A.
Pubertas sebagai Tanda Awal Masa Remaja
Fase remaja tidak bisa dipisahkan dari pubertas karena
pubertas merupakan tanda, khususnya secara biologis bahwa individu telah
memasuki fase remaja atau adolescence. Istilah pubertas berasal dari
bahasa Latin yang berarti usia kedewasaan. Kata ini lebih menunjuk pada
perubahan fisik dari pada perubahan perilaku yang terjadi pada saat individu
secara seksual menjadi matang dan mampu memberikan keturunan (Hurlock, 1997 :
184). Pernyataan Hurlock seperti tersebut di atas mengandung makna masa pubertas
adalah masa di mana seseorang telah dewasa secara biologis, yaitu dengan
matangnya organ reproduksi, meskipun dari aspek psikologis, sosiologis, maupun
yuridis, yang bersangkutan belum menunjukkan tanda-tanda kedewasaan.
Pubertas adalah perubahan menjadi dewasa yang ditandai adanya
perubahan fisik dan emosional (psikis). Masa pubertas disebut juga akil
balig. Pada masa ini telah tercapai kematangan seksual yaitu sistem
reproduksi telah mampu membuat sel-sel kelamin (gamet). Hal ini dipengaruhi
oleh produksi hormonkelamin dan kelenjar hipofisis. Secara
biologis, kamu telah siap untuk bereproduksi, namun belum tentu demikian bila
ditinjau secara segi psikis, sosial, ekonomi, dan lain-lain. Tingkat
perkembangan pada setiap orang berbeda-beda, yang dipengaruhi oleh faktor
keturunan, produksi hormon, konsumsi makanan, dan penyakit. Gejala pubertas
dapat ditinjau secara fisik dan psikis (kejiwaan/ emosional).
1.
Ciri-ciri
Masa Pubertas
Masa pubertas yang
berlangsung sekitar usia 11 sampai 13 tahun mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
(Hurlock, 1997 : 184 – 185).
•
Masa pubertas adalah periode tumpang tindih.
•
Masa pubertas merupakan periode yang singkat.
•
Masa pubertas merupakan masa terjadinya
pertumbuhan dan perkembangan yang pesat.
•
Masa pubertas merupakan masa negatif, tepat masa
negatif II.
•
Masa pubertas merupakan masa krisis identitas.
2.
Perubahan-perubahan
Fisik yang terjadi pada Masa Pubertas
Pubertas secara fisik dapat dilihat dari perubahan tubuh, meliputi
perubahan tanda kelamin primer dan sekunder. Perkembangan tubuh remaja
laki-laki dan perempuan berbeda karena pengaruh hormon yang dihasilkan.
Laki-laki menghasilkan hormon androgen, sedangkan perempuan menghasilkan hormon
estrogen.
Perubahan-perubahan
yang terjadi pada masa pubertas sangat cepat. Bila secara umum perkembangan
disebut sebagai evolusi, maka revolusi terjadi pada masa pubertas.
Perubahan-perubahan fisik yang sangat menonjol pada masa pubertas adalah
sebagai berikut.
a)
Perubahan dalam
Ukuran Tubuh
Perubahan fisik utama pada masa pubertas adalah
bertambahnya tinggi dan berat badan. Pertambahan tinggi badan yang pesat pada
masa ini dikeranakan aktifnya hormon pertumbuhan. Seiring dengan hal tersebut berat
badan mereka juga ikut naik.
b)
Perubahan Proporsi Tubuh
Pada masa pubertas, bagian-bagian tubuh tertentu yang
semunya berukuran kecil kemudian melebar atau membesar, misalnya pinggang dan bahu,
sehingga proporsi tubuh semakin terlihat serasi.
c)
Perkembangan
Ciri-ciri Seks Primer
Ciri-ciri seks primer menunjuk pada organ tubuh yang
langsung berhubungan dengan persertubuhan dan reproduksi. Pada masa pubertas organ-organ
reproduksi telah mampu menghasilkan sel-sel kelamin karena pada masa ini gonad
berfungsi sebagaimana mestinya. Gejala yang menunjukkan telah berfungsinya
gonad atau organ reproduksi adalah wet
dream untuk anak
laki-laki dan menarche,
untuk anak perempuan.
- Organ kelamin telah mampu memproduksi
sel-sel kelamin. Laki-laki mulai menghasilkan sperma di dalam testis, sedangkan
perempuan mulai menghasilkan sel telur di dalam indung telur (ovarium).
- Organ kelamin mulai berfungsi. Pada
remaja laki-laki ditandai dengan pertama kali mengalami “mimpi basah” yang
mengeluarkan sperma atau air mani. Pada perempuan ditandai dengan mengalami
menstruasi yang pertama kali.
d)
Perkembangan
Ciri-ciri Seks Sekunder
Ciri-ciri seks sekunder adalah cirri-ciri fisik yang
mempertegas keberadaan jenis kelamin atau yang membedakan jenis kelamin.
Ciri-ciri seks sekunder pria
Pada remaja laki-laki, pubertas
ditandai dengan ciri-ciri kelamin sekunder sebagai berikut.
• Jakun mulai tumbuh.
• Rambut : Rambut kemaluan timbul
sekitar setahun setelah testes dan penis membesar. Rambut ketiak dan rambut di
wajah timbul bila pertumbuhan rambut kemaluan hampir selesai, dekian pula
rambut tubuh. Tumbuh kumis atau jenggot. Tumbuh rambut di dada, kaki.
• Kulit : menjadi lebih kasar,
tidak jernih, warnya pucat dan poriperinya lebar. Perubahan jaringan kulit menjadi
lebih kasar dan poripori tampak membesar.
•
Kelenjar : kelenjar
lemak atau yang memproduksi minyak dalam kulit semakin membesar dan menjadi
lebih aktif, sehingga menimbulkan jerawat.
•
Otot : bertambah
besar dan kuat, sehingga memberi bentuk bagi lengan, tungkai kaki, dan bahu.
•
Suara : berubah
setelah rambut kemaluan timbul. Mula-mula suara menjadi serak dan kemudian
nadanya menurun.
•
Benjolan dada : benjolan-benjolan
kecil di sekitar kelenjar susu pria timbul sekitar usia 12 dan 14 tahun. Hal
ini berlangsung selama beberapa minggu dan kemudian menurun baik jumlah maupun besarnya.
Ciri-ciri seks sekunder wanita
Pada remaja perempuan, pubertas juga
ditandai dengan ciri kelamin sekunder sebagai berikut.
• Suara lebih nyaring.
• Perubahan proporsi tubuh, tampak dari bertambahnya tinggi
badan, berat badan, panjang kaki, dan tangan, sehingga ukuran seluruh badan
bertambah.
• Pinggul : menjadi lebih besar dan
bulat.
• Payudara : membesar dan bulat,
putting susu membesar dan menonjol.
• Kulit : menjadi lebih kasar dan
tebal, agak pucat dan lubang poripori bertambah besar.
• Rambut : rambut kemaluan timbul
setelah pinggul dan payudara berkembang. Tumbuh rambut di ketiak dan sekitar
organ kelamin.
• Kelenjar : kelenjar lemak dan
kelenjar keringat lebih aktif. Sumbatan kelenjar lemak dapat menimbulkan
jerawat.
3.
Akibat
Perubahan Fisik pada Perilaku Individu pada Pubertas
Perubahan fisik yang
sangat cepat pada pubertas mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku. Karena sikap
dan perilaku individu yang cenderung negatif, sehingga masa pubertas dinyatakan
sebagai masa negatif. Beberapa sikap dan perilaku negatif yang sering muncul
pada individu yang mengalami asa pubertas adalah : keinginan untuk menyendiri,
malas bekerja atau belajar, cepat bosan pada sesuatu, mudah gelisah,
antagonisme sosial, antagonisme seksual, emosinya labil, rasa percaya diri
kurang, senang melamun, dst.
4.
Faktor
Penyebab Terjadinya Perubahan yang Cepat pada Pubertas
Elizabeth B. Hurlock,
seorang pakar psikologi perkembangan dari Amerika Serikat, menyatakan bahwa
sampai abad ini, penyebab perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas masih
merupakan misteri. Dengan banyaknya riset di bidang endokrinologi, ilmu medis
telah mampu menetapkan sebab yang pasti dari perubahan fisik, meskipun sampai
sekarang para ahli endokrinologi tidak dapat menerangkan adanya keanekaragaman
dalam usia puber dan dalam waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
perubahan-perubahan pubertas (Hurlock, 1997 : 186).
