I. PENDAHULUAN
Reward
dan
punishment merupakan dua bentuk metode dalam memotivasi seseorang untuk
melakukan kebaikan dan meningkatkan prestasinya. Kedua metode ini sudah cukup
lama dikenal dalam dunia pendidikan.
Tidak hanya dalam dunia pendidikan,
dalam dunia kerja pun kedua metode ini kerap kali digunakan. Namun selalu terjadi perbedaan pandangan,
mana yang lebih diprioritaskan antara reward dengan punishment?
Dalam makalah ini kami akan mencoba memaparkan tentang
konsep “Reward and Punishment” dalam dunia pendidikan.
II. PERMASALAHAN
A. Pengertian Reward and Punishment
B. Prinsip-Prinsip Pemberian Reward and Punishment
C. Keseimbangan antara Reward and Punishment
D. Contoh Konkret Reward and Punishment
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Reward and Punishment
Reward
artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Reward sebagai alat pendidikan diberikan
ketika seorang anak melakukan sesuatu yang baik, atau telah berhasil mencapai
sebuah tahap perkembangan tertentu, atau tercapainya sebuah target. Dalam
konsep pendidikan, reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi
para peserta didik. Metode ini bisa
meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia,
senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik
secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang
menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang
telah dapat dicapainya.
Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah, dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh imam Abu Dawud yang bunyinya :
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَصُفُّ عَبْدَ اللهِ وَ عُبَيْدَ اللهِ وَ كَثِيْرًا مِنْ بَنِيْ الْعَبَّاسِ ثُمَّ
يَقُوْلُ مَنْ سَبَقَ اِلَيَّ فَلَهُ كَدَا وَ كَدَا قَالَ فَيَسْتَبِقُوْنَ اِلَيْهِ
فَيَقَعُوْنَ عَلَى ظَهْرِهِ وَ صَدْرِهِ فَيَقَبَّلُهُمْ وَ يَلْزَمُهُمْ (رواه احمد )
“Pada suatu ketika Nabi membariskan Abdullah, Ubaidillah,
dan anak-anak paman beliau, Al-Abbas. Kemudian, beliau berkata : “ Barang
siapa yang terlebih dahulu sampai kepadaku, dia akan mendapatkan ini dan itu.”
Lalu mereka berlomba-lomba untuk sampai kepada beliau. Kemudian mereka
merebahkan diri di atas punggung dan dada beliau. Kemudian, beliau menciumi dan
memberi penghargaan.” ( HR. Ahmad )
Sementara punishment diartikan sebagai hukuman atau
sanksi. punishment biasanya dilakukan ketika apa yang menjadi target tertentu
tidak tercapai, atau ada perilaku anak yang tidak sesuai dengan norma-norma
yang diyakini oleh sekolah tersebut. Jika
reward merupakan bentuk reinforcement yang positif; maka punishment sebagai
bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan
bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan
rasa tidak senang pada seseorang supaya mereka jangan membuat sesuatu yang
jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti bersifat pedagogies, yaitu untuk
memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik.Seorang guru atau orang tua diperbolehkan
memukul dengan pukulan yang tidak keras. Ini dilakukan ketika beberapa cara
seperti menasehati, menegur, tidak mempan juga. Hukuman ini terutama menyangkut
kewajiban shalat bagi anak-anak yang usianya telah mencapai sepuluh tahun.
Nabi SAW bersabda :
عَنْ عُمَرُوبْنُ شُعَيْبِ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدّهِ
قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مُرُوْا اَوْلَادَكُمْ
بِالصَّلَاةِ وَهُم اَبْنَاءُ سِنِيْنَ وَاضْرِبُهُمْ اَبْنَاءَ عَشَرَ وَ فَرِّقُوْا
بَيْنَهُمْ فِيْ الْمَضَاجِعِ ( رواه ابو داود )
“Dari Amr Bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya berkata : Raulullah SAW
bersabda : “perintahkanlah anakmu untuk melakukan shalat, pada saat mereka
berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka pada saat mereka berusia sepuluh tahun
jika mereka meninggalkan shalat dan pisahkanlah mereka dalam hal tempat tidur.”
(HR. Abu Dawud)
Dalam nasehat Rasulullah itulah terkandung cara mendidik
anak yang dilandasi dengan kasih sayang, dan menomor duakan hukuman. Bukankah
beliau terlebih dahulu menyuruh membiasakan anak mengerjakan shalat mulai usia
tujuh tahun? Kalau tiga tahun setelah itu, ternyata belum juga shalat, sangat
wajar jika diberikan hukuman.
Hukuman sesungguhnya tidaklah mutlak diperlukan. Ada orang-orang
yang baginya teladan dan nasehat saja sudah cukup, tidak perlu lagi hukuman.
