Sunday, October 16, 2011

Kualitas Proses Pembelajaran


A. Pengertian Kualitas
Deskripsi: nyontek-2.gif&nmid=92234772Para ahli tidak semua sependapat dengan pengertian kualitas (mutu) dalam arti yang sama. Sebagaimana dikemukakan oleh Juran (1995), mutu didefinisikan sebagai M-Kecil dan M-Besar. M-Kecil adalah mutu dalam arti sempit, berkenaan dengan kinerja bagian organisasi, dan tidak dikaitkan dengan kebutuhan semua jenis pelanggan. M-Besar adalah mutu dalam arti luas, berkenaan dengan seluruh kegiatan organisasi yang dikaitkan dengan kebutuhan semua jenis pelanggan. M-Besar inilah yang dimaksudkan dengan mutu terpadu. Crosby (1984) menegaskan bahwa dalam pengertian mutu terkandung makna kesesuaian dengan kebutuhan”. Tenner dan De Toro (1992:31) mengemukakan bahwa “Quality a basic business strategy that provides and service that completely satisfy both internal and external customers by meeting their explicit expectation.
Menurut Tampubolon (1992:108) mutu adalah “paduan sifat-sifat produk yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan yang dinyatakan atau kebutuhan yang tersirat, masa kini dan masa depan”. Selanjutnya Tampubolon (1992:110) mengemukakan dalam “pemahaman umum, mutu dapat berarti mempunyai sifat yang terbaik dan tidak ada lagi yang melebihinya. Mutu tersebut disebut absolute, dan di lain pihak mutu dapat berarti kemampuan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan yang disebut mutu relative.” Mutu absolute juga mengandung arti: (1) sifat terbaik itu tetap atau tahan lama, (2) tidak semua orang dapat memiliki, dan (3) eksklusif. Mutu relative selalu berubah sesuai dengan perubahan pelanggan, dan sifat produk selalu berubah sesuai dengan keinginan masyarakat.
Depdiknas (2001:4) mengemukakan paradigma mutu dalam konteks pendidikan, mencakup input, proses, dan output pendidikan. Lebih jauh dijelaskan bahwa input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses, yang dimaksud sesuatu adalah berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi keberlangsungan proses. Input sumberdaya meliputi sumberdaya manusia (seperti ketua, dosen, konselor, peserta didik) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang bahan-bahan, dan sebagainya). Sedangkan input perangkat meliputi: struktur organisasi, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dan lain sebagainya. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input, makin tinggi kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut. Proses pendidikan merupakan proses berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemanduan input dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik.
Berdasarkan pendapat di atas dapat didefinisikan bahwa mutu adalah perpaduan sifat-sifat barang atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan dan kepuasan bahkan melebihi harapan pelanggan, baik yang tersurat maupun yang tersirat.
B. Pengertian Pembelajaran
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 menyatakan bahwa: “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.
Berdasarkan konsep tersebut, dalam kata pembelajaran terkandung dua kegiatan yaitu belajar dan mengajar. Kegiatan yang berkaitan dengan upaya membelajarkan siswa agar berkembang potensi intelektual yang ada pada dirinya. Ini berarti bahwa pembelajaran menuntut terjadinya komunikasi antara dua arah atau dua pihak yaitu pihak yang mengajar yaitu guru sebagai pendidik dengan pihak yang belajar yaitu siswa sebagai peserta didik.
Senada dengan pengertian pembelajaran di atas, E. Mulyasa (2002:100) mengemukakan bahwa: “Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik”. Sementara Daeng Sudirwo (2002:31) juga berpendapat bahwa: “pembelajaran merupakan interaksi belajar mengajar dalam suasana interaktif yang terarah pada tujuan pembelajaran yang telah ditentukan”.
Berdasarkan ketiga konsep tentang pembelajaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang terarah pada tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
C. Pengertian Proses Pembelajaran
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu. (Nana Sudjana, 1989:28).
