Thursday, May 12, 2016

TRANSFORMASI MAKNA LITERASI

            Kata literasi tentu sudah tidak asing bagi telinga kita. Kata tersebut bahkan menjadi kata yang sering terucap. Dahulu kita hanya mengetahui bahwa pengertian literasi itu hanya sekedar kemampuan membaca dan menulis (7th Edition Oxford Advanced Learner’s Dictionary, 2005:898). Walaupun definisi (lama) literasi adalah kemampuan membaca dan menulis, namun istilah literasi jarang dipakai dalam konteks pembelajaran persekolahan di Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari tidak adanya lema literasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Persekolahan di Indonesia nampaknya lebih senang menggunakan istilah pengajaran bahasa atau pelajaran bahasa daripada menggunakan istilah literasi. Pada masa itu, membaca dan menulis mungkin dianggap cukup sebagai pendidikan dasar bagi manusia guna menghadapi tantangan zaman dan kerasnya kehidupan.

            Makna literasi semakin berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan makna tersebut mengikuti perkembangan zaman yang bergerak cepat. Perkembangan zaman yang pesat jugalah yang membukakan tirai penutup literasi. Sekarang kita tahu bahwa literasi tak melulu baca-tulis. Literasi adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik. Oleh karenanya para pakar pendidikan dunia berpaling kepada definisi baru tentang literasi. Selain itu, dewasa ini kata literasi banyak disandingkan dengan kata-kata lain, misalnya literasi komputer, literasi virtual, literasi matematika dan sebagainya. Hal tersebut merupakan transformasi makna literasi karena perkembangan zaman. Oleh sebab itu, Freebody dan Luke menawarkan model literasi sebagai berikut:
  • Memahami konteks dalam teks: mengenali dan menggunakan fitur seperti alfabet, suara, ejaan, konvensi dan pola teks.
  • Terlibat dalam memaknai teks: memahami dan menyusun teks tertulis dan teks virtual dan lisan yang berati dari budaya tertentu, lembaga, keluarga, masyarakat, negara-negara dan lain-lain. Menggambarkan skema yang ada.
  • Menggunakan teks secara fungsional.
  • Melakukan analisis dan mentransformasikan teks secara kritis: memahami dan bertindak atas pengetahuan bahwa teks-teks tidak netral. Teks mewakili pandangan tertentu, diam, mempengaruhi ide-ide orang. Desain teks dan wacana dapat dikritik dan didesain ulang dengan cara baru dan hibrida.
Keempat peran literasi ini dapat diringkas kedalam lima verba: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis dan mentransformasikan teks (Rekayasa Literasi : 160).
            Pesatnya perkembangan zaman membuat definisi literasi berevolusi. Makna literasi yang pada awalnya hanya baca-tulis berkembang menjadi lebih luas dan lebih kompleks. Makna literasi tak melulu soal baca-tulis, namun walaupun demikian, literasi masih memiliki kaitan dengan kebahasaan. Berpikir kritis, dapat menghitung, memecahkan masalah, cara untuk mencapai tujuan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan potensi seseorang merupakan definisi baru mengenai literasi. Perubahan yang sangat signifikan memang. Dari definisi yang hanya sekedar baca-tulis bertransformasi menjadi definisi yang kompleks. Berikut meruapakan kajian disiplin yang memiliki tujuh dimensi yang berkaitan:
  1. Dimensi Geografis (lokal, nasional, regional, dan internasional): Bergantung pada tingkat pendidikan dan jejaring sosial dan vokasionalnya (kecakapan kejuruan).
  2. Dimensi Bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer, dsb): Literasi suatu bangsa tampak dalam dimensi ini. Pendidikan yang berkualitas tinggi menghasilkan literasi yang berkualitas tinggi pula. Hal ini karena bidang pendidikan merupakan ujung tombak kebangkitan suatu bangsa.
