A. Pendahuluan
Dengan melihat beberapa aspek yang di
lalui oleh perkembangan fase dewasa serta beberapa kajian tentang tersebut,
dapatlah diambil suatu pemikitan bahwa dewasa adalah “pemekaran” dalam hal ini
berarti seseorang mampu untuk menganggap orang lain sebagai bagian dari dirinya
dalam hal ini penetapan untuk masa dewasa itu sendiri sulit untuk dipastikan
karena banyak aspek di dalamnya yang mempengaruhi perkembangan masa tersebut.ada yang
mengatakan seorang anak dianggap belum mencapai status dewasa kalau ia belum
mencapai usia 21 tahun. Sementara itu dalam kebudayaan Indonesia , seseorang dianggap
resmi mencapai status dewasa apabila sudah menikah, meskipun umurnya belum
mencapai 21 tahun. Terlepas dari perbedaan dalam penentuan waktu dimulainya
status kedewasaan tersebut, pada umumnya
spikolog menetapkan sekitar usia 20 tahun
sebagai awal masa dewasa dan
berlangsung sampai sekitar usia 40-45,
dan pertengahan masa dewasa berlangsung
dari sekitar usia 40-45 sampai sekitar usia 65 tahun, serta masa dewasa
lanjut atau masa tua berlangsung dari
sekitar usia 65 tahun sampai meninggal.
B. Pengertian Dewasa
Pengertian dewasa menurut Allport : Extension of self atau
“pemekaran” dari diri sendiri. Hal ini berarti seseorang mampu untuk menganggap
orang lain sebagai bagian dari dirinya. Pengertian dewasa dalam Islam adalah suatu masa ketika kita harus bertanggung jawab
atas segala perbuatan yang kita lakukan sendiri. Pengertian dewasa didefinisikan dari aspek biologi yaitu masa dewasa dapat diartikan sebagai suatu periode
dalam kehidupan individu yang ditandai dengan pencapaian kematangan tubuh
secara optimal dan kesiapan untuk bereproduksi (berketurunan). Dari aspek psikologis, masa ini dapat diartikan
sebagai periode dalam kehidupan individu yang ditandai dengan ciri-ciri
kedewasaan atau kematangan, yaitu (1) kestabilan emosi (emotional stability),
mampu mengendalikan perasaan: tidak lekas marah, sedih, cemas, gugup, frustasi,
atau tidak mudah tersinggung; (2) memiliki sense of reality-kesadaran
realitasnya-cukup tinggi: mau menerima kenyataan, tidak mudah melamun apabila
mengalami kesulitan, dan tidak menyalahkan orang lain dan keadaan apabila
menghadapi kegagalan; (3) bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang
berbeda; dan (4) bersikap optimis dalam menghadapi kehidupan.
Sementara dari aspek pedagogis,
masa dewasa ini ditandai dengan (1) rasa tanggung jawab (sense of
responsibility) terhadap kesejahteraan hidup dirinya sendiri dan orang lain;
(2) berperilaku sesuai dengan norma atau nilai-nilai agama; (3) memiliki
pekerjaan yang dapat menghidupi diri dan keluarganya; dan (4) berpartisipasi
aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Dapat kita simpulkan bahwa masa
dewasa adalah masa di mana seorang individu yang telah menyelesaikan
pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan
orang dewasa lainnya.
Menurut
istilah :
Pada sebagian besar kebudayaan kuno, status ini tercapai apabila
pertumbuhan puberitas telah selesai atau
setidak-tidaknya sudah mendekati
selesai dan Amerika, seorang anak dianggap belum mencapai status dewasa
kalau ia belum mencapai usia 21 tahun. Sementara itu dalam kebudayaan Indonesia
, seseorang dianggap resmi mencapai status dewasa apabila sudah menikah,
meskipun umurnya belum mencapai 21 tahun. Terlepas dari perbedaan dalam
penentuan waktu dimulainya status kedewasaan tersebut, pada umumnya spikolog menetapkan sekitar usia
20 tahun sebagai awal masa dewasa dan berlangsung sampai sekitar usia 40-45, dan pertengahan
masa dewasa berlangsung dari sekitar
usia 40-45 sampai sekitar usia 65 tahun, serta masa dewasa lanjut atau masa tua berlangsung dari sekitar usia
65 tahun sampai meninggal (Feldman, 1996).
