Atas nama kebutuhan untuk melakukan aktualisasi
diri, seseorang mempunyai keinginan untuk berkomunikasi dengan sesame dan lebih
jauh lagi, ingin menunjukan potensi dirinya kepada orang lain. Banyak cara yang
bisa dilakukan. Salah satunya adalah menulis sehingga hasil pemikirannya bisa
ditumpahkan dan diketahui orang lain. Berdasarkan penelitiannya, Abraham Maslow
mengungkapkan bahwa manusia mempunyai kebutuhan (need) untuk mengaktualisasikan dirinya terhadap lingkungan sekitar.
Sementara itu, ahli psikologi kepribadian AS,
David Clarence McCelland (1917-1998) mengungkapkan teori kebutuhan (Theory of
Need). Dalam teori itu dikemukakan tiga kebutuhan manusia, yakni need of achievement (N-Ach), need for affiliation (N-Affil), dan need for power (N-Pow), yang
masing-masing berarti kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi
(menjalin hubungan antarpersonal), dan kebutuhan untuk berkuasa. Dalam N-Ach,
setiap orang ingin mendapat tantangan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang
lebih sulit dan tentu pada tingkat yang lebih tinggi.
Senada dengan teori-teori itu, tentu sangat
wajar bila kalangan terpelajar, termasuk dosen dan mahasiswa, berkeinginan
mengemukakan pandangan-pandangan ilmiahnya terhadap suatu fenomena sehingga
jalan pikiran dan idenya bisa diketahui masyarakat luas. Salah satu caranya
adalah dengan menulis artikel di surat kabar.
Aktual
dan Efektif
Terdapat perbedaan antara menulis laporan ilmiah
dan menulis artikel atau opini di surat kabar. Karakter bahasa yang terlalu
serius dalam laporan ilmiah tidak sejajar dengan karakter bahasa artikel atau
opini yang cenderung lebih “cair” sehingga bisa dimengerti dengan mudah oleh
para pembaca. Namun demikian, bukan berarti istilah-istilah ilmiah tidak boleh
muncul dalam artikel. Yang perlu diperhatikan adalah takarannya tidak terlalu
besar. Istilah-istilah ilmiah itu pun hendaknya disertai penjelasan yang
diperlukan sehinnga pembaca mudah memahaminya.
Sementara itu, aktualitas permasalahan merupakan
hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi karena pada umumnya pembaca memiliki
minat yang lebih besar terhadap artikel ataupun ulasan-ulasan di surat kabar
yang membahas masalah-masalah terkini (actual). Bisa dikatakan, aktualitas
menempati posisi tertinggi dalam strategi penulisan artikel, terutama opini, di
surat kabar.
Agar ide dan pandangan penulis bisa sampai
kepada pembaca secara efektif, tentu diperlukan pemahaman yang komprehensif menyangkut
bidang atau isu yang akan dikupas secara mendalam. Tanpa pengulasan materi, bisa
dipastikan artikel atau kupasan opini akan terasa “kering”, tidak komprehensif,
dan tentu saja tidak menarik untuk dibaca.
Optimalisasi kualitas penulisan artikel harus
dilakukan karena bagaimanapun tulisan seorang intelektual di media massa akan
menjadi sarana komunikasi yang efektif dengan khalayak. Hal ini tentu akan
melengkapi kiprah yang bersangkutan dalam penulisan jurnal-jurnal ilmiah di
lingkungan kampus atau lingkungan akademis.
Bila jurnal atau laporan ilmiah di kampus hanya
dibaca kalangan terbatas, artikel ataupun opini di surat kabar akan dibaca
kalangan yang lebih luas. Namun yang perlu digarisbawahi, setiap tulisan akan
menjadi catatan sejarah dalam kehidupan seorang intelektual (scoholar). Bahkan cukup banyak ahli,
dosen, bahkan professor yang memiliki kliping tulisan-tulisannya yang dimuat di
surat kabar selama berpuluh-puluh tahun. Tulisan-tulisan itu tentu layak untuk
diabadikan.