  3. Dimensi Keterampilan (membaca, menulis, menghitung, berbicara): Literasi seseorang tampak atau tercermin dari dimensi ini. Semua sarjana mampu membaca, akan tetapi tidak semua sarjana mampu menulis. Oleh sebab itu, keterampilan sangat diperlukan. Selain itu, tidak cukup dengan mengandalkan literasi saja (dalam hal ini membaca dan menulis) namun harus juga memiliki kemampuan numerasi (keterampilan menghitung)
  4. Dimensi Fungsi (memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan, mengembangkan potensi diri): Orang yang literat karena pendidikannya mampu memecahkan masalah dan mengatasi semua tentang kehidupan yang menghampirinya.
  5. Dimensi Media (teks, cetak, visual, digital): Menjadi seorang literat zaman sekarang orang harus mengandalkan kemampuan membaca dan menulis teks cetak, visual dan digital. Perkembangan IT sangat penting dan berpengaruh banyak terhadap gaya berliterasi.
  6. Dimensi Jumlah (satu, dua, beberapa): Jumlah dapat merujuk pada banayak hal, misalnya bahasa, variasi bahasa, peristiwa tutur, bidang ilmu dan media. Literasi seperti halnya kemampuan berkomunikasi, bersifat relatif.
  7. Dimensi Bahasa (etnis, lokal, nasional, regional, internasional): Ada literasi yang singular dan ada yang plural.
Selain tujuh dimensi literasi di atas, ada 10 gagasan kunci tentang literasi yang menunjukkan perubahan paradigma literasi karena perubahan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan, yaitu:
  • Ketertiban lembaga-lembaga sosial: Lembaga-lembaga menjalankan perannya dengan fasilitas bahasa sehingga muncul bahasa birokrat atau politik.
  • Tingkat kefasihan relatif: Setiap literasi memerlukan kefasihan berbahasa dan literasi yang berbeda, tergantung situasinya.
  • Pengembangan potensi diri dan pengetahuan: Pada tahap tinggi literasi membekali mahasiswa kemampuan memproduksi dan memproduksi ilmu pengetahuan.
  • Standar dunia
  • Warga masyarakat demokratis: Media adalah salah satu pilar demokratis. Pendidikan literasi harus mendukung terciptanya demokratisasi bangsa.
  • Keragaman lokal
  • Hubungan global: Literasi tingkat ini bergantung pada dua hal, yaitu penguasaaan teknologi informasi dan penguasaan konsep atau pengetahuan yang tinggi.
  • Kewarganegaraan yang efektif: Yaitu warga negara yang mampu mengubah diri, menggali potensi diri, serta berkontribusi bagi keluarga, lingkungan dan negaranya. Warga negara yang efektif mengetahui hak dan kewajibannya (citizenship literacy).
  • Berbahasa Inggris ragam dunia
  • Kemampuan berpikir kritis: Literasi bukan sekedar mampu membaca dan menulis, melainkan juga menggunakan bahasa secara fasih, efektif dan kritis.
  • Masyarakat semiotik: Budaya adalah sistem tanda, oleh karenanya memaknai tanda terlebih dahulu harus menguasai literasi semiotik.
Tanpa arah semua menjadi kacau balau dan tak menentu. Di kehidupan ini kita harus punya petunjuk arah guna menjauhkan kita dari tersesat dalam peliknya kehidupan. Petunjuk arah dalam kehidupan adalah prinsip. Sebagai petunjuk arah kita dapat berpegang pada prinsip tersebut. Sama seperti kehiduapan, pendidikan bahasa berbasis literasi pun mempunyai prinsip. Berikut adalah tujuh prinspi yang harus diterapkan dalam pendidikan bahasa berbasis literasi:
  1. Literasi adalah kemsmpusn hidup (life skill).
  2. Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana.
  3. Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah.
  4. Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya.
  5. Literasi adalah kegiatan refleksi (diri).
  6. Literasi adalah kolaborasi.
  7. Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi.