Para ahli telah
menemukan bahwa faktor penyebab perubahan yang cepat pada masa pubertas adalah
aktifnya dua kelenjar dalam sistem endokrin. Kelenjar pituitary
yang letaknya di dasar otak mengeluarkan dua macam hormon, yaitu hormon pertumbuhan, yang
merangsang pertumbuhan ukuran tubuh, dan hormon gonadotopik, yang fungsinya merangsang gonad atau
organ reproduksi , untuk aktif. Gonad pria disebut testes, mem-produksi spermatozoa, hormon
androgen, dan hormon
testosterone.Gonad wanita disebut ovarium atau indung
telur, yang memproduksi ova,
hormon estrogen, dan hormon
progesteron. Aktivitas
kelenjar pituitary semakin menonjol pada masa pubertas.
Dan seluruh proses
tersebut dikendalikan oleh perubahan yang terjadi dalam kelenjar indokrin.
Kelenjar ini diaktifkan oleh rangsangan yang dilakukan kelenjar hypothalamus.
5.
Pubertas Secara Psikis
Selain terjadi perubahan secara fisik, pada masa pubertas juga terjadi
perubahan hormonal yang memengaruhi kondisi psikologis dan tingkah lakunya.
Ciri-ciri pubertas secara psikis dapat diuraikan sebagai berikut.
v
Mencari Identitas Diri
Dalam usaha mencari identitas diri, remaja sering menentang kemapanan
karena dirasa membelenggu kebebasannya. Meskipun cara berpikirnya belum dewasa
namun remaja tidak mau dikatakan sebagai anak-anak. Remaja sering melakukan hal
coba-coba karena rasa ingin tahu yang sangat besar.
v
Mulai Tertarik Kepada Lawan Jenis
Masa remaja adalah masa persiapan menuju dewasa. Wajar bila remaja
mempunyai ketertarikan dengan lawan jenis. Namun demikian pernikahan pada usia
remaja belum diperbolehkan karena secara mental belum siap. Kehamilan pada usia
remaja dapat berpengaruh negatif baik pada diri remaja maupun bayi yang
dikandungnya.
6.
Menstruasi
sebagai Pengalaman Psikis
Peristiwa yang sangat
penting pada masa pubertas untuk kaum wanita adalah menarche (menstruasi yang pertama) dan menstruasi
selanjutnya yang menjadi petanda biologis dari kematangan seksual, yang
kemudian menimbulkan reaksi hormonal, reaksi biologis, dan reaksi reaksi
psikis,yang berlangsung secara periodik. Semua ini dapat dialami pubertas putri
dalam suasana hati yang normal atau tidak normal.
Reaksi-reaksi patologis
dapat terjadi pada pubertas yang mengalami menstruasi bila dirinya belum atau
tidak siap menghadapi gejala tersebut. Rekasireaksi patologis yang dapat timbul
menurut Kartini Kartono (1992 : 116-20) antara lain sebagai berikut.
a) Dirinya
menganggap bahwa menstruasi adalah peristiwa yang menjijikkan karena keluarnya
“darah kotor” dari tubuhnya sehingga dia harus “menyingkir” dari pergaulan.
Anggapan salah tersebut bersumber dari Teori Cloaca,
yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang keluar dari rongga tubuh adalah
kotor, najis, menjijikkan, serta merupakan tanda noda dan tidak suci.
b) Dirinya
menganggap bahwa menstruasi adalah peristiwa yang tidak menyenangkan bahkan
menyakitkan yang mestinya tidak perlu terjadi pada dirinya. Penolakan terhadap
menstruasi dapat menimbulkan reaksi patologis berupa retensi pada menstruasi (berhentinya menstruasi sebelum
waktunya). Pada wanita yang lebih tua, penolakan terhadap gejala menstruasi
dapat menimbulkan penyakit psychogene
amenorrhoe, yaitu terhentinya menstruasi yang patologis sifatnya,
yang disebabkan oleh gangguan kejiwaan.
c) Dirinya
“menyelesaikan” peristiwa menstruasinya dengan cara yang tidak wajar yang
bersifat anatomis, yaitu dengan menstruasi pengganti atau vicarierende menstruatie. Gejala
reaksi patologis ini adalah timbulnya pendarahan tetapi tidak melalui
kelaminnya, melainkan melalui telinga, hidung, atau bagian tubuh yang lain,
dalam waktu yang tidak tetap, misalnya sebulan atau dua bulan sekali.
Berdasarkan apa yang
dipaparkan di atas, maka pemberian informasi yang benar dan jelas kepada anak
wanita yang akan mengalami menarche dan telah mengalami menstruasi sangat
diperlukan, bahkan pendampingan juga perlu dilakukan. Bila tindakan-tindakan
tersebut dilakukan niscaya pubertas dan remaja putri dapat terhindar dari
gejala-gejala patologis.
7.
Pubertas
Terlalu Dini dan Terlambat
a)
Precocious puberty
Seorang anak dikatakan mengalami pubertas terlalu dini
(precocious puberty) bila telah
menunjukkan ciri-ciri seks primer dan sekunder sebelum usia 7 atau 8 tahun pada anak wanita dan 9 tahun pada anak
laki-laki. Pubertas terlalu
dini merupakan suatu masalah biologis, psikologis, dan juga sosial bagi anak yang mengalaminya. Apakah penyebab tejadinya pubertas
terlalu dini? Menurut Karen Oerter Klein
(2005) masalah tersebut dapat terjadi karena penyakit atau gannguan
otak, misalnya tumor,
meningitis.
b) Delayed puberty
Masalah lain berkenaan dengan perkembangan pubertas
adalah delayed puberty atau
pubertas yang terlambat. Individu dinyatakan mengalami pubertas terlambat bila belum munjukkan
perkembangan payudara menjelang usia 13
tahun atau belum menarche menjelang usianya 16 tahun, untuk anak perempuan, dan belum mengalami
pembesaran pada alat kelaminnya menjelang
usia 14 tahun, untuk anak lai-laki (Wikipedia: www.en.wikipedia.org./2005). Pubertas terlambat juga merupakan
masalah bagi yang mengalaminya,
baik masalah biologis, psikologis, maupun sosial.
c) Penanganan precocious puberty dan delayed
puberty
Bila seorang anak menunjukkan tanda-tanda bahwa
dirinya mengalami pubertas terlalu awal maupun terlambat hendaknya segera
memeriksakan yang bersangkutan pada dokter spesialis gangguan pertumbuhan dan hormonal
anak (pediatric endocrinologist).
B.
Pengertian Masa Remaja
Ada beberapa definisi mengenahi remaja, Hurlock dalam bukunya Psikologi
Perkembangan mendefinisikan masa remaja sebagai masa penuh kegoncangan, taraf
mencari identitas diri dan merupakan periode yang paling berat (Hurlock, 1993).
Zakiah Darajad mendefinisikan remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh
seseorang dari anak-anak menuju dewasa, meliputi semua perkembangan yang
dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa (Darajad, 1990). Zakiah Darajad
dalam bukunya yang lain mendefinisikan remaja sebagai tahap umur yang datang
setelah masa anak-anak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat
yang terjadi pada tubuh remaja luar dan membawah akibat yang tidak sedikit
terhadap sikap, perilaku, kesehatan, serta kepribadian remaja (Darajad, 1995).
Hasan Bisri dalam bukunya Remaja Berkualitas, mengartikan remaja adalah mereka
yang telah meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh dengan ketergantungan dan
menuju masa pembentukan tanggung jawab (Bisri, 1995).
Dari beberapa definisi diatas dapat ditar ik suatu kesimpulan masa
remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, karena pada masa ini
remaja telah mengalami perkembangan fisik maupun psikis yang sangat pesat,
dimana secara fisik remaja telah menyamai orang dewasa, tetapi secara
psikologis mereka belum matang sebagaimana yang dikemukakan oleh Conger (1953) masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi
atau peralihan karena remaja belum memiliki status dewasa tetapi tidak lagi
memiliki status anak-anak (Monsk, 2002). Perkembangan fisik dan psikis
menimbulkan kebingungan dikalangan remaja sehingga masa ini disebut oleh orang
barat sebagai periode sturm und drung dan akan membawah akibat yang tidak
sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan, serta kepribadian remaja.
