan ke pemerintah (sekolah negeri), dan pengajuan ke pihak yayasan (sekolah swasta). Guna mengadakan sarana dan prasarana sekolah perlu ditetapkan aspek fungsi (utilitas) dan standar kualitasnya. Aspek fungsi (utilitas) mengacu pada kegunaan sarana dan prasarana tersebut terkait dengan kebutuhan riil sekolah. Aspek standar kualitas mengacu pada jenis spesifikasi teknis terkait dengan merek berkualitas yang beredar di pasaran.
Inventarisasi sarana dan prasarana
Ada tiga jenis kegiatan yang harus dilakukan berkenaan dengan inventarisasi, yaitu 1) pencatatan sarana dan prasarana sekolah dalam buku-buku sarana dan prasarana, 2) pemberian kode (coding) terhadap sarana dan prasarana yang selesai dicatat dalam buku-buku sarana dan prasarana, dan 3) pelaporan sarana dan prasarana kepada pihak-pihak yang selayaknya menerima laporan (pemerintah, donatur, dan stakeholders).Guna pencatatan sarana dan prasarana sekolah, ada beberapa buku yang menjadi kelengkapannya, yaitu buku penerimaan barang, buku pembelian barang, buku induk inventaris, buku kartu stok barang, dan buku catatan barang yang bukan inventaris (misalnya peminjaman).
Penggunaan sarana dan prasarana
Setelah sarana dan prasarana sekolah diinventarisasi, kemudian dapat dipergunakan. Penggunaan sarana dan prasarana harus diatur, agar tercapai maksud yang diinginkan. Dalam kondisi sarana dan prasarana yang kualitasnya melebihi jumlah pengguna, soal penggunaan sarana dan prasarana tidaklah banyak menjadi persoalan. Menjadi persoalan kalau jumlah yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah para penggunanya. Oleh karena itu, pengaturan penggiliran dalam hal penggunaan harus dilakukan. Sekolah mengetahui kadar penggunaan, pihak yang menggunakan dan pihak yang tidak menggunakan, sepatutnya sekolah memiliki data tentang hal tersebut.
Pengembangan/penambahan sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana perlu dikembangkan terus menerus agar dapat mencukupi kebutuhan warga sekolah dan siswa yang terus berkembang. Pengembangan tersebut mencakup jumlah, kualitas, dan aksesorinya. Dengan demikian makin lama sekolah makin indah dan nyaman digunakan. Ada dua makna penambahan sarana dan prasarana sekolah yaitu 1) berkenaan dengan kebutuhan para pengguna yang makin lama makin banyak dan kebutuhan akan makin cepatnya mendapatkan giliran untuk menggunakan, dan 2) berkenaan dengan aspek rasio pengguna dan jumlah peralatan, yang juga berkaitan dengan aspek normalitas penggunaan (pencegahan overdosis pemakaian).
Pemeliharaan sarana dan prasarana
Pemeliharaan termasuk aspek krusial dalam pengelolaan sarana dan prasarana, karena sarana dan prasarana yang tidak terpelihara dirasakan tidak nyaman oleh para penggunanya. Pemeliharaan dimaksudkan untuk mengondisikan sarana dan prasarana senantiasa siap pakai dan tidak mengalami gangguan saat dipakai. Sehingga akan memperlancar kegiatan sekolah khususnya kegiatan pembelajaran. Pemeliharaan dilakukan secara teratur, sistematis, dan terus menerus, jangan sampai menunggu rusak terlebih dahulu. Jenis pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah ada yang bersifat sehari-hari dan berkala.
Penghapusan sarana dan prasarana
Proses terakhir dalam manajemen sarana dan prasarana sekolah adalah penghapusan. Penghapusan perlu dilakukan, karena sarana dan prasarana yang ada tersebut tidak mungkin lagi dapat diperbaiki, atau kalau dapat diperbaiki, tidak efektif lagi, biaya yang dikeluarkan mungkin akan lebih besar dibandingkan dengan kalau misalnya saja membeli atau pengadaan baru (tidak efisien). Penghapusan adalah aktivitas meniadakan barang-barang inventaris lembaga dengan mengikuti kaidah, perundang-undangan, dan peraturan yang berlaku.
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat. Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak. Sekolah merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat elemen yang memiliki tugas saling terkait (bagian kurikulum, bagian keuangan, dan bagian sumber daya manusia).
Perkembangan teknologi informasi yang pesat menuntut kesigapan organisasi (sekolah) yang membutuhkan informasi valid dan cepat tersedia. Sistem Informasi Manajemen (SIM) adalah perangkat sistem untuk manajemen yang dapat dan patut dipergunakan oleh para manager (pendidikan) untuk meningkatkan efisiensi dan keefektifan pencapaian tujuan organisasi. Dalam kedudukan sebagai perangkat sistem ini menggunakan hardware, software, brainware, prosedur, pedoman, model manajemen, data base. Perangkat sistem ini berisi kumpulan interaksi sistem-sistem informasi yang mendukung operasi organisasi sehingga dapat menyajikan bahan informasi untuk keperluan pengambilan keputusan.