Makna literasi yang semakin berevolusi ternyata berbanding terbalik dengan kemajuan Indonesia dalam budaya literasi. Indonesia memang negara yang tertinggal cukup jauh dari beberapa negara. Hal ini disebabkan karena budaya literasi mayarakatnya masih sangat rendah. Sejak 15 tahun silam, Indonesia telah ikut dalam proyek penelitan dunia untuk mengukur literasi membaca, matematika dan ilmu pengetahuan alam. Dari proyek penelitian dunia tersebut, terbukti memang indonesia merupakan negara yang kurang daya bacanya dalam literacy purpose. Kebanyakan orang Indonesia membaca atas dasar information purpose. Dalam informational purpose indonesia menempati peringkat yang tinggi.
            Tingkat pendidikan penduduk indonesia juga merupakan faktor yang mempengaruhi keterbelakangan bangsa indonesia dalam budaya literasi. Bagaimana bisa menyusul ketertinggalan dalam literasi jika penduduknya saja masih mengecam pendidikan yang rendah. Pendidikan memang menjadi kunci dalam keberhasilan budaya literasi. Dengan kata lain, pendidikan adalah ujung tombak budaya literasi.
            Tingkat literasi siswa indonesia masih jauh tertinggal dari siswa negara lainnya. Dengan kata lain, dalam skala internasional, siswa Indonesai belum kompetitif. Siswa merupakan penduduk suatu negara. Oleh sebab itu, tingkat literasi penduduk berpengaruh pada perkembangan bangsa.
            Hasil proyek penelitian dunia tersebut sangat menggelisahkan, terlebih lagi bagi kita warga negara Indonesia. Oleh karenanya, diperlukan usaha khusus demi mengejar ketertinggalan bangsa Indonesia dari negara-negara lain. Salah satunya adalah dengan melakukan rekayasa.
            Rekayasa menjadi jalan satu-satunya demi mengejar ketertinggalan bangsa Indonesia dari bangsa lain. Rekayasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti penerapan kaidah-kaidah ilmu dalam pelaksanaan (seperti perencanaan, pembuatan konstruksi serta pengopreasian kerangka, peralatan, dan sistem yang ekonomis dan efesien. Rekayasa yang harus dilakukan adalah rekayasa literasi guna meningkatkan mutu Indonesia. Rekayasa literasi adalah upaya disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal. Penguasaan bahasa adalah portal menuju pendidikan dan pembudayaan. Perbaikan rekayasa literasi senantiasa menyangkut empat dimensi, yaitu:
  1. Linguistik atau fokus teks.
  2. Kognitif atau fokus minda.
  3. Sosiokultural atau fokus kelompok.
  4. Perkembangan atau fokus pertumbuhan.
Oleh karenanya, rekayasa literasi berati merekayasa (menerapkan kaidah ilmu pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi di atas. Pengajaran bahasa (language arts) yang baik menghasilkan orang literat yang mampu menggunakan keempat dimensi di atas secara serempak, aktif, dan terintegritas. Menggunakan bahasa efektif dan efesien.
            Pengajaran literasi tergantung pada pemahaman awal tentang literasi. Misalnya saja Indonesia berasumsi bahwa literasi hanya sekedar membca dan menulis. Maka pembelajaran bahasa terfokus pada empat aspek keterampilan berbahasa, yakni: menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Jarang sekali pembelajaran bahasa disandingkan dengan pembelajaran sastra dan hanya ada beberapa yang menyandingkannya dengan budaya. Padahal, literasi tidak sesederhana sekedar menguasai alfabet atau sekedar mengerti hubungan antara bunyi dengan simbol tulisannya, tetapi simbol itu difungsikan secara bernalar dalam konteks sosial. Oleh karenanya, pembelajaran bahasa harus disertai dengan sastra dan budaya pula. Karya sastra biasanya memuat konteks sosial masyarakat.
            Sementara itu, pengenalan pada berbagai jenis teks juga perlu dilakukan dalam pembelajaran bahasa. Hal ini bertujuan agar kita menjadi tahu warna-warni literasi. Jenis-jenis teks yang dapat dikenalkan misalnya iklan, resep dokter, menu, puisi dan lain-lain. Mengajarkan literasi pada intinya menjadikan manusia yang secara fungsional mampu berbaca-tulis, terdidik, cerdas dan menunjukkan apresiasi terhadap sastra.
