Thursday, May 24, 2012

Peran Teknologi Informasi dalam Modernisasi Pendidikan


 Perubahan tidak selalu menjadikan sesuatu lebih baik, tetapi untuk menjadi lebih baik, sesuatu harus berubah? Menurut resnick (2002) ada tiga hal penting yang harus dipikirkan ulang terkait dengan modernisasi pendidikan: (1) bagaimana kita belajar (howpeoplelearn); (2) apa yang kita pelajari(whatpeoplelearn); dan (3) kapan dan dimana kita belajar (whereandwhenpeoplelearn). Dengan mencermati jawaban atas ketiga pertanyaan ini, dan potensi TI yang bisa dimanfaatkan seperti telah diuraikan sebelumnya, maka peran TI dalam moderninasi pendidikan bangsa dapat dirumuskan. Pertanyaan pertama, bagaimana kita belajar, terkait dengan metode atau model pembelajaran.
Cara berinteraksi antara guru dengan siswa3 sangat menentukan model pembelajaran. Terkait dengan ini, menurut pannen (2005), saat ini terjadi perubahan paradigma pembelajaran terkait dengan ketergantungan terhadap guru dan peran guru dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran seharusnya tidak 100% bergantung kepada guru lagi (instructordependent) tetapi lebih banyak terpusat kepada siswa (student-centeredlearningatau instructorindependent). Guru juga tidak lagi dijadikan satu­satunya rujukan semua pengetahuan tetapi lebih sebagai fasilitator atau konsultan (resnick, 2002). Intervensi yang bisa dilakukan TI dalam model pembelajaran ini sangat jelas. Hadirnya e - learningdengan semua variasi tingkatannya telah memfasilitasi perubahan ini. Secara umum, e-learning dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang disampaikan melalui semua media elektronik termasuk, internet, intranet, extranet, satelit, audio/video tape, TV interaktif, dan CD rom (govindasamy, 2002). Menurut kirkpatrick (2001), e-learning telah mendorong demokratisasi pengajaran dan proses pembelajaran dengan memberikan kendali yang lebih besar dalam pembelajaran kepada siswa.
Hal ini sangat sesuai dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional seperti termaktub dalam pasal 4 undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menyatakan bahwa “pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”. Secara umum, intervensi e-learning dalam proses pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi dua: komplementer dan substitusi. Yang pertama mengandaikan bahwa cara pembelajaran dengan pertemuan tatap-muka masih berjalan tetapi ditambah dengan model interaksi berbantuan ti, sedang yang kedua sebagian besar proses pembelajaran dilakukan berbantuan TI.
Saat ini, regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah juga telah memfasilitasi pemanfaatan e-learning sebagai substitusi proses pembelajaran konvensional. Surat keputusan menteri pendidikan nasional no. 107/u/2001 dengan jelas membuka koridor untuk menyelenggarakan pendidikan jarak jauh di mana e-learning dapat masuk memainkan peran. Pertanyaan selanjutnya adalah apa yang kita pelajari. Pertanyaan-pertanyaan seperti apakah kurikulum telah sesuai dengan kebutuhan siswa dan apakah kurikulum telah dirancang untuk menyiapkan siswa untuk hidup dan bekerja pada masa yang akan datang perlu sekali lagi dilontarkan.
Perkembangan TI yang sangat pesat harus dipertimbangkan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Menurut resnick (2002), selain TI akan sangat mewarnai masa depan, TI juga mengubah tidak hanya terhadap apa yang seharusnya dipelajari oleh siswa, tetapi juga apa yang dapat dipelajari. Sangat mungkin banyak hal yang seharusnya atau dapat dipelajari siswa tetapi tidak bisa dimasukkan ke dalam kurikulum karena “ruang” yang terbatas atau kompleksitas yang tinggi dalam mengajarkannya. Terkait dengan ini, paradigma pembelajaran yang sebelumnya mengandaikan bahwa sumberdaya pembelajaran hanya terbatas pada materi di kelas dan buku harus diubah.