Tetapi manusia itu tidak sama seluruhnya diantara mereka ada yang perlu
dikerasi sekali-kali.
Hukuman bukan pula tindakan yang pertama kali terbayang
oleh seorang pendidik, dan tidak pula cara yang didahulukan. Nasehatlah yang
paling didahulukan begitu juga ajaran untuk berbuat baik, dan tabah terus
menerus semoga jiwa orang itu berubah sehingga dapat menerima nasehat tersebut.
B. Prinsip-Prinsip Pemberian Reward and Punishment
1. Prinsip-Prinsip Pemberian Punishment
a. Penilaian
didasarkan pada ’perilaku’ bukan ’pelaku’. Untuk membedakan antara ’pelaku’ dan
’perilaku’ memang masih sulit. Apalagi
kebiasaan dan presepsi yang tertanam kuat dalam pola pikir kita yang sering menyamakan
kedua hal tersebut. Istilah atau panggilan semacam ’anak shaleh’, anak pintar’
yang menunjukkan sifat ’pelaku’ tidak dijadikan alasan peberian
penghargaan karena akan menimbulkan persepsi bahwa predikat ’anak shaleh’ bisa
ada dan bisa hilang. Tetapi harus menyebutkan secara langsung perilaku
anak yang membuatnya memperoleh hadiah.
b. Pemberian
penghargaan atau hadiah harus ada batasnya. Pemberian hadiah tidak bisa menjadi
metode yang dipergunakan selamanya. Proses ini cukup difungsikan hingga tahapan
penumbuhan kebiasaan saja. Manakala proses pembiasaan dirasa telah cukup, maka
pemberian hadiah harus diakhiri. Maka hal terpenting yang harus dilakukan
adalah memberikan pengertian sedini mungkin kepada anak tentang pembatasan ini.
c. Penghargaan
berupa perhatian. Alternatif bentuk hadiah yang terbaik bukanlah berupa materi,
tetapi berupa perhatian, baik verbal
maupun fisik. Perhatian verbal bisa berupa komentar-komentar pujian, seperti,
’Subhanallah’, Alhamdulillah’, indah sekali gambarmu’. Sementara hadiah
perhatian fisik bisa berupa pelukan, atau acungan jempol.
d. Dimusyawarahkan
kesepakatannya. Setiap anak
yang ditanya tentang hadiah yang dinginkan, sudah barang tentu akan menyebutkan
barang-barang yang ia sukai. Maka disinilah dituntut kepandaian dan kesabaran
seorang guru atau orang tua untuk mendialogkan dan memberi pengertian secara
detail sesuai tahapan kemampuan
berpikir anak, bahwa tidak semua keinginan kita dapat terpenuhi.
e. Distandarkan
pada proses, bukan hasil. Banyak orang lupa, bahwa proses jauh lebih penting
daripada hasil. Proses pembelajaran, yaitu usaha yang dilakukan anak, adalah
merupakan lahan perjuangan yang sebenarnya. Sedangkan hasil yang akan diperoleh
nanti tidak bisa dijadikan patokan keberhasilannya.
2. Prinsip-Prinsip Pemberian Punishment
a. Kepercayaan
terlebih dahulu kemudian hukuman. Metode terbaik yang tetap harus
diprioritaskan adalah memberikan kepercayaan kepada anak. Memberikan
kepercayaan kepada anak berarti tidak menyudutkan mereka dengan
kesalahan-kesalahannya, tetapi sebaliknya kita memberikan pengakuan bahwa kita
yakin mereka tidak berniat melakukan kesalahan tersebut, mereka hanya khilaf
atau mendapat pengaruh dari luar.
b. Hukuman
distandarkan pada perilaku. Sebagaimana halnya pemberian hadiah yang harus
distandarkan pada perilaku, maka demikian halnya hukuman, bahwa hukuman harus
berawal dari penilaian terhadap perilaku anak, bukan ’pelaku’ nya. Setiap anak
bahkan orang dewasa sekalipun tidak akan pernah mau dicap jelek, meski mereka
melakukan suatu kesalahan.
c. Menghukum tanpa
emosi. Kesalahan yang paling sering dilakukan orangtua dan pendidik adalah
ketika mereka menghukum anak disertai dengan emosi kemarahan. Bahkan emosi
kemarahan itulah yang menjadi penyebab timbulnya keinginan untuk menghukum.
