Perubahan tidak selalu menjadikan sesuatu lebih baik, tetapi untuk
menjadi lebih baik, sesuatu harus berubah? Menurut resnick
(2002) ada tiga hal penting yang harus dipikirkan ulang terkait dengan
modernisasi pendidikan: (1) bagaimana kita belajar (howpeoplelearn); (2)
apa yang kita pelajari(whatpeoplelearn); dan (3) kapan dan dimana kita
belajar (whereandwhenpeoplelearn). Dengan mencermati jawaban atas ketiga
pertanyaan ini, dan potensi TI yang bisa dimanfaatkan seperti telah diuraikan
sebelumnya, maka peran TI dalam moderninasi pendidikan bangsa dapat dirumuskan.
Pertanyaan pertama, bagaimana kita belajar, terkait dengan metode atau
model pembelajaran.
Cara berinteraksi antara guru dengan siswa3 sangat menentukan model
pembelajaran. Terkait dengan ini, menurut pannen (2005), saat ini terjadi
perubahan paradigma pembelajaran terkait dengan ketergantungan terhadap guru
dan peran guru dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran seharusnya tidak
100% bergantung kepada guru lagi (instructordependent) tetapi lebih
banyak terpusat kepada siswa (student-centeredlearningatau instructorindependent).
Guru juga tidak lagi dijadikan satusatunya rujukan semua pengetahuan
tetapi lebih sebagai fasilitator atau konsultan (resnick, 2002). Intervensi
yang bisa dilakukan TI dalam model pembelajaran ini sangat jelas. Hadirnya e
- learningdengan semua variasi tingkatannya telah memfasilitasi perubahan
ini. Secara umum, e-learning dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang
disampaikan melalui semua media elektronik termasuk, internet, intranet,
extranet, satelit, audio/video tape, TV interaktif, dan CD rom (govindasamy,
2002). Menurut kirkpatrick (2001), e-learning telah mendorong demokratisasi
pengajaran dan proses pembelajaran dengan memberikan kendali yang lebih besar
dalam pembelajaran kepada siswa.
Hal ini sangat sesuai dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional
seperti termaktub dalam pasal 4 undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional yang menyatakan bahwa “pendidikan diselenggarakan
secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa”. Secara umum, intervensi e-learning dalam proses pembelajaran dapat
dikelompokkan menjadi dua: komplementer dan substitusi. Yang
pertama mengandaikan bahwa cara pembelajaran dengan pertemuan tatap-muka masih
berjalan tetapi ditambah dengan model interaksi berbantuan ti, sedang yang
kedua sebagian besar proses pembelajaran dilakukan berbantuan TI.
Saat ini, regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah juga telah
memfasilitasi pemanfaatan e-learning sebagai substitusi proses pembelajaran
konvensional. Surat keputusan menteri pendidikan nasional no. 107/u/2001 dengan
jelas membuka koridor untuk menyelenggarakan pendidikan jarak jauh di mana
e-learning dapat masuk memainkan peran. Pertanyaan selanjutnya adalah apa
yang kita pelajari. Pertanyaan-pertanyaan seperti apakah kurikulum telah
sesuai dengan kebutuhan siswa dan apakah kurikulum telah dirancang untuk
menyiapkan siswa untuk hidup dan bekerja pada masa yang akan datang perlu
sekali lagi dilontarkan.
Perkembangan TI yang sangat pesat harus dipertimbangkan dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini. Menurut resnick (2002), selain TI akan sangat
mewarnai masa depan, TI juga mengubah tidak hanya terhadap apa yang seharusnya
dipelajari oleh siswa, tetapi juga apa yang dapat dipelajari. Sangat
mungkin banyak hal yang seharusnya atau dapat dipelajari siswa tetapi tidak
bisa dimasukkan ke dalam kurikulum karena “ruang” yang terbatas atau
kompleksitas yang tinggi dalam mengajarkannya. Terkait dengan ini, paradigma
pembelajaran yang sebelumnya mengandaikan bahwa sumberdaya pembelajaran hanya
terbatas pada materi di kelas dan buku harus diubah.
Hadirnya TI, terutama internet, telah menyediakan sumberdayapembelajaran
yang tidak terbatas. Sebagai contoh, survei yang dilakukan oleh penulis pada
siswa smu di yogyarta, bantul, dan gunungkidul menemukan bahwa lebih dari 10%
siswa menggunakan komputer untuk desain grafis yang tidak diajarkan di sekolah.
Pertanyaan sederhana yang muncul adalah bagaimana mereka belajar? Jawabannya
sangat lugas: akses terhadap komputer dan internet telah memungkinkan hal itu
terjadi. Diskusi seperti ini dapat diperpanjang untuk tidak membatasi
pembelajaran hanya pada institusi formal. Sudah saatnya learningsocietydikampanyekan
sebagai salah satu manifestasi kesadaran semangat pembelajaran sepanjang hayat (long-lifelearning).