C.
Periode
Perkembangan Masa Dewasa
1.
Dewasa
Awal
Pada masa dewasa dimulai pada usia 18
tahun yang sering disebut dewasa awal, individu dalam masa ini telah
menyelesaikan tugas perkembangannya secara umum dan siap memikul status dan tanggung
jawabnya dalam masyarakat bersama dengan orang lain. Pada masa ini problem
sosial lebih terfokus pada hubungan keluarga dan dalam dunia kerja.
Permasalahan tekanan oleh keluarga maupun dari “bos” kerjanya menjadikan salah
satu beban psikologis pada individu di usia dewasa awal. Selain itu pada
masa ini individu juga akan lebih merasakan kejenuhan karena kehilangan
persahabatan yang dimiliki pada masa remaja.
Di dalam perkembangan yang di alami oleh
masa dewasa ada beberapa aspek yang perlu kita ketahui di antaranya :
a) Jasmani
(fisik)
Perkembangan Fisik: Mencapai puncak
Kerangka dan otot mencapai perkembangan penuh (usia 20-an hingga 30-an). Otot
lurik mencapai puncak kekuatannya (usia 25-30). Ketahanan fisik mencapai
puncak, kesehatan dan kekuatan umumnya dalam kondisi terbaik (usia 20-an hingga
30-an). Catatan: Penurunan kebugaran fisik dapat diperlambat dengan makanan
sehat, olah raga tera.
Bagi wanita, perubahan biologis yang utama
terjadi selama masa pertengahan dewasa adalah perubahan dalam hal kemampuan
repoduktif, yakni mulai mengalami menopause atau berhentinya mentruasi dan
hilangnya kesuburan. Dan pada umumnya menopause terjadi pada usia sekitar 50
tahun, akan tetapi ada juga yang mengalami pada usia 40 tahun. Peristiwa
menopause disertai dengan berkurangnya hormone estrogen. Bagi sebagian besar
perempuan, menopause tidak menimbulkan
problem psikologis. Tetapi bagi sebagian lain menopause telah
menyebabkan munculnya sejumlah besar gejala psikologis , termasuk depresi dan
hilang ingatan . Bagi laki-laki , proses penuan selama masa pertengahan dewasa
tidak begitu kentara, karena tidak ada tanda-tanda fisiologis dari peningkatan
usia seperti berhentinya haih pada perempuan. Lebih dari itu , laki-laki tetap
subur dan mampu menjadi ayah anak-anak
sampai memasuki usia tua. Hanya kemunduran fisik juga terjadi secara berangsur-angsur, seperti berkurangnya produksi air mani, dan frekuensi orgasme yang
cenderung merosot.
Di dalam sebuah buku lain di tuliskan
bahwa perkembangan fisik yang di alami oleh masa dewasa awal mencapai puncak
antara umur 18 sampai 30 tahun, terutama antara umur umur 19 sampai 26 tahun. Dan kesehatan juga
mencapai puncaknya pada tahun tersebut dalam hal ini ada bahaya yang juga yang
mengancam dalam masa ini , ada bahaya yang tersembunyi dalam kemampuan fisik
dan kesehatan yang puncak ini yaitu kebiasaan yang buruk mungkin juga
terbentuk.. di dalam dewasa awal pelambatan dan penuruna kondisi fisik mulai
nampak.
b) Intelektual
(kognitif)
Pada masa dewasa awallah individu mulai bisa
mengatur pikiran operasional formal mereka. Sehingga mereka mungkin
merencanakan atau membuat hipotesis tentang masalah-masalah seperti remaja.
Tetapi mereka menjadi lebih sistematisa ketika mendekati masalah sebagai
seorang dewasa. Sementara desa lebih bisa menyusun hipotesis dari pada remaja
dan menunjukan suatu pemecahan masalah dari suatu masalah.. pada dewasa banyak
indifidu mengkonsolidasikan pemikiran operasional mereka dan banyak orang
dewasa lainnya tidak berfikir dengan cara operasional formal sama sekali.
“labouvievief” berpendapat bahwa orang dewasa muda memawuki pola pikiran yang
prakmatis. “perry” berteoro bahwa bersamaan dengan individu memasukli masa
dewasa., pemikiran lebih realistic. Sedangkan”schaie” menhgajukan urutan
fase-fase kongnitif di antaranya: pengambil alihan, pencapaian, tanggung jawab,
eksekutif, reintegratif.
