MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Manajemen
sumber daya manusia (SDM) adalah suatu proses menangani berbagai
masalah pada ruang lingkup pegawai, pegawai, buruh, manajer, dan pegawai
lainnya untuk dapat menunjang aktivitas organisasi demi mencapai tujuan
yang telah ditentukan. Manajemen SDM merupakan bentuk pengakuan
pentingnya anggota organisasi (personil) sebagai sumber daya yang dapat
mendukung tercapainya tujuan organisasi, pelaksanaan fungsi, dan
kegiatan organisasi untuk menjamin bahwa mereka dipergunakan secara
efektif dan adil demi kepentingan organisasi, individu, dan masyarakat.
Sistem Manajemen SDM yang efektif memiliki empat bidang fungsional, yaitu 1) perencanaan SDM (human resource planning), rekrutmen (recruitment) dan seleksi (selection), 2) pengembangan SDM (human resource development), gaji/upah dan kesejahteraan (compensation and benefits), 3) keselamatan dan kesehatan kerja (safety and health), dan 4) bentuk hubungan pekerja (employee and labor relations).
Skema proses Manajemen SDM seperti pada Gambar 1.
Gambar 1 Skema Proses Manajemen Sumber Daya Manusia
Berdasarkan
Gambar 1 proses Manajemen SDM meliputi 1) analisis jabatan, 2) seleksi
pegawai, 3) orientasi dan penempatan, 4) pelatihan, 5) mutasi, 6)
promosi, dan 7) kompensasi. Tujuan Manajemen SDM adalah memperbaiki
kontribusi produktif pegawai terhadap organisasi dengan cara yang
bertanggung jawab secara strategis, etis, dan sosial. Tujuan Manajemen
SDM mencerminkan strategi manajer dan menyeimbangkan tantangan
organisasi, fungsi SDM, dan orang-orang yang terpengaruh.
Motivasi
kerja sebagai predisposisi untuk berperilaku tertentu dengan tujuan
memenuhi kebutuhan yang spesifik dan belum tercapai. Terdapat hubungan
antara kemampuan, motivasi, dan kejelasan peran dengan kinerja pegawai.
Salah satu teori motivasi yang populer adalah teori motivasi Maslow.
Menurut Maslow bahwa di dalam diri manusia bersemayam lima jenjang
kebutuhan yaitu psikologis, keamanan, sosial, penghargaan, dan
aktualisasi diri. Jenjang kelima kebutuhan tersebut seperti pada Gambar
2.
Kebutuhan Tingkat Tinggi
|
Aktualisasi Diri
|
Pertumbuhan, pencapaian potensi, dan pemenuhan kebutuhan diri
| |
Penghargaan
| |
Harga diri, otonomi dan prestasi, pengakuan, perhatian, dan status
| |
Kebutuhan Tingkat Rendah
|
Sosial
|
Kasih sayang, rasa memiliki, diterima dengan baik, dan persahabatan
| |
Keamanan
| |
Keselamatan dan perlindungan (fisik dan mental)
| |
Psikologis
| |
Rasa lapar, pakaian, dan tempat tinggal
|
Gambar 2 Hierarki Kebutuhan Maslow
Lima
kebutuhan membentuk tingkatan-tingkatan, dari yang paling penting
hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk
dicapai atau didapat. Motivasi manusia dipengaruhi oleh kebutuhan
mendasar yang perlu dipenuhi. Kebutuhan harus dipenuhi yang paling
penting dahulu kemudian meningkat ke yang tidak terlalu penting. Untuk
dapat merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu
kebutuhan yang berada pada tingkat di bawahnya. Begitu masing-masing
kebutuhan ini terpenuhi secara substansial, maka kebutuhan berikutnya
akan menjadi dominan.
Strategi dasar yang efektif dalam memotivasi kerja pegawai adalah 1) memberikan tugas kepada seorang mentor (assigment of mentor), 2) penugasan secara bergantian (rotational assigment), 3) pelatihan silang (cross training), 4) proyek yang luas (strech projects), 5) pendekatan tim (team approach), 6) penugasan khusus (special assigment), 7) peluang untuk berkreasi (an opportunity to create), 8) tanggung jawab menyenangkan (plum responsibiliy), 9) kesempatan studi lanjut (learning opportunity), dan 10) strategi makan siang (the lunch strategy).
Sistem
penggajian dirancang untuk memenuhi penghargaan kepada pegawai atas
kontribusinya kepada organisasi, menarik pelamar yang tepat untuk suatu
pekerjaan, memberikan penghargaan dan memelihara pegawai yang baik, dan
memotivasi pegawai untuk melakukan pekerjaan yang terbaik. Faktor yang
harus dipertimbangkan dalam menyusun struktur penggajian adalah ekuitas
internal dan ekuitas eksternal. Pertimbangan ekuitas ini berkaitan
dengan teori equity
(ekuitas/keadilan) Adams yang menyatakan bahwa ekuitas dicapai apabila
rasio antara hasil (outcomes) dan masukan (input) yang dipersepsikan
oleh seseorang sama dengan rasio hasil dan masukan orang lain.
Dengan
demikian, ekuitas internal adalah tingkat ekuitas/keadilan antara rasio
hasil dan masukan seseorang pada posisi tertentu dibandingkan rasio
hasil dan masukan orang pada posisi lain dalam suatu organisasi.
Sementara itu, ekuitas eksternal adalah tingkat ekuitas/keadilan antara
rasio hasil dan masukan seseorang pada posisi tertentu dalam suatu
organisasi dibandingkan dengan rasio hasil dan masukan orang lain pada
posisi sama/setara di organisasi lain.