Hadirnya TI, terutama internet, telah menyediakan sumberdayapembelajaran yang tidak terbatas. Sebagai contoh, survei yang dilakukan oleh penulis pada siswa smu di yogyarta, bantul, dan gunungkidul menemukan bahwa lebih dari 10% siswa menggunakan komputer untuk desain grafis yang tidak diajarkan di sekolah. Pertanyaan sederhana yang muncul adalah bagaimana mereka belajar? Jawabannya sangat lugas: akses terhadap komputer dan internet telah memungkinkan hal itu terjadi. Diskusi seperti ini dapat diperpanjang untuk tidak membatasi pembelajaran hanya pada institusi formal. Sudah saatnya learningsocietydikampanyekan sebagai salah satu manifestasi kesadaran semangat pembelajaran sepanjang hayat (long-lifelearning).
Bukankah kita tidak jarang merasa tidak tahu apa yang harus dipelajari karena tidak tersedia sarana/informasi tentang itu? Karenanya, gerakan untuk membuka akses informasi dan pengetahuan seluas-seluasnya kepada masyarakat menjadi sebuah keharusan. Teknologi informasi, terutama internet, dalam hal ini memberikan peluang untuk itu. Kapan dan dimana belajar dilakukan adalah pertanyaan ketiga yang perlu dipikirkan kembali jawabannya. Apakah harus dalam ruangan kelas dalam waktu tertentu atau tidak terbatas ruang dan waktu? Model pembelajaran tatap-muka yang banyak membatasi waktu dan tempat belajar.
Sebagai komplemen (atau substitusi), teknologi e-learning hadir untuk memberikan kebebasan kepada siswa dalam memilih tempat, waktu, dan ritme belajar (kirkpatrick, 2004). Interaksi yang difasilitasi oleh TI ini dapat terjadi secara sinkron (pada waktu yang sama) maupun asinkron (dalam waktu yang berbeda). E-learning dapat difasilitasi secara online maupun offline tetapi berbantuan TI. Produksi cd-rom dengan konten materi pembelajaran termasuk di dalamnya. Kini, kita bisa dapatkan banyak cd-rom untuk pembelajaran di pasaran; mulai untuk balita. Bahkan beberapa cd-rom telah memfasilitasi siswa belajar sesuai dengan kurikulum yang sedang berjalan dengan kemasan yang menarik.
Dalam hal ini, TI dapat menghadirkan digital excitementdalam proses pembelajaran. Salah satu perusahaan yang memproduksi cd-rom semacam ini adalah akal (www.akalinteraktif.com). Untuk menfasilitasie-learning dengan bantuan koneksi internet, dalam beberapa tahun terakhir, telah dikembangkan banyak aplikasi yang dirancang untuk mendukung proses pembelajaran. Aplikasi ini sering disebut dengan learningmanagementsystem(lms). Lms ini mengintegrasikan banyak fungsi yang mendukung proses pembelajaran seperti menfasilitasi berbagai macam bentuk materi instruksional (teks, audio, video), e-mail, chat, diskusi online, forum, kuis, dan penugasan.
Beberapa contoh lms adalah webct (www.webct.com), blackboard (www.blackboard. Com), macromediabreeze (www.macromedia.com/software/breeze/), dan fronter (www.fronter.no). Lms sudah banyak diadopsi oleh banyak lembaga pendidikan di dunia. Sebagi contoh, webct telah digunakan lebih dari 2200 pt di seluruh dunia (pituch dan lee, 2004). Blackboard juga sudah banyak digunakan oleh pendidikan setingkat smu (www.blackboard.com).
Banyak kritik dialamatkan kepada penggunaan lms yang dianggap tidak membertimbangkan aspek pedagogis. Karenanya, menurut institute for highereducationpolicy, amerika (dalam govindasamy, 2002) terdapat tujuh parameter yang perlu diperhatikan dalam menerapkan e-learning yang mempertimbangkan prinsip-prinsip pedagogis, yaitu: (1) institutionalsupport; (2) coursedevelopment; (3) teachingandlearning; (4) coursestructure; (5) studentsupport; (6) facultysupport; dan (7) evaluationandassessment. Karenanya, dalam bahasa yang lain, soekartawi (2003) mengidentifikasi bahwa keberhasilan implementasi e-learning sangat tergantung kepada penilaian apakah: (a) e-learning itu sudah menjadikan suatu kebutuhan; (b) tersedianya infrastruktur pendukung seperti telepon dan listrik (c). Tersedianya fasilitas jaringan internet dan koneksi internet; (d) software pembelajaran (learningmanagementsystem); (e) kemampuan dan ketrampilan orang yang mengoperasikannya; dan (f) kebijakan yang mendukung pelaksanaan program e-learning.