Fackor
Bahasa
Semua proses dan strategi penulisan artikel akan
bertumpu pada satu hal utama, yakni bahasa. Bahasa berperan sebagai perantara
utama sehinnga ide ataupun pandanganpenulis mudah dipahami dan lebih dari itu, enak
dibaca. Dengan bahasa yang baik, tuturan-tuturan dalam opini ataupun artikel akan menjadi sesuatu yang
pantas dinikmati. Penulis dengan penguasaan bahasa yang baik, biasanya selalu
diingat oleh para pembaca. Tidak hanya nama lengkapnya, tetapi juga asosiasinya
(organisasi tempat si penulis bekerja atau mengebdi, bahkan dengan bidang
keahliahliannya). Ambil contoh, almarhum Otto Soemarwoto adalah seorang ilmuwan
yang piawai menulis artikel di surat kabar. Bahkan Pak Otto memiliki
“penggemar” fanatic yang selalu siap “ melahap” tulisan-tulisannya. Selain
memiliki wawasan yang sangat luas, Otto mampu menuliskan ide atau gagasan
dengan bahasa yang runtut dan mudah dimengerti, termasuk oleh orang awam
sekalipun. Dan satu hal yang perlu dicatat, walaupun mengetahui banyak hal,
saat menulis artikel dia membatasi dirinya pada bidang yang benar-benar
dikuasainya, yakni masalah lingkungan hidup. Sampai sekarang, public mengenang
Otto Soemarwoto sebagai penulis masalah lingkungan yang andal.
Dalam penulisan artikel, penguasaan bahasa
Indonesia merupakan syarat mutlak. Bila tidak bisa menguasai bahasa Indonesia
secara komprehensif, seseorang penulis hendaknya mampu menggunakan kata-kata
secara tepat sehingga ide atau pendapatnya bisa sampai kepada pembaca secara
efektif, dan tulisan enak dibaca. Bahasa yang digunakan dalam artikel pun
tentulah bahasa yang akrab dan mudah dimengerti oleh khalayak.
Saat seorang penulis menyusun artikel atau
opini, perlu ada cara yang bisa dijadikan pegangan agar tulisan tersusun dengan
baik, mudah dimengerti, dan menarik minat pembaca. Hal-hal yang perlu
diperhatikan itu antara lain :
a)
Berani Memulai
Bagi pemula, terkadang ada keraguan untuk
memulai menulis artikel ataupun opini. Perasaan ini hendaknya dibuang
jauh-jauh. Bila ada ketertarikan untuk mengupas atau menganalisis suatu
peristiwa dan dat sudah ada, mulailah menulis. Artikel atau opini bisa dimulai
dengan kata apa saja. Kalau belum bisa langsung menulis secara ringkas,
tuliskanlah dulu semua ide dalam paparan. Bila kemudian diketahui paparan itu
terlalu panjang dan “melambung”, potonglah bagian-bagian yang tidak mendukung
keutuhan alur karena sesungguhnya setiap kalimat dan paragraf harus memili
ikatan yang kuat.
b)
Morfem Terikat
Dalam bahasa Indonesia, ada kata-kata
penggunaannya harus selalu dalam posisi rapat (dirapatkan) dengan kata yang
mengikutinya. Kata-kata itu disebut morfem (bentuk) terikat, misalnya anti
(antikorupsi), super (supermarket), pasca (pascasarjana, pascabayar,
pascapembunuhan), sub (subkomite, subdinas, subdivisi), pra (prasejarah,
prasejahtera, prabayar), dan lain-lain. Kata “makro” hanya dijadikan morfem
terikat bila mendahului kata lain (misalnya makroekonomi), sedangkan bila
berada setelah kata lain, “makro” bukanlah morfem terikat, misalnya ekonomi
makro.