Lebih jelas pada tahun 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja
secara lebih konseptual, sebagai berikut (Sarwono, 2001):
“Remaja adalah suatu masa
dimana: Individu berkembang dari saat
pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia
mencapai kematangan seksual. Individu mengalami
perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa”.
Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif lebih mandiri. Jelasnya remaja adalah suatu periode dengan permulaan dan masa
perlangsungan yang beragam, yang menandai berakhirnya masa anak dan merupakan
masa diletakkannya dasar-dasar menuju taraf kematangan. Perkembangan tersebut
meliputi dimensi biologik, psikologik dan sosiologik yang saling terkait antara
satu dengan lainnya. Secara biologik ditandai dengan percepatan pertumbuhan
tulang, secara psikologik ditandai dengan akhir perkembangan kognitif dan
pemantapan perkembangan kepribadian.
Mendefinisikan remaja untuk masyarakat indonesia
sama sulitnya dengan menetapkan definisi remaja secara umum. Masalanya adalah
karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat, tingkatan
ekonomi, dan pendidikan. Dengan perkataan lain, tidak ada profil remaja Indonesia
yang seragam dan berlaku secara nasional.
Walaupun demikian, sebagai pedoman umum kita dapat menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
Walaupun demikian, sebagai pedoman umum kita dapat menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
•
Usia 11 tahun adalah
usia di mana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai nampak (kriteria
fisik).
•
Di banyak masyarakat
Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil balik, baik menurut adat maupun
agama, sehingga mereka tidak diperlakukan lagi sebagai anak-anak.
•
Pada usia tersebut
mulai ada tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas
diri (ego identity, menurut Erikson), tercapainya fase genital dri perkembangan
psikoseksual (Freud) dan tercapainya puncak pekembangan kognitif (pisget) dan Moral
(kohlberg) (kriteria Psikologik).
•
Batas usia 24 tahun
merupakan batas maksimal, yaitu memberi peluang bagi mereka yang sampai batas
tersebut menggantungklan diri pada orang tua, belum mendapatkan hak-hak kedewasaan.
•
Dalam definisi di
atas, perkawinan sangat menentukan, karena perkawinan masih sangat penting di
masyarakat kita secara menyeluruh.
C.
Batasan Usia Remaja
Kaplan & Sadock dalam bukunya Sinopsis Psikiatri, menyebutkan fase
remaja terdiri atas remaja awal (11-14 tahun), remaja pertengahan (14-17
tahun), dan remaja akhir (17-20) tahun. Sementara F.J. Monks berpendapat bahwa
secara global masa remaja berlangsung antara 12 – 21 tahun, dengan pembagian 12
– 15 tahun: masa remaja awal, 15 – 18 tahun: masa remaja pertengahan, 18 – 21
tahun masa remaja akhir (Monsk, 2002). Dari beberapa pendapat diatas dapat
dibuat suatu batasan usia remaja adalah dimulai dari umur 10 – 21 tahun.
Secara sosiologik ditandai dengan intensifnya persiapan dalam
menyongsong peranannya kelak sebagai seorang dewasa muda.
Mengenahi umur masa remaja, ahli-ahli ilmu jiwa tidak mempunyai kata sepakat tentang batasan umur yang jelas dan dapat disetujui bersama sebab dalam kenyataannya konsep remaja ini baru mulai muncul pada abad ke-20. Menurut Powel, masa remaja digolongkan: “Pre adolescence, from ten to twelve years; early adolescence from thirteen to sixteen, and late adolescence, from seventeen to twenty one years” (Mulyono, 1995). Leulla Cole menyebutkan masa adolescence dan membagi menjadi tiga tingkata, yaitu: “early adolescence 13 to 15 years, middle adolescence 16 to 18 years, late adolescence 19 to 21” (Mulyono, 1995).
Mengenahi umur masa remaja, ahli-ahli ilmu jiwa tidak mempunyai kata sepakat tentang batasan umur yang jelas dan dapat disetujui bersama sebab dalam kenyataannya konsep remaja ini baru mulai muncul pada abad ke-20. Menurut Powel, masa remaja digolongkan: “Pre adolescence, from ten to twelve years; early adolescence from thirteen to sixteen, and late adolescence, from seventeen to twenty one years” (Mulyono, 1995). Leulla Cole menyebutkan masa adolescence dan membagi menjadi tiga tingkata, yaitu: “early adolescence 13 to 15 years, middle adolescence 16 to 18 years, late adolescence 19 to 21” (Mulyono, 1995).
Batasan Remaja
menurut WHO
WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja (Sarwono,
1995).Pada
tahun 1974, WHO memberikan tentang remaja yang bersifat konseptual. Dalam
definisi tersebut dikemukakan 3 kriteria yaitu biologik, psikologik dan sosial
ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut:
•
Individu berkembang dari saat pertama kali ia
menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual.
•
Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola
identitas dari kanak-kanak menjadi dewasa
•
Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi
yang penuh kepada keadaan relatif lebih mandiri (Muangman dalam sarlito, 2002).
•
Pada tahun-tahun berikutnya, definisi ini makin
berkembang ke arah yang lebih konkrit dan operasional. WHO mendefinisikan
remaja secara konkrit operasional berdasarkan umur.
Di Indonesia, batasan
remaja yang mendekati batasan PBB tentang pemuda adalah kurun usia 11-24 yang
dikemukakan dalam sensus penduduk 1980. Definisi tersebut tentunya berdasarkan
atas tujuan operasional, Penggolongan ini semata-mata berdasarkan usia saja
tidak memperlihatkan aspek sosial-psikologik orang-orang pada kurun usia
tersebut.
D.
Ciri-ciri Masa Remaja
Masa remaja yang berlangsung pada usia kurang lebih 13
sampai 15 tahun, sebagai masa masa remaja awal, dan 16 sampai kira-kira 18
tahun, yang merupakan masa remaja akhir, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
(Hurloch, 1997 : 207-209).
a)
Masa Remaja Merupakan
Periode yang Penting
Meskipun semua periode dalam rentang kehidupan adalah
penting, namun kadarnya berbeda-beda. Ada periode perkembangan yang dipandang
lebih penting dari periode yang lain, karena akibatnya yang langsung terhadap
sikap dan perilaku, dan ada lagi yang dipandang penting, karena akibat-akibat
jangka panjangnya. Pada periode remaja kedua hal tersebut sama-sama penting,
mengingat perubahan yang terjadi pada remaja ruang lingkupnya sangat luas,
begitu juga dengan akibat yang ditimbulkannya.
b)
Masa Remaja Merupakan
Periode Peralihan
Peralihan bukan berarti terputus dengan atau berubah
dari apa yang telah terjadi sebelumnya. Masa remaja merupakan peralihan dari
masa kanakkanak dan pubertas menuju masa dewasa.
c)
Masa Remaja sebagai
Periode Perubahan
Sebenarnya setiap masa perkembangan juga selalu
ditandai dengan perubahan. Karena pada dasarnya perkembangan adalah proses perubahan.
Tetapi perubahan yang terjadi pada masa remaja sangat berbeda dengan
perubahan-perubahan yang terjadi pada fase perkembangan lainnya, baik itu
menyangkut ruang lingkup, tempo, dan akibat jangka panjang dari perubahan
tersebut.
d)
Masa Remaja Merupakan
Masa Bermasalah
Setiap periode dalam perkembangan mempunyai masalah,
namun masalah yang terjadi pada remaja berbeda dari masalah yang terjadi pada periode-periode
yang lain, baik dalam hal kuantitas, kualitas, maupun kompleksitasnya. Masalah
memerlukan pemecahan. Namun tidak setiap remaja mampu memecahkan masalahnya
bahkan tidak jarang terjadi akumulasi permasalahan. Ketidak mampuan dirinya
memecahkan masalah yang dihadapi dapat menyebabkan terjadinya gangguan tingkah
laku seperti depresi,
stress, anoreksia, bulimia, dan juga ketergantungan pada minuman keras dan
obat-obat terlarang.
e)
Masa Remaja Merupakan
Masa yang Tidak Realistis.