Etika
adalah suatu disiplin yang mengkaji baik atau buruk, benar dan salah,
dan moral dalam melaksanakan hak dan kewajiban. Berkaitan dengan
profesionalisme manajemen SDM, terdapat kebutuhan untuk pengembangan
kode etik. Pegawai bekerja dengan pegawai lain harus memiliki etika
dalam bekerja dan berinteraksi setiap harinya.
MANAJEMEN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
Pendidikan
tidak terlepas dari kebutuhan dana untuk mendukung terselenggaranya
program pendidikan secara efektif dan efisien. Penyelenggaraan
pendidikan di sekolah dalam segala aktivitasnya memerlukan sarana dan
prasarana untuk proses pembelajaran, layanan, pelaksanaan program
supervisi, penggajian, dan kesejahteraan para guru dan staf lainnya,
kesemuanya itu memerlukan anggaran dan keuangan.
Manajemen
pembiayaan ialah proses melakukan kegiatan mengatur keuangan dengan
menggerakkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan secara efektif
dan efisien. Kegiatan pengelolaan keuangan dimulai dari perencanaan,
pelaksanaan, sampai dengan pengawasan. Perencanaan pembiayaan merupakan
bidang khusus yang sebelumnya mengkaji struktur anggaran,
kuantitas/jumlah, dan kualitas/mutu anggaran organisasi. Sekolah dalam
membuat proposal anggaran perlu memperhatikan faktor komunikasi, melalui
diskusi/perundingan, revisi rencana anggaran, dan dokumentasi
perencanaan anggaran yang kesemuanya untuk pertanggungjawaban dalam
perencanaan penganggaran.
Realisasi
penerimaan dan pengeluaran dana pendidikan dibukukan dan dilaporkan
sesuai standar akuntansi yang berlaku. Pengawasan penerimaan dan
penggunaan dana satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
anggaran dasar serta anggaran rumah tangga penyelenggara atau satuan
pendidikan yang bersangkutan.
Ketersediaan
sejumlah dana yang dimiliki sekolah merupakan salah satu faktor
pendukung terselenggaranya program pendidikan. Ketersediaan dana yang
dimiliki sekolah berkaitan dengan sumber dana sekolah mencakup
pemerintah, orangtua peserta didik, bantuan pihak asing yang tidak
mengikat, dan masyarakat. Pemerintah pusat membantu keuangan sekolah
melalui beberapa cara, yaitu 1) hibah dan dana bantuan biaya operasional
kepada sekolah, 2) membayar gaji guru, 3) membantu sekolah untuk
mengadakan proyek penggalangan dana dengan menyediakan bantuan teknis
termasuk bahan dan perlengkapan, dan 4) mendanai pembangunan dan
rehabilitasi bangunan sekolah. Pemerintah juga melakukan kontribusi
tidak langsung kepada sekolah, seperti melalui pelatihan kepala sekolah
dan guru, menyiapkan silabus dan bahan, dan melakukan pengawasan.
Secara khusus proposal anggaran pembiayaan pendidikan (sekolah) mencakup:
1. Deskripsi fungsi program dan kegiatan yang akan dilaksanakan sekolah,
2. Objektivitas fungsi program dan kegiatan sekolah,
3. Jumlah data mengenai pelayanan usaha (input) dan pencapaian (output) berkaitan dengan fungsi program dan kegiatan sekolah,
4. Menyajikan kegunaan anggaran dalam peningkatan (maksimum) dan penurunan (minimum) pada semua tingkat/bagian sekolah,
5. Penggunaan metode alternatif dalam pelayanan analisis sistem dan analisis biaya-kegunaan (cost-benefit) anggaran sekolah,
6. Data
pengeluaran dan pemasukan dari tiap unit/bagian, tiap kegiatan dan
fungsi program, tiap obyek pengeluaran, dan tiap unit usaha dan
pencapaian organisasi, yang mencakup tingkat pemberian (present levels), tingkat pengeluaran (reduced levels), dan tingkat perluasan (expanded levels).
Proses pembuatan anggaran secara umum seperti pada Gambar 3.
Budget Preparation (menyiapkan anggaran)
|
Menyiapkan formulir perkiraan oleh direktur anggaran (preparation of estimate forms by budget director)
|
Menyiapkan perkiraan oleh tiap bagian dan direktur anggaran (preparation of estimate by departments and budget director)
| |
Konsolidasi oleh direktur anggaran (consolidation of estimates by budget director)
| |
Memperhatikan aspirasi bagian (departmental hearings)
| |
Persetujuan anggaran oleh eksekutif. Menyiapkan anggaran dan menyampaikan anggaran oleh pimpinan eksekutif (executive approval of budget, preparation of budget and budget message by chief executive)
| |
Menyerahkan anggaran kepada lembaga legislatif (submission of budget to legislative body)
| |
Legislative Enactment (pembuatan lembaga legislatif)
|
Konsiderasi komite anggaran (budget committee consideration)
|
Memperhatikan aspirasi publik (public hearings)
| |
Konsiderasi rekomendasi komite oleh lembaga legislatif (consideration of committee recommendations by legislative body)
| |
Mengadopsi/memakai anggaran perkiraan pengeluaran, pendapatan, dan hibah (adoption of budget by passage of appropriations and estimated revenues)
| |
Mencatat setiap perkiraan pengeluaran dan pendapatan (recording off appropriations and estimated revenues)
| |
Budget Administration (administrasi anggaran)
|
Menyiapkan dan mencatat penerimaan dan alokasi (preparation and recording of allotments or allocations)
|
Administrasi penerimaan/pendapatan (revenues administration)
| |
Personalia (orang) administrasi (personnel administration)
| |
Pembelanjaan dan pelayanan yang efektif/baik (purchasing of goods and services)
| |
Sebelum pemeriksaan keuangan (preaudit)
| |
Pelaporan (accounting)
| |
Reporting (pelaporan)
|
Laporan intern (interim reporting)
|
Finansial akhir tahun dan laporan statistik oleh bagian eksekutif (year end financial and statistical reports by the executive branch)
| |
Postaudit (setelah pemeriksaan anggaran)
|
Pemeriksaan data keuangan oleh auditor independen terhadap bagian eksekutif (audit of financial data by an auditor independent of the executive branch)
|
Meninjau operasi/penggunaan anggaran tiap bagian secara terus menerus oleh direktur anggaran (continuous review of departmental operations by budget director)
|
Gambar 3 Siklus Pembuatan Anggaran Pendidikan
The National Advisory Council on State and Local Budgeting (NACSLB) mengemukakan prinsip dalam penganggaran, yaitu:
1. Menentukan tujuan umum dalam hal membuat kebijakan anggaran pendidikan negara, mencakup:
a) Mengakses kebutuhan masyarakat, prioritas, tantangan, dan peluang,
b) Mengidentifikasi peluang dan tantangan pelayanan negara, aset kapital, dan manajemen,
c) Pengembangan dan merinci tujuan umum yang lebih spesifik menjadi tujuan khusus,
2. Pengembangan pendekatan dalam rangka mencapai tujuan, mencakup
a) Mengadopsi/memakai kebijakan anggaran/finansial,
b) Pengembangan program, operasi, dan kebijakan permodalan dan perencanaan,
c) Pengembangan manajemen strategis,
3. Pengembangan konsistensi anggaran dengan pendekatan mencapai tujuan, mencakup:
a) Pengembangan proses untuk menyiapkan dan mengadopsi/memakai sistem penganggaran,
b) Pengembangan dan evaluasi berbagai alternatif,
c) Membuat pilihan untuk mengadopsi/memakai anggaran,
4. Ases/menilai performasi/kinerja dan membuat perbaikan, mencakup:
a) Monitor, penilaian, dan ases/menilai performasi/kinerja,
b) Membuat perbaikan dan penyesuaian sesuai dengan yang diperlukan.
Tingkat
makro alokasi anggaran pemerintah terdiri atas anggaran rutin dan
anggaran pembangunan. Anggaran rutin Departemen Pendidikan Nasional
dialokasikan untuk gaji, pengembangan, dan peningkatan kualitas. Guna
mengalokasikan anggaran sekolah pada tingkat mikro menyusun Rencana
Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). Sekolah dalam menyusun rencana
anggaran dapat memilih salah satu atau kombinasi dari asas penganggaran
yaitu anggaran berimbang, penganggaran surplus, atau penganggaran
defisit. RKAS disusun dengan berpedoman pada rencana strategis dan
rencana operasional yang dimiliki sekolah.
Memperhatikan
sumber pendanaan sekolah umumnya tidak berasal dari satu sumber,
pengelolaan keuangan sekolah yang mencakup sumber dana, alokasi,
realisasi pengeluaran, dan bukti pengeluarannya maka memerlukan
peraturan sebagai pedoman pengelolaan sekolah. Sehingga tiap sumber dana
mendapatkan laporan penggunaannya beserta bukti pendukung. Hal ini
sangat penting karena pelaporan realisasi anggaran yang kredibel dan
rinci berpengaruh terhadap keberanjuran (sustainabelitas) pendanaan oleh
penyandang dana di masa yang akan datang. Berdasarkan konsep tersebut
urgensi peraturan mengenai pengelolaan sekolah sangat dibutuhkan demi
menunjang peningkatan kualitas pendidikan sekolah.
Undang-Undang
Dasar 1945 Bab XIII pasal 31 ayat 4 menyatakan negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab XIII
pasal 48 menyatakan pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip
keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang SNP Bab IX pasal 62 pasal 1
menyatakan pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya
operasi, dan biaya personal.
Peraturan
Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan Bab V pasal
50 ayat 1 menyebutkan sumber pendanaan pendidikan ditentukan
berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. Permendiknas
Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan sekolah atau madrasah menyusun
pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional yang mengacu pada
standar pembiayaan.
Lembaga
asing dapat berperan dalam pendanaan sekolah dan bersifat tidak
mengikat. Sumber dana pendidikan dari luar tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) pasal 45 ayat 1
yang menyatakan salah satu mekanisme dari BHP dapat memperoleh dana
operasional yaitu dengan menarik dan membuka investasi dari luar negeri.
Berkenaan dengan sumber dana dari luar, sekolah harus transparan dalam
pengelolaan dana. Lembaga pendidikan lebih bersikap bijak agar tidak
merugikan sekolah karena berkaitan dengan orientasi investor yang dapat
diasumsikan bahwa investor akan menginvestasikan dananya di sektor yang
diprediksi dapat memberikan keuntungan baginya, baik secara finansial
maupun keuntungan lain seperti ideologi.
Kelompok
masyarakat termasuk sebagai sumber pendanaan sekolah. Kelompok ini
dimobilisasi untuk melaksanakan tugas dari para tokohnya (utamanya
informal) di masyarakat, seperti kaum ulama. Di Indonesia, banyak
sekolah swasta yang dibangun dan diselenggarakan oleh kelompok
masyarakat. Di dalam masyarakat kemungkinan ada orang yang juga
memutuskan untuk membantu satu atau beberapa sekolah dengan dana,
seperti pengusaha yang mendermakan sesuatu bagi satu atau lebih sekolah.
Kontribusi seperti ini hendaknya disambut dengan baik dan bahkan
sebaiknya didorong. Perumusan rencana strategis merupakan upaya sekolah
dalam mempengaruhi dan mendorong masyarakat untuk ikut serta membantu
penyelenggaraan pendidikan sekolah.
MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN
Sarana
dan prasarana pendidikan sangat penting artinya guna menunjang
kesuksesan pendidikan di sekolah. Urgensi sarana dan prasarana
pendidikan, tidak hanya berkaitan dengan tingkat kekondusifan sekolah
terkait dengan belajar siswa, tetapi juga sekaligus menjadi bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan operasional lembaga pendidikan.
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan adalah pengaturan sarana dan
prasarana pendidikan dengan melibatkan sumber daya manusia, guna
menunjang berlangsungnya kegiatan pembelajaran dan pengembangan diri
siswa secara utuh di sekolah.
Kebutuhan
lembaga pendidikan terhadap sarana dan prasarana sifatnya dinamis,
bahwa kebutuhan akan sarana dan prasarana sejak awal berdirinya sampai
dengan ketika telah mengalami puncak perkembangan, tidaklah menetap
melainkan terus bertambah, berubah, dan berkembang. Guna memenuhi
kebutuhan tersebut, perlu ditempuh langkah-langkah manajerial yang
dimulai dari perencanaan, pelaksanaan/realisasi, inventarisasi,
penggunaan, pengembangan (penambahan), pemeliharaan, dan penghapusan.
Perencanaan sarana dan prasarana
Langkah-langkah perencanaan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan yaitu:
1. Menampung
usulan pengadaan perlengkapan sekolah yang diajukan oleh setiap unit
kerja dan menginventarisasi kekurangan perlengkapan sekolah,
2. Menyusun rencana kebutuhan perlengkapan sekolah untuk periode tertentu, misalnya satu semester atau satu tahun ajaran,
3. Memadukan rencana kebutuhan yang telah disusun dengan perlengkapan yang tersedia sebelumnya,
4. Memadukan
rencana kebutuhan dengan dana sekolah yang tersedia. Bila dana yang
tersedia tidak memadai untuk mengadakan kebutuhan tersebut, maka perlu
dilakukan seleksi terhadap semua kebutuhan perlengkapan yang telah
direncanakan dengan mengkaji urgensi setiap perlengkapan yang
dibutuhkan. Semua perlengkapan yang urgen segera didaftar,
5. Memadukan
rencana (daftar) kebutuhan perlengkapan yang urgen dengan dana yang
tersedia. Bila ternyata masih melebihi dana yang tersedia, maka perlu
dilakukan seleksi lagi dengan cara membuat skala prioritas,
6. Penetapan rencana pengadaan akhir.
Pengadaan sarana dan prasarana
Setelah
rencana pengadaan sarana dan prasarana dibuat, langkah berikutnya
adalah pengadaan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Pengadaan sarana dan prasarana bisa dilakukan dengan pembelian,
sumbangan, pengajuan bantuan ke pemerintah (sekolah negeri), dan
pengajuan ke pihak yayasan (sekolah swasta). Guna mengadakan sarana dan
prasarana sekolah perlu ditetapkan aspek fungsi (utilitas) dan standar
kualitasnya. Aspek fungsi (utilitas) mengacu pada kegunaan sarana dan
prasarana tersebut terkait dengan kebutuhan riil sekolah. Aspek standar
kualitas mengacu pada jenis spesifikasi teknis terkait dengan merek
berkualitas yang beredar di pasaran.
Inventarisasi sarana dan prasarana
Ada
tiga jenis kegiatan yang harus dilakukan berkenaan dengan
inventarisasi, yaitu 1) pencatatan sarana dan prasarana sekolah dalam
buku-buku sarana dan prasarana, 2) pemberian kode (coding)
terhadap sarana dan prasarana yang selesai dicatat dalam buku-buku
sarana dan prasarana, dan 3) pelaporan sarana dan prasarana kepada
pihak-pihak yang selayaknya menerima laporan (pemerintah, donatur, dan stakeholders).Guna
pencatatan sarana dan prasarana sekolah, ada beberapa buku yang menjadi
kelengkapannya, yaitu buku penerimaan barang, buku pembelian barang,
buku induk inventaris, buku kartu stok barang, dan buku catatan barang
yang bukan inventaris (misalnya peminjaman).
Penggunaan sarana dan prasarana
Setelah
sarana dan prasarana sekolah diinventarisasi, kemudian dapat
dipergunakan. Penggunaan sarana dan prasarana harus diatur, agar
tercapai maksud yang diinginkan. Dalam kondisi sarana dan prasarana yang
kualitasnya melebihi jumlah pengguna, soal penggunaan sarana dan
prasarana tidaklah banyak menjadi persoalan. Menjadi persoalan kalau
jumlah yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah para penggunanya.
Oleh karena itu, pengaturan penggiliran dalam hal penggunaan harus
dilakukan. Sekolah mengetahui kadar penggunaan, pihak yang menggunakan
dan pihak yang tidak menggunakan, sepatutnya sekolah memiliki data
tentang hal tersebut.
Pengembangan/penambahan sarana dan prasarana
Sarana
dan prasarana perlu dikembangkan terus menerus agar dapat mencukupi
kebutuhan warga sekolah dan siswa yang terus berkembang. Pengembangan
tersebut mencakup jumlah, kualitas, dan aksesorinya. Dengan demikian
makin lama sekolah makin indah dan nyaman digunakan. Ada dua makna
penambahan sarana dan prasarana sekolah yaitu 1) berkenaan dengan
kebutuhan para pengguna yang makin lama makin banyak dan kebutuhan akan
makin cepatnya mendapatkan giliran untuk menggunakan, dan 2) berkenaan
dengan aspek rasio pengguna dan jumlah peralatan, yang juga berkaitan
dengan aspek normalitas penggunaan (pencegahan overdosis pemakaian).
Pemeliharaan sarana dan prasarana
Pemeliharaan
termasuk aspek krusial dalam pengelolaan sarana dan prasarana, karena
sarana dan prasarana yang tidak terpelihara dirasakan tidak nyaman oleh
para penggunanya. Pemeliharaan dimaksudkan untuk mengondisikan sarana
dan prasarana senantiasa siap pakai dan tidak mengalami gangguan saat
dipakai. Sehingga akan memperlancar kegiatan sekolah khususnya kegiatan
pembelajaran. Pemeliharaan dilakukan secara teratur, sistematis, dan
terus menerus, jangan sampai menunggu rusak terlebih dahulu. Jenis
pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah ada yang bersifat sehari-hari
dan berkala.
Penghapusan sarana dan prasarana
Proses
terakhir dalam manajemen sarana dan prasarana sekolah adalah
penghapusan. Penghapusan perlu dilakukan, karena sarana dan prasarana
yang ada tersebut tidak mungkin lagi dapat diperbaiki, atau kalau dapat
diperbaiki, tidak efektif lagi, biaya yang dikeluarkan mungkin akan
lebih besar dibandingkan dengan kalau misalnya saja membeli atau
pengadaan baru (tidak efisien). Penghapusan adalah aktivitas meniadakan
barang-barang inventaris lembaga dengan mengikuti kaidah,
perundang-undangan, dan peraturan yang berlaku.
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
Sistem
adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang
dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau
energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set
entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali
bisa dibuat. Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling
berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item
penggerak. Sekolah merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat
elemen yang memiliki tugas saling terkait (bagian kurikulum, bagian
keuangan, dan bagian sumber daya manusia).
Perkembangan
teknologi informasi yang pesat menuntut kesigapan organisasi (sekolah)
yang membutuhkan informasi valid dan cepat tersedia. Sistem Informasi
Manajemen (SIM) adalah perangkat sistem untuk manajemen yang dapat dan
patut dipergunakan oleh para manager (pendidikan) untuk meningkatkan
efisiensi dan keefektifan pencapaian tujuan organisasi. Dalam kedudukan
sebagai perangkat sistem ini menggunakan hardware, software, brainware,
prosedur, pedoman, model manajemen, data base. Perangkat sistem ini
berisi kumpulan interaksi sistem-sistem informasi yang mendukung operasi
organisasi sehingga dapat menyajikan bahan informasi untuk keperluan
pengambilan keputusan.
Unsur
SIM meliputi 1) obyek yang berupa data dan informasi, 2) pendekatan
sistem yang dipergunakan untuk merancang dan menyusun SIM, 3)
proses/rangkaian kegiatan yang diatur/dilakukan oleh manusia, yang pada
pokoknya adalah mengolah data menjadi informasi, di samping kegiatan
lainnya yaitu pengumpulan, penyimpanan, pengambilan kembali, dan
penyebaran data/informasi itu, dan 4) peralatan yang berupa segala macam
instrumen pengumpulan data atau mesin pengolahan data.
Implementasi dan praktik manajemen unsur-unsur tersebut diwujudkan dalam bentuk 1) sasaran: keterangan (information), 2) hampiran: kerangka sistem (system consept), 3) kegiatan: pengolahan (processing), dan 4) peralatan otomasi (automation). Selanjutnya interaksi di antara unsur-unsur tersebut secara berurutan dapat dijalin dengan interface
hubungan erat, sehingga menimbulkan empat macam interaksi, yaitu
hubungan: (1) + (2) merupakan sistem informasi (a); kemudian (2) + (3)
merupakan sistem pengolahan data (b); unsur (3) + (4) merupakan mesin
pengolahan data elektronik (c); dan unsur (4) + (1) merupakan otomasi
kantor (d).
Di
samping itu perpaduan antara unsur (1) + (3) merupakan (aktivitas)
pengolahan data untuk menyajikan informasi (sasaran I) dan perpaduan
antara unsur (2) + (4) merupakan pendekatan sistem yang didukung oleh
peralatan otomatis (II). Segenap unsur tersebut di atas dengan
jalinan-jalinannya sebagai kesatuan keseluruhan diwujudkan dalam lukisan
Gambar 4.
Gambar 4 Unsur Sistem Informasi Manajemen
Perencanaan
dan penerapan suatu SIM pada umumnya tidak dapat sekaligus sempurna,
melainkan bertahap. Tahap permulaan mungkin hanya dapat disusun sistem
informasi “terbalik” pada saat itu, walaupun mengandung pelbagai
kelemahan karena kurangnya data yang diperlukan. Kemudian barulah pada
tahap-tahap berikutnya, sejalan dengan tambahnya pengetahuan,
pengalaman, dan perlengkapan dapat dilakukan penyempurnaan sehingga
akhirnya terlaksana sistem informasi yang andal dan optimal.
Perencanaan SIM
Perencanaan suatu SIM mencakup berbagai langkah kegiatan yang dilakukan secara berurutan, yaitu:
1. Menentukan
secara jelas informasi yang diperlukan dalam organisasi dan untuk
keperluan apa saja. Secara terperinci manager pendidikan membutuhkan
informasi yang berkaitan dengan a) kebijakan pemerintah, b) kesempatan
membuka partisipasi masyarakat dalam membantu pendidikan, c) kesempatan
mendapatkan bantuan dari pihak asing, d) keadaan penduduk dan tenaga
kerja yang ada, e) lapangan pekerjaan dan spesifikasi baik dalam maupun
luar negeri, f) kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan g) potensi
yang dimiliki baik potensi manusia, material, dan sosiokultural,
2. Merumuskan
maksud-maksud khusus atau manfaat apa secara terperinci yang ingin
dicapai dengan sebuah sistem keterangan dalam organisasi,
3. Menentukan
pusat-pusat atau titik-titik penting yang harus ada dalam jaringan lalu
lintas informasi seperti misalnya titik-titik pembuatan keputusan yang
strategis,
4. Selain
itu harus pula direncanakan pusat penyusunan data yang bertugas
memelihara dan menyimpan semua informasi dalam organisasi. Informasi
seperti ini nantinya berguna untuk mengontrol sebagaimana termasuk
kategori management control information.
Implementasi SIM
Berdasarkan kepentingan dan rambu-rambu perencanaan tersebut di atas, implementasi SIM hendaknya memperhatikan hal-hal berikut:
1. Dukungan dan komitmen top management, merupakan sine quo non bagi berhasilnya sistem informasi dalam praktik,
2. Perencanaan,
setelah mendapat dukungan maka perencanaan dilakukan yang merupakan
suatu paket dalam arti bahwa semua seginya turut direncanakan,
3. Penelitian
organisasi, dilakukan suatu studi tentang tata kerja, prosedur struktur
dan pola hubungan unit-unit dan orang-orang di dalam organisasi dengan
tujuan mengadakan penyesuaian dan percobaan yang diperlukan,
4. Pemilihan
mesin dan pengembangan program. Sistem informasi tidak mutlak
menggunakan komputer, penanganan informasi dapat dikerjakan dengan
menggunakan tenaga manusia. Akan tetapi karena jumlah data yang mesti
diolah agar menjadi informasi yang berguna dalam proses pengambilan
keputusan biasanya banyak, maka organisasi modern menggunakan komputer,
5. Penerapan. Dilakukannya langkah-langkah di atas, maka suatu organisasi dapat dikatakan telah memiliki suatu sistem informasi.
Proses penggunaan Informasi
Agar
informasi yang dihasilkan bermanfaat bagi organisasi dalam pengambilan
keputusan, penanganan yang teliti dan matang harus dilakukan. Hal ini
berarti 1) tidak melupakan bahwa sistem informasi yang dikembangkan
untuk mempermudah mencapai tujuan, 2) sistem informasi dikembangkan
untuk meningkatkan kemampuan organisasi mengemban misinya, 3)
memperhatikan bahwa informasi akan digunakan untuk mengambil keputusan,
4) menentukan kebutuhan akan informasi, 5) mengidentifikasi sumber
informasi yang dapat dan yang harus digarap, dan 6) penanganan informasi
yang terdiri dari tahapan yaitu organisasi data, pengumpulan dan
penyiapan data, mengolah data, dan menyiapkan laporan informasi.
Pengorganisasian Unit Pengelola Data
Perencanaan,
pengoperasian, dan pengendalian unit pengelola data memerlukan
keterampilan, bukan saja yang bersifat teknis, akan tetapi juga
keterampilan memimpin. Unit pengelola data memiliki tugas dalam 1)
fungsi perencanaan, 2) programming (pemrograman), 3) testing (pengujian), 4) dokumentasi, 5) paralel run
(penggunaan sistem baru bersamaan dengan sistem lama), dan 6) konversi
dari sistem kepada sistem baru, berarti ditinggalkannya sistem lama
sebagai pola dan cara kerja dan menggunakan sistem baru secara penuh.
Langkah yang dilaksanakan dalam pengembangan sistem informasi (Gambar 5) ialah 1) identifikasi masalah, 2) melakukan feasibility study, 3) jika hasil feasibility study diterima dilanjutkan kegiatan berikutnya, 4) sytem design, 5) pembinaan atau sistem apresiasi para pemakai dan penyusunan program pelaksanaan, dan 6) penilaian secara kontinu.
MANAJEMEN SUMBER DAYA PENDIDIKAN
Sebagai sebuah sistem, aktivitas manajerial di sekolah dapat
dikelompokkan ke dalam tiga domain, yakni; input, proses dan output.
Ketiga tahapan ini merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi
antara satu dengan yang lain, khususnya pada fase proses.
Agar proses dapat berlangsung lancar, efektif dan efisien, maka ada beberapa unsur yang memainkan peran, mendukung dan bahkan berpengaruh besar terhadap keberhasilan terselenggaranya proses dalam suatu organisasi khususnya dunia pendidikan. Unsur pendukung tadi oleh para ahli disebut “sumber daya pendidikan” (education resources).
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas, pasal 1 ayat (10) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “Sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, dana, sarana, dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik dan pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama”. Hal ini dipertegas kembali dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada point 23 disebutkan bahwa “Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana”.
Berkaitan dengan hal ini, Komariah dan Cepi Triatna (2005) menyatakan bahwa Sumber Daya Pendidikan terdiri dari lima unsur, yaitu: (1) Manusia, (2) Uang, (3) Metode, (4) Bahan-bahan, dan (5) Mesin-mesin”. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Terry (1964) bahwa 5 (lima) unsur sumber daya dalam manajemen terdiri dari: “Men, Methods, Money, Materials, and Machines”. Akan tetapi, oleh Ukas (1997) pendapat ini disempurnahkan dengan menambahkan satu point lagi, yakni “pasar” (market).
Dengan demikian, pengertian Manajemen Sumber Daya Pendidikan (MSDP) dalam arti luas dikelompokkan ke dalam enam aspek dan sering disingkat dengan istilah “6 M”, yakni :
1. Men (manusia; siswa, guru, tenaga dan unsur kependidikan lainnya)
2. Methods (metode-metode; kurikulum)
3. Materials (bahan-bahan; sarana dan prasarana)
4. Money (uang atau dana)
5. Machines (mesin-mesin; teknologi pendidikan), dan
6. Market (pasar atau pemasaran)
Secara singkat, pengertian dari setiap sumber daya diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Man
Man (manusia) atau Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur pertama yang menjadi bahan kajian MSDP berkaitan dengan kegiatan organisasi. Dalam perspektif MSDP, SDM mempunyai kedudukan yang sangat strategis, penting dan menentukan disebabkan manusialah yang mengatur segala sesuatunya dalam organisasi. Begitu urgennya posisi manusia, sehingga secanggih apapun alat-alat yang dimiliki suatu organisasi maka organisasi itu tidak akan mencapai hasil maksimal tanpa diisi oleh SDM yang bermutu. Untuk mendapatkan SDM yang berkualitas sebagiamana dimaksud tersebut, maka satu-satunya cara adalah dengan pendidikan.
Pendidikan merupakan sebuah kebutuhan bagi manusia, karena sebagai anggota suatu organisasi, untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, berhubungan dan bergaul dalam jaringan kerja atau bersosialisasi dalam kehidupan sehari-hari maka manusia harus mempunyai pengetahuan, keahlian dan keterampilan. Semakin tingggi “kompetensi” manusia terhadap ketiga faktor tersebut maka semakin “bermartabatlah” stratanya dalam suatu organisasi dan masyarakat. Untuk alasan itulah maka manusia harus dididik. Sesuai karakter manusia, bahwa manusia adalah makhluk yang dapat didik (creature educable), atau lebih tegas lagi, manusia adalah makhluk yang harus dididik (creature educandum)
Agar proses dapat berlangsung lancar, efektif dan efisien, maka ada beberapa unsur yang memainkan peran, mendukung dan bahkan berpengaruh besar terhadap keberhasilan terselenggaranya proses dalam suatu organisasi khususnya dunia pendidikan. Unsur pendukung tadi oleh para ahli disebut “sumber daya pendidikan” (education resources).
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas, pasal 1 ayat (10) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “Sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, dana, sarana, dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik dan pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama”. Hal ini dipertegas kembali dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada point 23 disebutkan bahwa “Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana”.
Berkaitan dengan hal ini, Komariah dan Cepi Triatna (2005) menyatakan bahwa Sumber Daya Pendidikan terdiri dari lima unsur, yaitu: (1) Manusia, (2) Uang, (3) Metode, (4) Bahan-bahan, dan (5) Mesin-mesin”. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Terry (1964) bahwa 5 (lima) unsur sumber daya dalam manajemen terdiri dari: “Men, Methods, Money, Materials, and Machines”. Akan tetapi, oleh Ukas (1997) pendapat ini disempurnahkan dengan menambahkan satu point lagi, yakni “pasar” (market).
Dengan demikian, pengertian Manajemen Sumber Daya Pendidikan (MSDP) dalam arti luas dikelompokkan ke dalam enam aspek dan sering disingkat dengan istilah “6 M”, yakni :
1. Men (manusia; siswa, guru, tenaga dan unsur kependidikan lainnya)
2. Methods (metode-metode; kurikulum)
3. Materials (bahan-bahan; sarana dan prasarana)
4. Money (uang atau dana)
5. Machines (mesin-mesin; teknologi pendidikan), dan
6. Market (pasar atau pemasaran)
Secara singkat, pengertian dari setiap sumber daya diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Man
Man (manusia) atau Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur pertama yang menjadi bahan kajian MSDP berkaitan dengan kegiatan organisasi. Dalam perspektif MSDP, SDM mempunyai kedudukan yang sangat strategis, penting dan menentukan disebabkan manusialah yang mengatur segala sesuatunya dalam organisasi. Begitu urgennya posisi manusia, sehingga secanggih apapun alat-alat yang dimiliki suatu organisasi maka organisasi itu tidak akan mencapai hasil maksimal tanpa diisi oleh SDM yang bermutu. Untuk mendapatkan SDM yang berkualitas sebagiamana dimaksud tersebut, maka satu-satunya cara adalah dengan pendidikan.
Pendidikan merupakan sebuah kebutuhan bagi manusia, karena sebagai anggota suatu organisasi, untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, berhubungan dan bergaul dalam jaringan kerja atau bersosialisasi dalam kehidupan sehari-hari maka manusia harus mempunyai pengetahuan, keahlian dan keterampilan. Semakin tingggi “kompetensi” manusia terhadap ketiga faktor tersebut maka semakin “bermartabatlah” stratanya dalam suatu organisasi dan masyarakat. Untuk alasan itulah maka manusia harus dididik. Sesuai karakter manusia, bahwa manusia adalah makhluk yang dapat didik (creature educable), atau lebih tegas lagi, manusia adalah makhluk yang harus dididik (creature educandum)
Sumber daya manusia (SDM) atau human resources adalah penduduk yang
siap, mau, dan mampu memberi sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan
organisasi. Dalam ilmu kependudukan, konsep ini dapat disejajarkan
dengan konsep tenaga kerja (manpower) yang meliputi angkatan kerja
(labor force) dan bukan angkatan kerja. Sehubungan dengan masalah ini,
Aliminsyah dan Padji (2004) menyebutkan bahwa Manpower adalah:
a. Tenaga kerja yaitu karyawan-karyawan, baik majikan maupun pekerja, baik pemberi maupun penerima pekerjaan.
b. Tenaga kerja adalah angkatan kerja yang secara riil bekerja, setengah kerja, atau sedang mencari pekerjaan, yang menerima pekerjaan dengan mendapat gaji, upah atau laba sebagai imbalan.
c. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
a. Tenaga kerja yaitu karyawan-karyawan, baik majikan maupun pekerja, baik pemberi maupun penerima pekerjaan.
b. Tenaga kerja adalah angkatan kerja yang secara riil bekerja, setengah kerja, atau sedang mencari pekerjaan, yang menerima pekerjaan dengan mendapat gaji, upah atau laba sebagai imbalan.
c. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
• Methods
Menurut Komariah dan Cepi Triatna (2005) “Metode dalam pendidikan lebih dikhususkan pada metode pembelajaran, yaitu cara-cara, teknik-teknik dan strategi yang dikembangkan di sekolah dalam melaksanakan proses pendidikan, hal ini diimplementasikan dalam bentuk kurikulum yang selalu berkembang dalam priode tertentu”.
Menurut Komariah dan Cepi Triatna (2005) “Metode dalam pendidikan lebih dikhususkan pada metode pembelajaran, yaitu cara-cara, teknik-teknik dan strategi yang dikembangkan di sekolah dalam melaksanakan proses pendidikan, hal ini diimplementasikan dalam bentuk kurikulum yang selalu berkembang dalam priode tertentu”.
• Materials
Menurut Komariah dan Cepi Triatna (2005) Sarana dan prasarana adalah “barang-barang (materials) yaitu bahan-bahan fisik yang dipergunakan untuk mendukung PBM di sekolah guna membentuk siswa seutuhnya”. Barang-barang tersebut berupa sarana dan prasarana, alat-alat pendidikan, dan media pendidikan. Sarana umumnya disebut tanah (site), bangunan (building), dan perlengkapan (equipment).
Menurut Komariah dan Cepi Triatna (2005) Sarana dan prasarana adalah “barang-barang (materials) yaitu bahan-bahan fisik yang dipergunakan untuk mendukung PBM di sekolah guna membentuk siswa seutuhnya”. Barang-barang tersebut berupa sarana dan prasarana, alat-alat pendidikan, dan media pendidikan. Sarana umumnya disebut tanah (site), bangunan (building), dan perlengkapan (equipment).
• Money
Gaffar (1987) mendefinisikan biaya adalah “Nilai besarnya dana yang diperkirakan perlu disediakan proyek itu dalam kegiatan tertentu”. Sedangkan Zymelmen (1975) menyatakan bahwa “Manajemen pembiayaan pendidikan tidak hanya menyangkut analisis sumber-sumber saja, tetapi juga penggunaan biaya-biaya tersebut secara efektif dan efisien”. Semakin efektif dan efisien sistem pendidikan yang dilaksanakan, maka akan efisen pula biaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan, sehingga tujuan lebih maksimal dapat dicapai.
Gaffar (1987) mendefinisikan biaya adalah “Nilai besarnya dana yang diperkirakan perlu disediakan proyek itu dalam kegiatan tertentu”. Sedangkan Zymelmen (1975) menyatakan bahwa “Manajemen pembiayaan pendidikan tidak hanya menyangkut analisis sumber-sumber saja, tetapi juga penggunaan biaya-biaya tersebut secara efektif dan efisien”. Semakin efektif dan efisien sistem pendidikan yang dilaksanakan, maka akan efisen pula biaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan, sehingga tujuan lebih maksimal dapat dicapai.
• Machines
menurut Komariah dan Cepi Triatna (2005) adalah “seperangkat alat yang mendukung terjadinya PBM, hal ini dapat berupa teknologi komputer, radio, televisi, mobil, atau media-media yang menggunakan teknologi. Alat-alat tersebut dipergunakan sekolah, baik sebagai sumber daya pendukung maupun objek pembelajaran”.
menurut Komariah dan Cepi Triatna (2005) adalah “seperangkat alat yang mendukung terjadinya PBM, hal ini dapat berupa teknologi komputer, radio, televisi, mobil, atau media-media yang menggunakan teknologi. Alat-alat tersebut dipergunakan sekolah, baik sebagai sumber daya pendukung maupun objek pembelajaran”.
• Market
adalah upaya untuk memperkenalkan produk, baik produk dalam bentuk barang maupun dalam bentuk jasa kepada konsumen, tetapi dalam dunia pendidikan pemasaran ini sering dilupakan, masalah ini dianggap kurang penting, namun buku ini akan membahas secara lengkap keenam sumber daya pendidikan tersebut, karena penulis menganggap ke 6 (enam) sumber daya ini sama pentingnya.
adalah upaya untuk memperkenalkan produk, baik produk dalam bentuk barang maupun dalam bentuk jasa kepada konsumen, tetapi dalam dunia pendidikan pemasaran ini sering dilupakan, masalah ini dianggap kurang penting, namun buku ini akan membahas secara lengkap keenam sumber daya pendidikan tersebut, karena penulis menganggap ke 6 (enam) sumber daya ini sama pentingnya.
Berbicara masalah minimnya sumber daya yang tersedia di lembaga
pendidikan di setiap jenjang dan jenis, Widham (1988) mengarahkan
untuk: (1) Mengidentifikasi berbagai sumber daya yang ada dalam
masyarakat dan keluarga; (2) Meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan
sumber daya; dan (3) Keduanya dilakukan secara bersamaan. Krisis ekonomi
yang terjadi di Indonesia selama hampir 2 (dua) dasa warsa mempunyai
dampak negatif terhadap pemerintah dan orang tua peserta didik yang
memberikan dukungan finansial kepada pendidikan.
No comments:
Post a Comment