Dalam kondisi ini, tujuan sebenarnya dari pemberian hukuman yang menginginkan
adanya penyadaran agar anak tak lagi melakukan kesalahan, menjadi tak efektif.
d. Hukuman sudah
disepakati. Sama seperti metode pemberian hadiah yang harus dimusyawarahkan dan
didiologkan terlebih dahulu, maka begitu pula yang harus dilakukan sebelum
memberikan hukuman. Adalah suatu pantangan memberikan hukuman kepada anak,
dalam keadaan anak tidak menyangka ia akan menerima hukuman, dan ia dalam
kondosi yang tidak siap. Mendialogkan peraturan dan hukuman dengan anak,
memiliki arti yang sangat besar bagi si anak. Selain kesiapan menerima hukuman
ketika melanggar juga suatu pembelajaran untuk menghargai orang lain karena ia
dihargai oleh orang tuanya.
e. Tahapan
pemberian hukuman. Dalam memberikan hukuman tentu harus melalui beberapa
tahapan, mulai dari yang teringan hingga akhirnya jadi yang terberat.
C. Keseimbangan antara Reward and Punishment
Segala
sesuatu perlu ukuran, perlu keseimbangan. Yaitu proporsi ukuran yang sesuai
dengan kebutuhan masing-masing. Belum tentu ukuran tersebut harus berbagi sama.
Keseimbangan imbalan dan hukuman pun tidak berarti harus diberikan dalam porsi
sama, satu-satu.
Yang
akan dipakai sebagai standar keseimbangan adalah sama seperti standar yang
dipergunakan Allah SWT dalam memberikan pahala dan dosa bagi hamba-hambaNya.
Seperti kita ketahui, Allah menjanjikan pahala bagi manusia, untuk sekedar
sebuah niat berbuat baik. Manakala niat itu diwujudkan dalam bentuk sebuah
amal, Allah akan membalasnya dengan pahala yang bukan hanya satu, melainkan
berlipat ganda. Sebaliknya, Allah mempersulit pemberian dosa bagi hambaNya. Niat
untuk bermaksiat belumlah dicatat sebagai dosa, kecuali niat itu terelaksana,
itupun bisa segera Dia hapuskan ketika kita segera beristigfar.
Keseimbangan
inilah yang harus kita teladani dalam memberikan imbalan dan hukuman kepada
anak. Kita harus mengutamakan dan mempermudah memberikan penghargaan dan hadiah
kepada anak dan meminimalkan pemberian hukuman.
Metode
pemberian hukuman adalah cara terakhir
yang dilakukan, saat sarana atau metode lain mengalami kegagalan dan tidak
mencapai tujuan. Saat itu boleh melakukan penjatuhan hukuman. Dan ketika
menjatukan hukuman harus mencari waktu yang tepat serta sesuai dengan kadar
kesalahan yang dilakukan.
D. Contoh Konkret Reward and Punishment
1. Contoh konkret reward
v Pujian yang mendidik. Seorang guru yang sukses hendaknya memberi pujian
kepada siswanya ketika ia melihat tanda yang baik pada perilaku siswanya. Misalnya
ketika ada seorang murid yang telah memberikan jawaban atas pertanyaan yang ia
diberikan.
v Memberi Hadiah. Seorang guru hendaknya merespon apa yang disukai seorang
anak. Ia harus bisa memberikan hadiah-hadiah tersebut pada kesempatan yang
tepat. Misalnya, kepada siswa yang rajin, berakhlak mulia, dan lain sebagainya.
v Mendoakan. Seorang guru hendaknya memberi motivasi dengan mendoakan
siswanya yang rajin, sopan dan rajin mengerjakan shalat. Sang guru bisa saja
mendoakan dengan mengatakan, “ Semoga Allah memberikan taufik untukmu,” “Saya
harap masa depanmu cemerlang”.
v Papan Prestasi yang ditempatkan di lokasi strategis pada lingkungan sekolah
merupakan sarana yang sangat bermanfaat. Pada papan nama itu, dicatat nama-nama
siswa berprestasi, baik dari berperilaku, kerajinan, kebersihan maupun dalam
pelajarannya.
v Menepuk pundak. Pada saat salah seorang siswa maju ke depan kelas untuk
menjelaskan pelajaran atau menyampaikan hafalannya, dll. Maka seorang guru
sudah sepantasnya bila menepuk pundak siswa tersebut pada saat ia melaksanakan
tugasnya dengan baik. Ini dilakukan untuk memberi motivasi padanya.
2. Contoh Konkret Punishment ( Sanksi yang Mendidik )
v Menasehati dan memberi arahan. Keduanya merupakan metode dasar dalam
pendidikan dan pengajaran yang sangat diperlukan. Pendidik agung kita, Nabi
Muhammad SAW, telah melaksanakan metode ini kepada anak kecil dan pada orang
dewasa.
v Bermuka masam. Seorang guru dapat saja kadang-kadang memasang muka masam di
hadapan murid-muridnya jika ia melihat kegaduhan. Ini dilakukan agar ia dapat
menjaga ketenangan dan ketrentaman proses belajar mengajar. Tentu ini lebih
baik daripada membiarkan para siswa terlebih dulu, hingga kelewatan baru guru
tersebut menjatuhkan sanksi para siswa.