Sejalan dengan konsep di atas Cronbach (Moch Surya, 1979:28) menyatakan, “Learning may be defined as the process by with a relatively enduring change in behaviour occurs as result of experience or practice”. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa indikator belajar ditujukan dengan perubahan dalam tingkah laku hasil dari pengalaman.
Berdasarkan hal di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal yang menjadi hakikat belajar yaitu sebagai berikut:
  1. Belajar merupakan suatu proses, yaitu merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai sejak lahir dan terus berlangsung seumur hidup.
  2. Dalam belajar terjadi adanya perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen
  3. Hasil belajar ditujukan dengan aktivitas?aktivitas tingkah laku secara keseluruhan.
  4. Adanya peranan kepribadian dalam proses belajar antara lain aspek motivasi, emosional, sikap dan sebagainya.
Pembelajaran (instruction), merupakan akumulasi dari konsep mengajar (teaching) dan konsep belajar (learning). Penekanannya pada perpaduan antara. keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas subjek didik. Konsep tersebut dapat dipandang sebagai suatu sistem, sehingga dalam sistem belajar ini terdapat komponen?komponen siswa atau peserta didik, tujuan, materi untuk mencapai tujuan, fasilitas dan prosedur serta alat atau media yang harus dipersiapkan.
Learning System menyangkut pengorganisasian dari perpaduan antara manusia, pengalaman belajar, fasilitas, pemeliharaan atau pengontrolan, dan prosedur yang mengatur interaksi perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan. Demikian halnya juga dengan learning system, dimana komponen perencanaan mengajar, bahan ajar, tujuan, materi dan metode, serta penilaian dan langkah mengajar akan berhubungan dengan aktivitas belajar untuk mencapai tujuan.
D. Kualitas Proses Pembelajaran
Pendidikan sesungguhnya merupakan suatu sistem yang dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem menurut Syafaruddin dan Nasution (2005:41) adalah: “seperangkat komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu”. Hal senada juga diungkapkan oleh Salisbury (1996:22) bahwa:
Sistem adalah sekelompok bagian-bagian yang bekerja sama sebagai satu kesatuan fungsi. Kualitas dan sifat dasar dari setiap bagian dapat dilihat dalam hubungannya dengan keseluruhan sistem. Setiap bagian hanya dapat dipahami dengan memperhatikan pada bagaimana bagian itu berfungsi dalam hubungan ke dalam kebulatan suatu sistem.
Sementara Johnson, dkk (1973:4) mengemukakan definisi sistem sebagai: ”suatu susunan elemen-elemen yang saling berhubungan”.
Kesimpulan yang dapat diambil dari para ahli di atas, adalah bahwa sistem dibentuk oleh komponen-komponen tertentu. Komponen-komponen ini saling berinteraksi, berketergantungan atau berhubungan satu sama lain. Oleh karena itu agar tujuan organisasi tercapai dengan baik, maka komponen-komponen sistem ini harus bekerja dengan baik pula.
Syafaruddin dan Nasution (2005:43) mengemukakan bahwa: ”proses suatu sistem dimulai dari input (masukan) kemudian diproses dengan berbagai ativitas dengan menggunakan teknik dan prosedur, dan selanjutnya menghasilkan output (keluaran), yang akan dipakai oleh masyarakat lingkungannya.” Aktivitas suatu sistem tersebut diragakan oleh gambar berikut.
