Thursday, May 10, 2012

Mengajar dengan Teknologi


Manusia abad ke-21 ini hidup dalam lingkungan yang berlumuran dengan teknologi dan media, yang ditandai dengan berlimpah-ruahnya informasi, perubahan alat teknologi yang amat cepat, dan kemampuan berkolaborasi dalam skala yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Seseorang yang hidup di abad ke-21 ini, kalau mau efektif, dituntut untuk memperlihatkan serangkaian keterampilan fungsional dan berpikir kritis yang bertemali dengan informasi, media dan teknologi.
Ada tiga kemelekan yang diperlukan dalam hal ini: informationliteracy, media literacy, dan ICT literacy. Informationliteracy atau kemelekan informasi ditandai dengan kemampuan mengakses informasi secara efisien dan efektif, mengevaluasi informasi secara kritis dan kompeten, dan menggunakan informasi secara akurat dan kreatif guna menangani isu atau permasalahan yang dihadapi. Selain itu kemelekan informasi ditandai dengan pemahaman fundamental berkenaan dengan isu etis dan legal dalam hal mengakses dan menggunakan informasi.
Kemelekan media ditunjukkan dengan pemahaman bagaimana media itu dibentuk, untuk maksud apa, dan menggunakan alat, ciri dan konvensi apa. Selain itu individu yang melek media bisa mengamati bagaimana orang menafsirkan pesan secara berbeda, bagaimana nilai-nilai dan pandangan diliput atau disisihkan, dan bagaimana media bisa mempengaruhi keyakinan dan perilaku. Begitu juga orang yang melek media itu akan mempunyai pemahaman mendasar bekenaan dengan isu etis dan legal sekaitan dengan media itu sendiri.
Dengan ICT literacy atau kemelekan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), seseorang akan menggunakan teknologi digital, alat komunikasi dan atau jejaring yang tepat untuk mengakses, mengelola, mengintegrasikan, mengevaluasi, dan membuat informasi agar bisa berfungsi dalam ekonomi berbasis pengetahuan. Ia juga akan mampu menggunakan teknologi sebagai alat untuk meneliti, mengorganisasikan, mengevaluasi, dan mengomunikasikan informasi, dan tentu saja pemahaman berkenaan dengan isu etis an legal yang berkaitan dengan ini.
Teknologi di Ruang Kelas bukan hal yang baru. Tape recorder, laboratorium, dan video telah muncul sejak tahun 1960-an, dan masih digunakan sampai saat ini. Bahan-bahan pelajaran berbasis komputer telah muncul sejak awal 1980-an. Dalam pengajaran bahasa, misalnya, ada CALL (Computer AssistedLanguageLearning), yang dalam program awalnya menuntut siswa untuk merespon terhadap stimulus pada layar komputer dan mengerjakan perintah seperti melengkapi rongga pada teks, mencocokkan bagian-bagian kalimat dan mengerjakan soal-soal pilihan berganda. Setelah akses kepada TIK lebih meluas lagi, maka program belajar berbasis komputer pun melebar dengan pemakaian Internet dan dengan berbagai program dan alat berbasis web.
Word Processor merupakan alat piranti lunak yang paling dasar. Guru dapat menyiapkan, menciptakan, menyimpan dan berbagi bahan untuk pengajarannya dengan program wordprocessing ini. Guru dapat memanfaatkan piranti lunak ini untuk mempercantik bahan ajarannya dengan misalnya menyisipkan gambar dan link yang bisa ditindak-lanjuti oleh para siswanya. Selain itu guru dapat membuat berbagai format untuk bahan yang dibuatnya, dan juga memanfaatkan alat ‘documenttracking’ atau ‘versioning’ yang dengan itu dokumen bisa digunakan dan dimanfaatkan bersama, dan teknik highlighting dalam teks itu dapat dipakai untuk mengoreksi dan mencek asal mula koreksi itu sendiri. Siswa dapat menggunakannya baik di kelas maupun di luar kelas, untuk mempraktekan kemampuan menulis, mendeskripsikan tugas-tugas, menyimpan berbagai bahan pelajaran, dan menyuguhkan hasil karyanya. Siswa dengan wordprocessing dapat melampiaskan kreativitasnya secara bebas dengan berbagai kemudahan di dalamnya.