Remaja, khususnya remaja awal, cenderung memandang
kehidupan secara tidak realistis. Ia melihat dirinya, orang lain, serta
fenomena lainnya, sebagaimana yang ia inginkan, bukannya sebagaimana adanya.
f)
Masa Remaja Merupakan
Masa Mencari Identitas
Adanya anggapan bahwa dirinya bukan lagi anak-anak,
menyebabkan mereka berusaha meninggalkan perilaku dan sikap kekanak-kanakan untuk
diganti dengan sikap dan perilaku yang lebih dewasa. Kedewasaan dalam konteks
ini adalah kedewasaan menurut ukuran mereka, yang ternyata masih samara-samar.
Dan hal ini mendorong mereka untuk mencari, menemukan identitas yang pas bagi
mereka.
g)
Masa Remaja sebagai
Ambang Masa Dewasa
Pada masa remaja, khususnya remaja akhir tanda-tanda
kedewasaan dari segi sosial dan psikologis telah nampak dengan jelas. Gejala
ini menunjukkkan bahwa mereka sebentar lagi akan segera memasuki masa dewasa,
baik dewasa secara biologis, sosiologis, kronologis, maupun psikolgis.
E.
Tahapan
Perkembangan Remaja
1.
Remaja
Awal (Early Adolescence)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran
akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan
dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan
pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang
secara erotis. Dengan dipegang bajunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi
erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan itu ditambah dengan berkurangnya kendali
terhadap ”ego”. Hal ini menyebabkan para remaja awal sulit mengerti dan
dimengerti orang dewasa
2.
Remaja
Madya (Middle Adolescence)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan.
Ia senang kalau banyak teman menyukainya. Ada kecendrungan ”narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan
menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya.
Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus
memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis
atau pesimis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja harus membebaskan
diri dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa
kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lain jenis
3.
Remaja Akhir
Tahap ini adalah masa
konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal,
yaitu:
•
Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsu
intelek.
•
Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan
orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.
•
Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah
lagi.
•
Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada
diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antar kepentingan diri sendiri dengan
orang lain.
•
Tumbuh ”dinding” yang memisahkan diri pribadinya
dan masyarakat umum.
F.
Perkembangan Berbagai Aspek pada Masa Remaja
1.
Perkembangan Fisik
Fase
remaja adalah periode kehidupan manusia yang sangat strategis, penting dan
berdampak luas bagi perkembangan berikutnya. Pada remaja
awal,
pertumbuhan fisiknya sangat pesat tetapi tidak proporsional, misalnya pada
hidung, tangan, dan kaki. Pada remaja akhir,proporsi tubuhmencapai ukuran tubuh
orang dewasa dalam semua bagiannya (Syamsu Yusuf : 2005). Berkaitan dengan perkembangan fisik
ini, perkembangan terpenting adalah aspek seksualitas ini dapat dipilah menjadi
dua bagian, yakni :
Ciri-ciri Seks Primer
Perkembangan
psikologi remaja pria mengalami pertumbuhan pesat pada organ testis,
pembuluh yang memproduksi sperma dan kelenjar prostat. Kematangan organ-organ
seksualitas ini memungkinkan remaja pria, sekitar usia 14 – 15 tahun, mengalami
“mimpi basah”, keluar sperma. Pada remaja wanita, terjadi pertumbuhan cepat
pada organ rahim dan ovarium yang memproduksi ovum (sel telur) dan hormon untuk
kehamilan. Akibatnya terjadilah siklus “menarche”
(menstruasi pertama). Siklus awal menstruasi sering diiringi dengan sakit
kepala, sakit pinggang, kelelahan, depresi, dan mudah tersinggung. Psikologi remaja
Ciri-ciri Seks Sekunder
Perkembangan
psikologi remaja pada seksualitas sekunder adalah pertumbuhan yang melengkapi
kematangan individu sehingga tampak sebagai lelaki atau perempuan. Remaja pria
mengalami pertumbuhan bulu-bulu pada kumis, jambang, janggut, tangan, kaki,
ketiak, dan kelaminnya. Pada pria telah tumbuh jakun dan suara remaja pria
berubah menjadi parau dan rendah. Kulit berubah menjadi kasar. Pada remaja
wanita juga mengalami pertumbuhan bulu-bulu secara lebih terbatas, yakni pada
ketiak dan kelamin. Pertumbuhan juga terjadi pada kelenjar yang bakal
memproduksi air susu di buah dada, serta pertumbuhan pada pinggul sehingga
menjadi wanita dewasa secara proporsional.
2.
Perkembangan Seksual Remaja
Perilaku seksual adalah
perilaku yang yang muncul karena dorongan seksual. Bentuk perilaku seksual
bermacam-macam mulai dari rasa tertarik pada lawan jenis, bergandengan tangan,
berpelukan, bercumbu, petting sampai berhubungan seks. Perkembangan perilaku
seks merupakan konsekuensi logis dari perkembangan ciri-ciri seks primer dan
sekunder.
Masalah akan timbul jika
para remaja tidak bisa mengendalikan dorongan seksualnya sehingga perilaku yang
terjadi tidak sesuai dengan norma. Pencegahan terjadinya masalah dapat
dilakukan dengan pendidikan seks, termasuk di dalamnya pendidikan tentang
kesehatan reproduksi.
3.
Perkembangan Kognitif
Berbagai penelitian selama dua puluh tahun terakhir
dengan menggunakan berbagai pandangan teori juga menemukan gambaran yang
konsisten dengan teori Piaget yang menyimpulkan bahwa remaja merupakan suatu
periode dimana seseorang mulai berfikir secara abstrak dan logik. Berbagai
penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang konsisten antara kemampuan
kognitif anak-anak dan remaja. Dibandingkan anak-anak, remaja memiliki
kemampuan lebih baik dalam berfikir hipotetis dan logis. Remaja juga lebih
mampu memikirkan beberapa hal sekaligus bukan hanya satu, dalam satu saat dan
konsep-konsep abstrak, remaja juga dapat berfikir tentang proses berfikirnya
sendiri, serta dapat memikirkan hal-hal yang tidak nyata, sebagaimana hal-hal
yang nyata untuk menyusun hipotesa atau dugaan.
Menurut Piaget, pemikiran operasional formal berlangsung
antara usia 11 sampai 15 tahun. Pemikiran operasional formal lebih abstrak,
idealis, dan logis daripada pemikiran operasional konkret. Piaget menekankan
bahwa bahwa remaja terdorong untuk memahami dunianya karena tindakan yang
dilakukannya penyesuaian diri biologis. Secara lebih lebih nyata mereka
mengaitkan suatu gagasan dengan gagasan lain. Mereka bukan hanya
mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman akan tetapi juga menyesuaikan cara
berfikir mereka untuk menyertakan gagasan baru karena informasi tambahan membuat
pemahaman lebih mendalam.
Secara lebih nyata pemikiran opersional formal bersifat
lebih abstrak, idealistis dan logis. Remaja berpikir lebih abstrak dibandingkan
dengan anak-anak misalnya dapat menyelesaikan persamaan aljabar abstrak. Remaja
juga lebih idealistis dalam berpikir seperti memikirkan karakteristik ideal
dari diri sendiri, orang lain dan dunia. Remaja berfikir secara logis yang
mulai berpikir seperti ilmuwan, menyusun berbagai rencana untuk memecahkan
masalah dan secara sistematis menguji cara pemecahan yang terpikirkan. Dalam
perkembangan kognitif, remaja tidak terlepas dari lingkungan sosial. Hal ini
menekankan pentingnya interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif
remaja.
Pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan pada usia 12–20 tahun secara fungsional, perkembangan kognitif (kemampuan
berfikir) remaja dapat
digambarkan sebagai berikut.
•
Secara intelektual remaja mulai dapat
berfikir logis tentang gagasan abstrak.
•
Berfungsinya kegiatan kognitif tingkat tinggi
yaitu membuat rencana, strategi, membuat keputusan-keputusan, serta memecahkan
masalah.
•
Sudah mampu menggunakan abstraksi-abstraksi,
membedakan yang konkrit dengan yang abstrak.
•
Memikirkan masa depan, perencanaan, dan
mengeksplorasi alternatif untuk mencapainya psikologi remaja.