            Meluruskan rekayasa literasi seharusnya diawali dengan pemaham tentang bagaimana paradigma pengajaran literasi. Ada tiga paradigma pembelajaran literasi (Kucer: 2000), yakni:
Decoding: siswa membangun literasi dengan diajari terlebih dahulu tentang literasi, yakni bagaimana memaknai kode bahasa (decoding). Siswa belajar secara deduktif. Dalam paradigma ini berlaku rumus:
Perkembangan literasi = belajar tentang literasi → belajar literasi → belajar melalui literasi
Skill (keterampilan): siswa membangun literasi dengan diajari terlebih dahulu dalam pengetahuan tentang literasi, yakni cara memaknai bentuk-bentuk bahasa seperti morfem dan kosa kata. Siswa belajar secara deduktif. Berlaku rumus:
Perkembangan literasi = belajar tentang literasi → belajar literasi → belajar melalui literasi
Whole Language (bahasa secara utuh): siswa pengumpulkan data, membuat hipotesis, menguji hipotesis dan mengubah hipotesis terus menerus. Dengan sendirinya keterampilan berbahasa ditemukan. Siswa belajar secara induktif. Berlaku rumus:
Perkembangan literasi adalah belajar melalui literasi → belajar literasi → belajar tentang literasi
 
Perjalanan yang panjang mengulas tentang literasi yang berevolusi dan bertrasnformasi maknanya. Sekarang ini, makna literasi menjadi lebih kompleks dan luas. Selain itu, literasi juga ternyata sangat berpengaruh pada perkembangan suatu bangsa. Tingginya literasi berbanding lurus dengan kemajuan negaranya. Tingkat kemampuan literasi kita dapat diukur dengan tujuh dimensi dalam literasi. Sehingga, kita dapat melihat apakah kita telah bagus disemua bidangnya. Daya literasi individu berkontribusi pada daya literasi suatu negara. Maka, setelah kita mengetahui sejauh mana kemampuan literasi kita, kita dapat berbedah diri demi kemajuan bangsa ini. Sudah menjadi berita biasa bila Indonesia menempati strats bawah dalam literasi dunia. Oleh sebab itu, rekayasa literasi perlu dilakukan di Indonesia. Merekayasa pengajaran literasi menajdi pilihan yang bijak karena hanya dalam dunia pendidikanlah pengejaran literasi dapat ditanamkan pada siswa. Pendidikan merupakan ujung tombak kemajuan literasi.
SUMBER : http://prianganaulia.blogspot.co.id/2014/02/transformasi-makna-literasi.html

DEFINISI LITERASI

Definisi literasi
Genre, wacana, literasi, teks, dan konteks, saat ini menjadi bahan perbincangan dikalangan guru.dalam perkembangannya, definisi literasi selalu berevolusi sesuai dengan tantangan pada zamanya. Jika dulu definisi literasi adalah kemampuan membaca dan menulis, kini literasi pada zaman sekarang literasi adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik. Definisi baru dari literasi menunjukkan paradigm baru dalam upaya memaknai literasi dan pembelajarannya. Kini ungkapan literasi memiliki banyak variasi, seperti literasi computer, literasi virtual, literasi matematika, literasi IPA, dan lain sebagainya. Hakikat ber-literasi secara kritis dalam masyarakat demokratis diringkas dalam lima verba: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasi teks.
 Dalam perkembangannya literasi terus berevolusi, makna dan rujukannya semakin meluas dan kompleks. Sedangkan rujukan linguistic dan sastra relative konstan. Literasi memiliki tujuh dimensi yang berurusan dengan penggunaan bahasa.
  1. Dimensi geografis meliputi daerah lokal, nasional, regional, dan internasional. Literasi ini bergantung pada tingkat pendidikan dan jejaring sosial.
  2. Dimensi bidang meliputi pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer, dan lain sebagainya. Literasi ini mencirikan tingkat kualitas bangsa dibidang pendidikan, komunikasi, militer, dan lain sebagainya.