Deskripsi: LINGKUNGAN
Sumber: Syafaruddin dan Irwan Nasution (2005)
Gambar 1. Cara Kerja Sistem
Dalam konteks sistem pendidikan, input diantaranya diwakili oleh siswa, guru, kepala sekolah, fasilitas, media, dan sarana prasarana. Proses diwakili pengajaran, pelatihan, pembimbingan, evaluasi dan pengelolaan. Sementara output meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Berkaitan dengan komponen-komponen yang membentuk sistem pendidikan, lebih rinci Nana Syaodih S., dkk (2006:7), mengemukakan bahwa komponen input diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1) raw input, yaitu siswa yang meliputi intelek, fisik-kesehatan, sosial-afektif dan peer group. (2) Instrumental input, meliputi kebijakan pendidikan, program pendidikan (kurikulum), personil (Kepala sekolah, guru, staf TU), sarana, fasilitas, media, dan biaya, dan (3) Environmental input, meliputi lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, masyarakat, dan lembaga sosial, unit kerja. Komponen proses menurut Nana Syaodih S., dkk (2006), meliputi pengajaran, pelatihan, pembimbingan, evaluasi, ekstrakulikuler, dan pengelolaan. Selanjutnya output meliputi pengetahuan, kepribadian dan performansi.
Komponen-komponen yang terlibat dalam sistem pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Nana Syaodih S., dkk di atas, dapat diragakan dalam gambar berikut.
Deskripsi: LINGKUNGAN1
Sumber: Nana Syaodih S, dkk. (2006)
Gambar 2. Peta Komponen Pendidikan sebagai Sistem
Berdasarkan pendapat Syafaruddin dan Nana Syaodih di atas, dapat diketahui bahwa proses pembelajaran merupakan salah satu komponen sistem pendidikan yang dapat menentukan keberhasilan pembelajaran dan mutu pendidikan. Oleh karena itu untuk memperoleh mutu pendidikan yang baik, diperlukan proses pembelajaran yang berkualitas pula.
Dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai penjabaran lebih lanjut dari Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, yang di dalamnya memuat tentang standar proses. Dalam Bab I Ketentuan Umum SNP, yang dimaksud dengan standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Bab IV Pasal 19 Ayat 1 SNP lebih jelas menerangkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemampuan sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
Keterkaitan standar proses dengan standar lain yang terdapat dalam PP No. 19 tahun 2005 sebagai komponen-komponen yang menyusun sistem pendidikan, dapat diragakan dalam gambar berikut.
Deskripsi: LINGKUNGAD
Sumber: Pudji Muljono (2006:29)
Gambar 3. Sistem Pembelajaran dan Keterkaitannya dengan  Berbagai Standar Pendidikan
Dalam gambar sistem pembelajaran tersebut dapat dilihat arti penting proses pembelajaran. Karena betapa baiknya masukan berupa peserta didik serta masukan instrumental berupa isi, tenaga, sarana dan prasarana, biaya dan pengelolaan, tergantung pada proses pembelajaran untuk menghasilkan kompetensi lulusan yang bermutu, serta berdampak positif terhadap lingkungan.
Hal ini senada dengan pendapat Nana Syaodih S., dkk (2006:7) yang mengungkapkan bahwa:
Mutu pendidikan atau mutu sekolah tertuju pada mutu lulusan. Merupakan sesuatu yang mustahil, pendidikan atau sekolah menghasilkan lulusan yang bermutu, jika tidak melalui proses pendidikan yang bermutu pula. Merupakan sesuatu yang mustahil pula, terjadi proses pendidikan yang bermutu jika tidak didukung oleh faktor-faktor penunjang proses pendidikan yang bermutu pula.
Mutu pembelajaran dapat dikatakan sebagai gambaran mengenai baik-buruknya hasil yang dicapai oleh peserta didik dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. Sekolah dianggap bermutu bila berhasil mengubah sikap, perilaku dan keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya. Mutu pendidikan sebagai sistem selanjutnya tergantung pada mutu komponen yang membentuk sistem, serta proses pembelajaran yang berlangsung hingga membuahkan hasil.
Berkaitan dengan pembelajaran yang bermutu, Pudji Muljono (2006:29) menyebutkan bahwa konsep mutu pembelajaran mengandung lima rujukan, yaitu: “(1) kesesuaian, (2) daya tarik, (3) efektivitas, (4) efisiensi dan (5) produktivitas pembelajaran”. Penjelasan kelima rujukan yang membentuk konsep mutu pembelajaran dari Pudji Muljono (2006:29-30) adalah sebagai berikut.