c)
Cermati Kata-kata yang Sering Dipersepsi Salah
Ada beberapa kata yang sering dipersepsi secara
salah sehingga penulisannya pun salah, misalnya dipungkiri (seharusnya dimungkiri
karena kata dasarnya mungkir), jor-joran (seharusnya jorjoran karena tak ada kata dasar jor), was-was (seharusnya waswas
karena tidak ada kata dasar was),
taupun blak-blakan ( seharusnya blakblakan karena tidak kata dasar blak).
d)
Julukan Negara atau Negeri
Nama julukan negara atau negeri ditulis dengan
huruf kecil, kecuali bentuk sapaan. Misalnya, negeri tirai bambu (Cina) ataupun
negeri gajah putih (Thailand). Sementara yang berbentuk sapaan ditulis seperti
nama orang, misalnya negeri Paman Sam (Amerika Serikat).
e)
Tidak Semua Bahasa Asing Dicetak Miring
Dalam fungsi kata biasa (generic), kata-kata
bahasa asing memang harus dicetak miring dalam teks artikel atau diberi tanda
petik bila berada dalam posisi judul. Namun, aturan ini tidak berlaku bila
kata-kata bahasa asing itu mengacu ke nama jabatan, nama alat, ataupun nama
perusahaaan. Nama-nama seperti itu tetap ditulis dengan huruf tegak.
f)
Terjemahkan Bahasa Daerah atau Bahasa Khusus
Mengingat kemajemukan pembaca, penulis sebaiknya
mencantumkan terjemahan dari kalimat berbahasa daerha atau istilah khusus yang
hanya dimengerti sebagian kecil pembaca. Tanpa terjemahan atau penjelasan
khusus, pembeca yang tidak mengerti kata atau istilah tertentu akan mengalami
kesulitan mencerna makna dari tulisan yang disajikan. Ini tentu saja harus
dihindari.
g)
Gunakan Tanda Koma Secara Efisien
Dalam laras bahasa jurnalistik, tanda baca koma
diminimalisasi karena jumlah koma yang terlalu banyak justru akan menggangu
kelancaran membaca. Gunakan tanda koma hanya pada posisi yang benar-benar
penting, dengan tujuan utama mempermudah pembaca menangkap makna. Antara
jabatan dan nama orang tidak perlu ada tanda koma, misalnya Gubernur Jawa Barat H. Danny Setiawan
meresmikan kantor instansi baru di lingkungan Pemkab Sumedang. Pembaca
tidak akan dipusingkan dengan ketiadaan tanda koma pada kalimat itu. Berbeda
halnya dengan ketiadaan tanda koma justru akan memusingkan pembaca, misalnya
pada kalimat contoh (fiktif), Pengacara
terdakwa Endang Rahmat Sanusi mengajukan banding. Pembaca akan bingung
siapa nama pengacara itu. Untuk menghindari kesulitan seperti ini, kalimat
tersebut harus ditulis, Pengacara Endang
Rahmat, Sanusi mengajukan banding. Dengan tanda koma ini, kini menjadi
jelas bahwa pengacara itu bernama Sanusi.
h)
Perhatikan Prinsip Kesejajaran
Prinsip kesejajaran bisa menyangkut bentuk aktif
dan pasif, atau menyangkut penulisan jabatan. Kesejajaran akan sangat
bermangfaat untuk memudahkan pembaca menangkap pesan dari kalimat yang
disajikan.
Contoh yang salah 1 : Dia sendiri yang menganyam tikar dan menjualnya di pasar.
Seharusnya : Dia sendiri yang menganyam tikar dan menjualnya di pasar.
Contoh yang salah 2 : Pelatih itu diikuti para asisten pelatih Persib, Djajang
Nurdjaman, Robby Darwis, Anwar Sanusi, Zaenal Arief (striker). Seharusnya :
Pelatih itu diikuti asisten pelatih Persib, Djajang Nurdjaman, Robby Darwis,
Anwar Sanusi, dan striker Zaenal Arief.