Dalam konteks yang lebih luas, yaitu dalam manajemen dunia pendidikan, berdasar studi tentang tujuan pemanfaatan TI di dunia pendidikan terkemuka di amerika, alavi dan gallupe (2003) menemukan beberapa tujuan pemanfaatan TI, yaitu (1) memperbaiki competitivepositioning; (2) meningkatkan brandimage; (3) meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran; (4) meningkatkan kepuasan siswa; (5) meningkatkan pendapatan; (6) memperluas basis siswa; (7) meningkatkan kualitas pelayanan; (8) mengurangi biaya operasi; dan (9) mengembangkan produk dan layanan baru. Karenanya, tidak mengherankan jika saat ini banyak perguruan tinggi di indonesia yang berlomba­lomba berinvestasi dalam bidang TI untuk memenangkan persaingan yang semakin ketat.

Tuesday, May 22, 2012

PELAKSANAAN PENILAIAN KINERJA GURU



            Penilaian Kinerja Guru (PKG) adalah serangkaian proses sistematis kegiatan menghimpun, mengolah dan menafsirkan data mengenai kemampuan guru untuk menampilkan atau melaksanakan  kegiatan pembelajaran secara profesional. Dengan demikian PKG merupakan penilaian prestasi kerja profesi guru (performanceappraisal) yang difokuskan pada kinerja individu, mengidentifikasi kemampuan guru  dalam mendayagunakan pengetahuan dan keterampilan  yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas.
Penilaian Kinerja Guru (PKG) terkait langsung dengan kompetensi guru seperti tercantum dalam PermendiknasNo 16 tahun 2007 tentang Pembelajaran, dan Permendiknas Nomor 27 tahun 2008 tentang Bimbingan dan Konseling. Penilaian Kinerja Guru (PKG) menjamin bahwa guru melaksanakan pekerjaannya secara professional serta menjamin bahwa layanan pendidikan yang diberikan oleh guru adalah berkualitas.
Pelaksanaan PKG dimaksudkan bukan untuk menyulitkan guru, tetapi sebaliknya PKG dilaksanakan untuk mewujudkan guru yang professional, karena harkat dan martabat suatu profesi ditentukan oleh kualitas layanan profesi yang bermutu yaitu kualitas layanan yang selalu melakukan perbaikan terus menerus pada system manajemen mutu diantaranya yang terkait langsung dengan guru adalah  dengan menemukan secara tepat tentang kegiatan guru di dalam kelas, dan membantu mereka meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya serta senantiasa membantu untuk melakukan tindakan yang dapat meningkatkan kinerja proses sehingga akan memberikan kontribusi secara langsung pada peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan, sekaligus membantu pengembangan karir guru sebagai tenaga professional. Oleh karena itu, untuk meyakinkan bahwa setiap guru adalah seorang professional di bidangnya yang memiliki suatu tingkat kemampuan dan keahlian dan sebagai penghargaan atas prestasi kerjanya, maka PKG harus dilakukan terhadap guru di semua satuan pendidikan formal jenjang pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
Pelaksanaan kegiatan penilaian kinerja guru (PKG) akan berlaku secara efektif mulai tahun 2013. Di dalam pelaksanaannya PKG terbagi dalam 2 Jenis kegiatan terdiri dari; PKG formatif  yang digunakan untuk menyusun profil kinerja guru dan rencana pengembangan keprofesian berkelanjutan, ini dilakukan di awal tahun pelajaran. Selanjutnya PKG sumatif yaitu penilaian kinerja guru yang digunakan untuk menetapkan perolehan angka kredit guru pada tahun tersebut dilakukan di akhir tahun pelajaran. Penilaian dilakukan oleh kepala sekolah atau pengawas atau guru senior yang kompeten, yang ditunjuk oleh kepala sekolah (yang telah mengikuti pelatihan penilaian).
Penilaian kinerja guru adalah penilaian terhadap tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya (Permenegpan No.16/2009) dengan cara menghitung angka kredit yang dilakukan di setiap akhir tahun terhadap 14 (empat belas) sub-kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran dan angka kredit dari penilaian kinerja umumnya dikumpulkan dalam waktu 4 (empat) tahun (Permenegpan No.16/2009).
Bidang kompetensi guru yang menjadi focus dalam penilaian kinerja guru adalah  fokus pada 4 bidang kompetensi guru yaitu kompetensi pedagogik (7 sub kompetensi ), kompetensi kepribadian (3 sub kompetensi), kompetensi sosial (2 sub kompetensi) dan kompetensi profesional (2 sub kompetensi) (telah ditetapkan oleh BSNP).
Berikut rincian dari setiap sub kompetensi guru yang menjadi fokus dalam penilaian:
1.      Pertama, kompetensi pedagogi. Diantaranya, mengenal karakteristik anak didik, mnguasaiteori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, pengembangan kurikulum, kegiatan pembelajaran yang mendidik. Selanjutnya, memahami dan mengembangkan potensi, komunikasi dengan peserta didik dan  penilaian dan evaluasi.
2.      Kedua, kompetensi kepribadian. Yaitu, bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia, menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan. Kemudian, etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru.
3.      Ketiga, kompetensi sosial. Antara lain; bersikap inklusif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif, komunikasi dengan sesama guru, tenaga pendidikan, orang tua peserta didik dan masyarakat.
4.      Terakhir, kompetensi professional; penguasaan materi struktur konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu, mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif. 
Hasil PKG dapat dimanfaatkan untuk; menyusun profil kinerja guru sebagai input untuk menyusun program PKB, merupakan bahan evaluasi diri bagi guru untuk mengembangkan potensi dan karirnya (untuk mengetahui titik lemah yang mesti diperbaiki ), sebagai acuan bagi sekolah untuk merencanakan PKB  yang meliputi pengembangan diri, publikasi ilmiah dan karya inovatif, merupakan dasar untuk menetapkan angka kredit guru dalam rangka pengembangan karir guru.