•
Wawasan berfikirnya semakin meluas, bisa
meliputi agama, keadilan, moralitas, dan identitas (jati diri).
Karakteristik
perkembangan intelektual remaja digambarkan oleh Keating (Syamsu
Yusuf, 2004 : 195 - 196) sebagai berikut.
•
Kemampuan intelektual remaja
telah sampai pada fase operasi formal sebagaimana konsep Piaget.
Berlainan dengan cara berpikir anak-anak yang tekanannya kepada kesadaran
sendiri di sini dan sekarang (here and now), cara berpikir remaja
berkaiatan erat dengan dunia kemungkinan (world of possibilities).
•
Melalui kemampuannya untuk
menguji hipotesis, muncul kemampuan nalar secara ilmiah.
•
Mampu memikirkan masa depan dan
membuat perencanaan dan mengeksplorasi berbagai kemungkinan untuk mencapainya.
•
Mampu menyadari aktivitas
kognitifnya dan mekanisme yang membuat proses kognitif tersebut efisien atau
tidak efisien.
•
Cakrawala berpikirnya semakin
luas.
4.
Perkembangan Emosi
Remaja mengalami puncak emosionalitasnya, perkembangan
emosi tingkat tinggi. Perkembangan emosi remaja
awal menunjukkan sifat sensitif, reaktif yang kuat, emosinya bersifat negatif
dan temperamental (mudah tersinggung, marah, sedih, dan murung). Sedangkan
remaja akhir sudah mulai mampu mengendalikannya. Remaja
yangberkembang di lingkungan yang kurang kondusif, kematangan
emosionalnyaterhambat. Sehingga sering mengalami akibat negatif berupa tingkah
laku, misalnya :
•
Agresif : melawan, keras kepala, berkelahi,
suka menggangu dan lain-lainnya.
•
Lari dari kenyataan (regresif) : suka
melamun, pendiam, senang menyendiri, mengkonsumsi obat penenang, minuman keras,
atau obat terlarang.
Sedangkan remaja yang tinggal di lingkungan yang kondusif
dan harmonis dapat membantu kematangan emosi remaja menjadi :
•
Adekuasi (ketepatan) emosi : cinta, kasih sayang,
simpati, altruis (senang menolong), respek (sikap hormat dan menghormati orang
lain), ramah, dan lain-lainnya.
•
Mengendalikan emosi : tidak mudah
tersinggung, tidak agresif, wajar, optimistik, tidak meledak-ledak, menghadapi
kegagalan secara sehat dan bijak.
Dalam
literatur klasik psikologi, emosi merupakan reaksi (kejiwaan) yang muncul
lantaran adanya stimulan. Emosi yang sangat fruktuatif (mudah berubah) terjadi
pada masa remaja. Remaja sering tidak mampu memutuskan simpul-simpul ikatan
emosional kanak-kanaknya dengan orang tua secara logis dan objektif. Dalam
usaha itu mereka kadang-kadang harus menentang, berdebat, bertarung pendapat
dan mengkritik dengan pedas sikap-sikap orang tua. Meskipun hal ini sulit
dilakukan namun dalam upaya pencapaian kemandirian yang optimal terhadap diri
remaja maka upaya tersebut harus ditempuh.
Bagi remaja, tuntutan untuk memperoleh kemandirian secara emosional
merupakan dorongan internal dalam mencari jati diri, bebas dari
perintah-perintah dan kontrol orang tua. Remaja menginginkan kebebasan pribadi
untuk dapat mengatur dirinya sendiri tanpa bergantung secara emosional pada
orang tuanya. Bila remaja mengalami kekecewaan, kesedihan atau ketakutan,
mereka ingin dapat mengatasi sendiri masalah-masalah yang dihadapinya. Meskipun
remaja dapat mendiskusikan masalah-masalahnya dengan ayah atau ibunya, tetapi
mereka ingin memperoleh kemandirian secara emosional dengan mengatasi sendiri
masalah-masalahnya dan ingin memperoleh status yang menyatakan bahwa dirinya
sudah dewasa.
Emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam
diri individu tentang keadaan mental dan fisik yang berwujud suatu tingkah laku
yang tampak. Pola emosi masa remaja sama dengan pola emosi masa kanak-kanak.
Jenis yang secara normal dialami adalah : cinta atau kasih sayang, gembira,
amarah, takut, sedih dan lainnya lagi. Perbedaannya terletak pada macam dan
derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya dan khususnya pola pengendalian
yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang
usia, yaitu usia 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun.
Ciri-ciri Emosional Usia 12-15 Tahun
• Cenderung
banyak murung dan tidak dapat diterka.
• Bertingkah
laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri.
• Kemarahan
biasa terjadi.
• Cenderung
tidak toleran terhadap orang lain dan ingin selalu menang sendiri.
• Mulai
mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara objektif
Ciri-ciri
Emosional Remaja Usia
15-18 Tahun
•
“Pemberontakan”
remaja merupakan ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak
menuju dewasa.
•
Banyak remaja
mengalami konflik dengan orang tua mereka.
•
Sering kali melamun,
memikirkan masa depan mereka
Perkembangan emosi pada remaja ditandai dengan emosi yang tidak stabil dan penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan emosi ini erat kaitannya dengan kemasakan hormon yang terjadi pada remaja. Stres emosional yang timbul berasal dari perubahan fisik yang cepat dan luas yang terjadi sewaktu pubertas.
Perkembangan emosi pada remaja ditandai dengan emosi yang tidak stabil dan penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan emosi ini erat kaitannya dengan kemasakan hormon yang terjadi pada remaja. Stres emosional yang timbul berasal dari perubahan fisik yang cepat dan luas yang terjadi sewaktu pubertas.
Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi
diekspresikan secara lunak karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain
terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan
atau emosi yang menyenangkan lainnya. Adapun karena anak-anak mengekang sebagian
ekspresi emosi mereka, emosi tersebut cenderung berahan lebih lama daripada
jika emosi itu diekspresikan secara lebih terbuka. Oleh kerena itu, ekspresi
emosional mereka menjadi berbeda-beda.
Dan perbedaan itu
sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu dan taraf kemampuan
intelektualnya. Anak yang sehat cenderung kurang emosional dibandingkan dengan
anak yang kurang sehat. Jika dilihat sebagai anggota suatu kelompok, anak-anak
yang pandai bereaksi lebih emosional terhadap berbagai macam rangsangan
dibandingkan dengan anak yang kurang pandai bereaksi. Tetapi sebaliknya mereka
lebih dapat mampu mengendalikan emosi.
5.
Perkembangan Moral
Remaja sudah mampu
berperilaku yang tidak hanya mengejar kepuasan fisik saja, tetapi meningkat
pada tatanan psikologis (rasa diterima, dihargai, dan penilaian positif dari
orang lain). Perkembangan
moral pada masa remaja ditandai dengan ciri-ciri sebagaimana
digambarkan oleh Elizabeth B. Hurlock (1997 : 225) sebagai berikut.
a) Pandangan
moral remaja semakin lama semakin abstrak. Hal ini sejalan dengan perkembangan
aspek kognitifnya. Dengan demikian semakin bertambah tingkat pengertian remaja,
semakin banyak pula nilai-nilai moral yang dapat ditangkap dan diserapnya.
b) Penilaian
moral remaja semakin kognitif. Dan ini mendorong remaja lebih berani dalam
menganalisis masalah moralitas serta berani mengambil keputusan terhadap
berbagai hal yang berhubungan dengan moralitas.
c)
Penilaian moral remaja mengalami orientasi dari egosentris
ke sosiosentris kemudian ke prinsip universal.
Artinya, dalam memandang masalah baik – buruk, ukuran utamanya bukan pendapat pribadi
tetapi lebih didasarkan pada pendapat masyarakat di mana dia berada serta
masyarakat dalam arti yang lebih luas lagi.
d) Penilaian
moral remaja, secara psikologis lebih mahal. Artinya, dalam memberikan
penilaian yang berhubungan dengan moralitas seringkali mengalami ketegangan
psikologis.
6.
Perkembangan Sosial
Remaja telah mengalami perkembangan kemampuan untuk
memahami orang lain (social
cognition) dan menjalin persahabatan. Remaja memilih teman yang
memiliki sifat dan kualitas psikologis yang relatif sama dengan dirinya,
misalnya sama hobi, minat, sikap, nilai-nilai, dan kepribadiannya.