Jadi sejajar, karena semua predikat atau jabatan
disimpan di depan nama sehingga pembaca tidak akan sulit memahaminya.
i)
Cermati Kata-kata Baru
Seiring dengan perkembangan bahasa yang pesat,
Pusat Bahasa meluncurkan kata-kata baru, termasuk terjemahan. Mungkin tujuaanya
untuk meredam penggunaan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, di berbagai
bidang kehidupan. Langkah ini juga dilakukan agar bahasa Indonesia memiliki
kosakata yang semakin lengkap sehingga bisa menempati posisi terhormat,
termasuk dalam percaturan internasional. Kata-kata baru yang kini mulai banyak
digunakan, antara lain pemangku kepentingan (stakeholder), pelantang (pengeras suara/mikrofon), penyintas (orang
yang selamat dalam musibah yang menelan korban jiwa/ survivor), uang kerahiman (uang untuk menebus kedukaan/ atonement money), cakram padat (CD/ compact diss), piranti pengondisi udara (AC),
laman (website), pos-el (surat
elektronik/ e-mail), sel punca (sel
indul/ stem cells).
j)
Lambang Bilangan
Sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan (1993), lambang bilangan yang dapat dinyatakan
dengan satu atau dua kata, ditulis dengan huruf, kecuali dengan lambang-lambang
bilangan itu ditulis secara berurutan (dalam perincian).
Contoh : 1. Rapat itu hanya diikuti sepuluh pejabat.
Contoh : 2. Mereka menyebarkan dua ribu undangan unutk pesta
pernikahan.
Contoh : 3. Para peserta seminar adalah 50 dokter umum, 50 dokter gigi.
Lambang bilangan yang berada di awal kalimat
juga ditulis dengan huruf.
Contoh : Dua
ratus anak balita mendapat imunisasi.
k)
Gunakan Kata Kerja
Untuk menjelaskan langkah penting, gunakan kata
kerja, bukan kata benda. Selain untuk menegaskan sikap, hal ini juga penting
untuk memperoleh kalimat yang tepat dan singkat sesuai dengan prinsip ekonomi
kata.
Contoh
: Presiden mengambil keputusan untuk
menaikan harga BBM. Seharusnya : Presiden memutuskan
untuk menaikan harga BBM.
l)
Singkatan Bahasa Latin
Ada beberapa singkatan kosakata bahasa Latin
yang sring digunakan dalam bahasa Indonesia, antara lain c.s. (cum suis / dan kawan-kawan), i.e. (id est / yakni), id. (idem), jo. (juncto / berkaitan dengan), c.q. (casu quo / menurut hal, bilamana perlu),
i.c. (in casu / dalam hal ini).
m)
Kata yang Diperdebatkan
Dinamika bahasa terkadang juga menimbulkan
perdebatan menyangkut kata-kata tertentu dalam bahasa Indonesia. Salah satunya
adalah kata memerhatikan yang
dibentuk dari kata dasar perhati pada
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga serta mendapat awalan me- dan akhiran –kan. Kemudian beberapa pengamat bahasa mempermasalahkan lema perhati pada kamus tersebut. Mereka
menganggap lema yang tepat adalah hati sehingga bentuknya adalah memperhatikan, yakni yakni kata dasar
hati mendapat awalan memper- dan
akhiran –kan. Kabarnya, pengubahan
lema perhati penjadi hati (untuk kata
bentukan memperhatikan) akan
dilakukan secara resmi pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi keempat
yang akan diluncurkan Oktober 2008. Bila itu benar-benar terjadi, kata bentukan
yang dipakai adalah memperhatikan
(dengan pola bentukan seperti dikemukakan di atas).
Berbeda dengan memperhatikan yang dibentuk dari kata dasar perhati yang mendapat awalan me-
dan akhiran –kan. Berdasarkan asas
legalitas, kata memerhatikan masih
dianggap benar samapi terbitnya KBBI edisi keempat yang mengembalikan lema hati
sebagai kata dasar untuk kata berimbuhan memperhatikan
tersebut.
Terima
kasih banyak atas kunjungannya ke blog saya semoga bermanfaat, jangan lupa
kasih komentar yach?