Menggunakan Website merupakan salah satu cara yang boleh dikatakan termudah di kelas dalam kaitan dengan pemanfaatan teknologi. Web atau laman merupakan sumber yang dapat dijadikan jendela yang terbuka terhadap dunia yang lebih luas di luar kelas, dan sekaligus merupakan tempat tersimpannya bahan autentik yang amat banyak. Guru dapat berkolaborasi dengan guru lain dalam memanfaatkan apa yang tersedia di website itu. Setiap orang mempunyai laman favorit masing-masing dan juga mempunyai pengalaman unik dalam menelusuri berbagai laman yang tersedia itu. Kolaborasi dan saling tukar informasi dalam pemakaian website itu biasasnya memperpendek waktu yang diperlukan untuk mencari bahan yang akan dibawa ke ruang kelas. Pencarian informasi melalui website biasanya dilakukan dengan menggunakan apa yang disebut dengan searchengines. Begitu banyak searchengines yang ada di Internet itu. Salah satu yang paling banyak digunakan adalah Google, dengan mengakses www.google.com.
Proyek berbasis Internet dapat dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar karena guru dapat secara terstruktur meramu Internet ke dalam kegiatan mengajarnya. Projek seperti ini dapat dilakukan dengan manfaat yang banyak seperti mengembangkan kolaborasi dan mendorong interaksi di antara para siswa itu sendiri. Projek berbasis internet dapat dimulai dengan topik sederhana seperti pencarian aktor atau aktris terkenal saat ini, atau topik yang lebih berat seperti masalah pemanasan global. Dengan diberi tugas yang jelas seperti liputan biografis, faktual, pandangan atau pendapat, siswa dapat memulai projeknya dengan menemukan sumber-sumber di Internet. Tentu saja sebelumnya, perlu diuraikan kepada para siswa itu apa tujuan yang ingin dicapai dengan projek itu.
Menggunakan email merupakan kegiatan yang tampaknya paling banyak dilakukan oleh para pemanfaat TIK. Email dapat membantu siswa dan juga guru untuk terhubung satu sama lain di seluruh dunia ini melalui apa yang disebut dengan mailinglists dan discussiongroups. Begitu juga guru dapat berkomunikasi dengan siswanya di luar kelas dengan tidak terikat oleh waktu. Karya-karya tulis siswa dapat dengan bebas diantarkan kepada gurunya lewat alamat email guru itu, begitu juga umpan balik dari guru dapat diberikan melalui alamat emai siswa itu sendiri.
Blogs, Wikis dan Podcasts merupakan contoh dari apa yang disebut dengan piranti lunak sosial. Blog itu asal mulanya merupakan kependekan dari web log. Oleh karenanya blog pada dasarnya merupakan halaman web dengan bahan-bahan catatan harian dan jurnal seseorang. Dalam perkembangannya orang menggunakan blog untuk kepentingan yang lebih luas lagi. Wiki adalah ruang webkolaboratif, yang biasanya berisi sejumlah halaman yang bisa disunting oleh para penggunanya secara langsung. Kata wiki sendiri berasal dari bahasa Hawaii yang berarti cepat. Podcast merupakan file atau bongkah informasi yang berisi bahan audio dan/atau video yang dipancarkan melalui Internet dan bisa diunduh ke komputer atau ke alat lain seperti MP3 player untuk didengarkan atau untuk dilihat.
Terdapat situs blog yang tanpa bayar yang tersedia di Internet. Di antaranya adalah Blogger dengan www.blogger.com, Word Press www.wordpress.org, EzBlog World www.ezblogworld.com, BahraichBlogs www.bahraichblogs.com, dan Getablog www.getablog.net/portal3.php.