Perkembangan sikap yang cukup rawan pada remaja adalah
sikap comformity yaitu
kecenderungan untuk menyerah dan mengikuti bagaimana teman sebayanya berbuat.
Misalnya dalam hal pendapat, pikiran, nilai-nilai, gaya hidup, kebiasaan,
kegemaran, keinginan, dan lain-lainnya.
Santrock mengungkapkan bahwa pada transisi sosial remaja
mengalami perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam
emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam
perkembangan. Membantah orang tua, serangan agresif terhadap teman sebaya,
perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam peristiwa tertentu serta
peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran proses sosial-emosional dalam
perkembangan remaja. Dan juga disebutkan bahwa kemampuan remaja untuk memantau
kognisi sosial mereka secara efektif merupakan petunjuk penting mengenai adanya
kematangan dan kompetensi sosial mereka.
Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi,
kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan
sosial anak pertama-tama masing sangat terbatas dengan orang tuanya dalam
kehidupan keluarga, khususnya dengan ibu dan berkembang semakin meluas dengan
anggota keluarga lain, teman bermain dan teman sejenis maupun lain jenis.
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan
berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu
bersosialisasi (sozialed), memerlukan tiga proses. Dimana masing-masing proses
tersebut terpisah dan sangat berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan,
sehingga kegagalan dalam satu proses akan menurunkan kadar sosialisasi individu.
Menurut Hurlock tiga proses dalam perkembangan sosial adalah sebagai berikut:
•
Berperilaku dapat diterima secara sosial. Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para
anggotanya tentang prilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bersosialisasi, seseorang
tidak hanya harus mengetahui prilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga
harus menyesuaikan prilakunya sehingga ia bisa diterima sebagain dari
masyarakat atau lingkungan sosial tersebut.
•
Memainkan peran di lingkungan sosialnya. Setiap
kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama
oleh para anggotanya dan setiap anggota dituntut untuk dapat memenuhi tuntutan
yang diberikan kelompoknya.
•
Memiliki Sikap yang positif terhadap kelompok
Sosialnya. Untuk dapat bersosialisasi dengan baik, seseorang harus
menyukai orang yang menjadi kelompok dan aktifitas sosialnya. Jika seseorang
disenangi berarti, ia berhasil dalam penyesuaian sosial dan diterima sebagai
anggota kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri.
Sebagaimana aspek-aspek
yang lain, aspek social remaja juga mengalami perkembangan. Adapun
karakteristik perkembangan social remaja adalah sebagai berikut.
1) Perilaku
sosial remaja banyak dipengaruhi oleh kelompok teman sebaya (peer group);
2) Terjadi
perubahan pada perilaku social, antara lain ;
•
Perubahan dari
tingkahlaku yang ramai kea rah yang lebih tenang;
•
Perubahan dari
penyesuaian pada kelompok besar ke kelompok yang lebih kecil.
3) Terjadi
pengelompokan sosial, antara lain :
•
Sahabat karib (chumbs)
•
Kelompok kecil (clique)
•
Kelompok besar (crowds)
•
Gangs
4) Meningkatnya
kemampuan dalam menyesuaian diri (Nur Syamsu, 2004 : 198 – 199).
a)
Di lingkungan keluarga, ditunjukkan dengan :
• Menjalin
hubungan yang baik dengan para anggota keluarga.
• Menerima
otoritas orang tua.
• Menerima
tanggung jawab dan norma-norma keluarga.
• Berusaha
membantu keluarga.
b)
Di lingkungan sekolah, ditunjukkan dengan :
•
Bersikap respek dan mau menerima peraturan
sekolah.
•
Berperan serta dalam kegiatan-kegiatan sekolah.
•
Menjalin persahabatan dengan teman-teman sekolahnya.
•
Bersikap hormat pada guru, pemimpin sekolah, dan
staf yang lain.
c)
Di lingkungan masyarakat, ditunjukkan dengan :
•
Mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain.
•
Memelihara jalinan persahabatan dengan orang
lain.
•
Bersikap simpati dan altruis terhadap
kesejahteraan orang lain.
•
Bersikap respek terhadap nilai-nilai, hukum,
tradisi, dan kebijakan-kebijakan masyarakat.
7.
Perkembangan Kepribadian Remaja
Isu sentral pada remaja adalah masa berkembangnya
identitas diri (jati diri) yang bakal menjadi dasar bagi masa dewasa. Remaja
mulai sibuk dan heboh dengan problem “siapa saya?” (Who am I ?). Terkait dengan hal tersebut
remaja juga risau mencari idola-idola dalam hidupnya yang dijadikan tokoh
panutan dan kebanggaan. Faktor-faktor penting dalam perkembangan integritas
pribadi remaja (psikologi remaja) adalah :
•
Pertumbuhan fisik semakin dewasa, membawa
konsekuensi untuk berperilaku dewasa pula.
•
Kematangan seksual berimplikasi kepada
dorongan dan emosi-emosi baru.
•
Munculnya kesadaran terhadap diri dan
mengevaluasi kembali obsesi dan cita-citanya.
•
Munculnya konflik-konflik sebagai akibat masa
transisi dari masa anak menuju dewasa. Remaja akhir sudah mulai dapat memahami,
mengarahkan, mengembangkan, dan memelihara identitas diri.
G.
Hubungan Remaja dan Orangtua
Masa Remaja awal adalah suatu periode ketika konflik
dengan orang tua meningkat melampaui tingkat masa anak-anak. Peningkatan ini
dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perubahan biologis pubertas,
perubahan kognitif yang meliputi peningkatan idealism dan penalaran logis,
perubahan sosial yang berfokus pada kemandirian dan identitas, perubahan
kebijaksanaan pada orang tua, dan harapan-harapan yang dilanggar oleh pihak
rang tua dan remaja.
Dapat disimpulkan bahwa banyak orang tua melihat remaja
mereka berubah dari seorang anak yang selalu menjadi seseorang yang tidak mau
menurut, melawan, dan menantang standar-standar orang tua. Bila ini terjadi,
orang tua cenderung berusaha mengendalikan dengan keras dan memberi lebih
banyak tekanan kepada remaja agar mentaati standar-standar orang tua.
Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa
anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak
baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian
menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar
dibandingkan dengan anak/
remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat/ harmonis
(sakinah).
Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut
menurut para ahli, antara lain:
·
Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation,
divorce)
·
Kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan
ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah
·
Hubungan interpersonal antar anggota keluarga
(ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk)
·
Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak,
dalam bentuk materi daripada kejiwaan (psikologis).
Selain daripada kondisi keluarga tersebut
di atas, berikut adalah rincian kondisi keluarga yang merupakan sumber stres
pada anak dan remaja, yaitu:
·
Hubungan buruk atau dingin antara ayah dan ibu
·
Terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga
·
Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orangtua
atau oleh kakek/nenek
·
Sikap orangtua yang dingin dan acuh tak acuh terhadap
anak
·
Sikap orangtua yang kasar dan keras kepada anak
·
Campur tangan atau perhatian yang berlebih dari
orangtua terhadap anak
·
Orang tua yang jarang di rumah atau terdapatnya isteri
lain
·
Sikap atau kontrol yang tidak konsisiten, kontrol yang
tidak cukup
·
Kurang stimuli kongnitif atau sosial
·
Lain-lain, menjadi anak angkat, dirawat di rumah
sakit, kehilangan orang tua, dan lain sebagainya.
Sebagaimana telah disebutkan di muka, maka
anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sebagaimana diuraikan di atas, maka
resiko untuk berkepribadian anti soial dan berperilaku menyimpang lebih besar
dibandingkan dengan anak/maja yang dibesarkan dalam keluarga yang
sehat/harmonis (sakinah).
H.
Hubungan Remaja dengan Teman Sebaya
Menurut Santrock, teman sebaya (peers) adalah anak-anak
atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Jean Piaget
dan Harry Stack Sullivan mengemukakan bahwa anak-anak dan remaja mulai belajar
mengenai pola hubungan yang timbal balik dan setara dengan melalui interaksi
dengan teman sebaya. Mereka juga belajar untuk mengamati dengan teliti minat
dan pandangan teman sebaya dengan tujuan untuk memudahkan proses penyatuan
dirinya ke dalam aktifitas teman sebaya yang sedang berlangsung.