Unsur SIM meliputi 1) obyek yang berupa data dan informasi, 2) pendekatan sistem yang dipergunakan untuk merancang dan menyusun SIM, 3) proses/rangkaian kegiatan yang diatur/dilakukan oleh manusia, yang pada pokoknya adalah mengolah data menjadi informasi, di samping kegiatan lainnya yaitu pengumpulan, penyimpanan, pengambilan kembali, dan penyebaran data/informasi itu, dan 4) peralatan yang berupa segala macam instrumen pengumpulan data atau mesin pengolahan data.
Implementasi dan praktik manajemen unsur-unsur tersebut diwujudkan dalam bentuk 1) sasaran: keterangan (information), 2) hampiran: kerangka sistem (system consept), 3) kegiatan: pengolahan (processing), dan 4) peralatan otomasi (automation). Selanjutnya interaksi di antara unsur-unsur tersebut secara berurutan dapat dijalin dengan interface hubungan erat, sehingga menimbulkan empat macam interaksi, yaitu hubungan: (1) + (2) merupakan sistem informasi (a); kemudian (2) + (3) merupakan sistem pengolahan data (b); unsur (3) + (4) merupakan mesin pengolahan data elektronik (c); dan unsur (4) + (1) merupakan otomasi kantor (d).
Di samping itu perpaduan antara unsur (1) + (3) merupakan (aktivitas) pengolahan data untuk menyajikan informasi (sasaran I) dan perpaduan antara unsur (2) + (4) merupakan pendekatan sistem yang didukung oleh peralatan otomatis (II). Segenap unsur tersebut di atas dengan jalinan-jalinannya sebagai kesatuan keseluruhan diwujudkan dalam lukisan Gambar 4.

Gambar 4 Unsur Sistem Informasi Manajemen

Perencanaan dan penerapan suatu SIM pada umumnya tidak dapat sekaligus sempurna, melainkan bertahap. Tahap permulaan mungkin hanya dapat disusun sistem informasi “terbalik” pada saat itu, walaupun mengandung pelbagai kelemahan karena kurangnya data yang diperlukan. Kemudian barulah pada tahap-tahap berikutnya, sejalan dengan tambahnya pengetahuan, pengalaman, dan perlengkapan dapat dilakukan penyempurnaan sehingga akhirnya terlaksana sistem informasi yang andal dan optimal.
Perencanaan SIM
Perencanaan suatu SIM mencakup berbagai langkah kegiatan yang dilakukan secara berurutan, yaitu:
1. Menentukan secara jelas informasi yang diperlukan dalam organisasi dan untuk keperluan apa saja. Secara terperinci manager pendidikan membutuhkan informasi yang berkaitan dengan a) kebijakan pemerintah, b) kesempatan membuka partisipasi masyarakat dalam membantu pendidikan, c) kesempatan mendapatkan bantuan dari pihak asing, d) keadaan penduduk dan tenaga kerja yang ada, e) lapangan pekerjaan dan spesifikasi baik dalam maupun luar negeri, f) kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan g) potensi yang dimiliki baik potensi manusia, material, dan sosiokultural,
2. Merumuskan maksud-maksud khusus atau manfaat apa secara terperinci yang ingin dicapai dengan sebuah sistem keterangan dalam organisasi,
3. Menentukan pusat-pusat atau titik-titik penting yang harus ada dalam jaringan lalu lintas informasi seperti misalnya titik-titik pembuatan keputusan yang strategis,
4. Selain itu harus pula direncanakan pusat penyusunan data yang bertugas memelihara dan menyimpan semua informasi dalam organisasi. Informasi seperti ini nantinya berguna untuk mengontrol sebagaimana termasuk kategori management control information.
Implementasi SIM
Berdasarkan kepentingan dan rambu-rambu perencanaan tersebut di atas, implementasi SIM hendaknya memperhatikan hal-hal berikut:
1. Dukungan dan komitmen top management, merupakan sine quo non bagi berhasilnya sistem informasi dalam praktik,
2. Perencanaan, setelah mendapat dukungan maka perencanaan dilakukan yang merupakan suatu paket dalam arti bahwa semua seginya turut direncanakan,
3. Penelitian organisasi, dilakukan suatu studi tentang tata kerja, prosedur struktur dan pola hubungan unit-unit dan orang-orang di dalam organisasi dengan tujuan mengadakan penyesuaian dan percobaan yang diperlukan,
4. Pemilihan mesin dan pengembangan program. Sistem informasi tidak mutlak menggunakan komputer, penanganan informasi dapat dikerjakan dengan menggunakan tenaga manusia. Akan tetapi karena jumlah data yang mesti diolah agar menjadi informasi yang berguna dalam proses pengambilan keputusan biasanya banyak, maka organisasi modern menggunakan komputer,
5. Penerapan. Dilakukannya langkah-langkah di atas, maka suatu organisasi dapat dikatakan telah memiliki suatu sistem informasi.