Bukankah kita tidak jarang merasa tidak tahu apa yang harus dipelajari
karena tidak tersedia sarana/informasi tentang itu? Karenanya, gerakan untuk
membuka akses informasi dan pengetahuan seluas-seluasnya kepada masyarakat
menjadi sebuah keharusan. Teknologi informasi, terutama internet, dalam hal ini
memberikan peluang untuk itu. Kapan dan dimana belajar dilakukan adalah
pertanyaan ketiga yang perlu dipikirkan kembali jawabannya. Apakah harus dalam
ruangan kelas dalam waktu tertentu atau tidak terbatas ruang dan waktu? Model
pembelajaran tatap-muka yang banyak membatasi waktu dan tempat belajar.
Sebagai komplemen (atau substitusi), teknologi e-learning
hadir untuk memberikan kebebasan kepada siswa dalam memilih tempat, waktu, dan
ritme belajar (kirkpatrick, 2004). Interaksi yang difasilitasi oleh TI ini
dapat terjadi secara sinkron (pada waktu yang sama) maupun asinkron (dalam
waktu yang berbeda). E-learning dapat difasilitasi secara online maupun offline
tetapi berbantuan TI. Produksi cd-rom dengan konten materi pembelajaran
termasuk di dalamnya. Kini, kita bisa dapatkan banyak cd-rom untuk pembelajaran
di pasaran; mulai untuk balita. Bahkan beberapa cd-rom telah memfasilitasi
siswa belajar sesuai dengan kurikulum yang sedang berjalan dengan kemasan yang
menarik.
Dalam hal ini, TI dapat menghadirkan digital excitementdalam proses
pembelajaran. Salah satu perusahaan yang memproduksi cd-rom semacam ini adalah
akal (www.akalinteraktif.com). Untuk menfasilitasie-learning dengan bantuan koneksi internet, dalam
beberapa tahun terakhir, telah dikembangkan banyak aplikasi yang dirancang
untuk mendukung proses pembelajaran. Aplikasi ini sering disebut dengan learningmanagementsystem(lms).
Lms ini mengintegrasikan banyak fungsi yang mendukung proses pembelajaran
seperti menfasilitasi berbagai macam bentuk materi instruksional (teks, audio,
video), e-mail, chat, diskusi online, forum, kuis, dan penugasan.
Beberapa contoh lms adalah webct (www.webct.com), blackboard (www.blackboard.
Com), macromediabreeze (www.macromedia.com/software/breeze/), dan fronter (www.fronter.no). Lms sudah banyak diadopsi oleh banyak lembaga pendidikan di dunia.
Sebagi contoh, webct telah digunakan lebih dari 2200 pt di seluruh dunia
(pituch dan lee, 2004). Blackboard juga sudah banyak digunakan oleh pendidikan
setingkat smu (www.blackboard.com).
Banyak kritik dialamatkan kepada penggunaan lms yang dianggap tidak
membertimbangkan aspek pedagogis. Karenanya, menurut institute for
highereducationpolicy, amerika (dalam govindasamy, 2002) terdapat tujuh
parameter yang perlu diperhatikan dalam menerapkan e-learning yang
mempertimbangkan prinsip-prinsip pedagogis, yaitu: (1) institutionalsupport;
(2) coursedevelopment; (3) teachingandlearning; (4) coursestructure;
(5) studentsupport; (6) facultysupport; dan (7) evaluationandassessment.
Karenanya, dalam bahasa yang lain, soekartawi (2003) mengidentifikasi bahwa
keberhasilan implementasi e-learning sangat tergantung kepada penilaian apakah:
(a) e-learning itu sudah menjadikan suatu kebutuhan; (b) tersedianya
infrastruktur pendukung seperti telepon dan listrik (c). Tersedianya fasilitas
jaringan internet dan koneksi internet; (d) software pembelajaran (learningmanagementsystem);
(e) kemampuan dan ketrampilan orang yang mengoperasikannya; dan (f) kebijakan
yang mendukung pelaksanaan program e-learning.
Dalam konteks yang lebih luas, yaitu dalam manajemen dunia pendidikan,
berdasar studi tentang tujuan pemanfaatan TI di dunia pendidikan terkemuka di
amerika, alavi dan gallupe (2003) menemukan beberapa tujuan pemanfaatan TI,
yaitu (1) memperbaiki competitivepositioning; (2) meningkatkan brandimage;
(3) meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran; (4) meningkatkan
kepuasan siswa; (5) meningkatkan pendapatan; (6) memperluas basis siswa; (7)
meningkatkan kualitas pelayanan; (8) mengurangi biaya operasi; dan (9)
mengembangkan produk dan layanan baru. Karenanya, tidak mengherankan jika saat
ini banyak perguruan tinggi di indonesia yang berlombalomba berinvestasi dalam
bidang TI untuk memenangkan persaingan yang semakin ketat.