  3. Dimensi ketrampilan meliputi membaca, menulis, menghitung, dan berbicara. Literasi ini bersifat individu dilihat dari tampaknya kegiatan membaca, menulis, menghitung, dan berbicara. Dalam teradisi orang barat, ada tiga ketrampilan 3R yang lazim diutamakan seperti reading, writing, dan arithmetic.
  4. Dimensi fungsi, literasi untuk memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan, dan mengembangkan potensi diri.
  5. Dimensi media, (teks, cetak, visual, digital) sesuai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat, begitu juga teknologi dalam media literasi.
  6. Dimensi jumlah, kemampuan ini tumbuh karena proses pendidikanyang berkualitas tinggi. literasi seperti halnya kemampuan berkomunikasi bersifat relative.
  7. Dimensi bahasa, (etnis, lokal, internasional) literasi singular dan plural, hal ini yang nenjadikan monolingual, bilingual, dan multilingual. Ketika seseorang menulias dan berlitersi dengan bahasa derah, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, maka ia disebut seseorang yang multilingual.
Bicara tentang literasi Multilingual tentu erat kaitannya dengan pembelajaran bahasa asing. Pengajaran bahasa asing dalam metode dan pendekatannya ada lima kelompok besar,
  1. Pendekatan structural dengan grammar translation methods. Penggunaan bahasa tulis dan penggunaan tata bahasa. Kelemahan dari metode ini, pendekatan ini tidak menjamin siswa mampu menganalisis persoalan sosial, seperti bahasa iklan, dan lain sebagainya.
  2. Pendekatan audiolingual atau denga-ucap, metode ini menggunakan dialog-dialog itu saat berkomunikasi secara spontan. Kelemahan dari metode ini adalah kurangan memberi ruang terhadap variasi ujaran sebagai fungsinya.
  3. Pendekatan kognitif dan transformative, metode iniberorientasi pada pembngkitan potensi berbahasa siswa sesuai kebutuhan lingkungannya.
  4. Pendekatan communicative competence, pengajaran bahasa ini menjadikan siswa mampu berkomunikasi dalam bahasa target, mulai dari komunikasi terbatas sampai komunikasi spontan atau alami.
  5. Pendekatan literasi atau pendekatan genre-based, tujuan pembelajaran adalah menjadikan siswa mampu menghasilkan wacana yang sesuai konteks komunikasi.
Budaya Literasi

Secara sederhana, literasi dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan membaca dan menulis. Kita mengenalnya dengan melek aksara atau keberaksaraan. Namun sekarang ini literasi memiliki arti luas, sehingga keberaksaraan bukan lagi bermakna tunggal melainkan mengandung beragam arti (multi literacies). Ada bermacammacam keberaksaraan atau literasi , misalnya literasi komputer (computer literacy), literasi media (media literacy), literasi teknologi (technology literacy), literasi ekonomi (economy literacy), literasi informasi (information literacy), bahkan ada literasi moral (moral literacy). Seorang dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami sesuatu karena membaca informasi yang tepat dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahamannya terhadap isi bacaan tersebut.
Data dari Association For the Educational Achievement (IAEA),  mencatat bahwa pada 1992 Finlandia dan Jepang sudah termasuk negara dengan tingkat membaca tertinggi di dunia. Sementara itu, dari 30 negara, Indonesia masuk pada peringkat dua terbawah.
Secara Umum ada tiga kategori besar masyarakat Indonesia, yakni praliterasi, literasi dan posliterasi.
  1. Masyarakat praliterasi yang hidup dalam tradisi lisan dan sulit mengakses media seperti buku, TV, internet dan lain-lain. Kalaupun mereka dapat mengakses tetapi tidak bisa mencernanya dengan mudah.
  2. Masyarakat literasi yang memiliki akses terhadap buku, tidak berarti tradisi baca-tulis dapat tumbuh dengan suburu di kalangan ini.
  3. Masyarakat posliterasi yang memiliki akses buku dan teknologi informasi dan audio visual.
Perbandingannya dengan saat ini barangkali tidak berbeda jauh jika melihat indikator yang ada. Suatu tingkat literasi yang sangat ironis bila kita bercermin pada negara-negara tetangga di ASEAN yang sudah terlebih dulu bangkit dari keterpurukan peradaban.