Proses penggunaan Informasi
Agar informasi yang dihasilkan bermanfaat bagi organisasi dalam pengambilan keputusan, penanganan yang teliti dan matang harus dilakukan. Hal ini berarti 1) tidak melupakan bahwa sistem informasi yang dikembangkan untuk mempermudah mencapai tujuan, 2) sistem informasi dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan organisasi mengemban misinya, 3) memperhatikan bahwa informasi akan digunakan untuk mengambil keputusan, 4) menentukan kebutuhan akan informasi, 5) mengidentifikasi sumber informasi yang dapat dan yang harus digarap, dan 6) penanganan informasi yang terdiri dari tahapan yaitu organisasi data, pengumpulan dan penyiapan data, mengolah data, dan menyiapkan laporan informasi.
Pengorganisasian Unit Pengelola Data
Perencanaan, pengoperasian, dan pengendalian unit pengelola data memerlukan keterampilan, bukan saja yang bersifat teknis, akan tetapi juga keterampilan memimpin. Unit pengelola data memiliki tugas dalam 1) fungsi perencanaan, 2) programming (pemrograman), 3) testing (pengujian), 4) dokumentasi, 5) paralel run (penggunaan sistem baru bersamaan dengan sistem lama), dan 6) konversi dari sistem kepada sistem baru, berarti ditinggalkannya sistem lama sebagai pola dan cara kerja dan menggunakan sistem baru secara penuh.
Langkah yang dilaksanakan dalam pengembangan sistem informasi (Gambar 5) ialah 1) identifikasi masalah, 2) melakukan feasibility study, 3) jika hasil feasibility study diterima dilanjutkan kegiatan berikutnya, 4) sytem design, 5) pembinaan atau sistem apresiasi para pemakai dan penyusunan program pelaksanaan, dan 6) penilaian secara kontinu.
 

MANAJEMEN SUMBER DAYA PENDIDIKAN

Sebagai sebuah sistem, aktivitas manajerial di sekolah dapat dikelompokkan ke dalam tiga domain, yakni; input, proses dan output. Ketiga tahapan ini merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain, khususnya pada fase proses.
Agar proses dapat berlangsung lancar, efektif dan efisien, maka ada beberapa unsur yang memainkan peran, mendukung dan bahkan berpengaruh besar terhadap keberhasilan terselenggaranya proses dalam suatu organisasi khususnya dunia pendidikan. Unsur pendukung tadi oleh para ahli disebut “sumber daya pendidikan” (education resources).
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas, pasal 1 ayat (10) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “Sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, dana, sarana, dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik dan pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama”. Hal ini dipertegas kembali dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada point 23 disebutkan bahwa “Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana”.
Berkaitan dengan hal ini, Komariah dan Cepi Triatna (2005) menyatakan bahwa Sumber Daya Pendidikan terdiri dari lima unsur, yaitu: (1) Manusia, (2) Uang, (3) Metode, (4) Bahan-bahan, dan (5) Mesin-mesin”. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Terry (1964) bahwa 5 (lima) unsur sumber daya dalam manajemen terdiri dari: “Men, Methods, Money, Materials, and Machines”. Akan tetapi, oleh Ukas (1997) pendapat ini disempurnahkan dengan menambahkan satu point lagi, yakni “pasar” (market).
Dengan demikian, pengertian Manajemen Sumber Daya Pendidikan (MSDP) dalam arti luas dikelompokkan ke dalam enam aspek dan sering disingkat dengan istilah “6 M”, yakni :
1. Men (manusia; siswa, guru, tenaga dan unsur kependidikan lainnya)
2. Methods (metode-metode; kurikulum)
3. Materials (bahan-bahan; sarana dan prasarana)
4. Money (uang atau dana)
5. Machines (mesin-mesin; teknologi pendidikan), dan
6. Market (pasar atau pemasaran)
Secara singkat, pengertian dari setiap sumber daya diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Man
Man (manusia) atau Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur pertama yang menjadi bahan kajian MSDP berkaitan dengan kegiatan organisasi. Dalam perspektif MSDP, SDM mempunyai kedudukan yang sangat strategis, penting dan menentukan disebabkan manusialah yang mengatur segala sesuatunya dalam organisasi. Begitu urgennya posisi manusia, sehingga secanggih apapun alat-alat yang dimiliki suatu organisasi maka organisasi itu tidak akan mencapai hasil maksimal tanpa diisi oleh SDM yang bermutu. Untuk mendapatkan SDM yang berkualitas sebagiamana dimaksud tersebut, maka satu-satunya cara adalah dengan pendidikan.
