Tuesday, October 30, 2012

Kebijakan Ekonomi Makro


Unsur ekonomi makro dari pertumbuhan yang memihak pada kaum miskin adalah pekerjaan tingkat tinggi dan rasio yang rendah dari inflasi. Bagaimanapun juga, didalam pengertian kurva klasik Phillips, disana bisa menjadi sebuah penjualan diantara 2 tujuan ini. Yaitu, penerimaan kestabilan harga memerlukan batasan jumlah dari permintaan, dengan maksud hal yang merugikan pada tingkat hasil produksi dan pekerjaan. Jalan lain, mencapai tingkat pekerjaan mengharuskan pekerjaan yang mendorong semangat, yang mana bisa jatuh kedalam tekanan inflasi. Penjualan ini bisa dikurangi,bagaimanapun juga, jika ada kelebihan kapasitas dalam perekonomian atau jika usaha dibuat untuk memperbesar faktor produktifitas.
Perjanjian tradisional Washington pada kestabilan ekonomi makro di dukung oleh institusi keuangan internasional terlalu menekan rendahnya inflasi, seringkali pada biaya dari pertumbuhan dan pengembangan. Faktornya, gangguan dengan memotong defisit fiskal (dan, dengan demikian, perhitungan laju deficit), jika diterima melalui pemotongan dipengeluaran belanja publik pada aktifitas pengembangan dan layanan publik, telah memperlambat proses pertumbuhan dan membuat kemiskinan lagi. Sebaliknya pada pandangan bahwa kelompok deficit fiskal yang lebih tinggi. Mengeluarkan investasi swasta oleh meningkatnya rasio ketertarikan, ada bukti empiris yang menggoda bahwa jika tingginya deficit fiskal di sebabkan oleh pengeluaran investasi publik yang lebih besar, lalu ini bisa sebenarnya “tumpang tindih” investasi swasta pada jaringan dasar oleh pemindahan kemacetan fisik dari infrastruktur dan dengan demikian timbullah faktor produktifitas dari investasi swasta.
Oleh karena itu pertanyaannya adalah,apa tujuan optimal dalam inflasi bukan pekerjaan perdagangan dari sudut pandang pengentasan kemiskinan? Pengalaman kelihatannya mengindikasikan bahwa ada sebuah kasus untuk daya tahan dari deficit fiskal yang lebih besar ke rangsangan investasi dan pertumbuhan. Selama inflasi berkecukupan, hal itu membutuhkan bukan pengurangan pertumbuhan. Lebih jauh lagi, pertumbuhan dirangsang oleh perluasan fiskal dapat menolong deficit keuangan pemerintah- selama mereka tidak terlalu berlebihan – melalui pertumbuhan yang lebih cepat di dalam hasil pajak. Tingkat yang lebih luas dari investasi publik memungkinkan di strategi ini harus fokus pada kegiatan yang mendorong investasi swasta, pengembangan sumber daya manusia, dan pengentasan kemiskinan.
Penampilan perekonomian Pakistan tahun-tahun ini adalah contoh utama dari proses stabilisasi yang terlalu jauh, dibawah perlindungan program IMF yang sedang berjalan, yang memiliki keterlambatan pertumbuhan dan membawa peningkatan yang cepat pada pengangguran dan kemiskinan (dari kira-kira 20% dari awal 1990an hingga lebih dari 33%). Selama tahun 1990an, pengeluaran pengembangan sektor publik dipotong dari hamper 10% dari GDP hingga kurang dari 3%. Sekarang ada derajat dari stabilitas, laju perhitungan defisit telah dirubah kedalam sebuah surplus, dan pertukaran luar negri sebaliknya meningkat secara tajam. Bantuan pengembangan termasuk pembukaan dana bantuan oleh Amerika Serikat, hutang dijadwal lagi pada saat bantuan, dan perpindahan pembayaran rumah yang lebih besar.
Bagaimana pun juga rasio pertumbuhan di jatuhkan kira-kira hanya 3%. Investasi swasta telah mengalami kemunduran di tahun-tahun belakangan ini seperti kebijakan stabilisasi membawa ratio nyata yang tinggi dari permintaan, biaya yang relatif tinggi dari impor barang-barang capital (hak untuk mengganti turunnya nilai yang tinggi), kelebihan kapasitas yang signifikan kepada tingkat jumlah permintaan, dan tidak adanya investasi publik yang saling melengkapi di infrastruktur. Stabilisasi fiskal telah di terbukti sulit untuk dipahami dan defisit biaya tetap tinggi (hamper 7% dari GDP) utamanya kepada kegagalan dari hasil pajak untuk tumbuh di dalam kehadiran perekonomian yang mandek.