Dalam penyelenggaraan pembelajaran telah muncul e-learning yang merujuk pada pembelajaran yang terjadi dengan menggunakan teknologi, seperti Internet, CD-ROM, dan alat-alat portabel seperti HP atau pemutar MP3. Ada beberapa istilah dalam dunia pendidikan yang bertalian dengan e-learning itu, seperti pembelajaran jarak jauh (distancelearning), pembelajaran terbuka (openlearning), pembelajaran online (onlinelearning), dan pembelajaran campuran (blendedlearning). Dalam kaitan dengan pembelajaran online dikenal istilah virtual learningenvironment yang merupakan platform pembelajaran yang dengan melalui itu pembelajaran online dilaksanakan.



Tuesday, May 8, 2012

Kontribusi Kompetensi Guru Terhadap Mutu Hasil Pembelajaran di Sekolah



Pada  era  globalisasi yang terjadi saat ini, pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk menciptakan sumberdaya manusia yang handal. Persaingan global yang terjadi pada dunia pendidikan menuntut adanya jaminan kualitas layanan dan  kemampuan pengelolaan agar menimbulkan kepercayaan publik terhadap layanan yang diberikan oleh sekolah. Setiap sekolahdan semua elemen-elemen dalam institusi tersebut harus berupaya meningkatkan mutu pelayanannya secara terus menerus. Kecenderungan masa kini dan masa depan menunjukkan bahwa setiap sekolahsemakin menyadari pentingnya peningkatan dan mempertahankan kualitas dari institusinya (quality of organization). Oleh karena itu, sekolah yang bermutu semakin dituntut untuk memperoleh jaminan kepastian terhadap mutu pelayanan pendidikan  yang diberikannya.
Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, mengacu pada unsur-unsur  input,  proses  dan output pendidikan. Menurut Solehuddin (2001) menjelaskan bahwa input merupakan modal awal sebagai prasyarat atas berlangsungnya proses pendidikan di sekolah. Tinggi-rendahnya kualitas dari input yang ada akan berpengaruh terhadap pelaksanaan proses yang terjadi dalam pendidikan. Proses memberikan layanan merupakan kegiatan inti dari pendidikan agar terjadi  perubahan kondisi lama menjadi suatu kondisi yang baru (yang lebih baik). Proses ini harus dilakukan dalam bentuk kegiatan pelayanan yang efektif dengan mengarah pada pencapaian tujuan atau output. Pelayanan yang paling utama dalam proses pendidikan adalah layanan pembelajaran. Oleh karena itu, sebaik-baiknya kurikulum, fasilitas, sarana dan prasarana pem­belajaran, tetapi jika kualitas gurunya rendah maka sulit untuk mendapatkan hasil pendidikan yang bermutu tinggi. Output merupakan hasil dari proses layanan pendidikan yang diberikan, yakni penguasaan sejumlah kemampuan oleh para lulusan. Output akan mengakomodasikan sejumlah harapan dari semua pelanggan yaitu peserta didik, termasuk orang tua/masyarakat dan pemakai lulusan. 
Mutu pendidikan mempunyai tingkatan dari rendah ke tinggi sehingga berkedudukan sebagai suatu variabel, dalam konteks pendidikan sebagai suatu sistem, variabel mutu pendidikan dapat dipandang sebagai variabel terikat yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kepemimpinan, iklim organisasi, kualifikasi guru, anggaran, kecukupan fasilitas belajar dan sebagainya. Terdapat banyak standar mutu dalam pendidikan, misalnya sarana gedung yang bagus, guru yang terkemuka, nilai moral yang tinggi, hasil ujian yang memuaskan, spesialisasi atau kejuruan, dorongan orang tua, bisnis dan komunitas lokal, sumberdaya yang melimpah, aplikasi teknologi mutakhir, kepemimpinan yang baik dan efektif, perhatian terhadap pelajar dan anak didik, kurikulum yeng memadai, atau juga kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Standar ini merupakan  faktor terciptanya  suatu mutu pendidikan, atau faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan.