Kesesuaian meliputi indikator sebagai berikut: sepadan dengan karakteristik peserta didik, serasi dengan aspirasi masyarakat maupun perorangan, cocok dengan kebutuhan masyarakat, sesuai dengan kondisi lingkungan, selaras dengan tuntutan zaman, dan sesuai dengan teori, prinsip, dan / atau nilai baru dalam pendidikan.
Pembelajaran yang bermutu juga harus mempunyai daya tarik yang kuat, indikatornya meliputi: kesempatan belajar yang tersebar dan karena itu mudah dicapai dan diikuti, isi pendidikan yang mudah dicerna karena telah diolah sedemikian rupa, kesempatan yang tersedia yang dapat diperoleh siapa saja pada setiap saat diperlukan, pesan yang diberikan pada saat dan peristiwa yang tepat, keterandalan yang tinggi, terutama karena kinerja lembaga clan lulusannya yang menonjol, keanekaragaman sumber baik yang dengan sengaja dikembangkan maupun yang sudah tersedia dan dapat dipilih serta dimanfaatkan untuk kepentingan belajar, clan suasana yang akrab hangat dan merangsang pembentukan kepribadian peserta didik.
Efektivitas pembelajaran sering kali diukur dengan tercapainya tujuan, atau dapat pula diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola suatu situasi, atau “doing the right things”. Pengertian ini mengandung ciri: bersistem (sistematik), yaitu dilakukan secara teratur, konsisten atau berurutan melalui tahap perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan, sensitif terhadap kebutuhan akan tugas belajar dan kebutuhan pernbelajar, kejelasan akan tujuan dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk mencapainya, bertolak dari kemampuan atau kekuatan mereka yang bersangkutan (peserta didik, pendidik, masyarakat dan pemerintah).
Efisiensi pembelajaran dapat diartikan sebagai kesepadanan antara waktu, biaya, dan tenaga yang digunakan dengan hasil yang diperoleh atau dapat dikatakan sebagai mengerjakan sesuatu dengan benar. Ciri yang terkandung meliputi: merancang kegiatan pembelajaran berdasarkan model mengacu pada kepentingan, kebutuhan kondisi peserta didik pengorganisasian kegiatan belajar dan pembelajaran yang rapi, misalnya lingkungan atau latar belakang diperhatikan, pemanfaatan berbagai sumber daya dengan pembagian tugas seimbang, serta pengembangan dan pemanfaatan aneka sumber belajar sesuai keperluan, pemanfaatan sumber belajar bersama, usaha inovatif yang merupakan penghematan, seperti misalnya pembelajaran jarak jauh dan pembelajaran terbuka yang tidak mengharuskan pembangunan gedung dan mengangkat tenaga pendidik yang digaji secara tetap. Inti dari efisiensi adalah mengembangkan berbagai faktor internal maupun eksternal (sistemik) untuk menyusun alternatif tindakan dan kemudian memilih tindakan yang paling menguntungkan.
Produktivitas pada dasarnya adalah keadaan atau proses yang memungkinkan diperolehnya hasil yang lebih baik dan lebih banyak. Produktivitas pembelajaran dapat mengandung arti: perubahan proses pembelajaran (dari menghafal dan mengingat ke menganalisis dan mencipta), penambahan masukan dalam proses pembelajaran (dengan menggunakan berbagai macam sumber belajar), peningkatan intensitas interaksi peserta didik dengan sumber belajar, atau gabungan ketiganya dalam kegiatan belajar-pembelajaran sehingga menghasilkan mutu yang lebih baik, keikutsertaan dalam pendidikan yang lebih luas, lulusan lebih banyak, lulusan yang lebih dihargai oleh masyarakat, dan berkurangnya angka putus sekolah.