Sullivan beranggapan bahwa teman memainkan peran yang
penting dalam membentuk kesejahteraan dan perkembangan anak dan remaja.
Mengenai kesejahteraan, dia menyatakan bahwa semua orang memiliki sejumlah
kebutuhan sosial dasar, juga termasuk kebutuhan kasih saying (ikatan yang
aman), teman yang menyenangkan, penerimaan oleh lingkungan sosial, keakraban,
dan hubungan seksual.
I.
Permasalahan Masa Remaja
Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat
terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam
aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian remaja
mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi
mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa
permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan
karakteristik yang ada pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa
permasalahan utama yang dialami oleh remaja.
1.
Permasalahan
Fisik dan Kesehatan
Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh
remaja awal ketika mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai
masa pubertasnya (remaja tengah dan akhir) permasalahan fisik yang terjadi
berhubungan dengan ketidakpuasan/ keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik
yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan.
Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupun
idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang
percaya diri. Levine & Smolak (2002) menyatakan bahwa 40-70% remaja
perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya,
khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha. Dalam sebuah penelitian
survey pun ditemukan hampir 80% remaja ini mengalami ketidakpuasan dengan
kondisi fisiknya (Kostanski & Gullone, 1998). Ketidakpuasan akan diri ini
sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang
penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan
yang maladaptiv (& Shaw, 2003; Stice & Whitenton, 2002). Lebih lanjut,
ketidakpuasan akan body image
ini dapat sebagai pertanda awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau
bulimia (Polivy & Herman, 1999; Thompson et al).
Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang
mengalami sakit kronis. Problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur,
gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan terlarang. Beberapa kecelakaan,
bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah karakteristik mereka yang
suka bereksperimentasi dan bereksplorasi.
2.
Permasalahan
Alkohol dan Obat-Obatan Terlarang
Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang akhir-akhir
ini sudah sangat memprihatinkan. Walaupun usaha untuk menghentikan sudah
digalakkan tetapi kasus-kasus penggunaan narkoba ini sepertinya tidak
berkurang. Ada kekhasan mengapa remaja menggunakan narkoba/ napza yang
kemungkinan alasan mereka menggunakan berbeda dengan alasan yang terjadi pada
orang dewasa. Santrock (2003) menemukan beberapa alasan mengapa remaja
mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya
diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan, maupun untuk kompensasi.
a)
Pengaruh sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya
kehangatan dari orang tua, supervisi, kontrol dan dorongan. Penilaian negatif
dari orang tua, ketegangan di rumah, perceraian dan perpisahan orang tua.
b)
Pengaruh budaya dan tata krama: memandang penggunaan
alkohol dan obat-obatan sebagai simbol penolakan atas standar konvensional,
berorientasi pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis, dll.
c)
Pengaruh interpersonal: termasuk kepribadian yang
temperamental, agresif, orang yang memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya
harga diri, kemampuan koping yang buruk, dll.
d)
Cinta dan Hubungan Heteroseksual.
e)
Permasalahan Seksual.
f)
Hubungan Remaja dengan Kedua Orang Tua.
g)
Permasalahan Moral, Nilai, dan Agama.
Lain halnya dengan pendapat Smith & Anderson (dalam Fagan,2006),
menurutnya kebanyakan remaja melakukan perilaku berisiko dianggap sebagai
bagian dari proses perkembangan yang normal. Perilaku berisiko yang paling
sering dilakukan oleh remaja adalah penggunaan rokok, alkohol dan narkoba (Rey,
2002). Tiga jenis pengaruh yang memungkinkan munculnya penggunaan alkohol dan
narkoba pada remaja.
Salah satu akibat dari berfungsinya hormon gonadotrofik
yang diproduksi oleh kelenjar hypothalamus adalah munculnya perasaan saling
tertarik antara remaja pria dan wanita. Perasaan tertarik ini bisa meningkat
pada perasaan yang lebih tinggi yaitu cinta romantis (romantic love) yaitu luapan hasrat kepada seseorang atau orang
yang sering menyebutnya “jatuh cinta”.
Santrock (2003) mengatakan bahwa cinta romatis menandai
kehidupan percintaan para remaja dan juga merupakan hal yang penting bagi para
siswa. Cinta romantis meliputi sekumpulan emosi yang saling bercampur seperti
rasa takut, marah, hasrat seksual, kesenangan dan rasa cemburu. Tidak semua
emosi ini positif. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Bercheid &
Fei ditemukan bahwa cinta romantis merupakan salah satu penyebab seseorang
mengalami depresi dibandingkan dengan permasalahan dengan teman.
Tipe cinta yang lain adalah cinta kasih sayang (affectionate love) atau yang sering
disebut cinta kebersamaan yaitu saat muncul keinginan individu untuk memiliki
individu lain secara dekat dan mendalam, dan memberikan kasih sayang untuk
orang tersebut. Cinta kasih sayang ini lebih menandai masa percintaan orang
dewasa daripada percintaan remaja.
Dengan telah matangnya organ-organ seksual pada remaja
maka akan mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual. Problem tentang
seksual pada remaja adalah berkisar masalah bagaimana mengendalikan dorongan
seksual, konflik antara mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh
dilakukan, adanya “ketidaknormalan” yang dialaminya berkaitan dengan
organ-organ reproduksinya, pelecehan seksual, homoseksual, kehamilan dan
aborsi, dan sebagainya (Santrock, 2003, Hurlock, 1991).
Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada masa
remaja yang dapat mempengaruhi hubungan orang tua dengan remaja adalah:
pubertas, penalaran logis yang berkembang, pemikiran idealis yang meningkat,
harapan yang tidak tercapai, perubahan di sekolah, teman sebaya, persahabatan,
pacaran, dan pergaulan menuju kebebasan.
Beberapa konflik yang biasa terjadi antara remaja dengan
orang tua hanya berkisar masalah kehidupan sehari-hari seperti jam pulang ke
rumah, cara berpakaian, merapikan kamar tidur. Konflik-konflik seperti ini
jarang menimbulkan dilema utama dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan
terlarang maupun kenakalan remaja. Beberapa remaja juga
mengeluhkan cara-cara orang tua memperlakukan mereka yang otoriter, atau
sikap-sikap orang tua yang terlalu kaku atau tidak memahami kepentingan remaja.
Akhir-akhir ini banyak orang tua maupun pendidik yang
merasa khawatir bahwa anak-anak mereka terutama remaja mengalami degradasi
moral. Sementara remaja sendiri juga sering dihadapkan pada dilema-dilema moral
sehingga remaja merasa bingung terhadap keputusan-keputusan moral yang harus
diambilnya. Walaupun di dalam keluarga mereka sudah ditanamkan nilai-nilai,
tetapi remaja akan merasa bingung ketika menghadapi kenyataan ternyata
nilai-nilai tersebut sangat berbeda dengan nilai-nilai yang dihadapi bersama
teman-temannya maupun di lingkungan yang berbeda.
Pengawasan terhadap tingkah laku oleh orang dewasa sudah
sulit dilakukan terhadap remaja karena lingkungan remaja sudah sangat luas.
Pengasahan terhadap hati nurani sebagai pengendali internal perilaku remaja
menjadi sangat penting agar remaja bisa mengendalikan perilakunya sendiri
ketika tidak ada orang tua maupun guru dan segera menyadari serta memperbaiki
diri ketika dia berbuat salah.
Dari beberapa bukti dan fakta tentang remaja,
karakteristik dan permasalahan yang menyertainya, semoga dapat menjadi wacana
bagi orang tua untuk lebih memahami karakteristik anak remaja mereka dan
perubahan perilaku mereka. Perilaku mereka kini tentunya berbeda dari masa kanak-kanak.
Hal ini terkadang yang menjadi stressor tersendiri bagi orang tua. Oleh
karenanya, butuh tenaga dan kesabaran ekstra untuk benar-benar mempersiapkan
remaja kita kelak menghadapi masa dewasanya.
J.
Tugas
Perkembangan Remaja
Masa remaja mempunyai cirri yeng berbeda dengan
masa sebelumnya atau sesudahnya, yang meliputi: masa remaja sebagai periode
penting, masa remaja sebagai periode peralihan, masa remaja sebagai periode
perubahan, masa remaja sebagai masa mencari identitas, usia bermasalah, masa
remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan/kesulitan, masa remaja sebagai
masa yang tidak realistic, dan masa remaja sebagai ambang masa dewasa.