Salah satu sumber daya manusia yang harus dipenuhi dalam upaya peningkatan mutu pendidikan adalah keberadaan guru yang professional. Eksistensi guru didasari oleh dasar hukum yang terdapat pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Dengan demikian, tidak ada alasan apapun untuk memarjinalkan dan mengecilkan eksistensi seorang guru dalam melaksanakan tugasnya. Secara tegas dikatakan dalam UU tersebut bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.  Guru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan. Dedi Supriadi (1999) menyatakan bahwa  profesi menunjukkan suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap profesi tersebut. Guru sebagai profesi merupakan pekerjaan atau karir yang bersifat pelayanan bantuan keahlian dengan tingkat ketepatan yang tinggi untuk kebahagiaan pengguna berdasarkan norma yang berlaku. Kekuatan dan eksistensi profesi muncul sebagai akibat interaksi timbal balik antara kinerja tenaga profesional dengan kepercayaan publik (publictrust). Walaupun pada kenyataanya masih terdapat hal-hal tersebut diluar bidang kependidikan. Menurut Sardiman (2004) menyatakan bahwa guru sebagai tenaga profesional di bidang pendidikan, disamping harus memahami hal-hal yang bersifat filosofis dan konseptual, harus juga mengetahui dan melaksanakan hal-hal yang bersifat teknis, terutama dalam kegiatan mengelola dan melaksanakan interaksi belajar mengajar.
Kinerja seorang guru pada sekolah ditunjukan dengan kemampuan kerja dalam merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Lebih lanjut Brown dalam Sardiman (2000: 142) menjelaskan tugas dan peranan guru, antara lain: menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencanakan dan mempersiapkan pela­jaran sehari-hari, mengontrol dan meng­evaluasi kegiatan belajar siswa. Dimana sasarannya adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada siswa di kelas.  Proses yang dilakukan meliputi empat langkah penting, yakni perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan penindaklanjutan. Pengorganisasian dilakukan dalam program kerja yang meliputi program kerja tahunan dan program kerja semesteran. Semua kegiatan dilakukan secara berkesinambungan dari tahun ke tahun dan dari satu semester ke semester berikutnya.Setelah itu seorang guru harus melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukannya sepanjang tahun untuk memberikan informasi tentang pelaksanaan pembelajaran yang tuntas dan yang tidak tuntas sesuai dengan tujuan pembelajaran. Proses ini harus dilakukan secara berkesinambungan agar tahun berikutnya seorang guru memiliki landasan empiris yang jelas, yakni pengalaman dan data tentang sejauh mana kompetensi yang dimilikinya pada tahun yang lalu dapat dijadikan modal dasar bagi meningkatan mutu pembelajaran di sekolah tersebut. Oleh karena itu, seorang guru perlu memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan dengan kompetensi yang terstandar serta mampu mendukung dan menyelenggarakan pembelajara secara profesional.
Kompetensi guru adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan mutu hasil pembelajaran disekolah, namun kompetensi guru tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, dan lamanya mengajar. Menurut McAshan dalam Kusnadar (2007), “Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemapuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.”Kompetensi adalah suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. Kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan. Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002  tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi mengemukakan bahwa “Kompetensi adalah seperangkat  tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi Guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
Sebagai standar kompetensi yang perlu dimiliki oleh guru dalam melaksanakan profesinya, pemerintah mengeluarkan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Standar kompetensi guru ini dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Kompetensi guru tersebut bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang satu sama lain saling berhubungan dan saling mendukung. Kompetensi Pedagogik yaitu kemampuan seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran peserta didik. Selain itu kemampuan pedagogik juga ditunjukkan dalam membantu, membimbing dan memimpin peserta didik. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi sosial guru adalah salah satu daya atau kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya.