v Membentak. Seringkali seorang guru terpaksa membentak salah seorang siswa
yang banyak mengajukan pertanyaan yang mengganggu proses belajar mengajar. Atau
siswa yang berani melecehkan si guru dan melakukan kesalahan-kesalahan lain.
v Melarang melakukan sesuatu. Pada saat si guru melihat sebagian muridnya
ribut berbicara pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar, maka bisa
saja si guru melarang muridnya itu bebicara dengan suara keras. Nabi Muhammad
SAW juga meminta seseorang yang bersendau gurau di hadapan beliau untuk menahan
serdawanya, “Tahanlah serdawanmu pada saat bersama kami.”
v Berpaling. Dengan keberpalingan ini sang guru atau ayahnya, siswa akan
merasa ia telah melakukan kesalahan. Dengan begitu, ia tidak akan mengulangi
kesalahannya itu.
v Tidak menyapa. Seseorang pendidik dapat saja tidak menyapa anak atau
siswanya ketika mereka meniggalkan shalat atau menonton bioskop misalnya. Waktu
terlama tidak menyapa adalah tiga hari. Ini berdasar sabda Nabi SAW, “Seorang
muslim tidak dibenarkan mendiamkan saudaranya di atas tiga hari.”
v Teguran. Seorang pendidik harus menegur siswa atau anaknya pada saat ia
melakukan dosa besar dan tidak mempan lagi dengan nasihat dan arahan.
v Sanksi sang ayah. Jika seorang siswa berulang kali melakukan kesalahan,
maka seorang guru hendaknya mengirim anak pada walinya dan memintanya untuk
memberikan sanksi setelah terlebih dahulu memberi nasihat pada si anak. Dengan
begitu akan terjadi kerjasama yang baik antara pihak sekolah dan orang rumah
dalam mendidik anak didik.
v Menggantungkan tongkat. Dianjurkan seorang guru dan seorang pendidik
menggantungkan cambuk yang diletakkan di tembok kelas agar para siswa dapat
melihatnya lalu menjadi jera dengan sanksi itu. Ini berdasar hadis Nabi SAW, “Gantunglah
cambuk sehingga dapat dilihat oleh semua anggota keluarga, karena itu
pengajaran yang baik bagi mereka.
v Memukul tidak keras. Seorang guru dan seorang ayah diperbolehkan memukul
dengan pukulan yang tidak keras. Ini dilakukan jika beberapa cara di atas tidak
mempan juga.
IV. KESIMPULAN
1. Pengertian reward dan punishment
Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan
yang diberikan ketika seorang anak melakukan sesuatu yang baik, atau telah
berhasil mencapai sebuah tahap perkembangan tertentu, atau tercapainya sebuah
target.
Sementara punishment diartikan sebagai hukuman atau
sanksi yang dilakukan ketika apa yang
menjadi target tertentu tidak tercapai, atau ada perilaku anak yang tidak
sesuai dengan norma-norma yang diyakini oleh sekolah tersebut.
2. Prinsip-prinsip pemberian reward and punishment
a. Prinsip-prinsip pemberian reward
Ø Penilaian didasarkan
pada ’perilaku’ bukan ’pelaku’.
Ø Pemberian
penghargaan atau hadiah harus ada batasnya.
Ø Alternatif penghargaan lain bisa berupa perhatian.
Ø Pemberian hadiah harus dimusyawarahkan
kesepakatannya.
Ø Distandarkan
pada proses, bukan hasil.
b. Prinsip-prinsip pemberian punishment
Ø Kepercayaan
terlebih dahulu kemudian hukuman.
Ø Hukuman
distandarkan pada perilaku.
Ø Menghukum tanpa
emosi.
Ø Hukuman sudah
disepakati.
Ø Hukuman harus mempunyai tahapan.
3. Keseimbangan antara reward dan punishment
Yang
akan dipakai sebagai standar keseimbangan adalah sama seperti standar yang
dipergunakan Allah SWT dalam memberikan pahala dan dosa bagi hamba-hambaNya. Jadi, Kita harus mengutamakan dan mempermudah memberikan penghargaan dan
hadiah kepada anak dan meminimalkan pemberian hukuman.
4. Contoh konkret reward and punishment
a. Contoh reward
Ø
Pujian yang mendidik.
Ø
Memberi Hadiah.
Ø
Mendoakan.
Ø
Papan Prestasi yang ditempatkan di lokasi
strategis
Ø
Menepuk pundak.
Ø
Dan lain-lain.
b. Contoh punishment
Ø
Menasehati dan memberi arahan.
Ø
Bermuka masam.
Ø
Melarang melakukan sesuatu.
Ø
Berpaling.
Ø
Memukul tidak keras.
Ø
Dan lain-lain.
V. DAFTAR PUSTAKA