Kebijakan yang Memihak Kaum Miskin bagi Pembangunan


DEKLARASI MILLENNIUM PBB  menempatkan pengurangan kemiskinan ditengah-tengah proses pengembangan. Benar adanya, oleh karena itu, sangatlah penting untuk diketahui bagi strategi pengembangan nasional yang menerima jaminan, penopangan, dan perkembangan manusia yang wajar dan yang memberi kuasa orang-orang. Pada Deklarasi Millennium yang dikeluarkan oleh Majelis umum PBB di tahun 2000, lebih dari 160 kepala negara dan pemerintahan mengikrarkan komitmen mereka untuk menerima Tujuan-tujuan Perkembangan Millennium (MDGs). Yang pertama dari tujuan-tujuan ini adalah mengurangi meluasnya kemiskinan global hingga (dibandingkan pada tingkat ditahun 1990) tahun 2015. Tujuan lainnya seperti pemberantasan kelaparan, akses internasional ke pendidikan yang utama, pengurangan kematian, dan persamaan gender yang keseluruhannya mendukung tujuan dari pengentasan kemiskinan.
Perhatian bagi kebijakan yang memihak pada kemiskinan adalah konsekuensi dari kekecewaan yang telah berakar dengan pola pengembangan yang menempatkan  perhatian eksklusif pada pengejaran pertumbuhan ekonomi. Selama tahun 1950an dan 1960an, tujuan utama mencapai tingkat investasi negara-negara berkembang,ditandai oleh bantuan luar negeri, dalam hal ini menerima pertumbuhan yang cepat. Harapannya adalah bahwa sedikit sebab, secara luas melalui jabatan yang tinggi dan upah nyata, akan mengurangi kemiskinan. Pada pola ini, tidak ada kebijakan bagi kemiskinan yang tegas, hanya kebijakan bagi pertumbuhan yang akhirnya akan membawa ke pengurangan kemiskinan. Bagaimanapun juga, dibanyak situasi, proses pertumbuhan tidak merata seperti sedikit efek yang juga lemah atau ketidak adaan.
Berikan kegagalan ini pada pertumbuhan untuk mengurangi kemiskinan, pemusatan digeserkan pada rancangan yang ditujukan pada campur tangan  anti kemiskinan didalam bentuk jaringan keamanan sosial untuk menjegal kemiskinan. Tujuan dari strategi ini adalah untuk mencapai kelompok-kelompok tersebut yang tidak dimasukkan atau dipinggirkan oleh proses dari pertumbuhan. Ini adalah filosofi lengkap dibelakang Dokumen Strategi Pengentasan Kemiskinan oleh negara berkembang untuk keringanan keuangan  oleh institusi keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia. Kerangka ekonomi makro diwujudkan dalam dokumen berlanjut untuk fokus pada stabilisasi yang membawa kepertumbuhan, dengan tujuan campur tangan yang sangat menentukan untuk mengatur kegagalan yang negative dari strategi pada kaum miskin. Bagaimanapun juga, masalah dasar adalah jika strategi pertumbuhan negara menyebarkan kemiskinan, program kemiskinan terpisah bisa sedikit melakukan trend sebaliknya. Kebutuhan untuk melebihi keuntungan kenyaman sosial dan fokus secara langsung pada penyediaan pekerjaan dan mencapai pemasukan dari kaum miskin melalui campur tangan yang tegas dikenali secara luas. Pengalaman menyarankan bahwa, secara umum, negara yang sukses dalam mengurangi kemiskinan mengkombinasikan promosi kebijakan yang wajar dan pertumbuhan. Kebijakan publik perlu untuk mempengaruhi generasi dan distribusi dari pemasukan diberbagai jalan untuk keuntungan yang tak seimbang bagi kaum miskin dengan kata lain, fokus sekarang adalah pertumbuhan bagi si miskin.
Pentingnya pertumbuhan, bagaimanapun juga, tidak bisa dilupakan. Strategi yang secara umum memfokuskan pada pengurangan ketidak merataan melalui distribusi ulang dari asset atau pemasukan tapi membiarkan atau mengorbankan  pertumbuhan yang memungkinkan tidak membawa ke pengurangan terus menerus dari kemiskinan. Sebagai tambahan, absensi dari pertumbuhan yang dipaksakan untuk mencari kebutuhn sumber daya untuk keuangan yang ditujukan untuk campur tangan anti kemiskinan akan timbul. 
Oleh karena itu, kebutuhan menjadi cukup cepat yang secara signifikan memperbaiki kondisi absolute dari kaum miskin sebagaimana posisi relatif mereka. Hal ini juga bisa diterima dengan memastikan kewajaran yang lebih baik pada awal proses pertumbuhan, sebagai contoh, melalui perubahan lahan (seperti di Korea&Jepang), atau hal itu juga bisa diterima oleh penurunan ketidak merataan selama proses pertumbuhan (seperti membuat pekerjaan yang tidak terlalu membutuhkan keahlian yang lebih siap sedia dan dengan demikian menekan upah diantara simiskin, yang telah dicapai oleh perekonomian Asia timur seperti Thailand, karena dan Malaysia melalui pertumbuhan ekspor pada buruh pabrik intensif). Bagaimanapun juga, usaha untuk memperbaiki asset atau pemasukan distribusi tidak harus memperlambat pertumbuhan aktifitas ekonomi yang salah tempat atau secara merugikan mempengaruhi iklim investasi atau mengubah pengalokasian sumber daya.