Sebuah survey dari program for international students assessment (PISA) dalam pertama kali keikutsertaannya pada tahun 1997 Indonesia survey tentang buda ya literasi, Indonesia menempati peringkat 40 dari 41 negara yang berpartisipasi. Selanjutnya pada tahun 2000 dalam survey yang sama Indonesia menempati peringkat 64 dari 65 negara partisipan.
Survey tersebut sudah cukup menjelaskan kurangnya budaya literasi di Indonesia, bahkan kita kalah tingkat literasinya dengan Negara-negara ASEAN yang lain sekalipun Vietnam, Negara yang jauh lebih muda dibandingkan Indonesia.
Karena itu Penguasaan literasi dalam segala aspek kehidupan memang menjadi tulung punggung kemajuan peradaban suatu bangsa. Tidak mungkin menjadi bangsa yang besar, apabila hanya mengandalkan budaya oral yang mewarnai pembelajaran di lembaga sekolah maupun perguruan tinggi. Namun disinyalir bahwa tingkat literasi khususnya dikalangan sekolah semakin tidak diminati, hal ini jangan sampai menunjukkan ketidakmampuan dalam mengelola sistem pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena itulah sudah saatnya, budaya literasi harus lebih ditanamkan sejak usia dini agar anak bisa mengenal bahan bacaan dan menguasai dunia tulis-menulis.
Ada sepuluh gagasan kunci tentang literasi yang menunujukkan perubahan pardigma literasi sesuai dengan tantangan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini yaitu, ketertiban lembaga-lembaga social, tingkat kefasihan relative, pengembangan potensi diri dan pengetahuan, standar dunia, warga masyarakat demokratis, keragaman local, hubungan global, kewarganegaraan yang efektif, bahasa inggris ragam dunia (multiple Englishes), kemampuan berfikir kritis, dan masyarakat semiotic. Semiotic adalah ilmu tentang tanda, kode, struktur, dan komunikasi. Jadi dengan ke-sepuluh kata kunci ini hal ihwal literasi, seseorang dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas membaca dan menulisnya dan mampu menemukan suatu makna dalam teks yang disaring melalui sebuah konteks.
   Dalam pendidikan bahasa yang baik seyogianya dilaksanakan dengan mengikuti tujuh prinsip sebgai berikut:
1)      literasi adalah kecakapan hidup yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat.
2)      literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun lisan.
3)      literasi adalah kemampuan memecahkan masalah.
4)      literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya.
5)      literasi adalah kegiatan refleksi (diri).
6)      literasi adalah hasil kolaborasi. Berbaca-tulis selalu melibatkan kolaborasi antara dua pihak yang berkomunikasi, sudah dijelaskan pula bahwa berbaca-tulis bak kakak-adik kandung yang tak terpisahkan.
7)      literasi adalah kegiatan untuk melakukan interpretasi atau penafsiran. Seperti halnya para penafsir Al-Qur’an yang begitu beragam latarbelakangnya, baik dari tafsir Maroghi, tafsir Jalalain, tafsir Munir, dan lain sebagainya. kesemua para masyayikh ini melakukan penginterpretasian secara khusus merujuk pada latar belakang pendidikannya, kalo imam Maroghi dalam menafsirkan Al-qur’an dengan bahasa yang terkini dan modern sehingga kadang membuat para pembaca kitabnya sedikit rumit dengan bahasa yang digunakan oleh beliau dan contoh-contoh lainnya.

Kesimpulan
Jadi dapat saya simpulkan bahwa, rekayasa literasi adalah suatu jalan menuju pada suatu perubahan dan peningkatan literasi anak bangsa dengan metode dan teknik pengajaran literasi yang mencerdaskan, dan bahwa dalam pembengkelan bahasa (baca-tulis) dibutuhkan yang namanya keterampilan dimulai dari bahasa ibu, bahasa Indonesia, dan bahasa asing.

SUMBER : https://haidarism.wordpress.com/2014/02/18/literasi-sebagai-budaya-mencerdaskan-bangsa/