E. Ruang Lingkup Proses Pembelajaran
Mengacu pada PP No. 19 tahun 2005, standar proses pembelajaran yang sedang dikembangkan, maka lingkup kegiatan untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien meliputi: “(1) perencanaan proses pembelajaran, (2) pelaksanaan proses pembelajaran, (3) penilaian hasil pembelajaran, dan (4) pengawasan proses pembelajaran”.
Keempat lingkup kegiatan dalam standar proses pembelajaran di atas, dijelaskan oleh Pudji Muljono (2006:31-32) sebagai berikut:
Standar perencanaan proses pembelajaran didasarkan pada prinsip sistematis dan sistemik. Sistematik berarti secara runtut, terarah dan terukur dari jenjang kemampuan rendah hingga tinggi secara berkesinambungan. Sistemik berarti mempertimbangkan berbagai faktor yang berkaitan, yaitu tujuan yang mencakup aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan, karakteristik peserta didik, karakteristik materi ajar yang mencakup fakta, konsep, prosedur, dan prinsip, kondisi lingkungan dan hal-hal lain yang menghambat atau mendukung terlaksananya proses pembelajaran. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
Standar pelaksanaan proses pembelajaran didasarkan pada prinsip intensitas interaksi antara peserta didik dengan pendidik, antar peserta didik dan antara peserta didik dengan aneka sumber belajar. Untuk itu perlu diperhatikan jumlah maksimal peserta didik dalam setiap kelas, beban pembelajaran maksimal pendidik, dan ketersediaan buku teks pelajaran bagi peserta didik. Di samping itu perlu dipertimbangkan bahwa proses pembelajaran bukan sekedar menyampaikan ajaran, melainkan juga pembentukan pribadi peserta didik yang memerlukan perhatian penuh dari pendidik, maka juga perlu ditentukan tentang rasio maksimal jumlah peserta didik per pendidik. Perihal kemampuan pengelolaan kegiatan belajar dan pembelajaran pendidik, juga sesuatu yang harus menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan proses pembelajaran.
Standar penilaian basil pembelajaran ditentukan dengan menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik. Teknik yang dimaksud dapat berupa tes tertulis. observasi, uji praktik, dan penugasan perseorangan atau kelompok. Untuk memantau proses dan kemajuan belajar serta memperbaiki basil belajar peserta didik dapat digunakan teknik penilaian portofolio atau kolokium. Secara umum penilaian dilakukan untuk mengukur semua aspek perkembangan peserta didik yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan dengan mengacu dan sesuai dengan standar penilaian.
Standar pengawasan proses pembelajaran adalah upaya penjaminan mutu pembelajaran bagi terwujudnya proses pembelajaran efektif dan efisien ke arah tercapainya kompetensi yang ditetapkan. Pengawasan perlu didasarkan pada prinsip-prinsip tanggungjawab dan kewenangan, dilakukan secara periodik, demokratis, terbuka, berkelanjutan. Pengawasan meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan  pengambilan langkah tindak lanjut. Upaya pengawasan terhadap proses pembelajaran pada hakikatnya adalah tanggung jawab bersama antara kepala sekolah, pengawas, dan sejawat atau pihak lain yang ditugasi untuk melaksanakan pengawasan secara internal.
Daftar Bacaan
Anwar, Moch. Idochi. 2004. Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Daeng Sudirwo. 2002. Kurikulum Pembelajaran dalam Otonomi Daerah. Bandung: Andira
Nana Syaodih S, Ayi Novi J., dan Ahman. 2006. Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah (Konsep, Prinsip dan Instrumen). Bandung: Penerbit Rafika Aditama.
Sanusi, A. 1998. Pendidikan Alternatif. Bandung: PT Grafindo Media Pratama
Sudarwan Danim. 2002. Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung: CV Pustaka Setia
Sudjana, Nana. 1989. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Mandar Madju
Syafaruddin dan Irwan Nasution. 2005. Manajemen Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Quantum Teaching
Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Wahjosumidjo. 2008. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Rajawali Pers

No comments: