Kata literasi tentu sudah tidak asing bagi telinga kita.
Kata tersebut bahkan menjadi kata yang sering terucap. Dahulu kita hanya
mengetahui bahwa pengertian literasi itu hanya sekedar kemampuan membaca dan
menulis (7th Edition Oxford Advanced Learner’s Dictionary,
2005:898). Walaupun definisi (lama) literasi adalah kemampuan membaca dan
menulis, namun istilah literasi jarang dipakai dalam konteks pembelajaran
persekolahan di Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari tidak adanya lema
literasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Persekolahan di Indonesia
nampaknya lebih senang menggunakan istilah pengajaran bahasa atau pelajaran
bahasa daripada menggunakan istilah literasi. Pada masa itu, membaca dan
menulis mungkin dianggap cukup sebagai pendidikan dasar bagi manusia guna
menghadapi tantangan zaman dan kerasnya kehidupan.
Makna literasi semakin berkembang dari waktu ke waktu.
Perkembangan makna tersebut mengikuti perkembangan zaman yang bergerak cepat.
Perkembangan zaman yang pesat jugalah yang membukakan tirai penutup literasi.
Sekarang kita tahu bahwa literasi tak melulu baca-tulis. Literasi adalah
praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik. Oleh
karenanya para pakar pendidikan dunia berpaling kepada definisi baru tentang
literasi. Selain itu, dewasa ini kata literasi banyak disandingkan dengan
kata-kata lain, misalnya literasi komputer, literasi virtual, literasi
matematika dan sebagainya. Hal tersebut merupakan transformasi makna literasi
karena perkembangan zaman. Oleh sebab itu, Freebody dan Luke menawarkan model
literasi sebagai berikut:
- Memahami konteks dalam teks: mengenali dan menggunakan fitur seperti alfabet, suara, ejaan, konvensi dan pola teks.
- Terlibat dalam memaknai teks: memahami dan menyusun teks tertulis dan teks virtual dan lisan yang berati dari budaya tertentu, lembaga, keluarga, masyarakat, negara-negara dan lain-lain. Menggambarkan skema yang ada.
- Menggunakan teks secara fungsional.
- Melakukan analisis dan mentransformasikan teks secara kritis: memahami dan bertindak atas pengetahuan bahwa teks-teks tidak netral. Teks mewakili pandangan tertentu, diam, mempengaruhi ide-ide orang. Desain teks dan wacana dapat dikritik dan didesain ulang dengan cara baru dan hibrida.
Keempat peran literasi ini
dapat diringkas kedalam lima verba: memahami, melibati, menggunakan,
menganalisis dan mentransformasikan teks (Rekayasa Literasi : 160).
Pesatnya perkembangan zaman membuat definisi literasi
berevolusi. Makna literasi yang pada awalnya hanya baca-tulis berkembang
menjadi lebih luas dan lebih kompleks. Makna literasi tak melulu soal
baca-tulis, namun walaupun demikian, literasi masih memiliki kaitan dengan
kebahasaan. Berpikir kritis, dapat menghitung, memecahkan masalah, cara untuk mencapai
tujuan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan potensi seseorang merupakan definisi
baru mengenai literasi. Perubahan yang sangat signifikan memang. Dari definisi
yang hanya sekedar baca-tulis bertransformasi menjadi definisi yang kompleks.
Berikut meruapakan kajian disiplin yang memiliki tujuh dimensi yang berkaitan:
- Dimensi Geografis (lokal, nasional, regional, dan internasional): Bergantung pada tingkat pendidikan dan jejaring sosial dan vokasionalnya (kecakapan kejuruan).
- Dimensi Bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer, dsb): Literasi suatu bangsa tampak dalam dimensi ini. Pendidikan yang berkualitas tinggi menghasilkan literasi yang berkualitas tinggi pula. Hal ini karena bidang pendidikan merupakan ujung tombak kebangkitan suatu bangsa.
- Dimensi Keterampilan (membaca, menulis, menghitung, berbicara): Literasi seseorang tampak atau tercermin dari dimensi ini. Semua sarjana mampu membaca, akan tetapi tidak semua sarjana mampu menulis. Oleh sebab itu, keterampilan sangat diperlukan. Selain itu, tidak cukup dengan mengandalkan literasi saja (dalam hal ini membaca dan menulis) namun harus juga memiliki kemampuan numerasi (keterampilan menghitung)
- Dimensi Fungsi (memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan, mengembangkan potensi diri): Orang yang literat karena pendidikannya mampu memecahkan masalah dan mengatasi semua tentang kehidupan yang menghampirinya.
- Dimensi Media (teks, cetak, visual, digital): Menjadi seorang literat zaman sekarang orang harus mengandalkan kemampuan membaca dan menulis teks cetak, visual dan digital. Perkembangan IT sangat penting dan berpengaruh banyak terhadap gaya berliterasi.
- Dimensi Jumlah (satu, dua, beberapa): Jumlah dapat merujuk pada banayak hal, misalnya bahasa, variasi bahasa, peristiwa tutur, bidang ilmu dan media. Literasi seperti halnya kemampuan berkomunikasi, bersifat relatif.
- Dimensi Bahasa (etnis, lokal, nasional, regional, internasional): Ada literasi yang singular dan ada yang plural.
Selain tujuh dimensi literasi
di atas, ada 10 gagasan kunci tentang literasi yang menunjukkan perubahan
paradigma literasi karena perubahan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan,
yaitu:
- Ketertiban lembaga-lembaga sosial: Lembaga-lembaga menjalankan perannya dengan fasilitas bahasa sehingga muncul bahasa birokrat atau politik.
- Tingkat kefasihan relatif: Setiap literasi memerlukan kefasihan berbahasa dan literasi yang berbeda, tergantung situasinya.
- Pengembangan potensi diri dan pengetahuan: Pada tahap tinggi literasi membekali mahasiswa kemampuan memproduksi dan memproduksi ilmu pengetahuan.
- Standar dunia
- Warga masyarakat demokratis: Media adalah salah satu pilar demokratis. Pendidikan literasi harus mendukung terciptanya demokratisasi bangsa.
- Keragaman lokal
- Hubungan global: Literasi tingkat ini bergantung pada dua hal, yaitu penguasaaan teknologi informasi dan penguasaan konsep atau pengetahuan yang tinggi.
- Kewarganegaraan yang efektif: Yaitu warga negara yang mampu mengubah diri, menggali potensi diri, serta berkontribusi bagi keluarga, lingkungan dan negaranya. Warga negara yang efektif mengetahui hak dan kewajibannya (citizenship literacy).
- Berbahasa Inggris ragam dunia
- Kemampuan berpikir kritis: Literasi bukan sekedar mampu membaca dan menulis, melainkan juga menggunakan bahasa secara fasih, efektif dan kritis.
- Masyarakat semiotik: Budaya adalah sistem tanda, oleh karenanya memaknai tanda terlebih dahulu harus menguasai literasi semiotik.
Tanpa
arah semua menjadi kacau balau dan tak menentu. Di kehidupan ini kita harus
punya petunjuk arah guna menjauhkan kita dari tersesat dalam peliknya
kehidupan. Petunjuk arah dalam kehidupan adalah prinsip. Sebagai petunjuk arah
kita dapat berpegang pada prinsip tersebut. Sama seperti kehiduapan, pendidikan
bahasa berbasis literasi pun mempunyai prinsip. Berikut adalah tujuh prinspi
yang harus diterapkan dalam pendidikan bahasa berbasis literasi:
- Literasi adalah kemsmpusn hidup (life skill).
- Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana.
- Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah.
- Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya.
- Literasi adalah kegiatan refleksi (diri).
- Literasi adalah kolaborasi.
- Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi.
Makna
literasi yang semakin berevolusi ternyata berbanding terbalik dengan kemajuan
Indonesia dalam budaya literasi. Indonesia memang negara yang tertinggal cukup
jauh dari beberapa negara. Hal ini disebabkan karena budaya literasi
mayarakatnya masih sangat rendah. Sejak 15 tahun silam, Indonesia telah ikut dalam
proyek penelitan dunia untuk mengukur literasi membaca, matematika dan ilmu
pengetahuan alam. Dari proyek penelitian dunia tersebut, terbukti memang
indonesia merupakan negara yang kurang daya bacanya dalam literacy purpose.
Kebanyakan orang Indonesia membaca atas dasar information purpose. Dalam
informational purpose indonesia menempati peringkat yang tinggi.
Tingkat pendidikan penduduk indonesia juga merupakan
faktor yang mempengaruhi keterbelakangan bangsa indonesia dalam budaya
literasi. Bagaimana bisa menyusul ketertinggalan dalam literasi jika
penduduknya saja masih mengecam pendidikan yang rendah. Pendidikan memang
menjadi kunci dalam keberhasilan budaya literasi. Dengan kata lain, pendidikan
adalah ujung tombak budaya literasi.
Tingkat literasi siswa indonesia masih jauh tertinggal
dari siswa negara lainnya. Dengan kata lain, dalam skala internasional, siswa
Indonesai belum kompetitif. Siswa merupakan penduduk suatu negara. Oleh sebab
itu, tingkat literasi penduduk berpengaruh pada perkembangan bangsa.
Hasil proyek penelitian dunia tersebut sangat
menggelisahkan, terlebih lagi bagi kita warga negara Indonesia. Oleh karenanya,
diperlukan usaha khusus demi mengejar ketertinggalan bangsa Indonesia dari
negara-negara lain. Salah satunya adalah dengan melakukan rekayasa.
Rekayasa menjadi jalan satu-satunya demi mengejar
ketertinggalan bangsa Indonesia dari bangsa lain. Rekayasa dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia memiliki arti penerapan kaidah-kaidah ilmu dalam pelaksanaan
(seperti perencanaan, pembuatan konstruksi serta pengopreasian kerangka,
peralatan, dan sistem yang ekonomis dan efesien. Rekayasa yang harus dilakukan
adalah rekayasa literasi guna meningkatkan mutu Indonesia. Rekayasa literasi
adalah upaya disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan
berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal. Penguasaan bahasa adalah
portal menuju pendidikan dan pembudayaan. Perbaikan rekayasa literasi
senantiasa menyangkut empat dimensi, yaitu:
- Linguistik atau fokus teks.
- Kognitif atau fokus minda.
- Sosiokultural atau fokus kelompok.
- Perkembangan atau fokus pertumbuhan.
Oleh karenanya, rekayasa
literasi berati merekayasa (menerapkan kaidah ilmu pengajaran membaca dan
menulis dalam empat dimensi di atas. Pengajaran bahasa (language arts) yang
baik menghasilkan orang literat yang mampu menggunakan keempat dimensi di atas
secara serempak, aktif, dan terintegritas. Menggunakan bahasa efektif dan
efesien.
Pengajaran literasi tergantung pada pemahaman awal
tentang literasi. Misalnya saja Indonesia berasumsi bahwa literasi hanya
sekedar membca dan menulis. Maka pembelajaran bahasa terfokus pada empat aspek
keterampilan berbahasa, yakni: menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Jarang
sekali pembelajaran bahasa disandingkan dengan pembelajaran sastra dan hanya
ada beberapa yang menyandingkannya dengan budaya. Padahal, literasi tidak
sesederhana sekedar menguasai alfabet atau sekedar mengerti hubungan antara
bunyi dengan simbol tulisannya, tetapi simbol itu difungsikan secara bernalar
dalam konteks sosial. Oleh karenanya, pembelajaran bahasa harus disertai dengan
sastra dan budaya pula. Karya sastra biasanya memuat konteks sosial masyarakat.
Sementara itu, pengenalan pada berbagai jenis teks juga
perlu dilakukan dalam pembelajaran bahasa. Hal ini bertujuan agar kita menjadi
tahu warna-warni literasi. Jenis-jenis teks yang dapat dikenalkan misalnya
iklan, resep dokter, menu, puisi dan lain-lain. Mengajarkan literasi pada
intinya menjadikan manusia yang secara fungsional mampu berbaca-tulis,
terdidik, cerdas dan menunjukkan apresiasi terhadap sastra.
Meluruskan rekayasa literasi seharusnya diawali dengan
pemaham tentang bagaimana paradigma pengajaran literasi. Ada tiga paradigma
pembelajaran literasi (Kucer: 2000), yakni:
Decoding: siswa membangun
literasi dengan diajari terlebih dahulu tentang literasi, yakni bagaimana
memaknai kode bahasa (decoding). Siswa belajar secara deduktif. Dalam paradigma
ini berlaku rumus:
Perkembangan literasi = belajar tentang literasi → belajar literasi → belajar melalui literasi
Skill (keterampilan): siswa membangun literasi dengan diajari terlebih dahulu dalam pengetahuan tentang literasi, yakni cara memaknai bentuk-bentuk bahasa seperti morfem dan kosa kata. Siswa belajar secara deduktif. Berlaku rumus:
Perkembangan literasi = belajar tentang literasi → belajar literasi → belajar melalui literasi
Whole Language (bahasa secara utuh): siswa pengumpulkan data, membuat hipotesis, menguji hipotesis dan mengubah hipotesis terus menerus. Dengan sendirinya keterampilan berbahasa ditemukan. Siswa belajar secara induktif. Berlaku rumus:
Perkembangan literasi adalah belajar melalui literasi → belajar literasi → belajar tentang literasi
Perkembangan literasi = belajar tentang literasi → belajar literasi → belajar melalui literasi
Skill (keterampilan): siswa membangun literasi dengan diajari terlebih dahulu dalam pengetahuan tentang literasi, yakni cara memaknai bentuk-bentuk bahasa seperti morfem dan kosa kata. Siswa belajar secara deduktif. Berlaku rumus:
Perkembangan literasi = belajar tentang literasi → belajar literasi → belajar melalui literasi
Whole Language (bahasa secara utuh): siswa pengumpulkan data, membuat hipotesis, menguji hipotesis dan mengubah hipotesis terus menerus. Dengan sendirinya keterampilan berbahasa ditemukan. Siswa belajar secara induktif. Berlaku rumus:
Perkembangan literasi adalah belajar melalui literasi → belajar literasi → belajar tentang literasi
Perjalanan
yang panjang mengulas tentang literasi yang berevolusi dan bertrasnformasi
maknanya. Sekarang ini, makna literasi menjadi lebih kompleks dan luas. Selain
itu, literasi juga ternyata sangat berpengaruh pada perkembangan suatu bangsa.
Tingginya literasi berbanding lurus dengan kemajuan negaranya. Tingkat
kemampuan literasi kita dapat diukur dengan tujuh dimensi dalam literasi.
Sehingga, kita dapat melihat apakah kita telah bagus disemua bidangnya. Daya
literasi individu berkontribusi pada daya literasi suatu negara. Maka, setelah
kita mengetahui sejauh mana kemampuan literasi kita, kita dapat berbedah diri
demi kemajuan bangsa ini. Sudah menjadi berita biasa bila Indonesia menempati
strats bawah dalam literasi dunia. Oleh sebab itu, rekayasa literasi perlu
dilakukan di Indonesia. Merekayasa pengajaran literasi menajdi pilihan yang
bijak karena hanya dalam dunia pendidikanlah pengejaran literasi dapat
ditanamkan pada siswa. Pendidikan merupakan ujung tombak kemajuan literasi.
SUMBER : http://prianganaulia.blogspot.co.id/2014/02/transformasi-makna-literasi.html
No comments:
Post a Comment