Pendidikan merupakan sebuah kebutuhan bagi manusia, karena sebagai anggota suatu organisasi, untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, berhubungan dan bergaul dalam jaringan kerja atau bersosialisasi dalam kehidupan sehari-hari maka manusia harus mempunyai pengetahuan, keahlian dan keterampilan. Semakin tingggi “kompetensi” manusia terhadap ketiga faktor tersebut maka semakin “bermartabatlah” stratanya dalam suatu organisasi dan masyarakat. Untuk alasan itulah maka manusia harus dididik. Sesuai karakter manusia, bahwa manusia adalah makhluk yang dapat didik (creature educable), atau lebih tegas lagi, manusia adalah makhluk yang harus dididik (creature educandum)
Sumber daya manusia (SDM) atau human resources adalah penduduk yang siap, mau, dan mampu memberi sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan organisasi. Dalam ilmu kependudukan, konsep ini dapat disejajarkan dengan konsep tenaga kerja (manpower) yang meliputi angkatan kerja (labor force) dan bukan angkatan kerja. Sehubungan dengan masalah ini, Aliminsyah dan Padji (2004) menyebutkan bahwa Manpower adalah:
a. Tenaga kerja yaitu karyawan-karyawan, baik majikan maupun pekerja, baik pemberi maupun penerima pekerjaan.
b. Tenaga kerja adalah angkatan kerja yang secara riil bekerja, setengah kerja, atau sedang mencari pekerjaan, yang menerima pekerjaan dengan mendapat gaji, upah atau laba sebagai imbalan.
c. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
• Methods
Menurut Komariah dan Cepi Triatna (2005) “Metode dalam pendidikan lebih dikhususkan pada metode pembelajaran, yaitu cara-cara, teknik-teknik dan strategi yang dikembangkan di sekolah dalam melaksanakan proses pendidikan, hal ini diimplementasikan dalam bentuk kurikulum yang selalu berkembang dalam priode tertentu”.
• Materials
Menurut Komariah dan Cepi Triatna (2005) Sarana dan prasarana adalah “barang-barang (materials) yaitu bahan-bahan fisik yang dipergunakan untuk mendukung PBM di sekolah guna membentuk siswa seutuhnya”. Barang-barang tersebut berupa sarana dan prasarana, alat-alat pendidikan, dan media pendidikan. Sarana umumnya disebut tanah (site), bangunan (building), dan perlengkapan (equipment).
• Money
Gaffar (1987) mendefinisikan biaya adalah “Nilai besarnya dana yang diperkirakan perlu disediakan proyek itu dalam kegiatan tertentu”. Sedangkan Zymelmen (1975) menyatakan bahwa “Manajemen pembiayaan pendidikan tidak hanya menyangkut analisis sumber-sumber saja, tetapi juga penggunaan biaya-biaya tersebut secara efektif dan efisien”. Semakin efektif dan efisien sistem pendidikan yang dilaksanakan, maka akan efisen pula biaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan, sehingga tujuan lebih maksimal dapat dicapai.
• Machines
menurut Komariah dan Cepi Triatna (2005) adalah “seperangkat alat yang mendukung terjadinya PBM, hal ini dapat berupa teknologi komputer, radio, televisi, mobil, atau media-media yang menggunakan teknologi. Alat-alat tersebut dipergunakan sekolah, baik sebagai sumber daya pendukung maupun objek pembelajaran”.
• Market
adalah upaya untuk memperkenalkan produk, baik produk dalam bentuk barang maupun dalam bentuk jasa kepada konsumen, tetapi dalam dunia pendidikan pemasaran ini sering dilupakan, masalah ini dianggap kurang penting, namun buku ini akan membahas secara lengkap keenam sumber daya pendidikan tersebut, karena penulis menganggap ke 6 (enam) sumber daya ini sama pentingnya.
Berbicara masalah minimnya sumber daya yang tersedia di lembaga pendidikan di setiap jenjang dan jenis, Widham (1988) mengarahkan untuk: (1) Mengidentifikasi berbagai sumber daya yang ada dalam masyarakat dan keluarga; (2) Meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan sumber daya; dan (3) Keduanya dilakukan secara bersamaan. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia selama hampir 2 (dua) dasa warsa mempunyai dampak negatif terhadap pemerintah dan orang tua peserta didik yang memberikan dukungan finansial kepada pendidikan.