Tugas perkembangan yang harus dilakukan
pada masa remaja terdiri dari.
•
Mencapai hubungan baru
dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.
•
Mencapai peran social
pria dan wanita.
•
Menerima keadaan
fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
•
Mengaharapkan dan
mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab.
•
Mempersiapkan karier
ekonomi.
•
Mempersiapkan perkawinan
dan keluarga.
•
Memperoleh perangkat
nilai, serta sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan
ideologi.
Dilihat dari perkembangan kognisi, menurut
teroi perkembangan kognisi dari Piaget, remaja masuk dalam tahapan operasional
formal yang memiliki ciri-ciri telah dimilikinya kemampuan instrospeksi
(berpikir kritis tentang dirinya), berpkir logis (pertimbangan terhadap hal-hal
yang penting dan mengambil kesimpulan), berpikir berdasar hipotesis (adanya
pengujian hipotesis), menggunakan simbol-simbol, berpikir yang tidak
kaku/fleksibel berdasarkan kepentingan. Sehingga atas dasar tahap peerkembangan
tersebut maka cirri berpikir remaja adalah idealism, cendrung pada lingkungan
sosialnya, dan keasadaran diri akan konformis. Pada masa remaja terjadi ketegangan emosi yang
bersifat khas sehingga masa ini disebut masa badai & topan, masa yang
menggambarkan keadaan emosi remaja yang tidak menentu, tidak stabil, dan
meledak-ledak.
Dilihat dari perkembangan sosial, usia
remaja termasuk pada tahap kelima dari teroi Psikososial dari erikson yaitu
pencarian identitas versus kebingungan identitas. Dimana pada masa itu remaja
dihadapkan pada pencarian pengetahuan tentang dirinya, apa dan dimana serta
bagaimana tentang dirinya. Perkembangan fisik yang sangat cepat pada masa
remaja dapat berakibat tidak dapat menyesuiakan diri secara baik, sehingga
sering menimbulkan bahaya-bahaya, yang muncul pada masa remaja. Ada 2 bahaya
yaitu: 1) bahaya-bahaya fisik, yang meliputi kematian, bunuh diri atau
percobaan bunuh diri, cacat fisik, kecanggungan dan ketakutan, serta 2) bahaya
psikolgis, yaitu berkisar kegagalan menajalankan peralihan psikologis kearah
kematangan yang merupakan tugas perkembangan masa remaja yang penting di tandai
dengan tidak bertanggung jawab, tampak dalam perilaku mengabaikan pelajaran,
sikap yang sangat agresif dan sangat yakin pada diri sendiri, perasaan tidak
aman, yang menyebabkan remaja patuh mengikuti standar-standar kelompok.
K.
Implikasi Perkembangan
Masa Remaja terhadap Dunia Pendidikan
Adanya karakteristik anak usia SMP di atas
maka guru diharapkan untuk:
•
Menerapkan model
pembelajaran yang memisahkan siswa pria dan wanita ketika membahas topik-topik
yang berkenaan dengan anatomi dan fisiologi.
•
Memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menyalurkan hobi dan minatnya melalui kegiatan-kegiatan yang
psoitif.
•
Menerapkan pendekatan
pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual atau kelompok kecil.
•
Meningkatkan kerja sama
dengan orang tua dan masyarakat untuk mengembangkan potensi siswa.
•
Tampil menjadi teladan
yang baik bagi siswa.
•
Memberikan kesempatan
kepada siswa untuk belajara bertanggung jawab.
Adanya karakteristik anak usia SMA di atas maka
guru diharapkan untuk:
•
Memberikan
pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi, bahaya penyimpangan
seksual dan penyalahgunaan narkotika.
•
Menyediakan
fasilitas yang memungkinkan siswa mengembangkan keterampilan yang sesuai dengan
minat dan bakatnya, seperti sarana olah raga, kesenian, dan sebagainya.
•
Memberikan
pelatihan untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dan mengambil
keputusan.
•
Melatih
siswa mengembangkan resiliensi, kemampuan bertahan dalam kondisi sulit dan
penuh godaan.
•
Menerapkan
model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk berpikir-pikir, reflektif, dan
positif.
•
Membantu
siswa mengembangkan etos kerja yang tinggi dan sikap wiraswasta.
•
Memupuk
semangat keberagaman siswa melalui pembelajaran agama terbuka dan lebih toleran.
•
Menjalin
hubungan yang harmonis dengan siswa, dan bersedia mendengarkan segala keluhan
dan problem yang dihadapinya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. 1991. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Arfinurul.
2010. Perkembangan Emosi pada Remaja.
[tersedia] http://arfinurul.blog.uns.ac.id. (14 Nopember 2012).
Atkinson, L. Rita dkk. 1991. Pengantar Psikologi. Jakarta:
PT Gelar Aksar Pratama.
Billimham, Katherine A.
1982. Developmental Psychology for The Heah Care Professions : Part 1
– Prenatal Through Adolescent Development. Colorado : Westview
Press, Inc.
Bimo Walgito. 2000. Pengantar
Psikologi Umum. Yogyakarta : Yasbit Fakultas Psikologi Universitas Gajah
Mada.
Branca, Albert A. 1965. Psychology
: The Science of Behavior. Boston : Allyn and Bacon, inc.
Dirgagunarsa, Singgih.
1988. Pengantar Psikologi. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan. Bandung :
Rosdakarya.
F.J. Monks, dkk. 2002. Psikologi
Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Gunarsa, D. 1986. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Jakarta : PT. BK Gunung Mulia
Hardy, Malcolm dan
Heyes, Steve. 1988. Pengantar Psikologi. Jakarta : Erlangga.
Hurlock, B. Elizabeth. 1993. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
1980. Psikologi Perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan.
Edisi ke lima. Jakarta : Erlangga
1997.
Perkembangan Anak : Jilid 1. (Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa
dan Muslichah Z.) Jakarta : Erlangga.
1997.
Perkembangan Anak : Jilid 2 (Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa dan
Muslichah Z.) Jakarta : Erlangga.
1997.
Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.
(Alih Bahasa : Istiwidayanti dan Soedjarwo) Jakarta : Erlangga.
Hymovich, Debra P. and
Chamberlin, Robert W. 1980. Child and Family Development : Implications
for Primary Health Care. New York : Mc Graw Hill Book Company.
Jeff and Cindi. 2006.
“Oh Baby, Bond with Me” http:// www.envisagedesign.
com/ohbaby/ index/html (diakses 15 Maret 2006).
Kartini Kartono. 1992. Psikologi
Wanita Jilid 2 : Mengenal Wanita sebagai Ibu dan Nenek. Bandung : CV Mandar
Maju.
Kartono, K. 1979. Psikhologi Anak. Bandung : Alumni
Kasiram, M. 1983. Ilmu
Jiwa Perkembangan. Surabaya : Usaha Nasional.
Monk, dkk. 2002. Psikologi Perkembangan : pengantar dalam
berbagai bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Nugraha,
Ari. 2012. Psikologi Perkembangan.
[tersedia] http://the-arinugraha-centre.blogspot.com. (25
Desember 2012).
Perry, Bruce D. 2001. Bonding
Attachment in Maltreated Children : Consequences of Emotional Neglect in
Childhood. Booklet.
Sarlito Wirawan Sarwono. 2001. Psikologi
Remaja. Jakarta: Radja Grafindo Persada.
.
2002. Psikologi Remaja. Jakarta : PT Remaja Grafindo Persada.
Sujanto, Agus. 1986. Psikologi Deskripsi. Jakarta: Aksara Baru.
Syamsu Yususf, L.N.
2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Tarigan, Rosdiana S.
2006. “11 Perilaku Sulit Si Prasekolah. ” Nakita No. 367/Th VIII/15 April
2006.
Yusuf, S. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Zulkifli, L. 1992. Psikologi Perkembangan. Bandung
: PT Remaja Rosda Karya
1 comment:
kita juga punya nih artikel mengenai 'Remaja', silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3508/1/JURNAL_10505094_1.pdf
trimakasih
semoga bermanfaat
Post a Comment