Banyak orang berpendapat yang mengatakan bahwa mutu hasil pembelajaran ditentukan oleh kompetensi gurunya. Jika kualitas gurunya buruk, maka 60% buruk pula mutu hasil pembelajarannya. Sebaliknya jika kualitas gurunya baik, maka 60% mutu hasil pembelajarannya juga baik dan 40% lainnya dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya. Artinya jika pendidikan ingin maju, maka harus dimulai dulu dari gurunya. Menurut Silverius (2003), guru adalah tokoh sentral pendidikan dalam upaya menyiapkan kader bangsa di masa depan serta kunci sukses reformasi pendidikan. Di antara beberapa faktor yang mem­pengaruhi proses dan hasil belajar siswa, faktor guru mendapat perhatian yang per­tama dan utama, karena baik dan buruknya mutu hasil pembelajaran pada akhir­nya bergantung pada aktivitas dan kreativitas guru dalam menjabarkan dan merealisasikan arahan kurikulum yang ada. Oleh karena itu, guru harus profesional dalam menjalankan tugasnya.
Kenyataan di lapangan mutu guru masih dipandang memprihatinkan. Banyak masyarakat yang mengkritisi di media-media massa bahwa guru-guru kita kurang mampu melaksanakan pembelajaran secara efektif, bermakna dan menyenangkan. Menurut Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK), Baedhowi (tempo interaktif,2008) menyatakan bahwa hanya sekitar 41,7 persen yakni 1.143.000 guru yang telah mendapat gelar sarjana (S1) dari jumlah total seluruh guru di Indonesia sekitar 2,7 juta guru di tahun 2008 ini. Kondisi objektif di lapangan menunjukkan sebagian guru kurang memahami dan menguasai kurikulum, pelaksanaan evaluasi hasil belajar, pengembangan bahan ajar, serta keterampilan dalam menggunakan metode dan media pembelajaran. Hal ini dapat saja diasumsikan karena para guru yang ada di Indonesia masih banyak yang belum memenuhi standar kualifikasi batasan kesarjanaannya. Menurut pakar kurikulum nasional dan Direktur Program Pascasarjana Universitas Terbuka Prof. Dr. Udin S. Winataputra (Lampungpos,2009) dalam Seminar Nasional dengan tema Kurikulum abad Ke-21 mengatakan persoalan penting bagi pendidikan di Indonesia adalah rendahnya kualitas dan profesionalisme guru.  Ada tiga persoalan penting dalam dunia pendidikan di Indonesia, persoalan pertama adalah guru, kedua guru, dan ketiga guru. Hasil kajian Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas tahun 2008 menunjukkan, nilai kompetensi guru yang telah lulus sertifikasi rata-rata di angka kisaran 52-64 persen. Bahkan, tak sedikit guru yang nilai kompetensinya terus menurun. Adapun kompetensi yang dinilai pada kajian itu, antara lain, kompetensi pedagogik yang terkait dengan kemampuan mengajar, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Rata-rata nilai untuk kompetensi pedagogik para guru yang lolos sertifikasi sebesar 54,33 persen, nilai kompetensi kepribadian 52,37 persen, kompetensi profesional 64,36 persen dan kompetensi sosial sebesar 53,92 persen. Hal ini tentunya akan berasumsi juga terhadap rendahnya kualitas dan kompetensi guru secara umum yang semakin membuat laju perkembangan pendidikan  belum maksimal. Guru  kita dianggap belum memiliki profesionalitas yang baik untuk kemajuan pendidikan secara global.
Berdasarkan banyaknya asumsi yang diberikan masyarakat bahwa mutu pendidikan kita masih kurang dengan berdasarkan hasil ujian nasional yang tidak memuaskan, dikarenakan gurunya yang tidak kompeten. Hasil ujian nasional tentunya bentuk dari mutu pendidikan berupa hasil pembelajaran yang kasat mata dapat dilihat langsung oleh masyarakat kita dan salah satu dari banyak faktor yang mempengaruhi mutu hasil pembelajaran adalah kompetensi dari para gurunya. Untuk itulah dengan segera pemerintah dapat meningkatkan faktor kompetensi guru agar dapat memberikan kontribusi terbesar tehadap mutu hasil pembelajaran di sekolah.