William Perry (1970) mencatat
perubahan-perubahan penting tentang cara berfikir orang dewasa muda yang
berbeda dengan remaja. Ia percaya bahwa remaja sering memandang dunia dalam
dualisme pola polaritas mendasar. Seperti benar/salah, kita/mereka, atau
baik/buruk. Pada waktu kaum muda mulai matang dan memasuki masa dewasa, mereka
mulai menyadari perbedaan pendapat dan berbagai perspektif yang dipegang oleh
orang lain, yang mengguncangkan dualistik mereka. Pemikiran dualistik mereka
dignti oleh pemikiran beragam, saat itu individu mulai memahami bahwa orang
semua orang dewasa tidak selalu memiliki semua jawaban. Mereka mulai memperluas
wilayah pemikiran individualitik dan mulai percaya bahwa semua orang memiliki
pandangang pribadi masing-masing serta setiap pendapat yang ada sebaik
pendapatorang lainnya. “Schaie” berpendapat fase mencapai prestasi (achieving
stage) adalah fase dimana dewasa awal yang melibatkan intelektualitas pada
situasi yang memiliki konsekwensi besar dalam mencapai tujuan jangkapanjang,
seperti pencapaian karir dan pengetahuan.
c)
Emosional
Ketegangan-keteganag emosi yang terjadi
dalam masa dewasa awal, terutama sering di alami dalam parohan awal masa ini. Banyak
dialami dewasa muda ini mengalami ketegangan emosi yang berhubungan denagan
persoalan-persoalan yang di alaminya seperti persoalan jabatan, perkawinan,
keuangan, dan sebagainya.. Robert J. Havighurst (1953) berpendapat bahwa
seorang dalm usiaawal atau petrengahan tiga puluhan telah akan dapat memecahkan
persoalan-persoalan serta cukup dapat mengendapkan ketegangan emosiny, sehinnga
seseorang dpat mencappai emosi yang setabil atau kalem.
Pada dewasa awal ketegangan emosional sering kali
dinampakan dalam ketakutan-ketakutan atau kekhawatiran. Ketakutan atau
kekhawatiran itu timbul bergantung pada ketercapaian penyesuaian terhadap
persoalan-persoalan yang dihadapi pada suatu saat tertentu, dan sejauhman
sukses dan kegagalan yang di alami dalam pergumulan persoalan. Kekhawatiran
yang berhubungan dengan penampakan pribadi agak dirasakan dalam tahun-tahun
pertengahan dewasa awal (27-35 tahun) karena pada tahun ini seseorang sering
dan banyak menghadapi masalah yang berhubunga dengan pertemuan-pertemuwn social
atau hubunga suami ietri yang dijaga kelestariyannya.di atas usia 35 tahun
sampai akhir dewasa awal ini kekhawatiran berpusat pada masalah-masalh
kesehatan, meraih kesuksesan dalam bisnis, dan kemampiuan kerja.
v Ciri-ciri Masa
Dewasa Awal
Banyak di antara ciri penting
dalam masa dewasa awal merupakan kelanjutan dari ciri-ciri yang terdapat dalam
masa remaja. Dengan keadaan individu
dalam masa remaja, apa yang telah dimilikinya sebagai hasil belajar dan
pengalaman, yang kemudian dilengkapi dalam masa dewasa awal. Penyesuaian-penyesuaian yang dicapai dalam
masa remaja mendasari penyesuaian diri dalam masa dewasa dan mengantarkan
individu dalam kedewasaan dalam arti yang sesungguhnya.
Sebagai kelanjutan masa remaja,
masa dewasa memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a) Usia Reproduktif
Bagi sebagian besar orang-orang dewasa muda, menjadi
orang tua atau sebagai ayah/ibu merupakan satu di antara peranannya yang sangat
penting dalam hidupnya. Berperan sebagai orang tua, nampak lebih nyata bagi
wanita dibandingkan pria, yang walaupun sekarang ini terlihat bahwa pria banyak
pula yang mengambil bagian secara aktif dalam mendidik anak-anak dibandingkan
dengan apa yang terlihat pada waktu-waktu yang dahulu. Selanjutnya bagi orang yang cepat mempunyai
anak dan mempunyai keluarga besar pada awal masa dewasa atau bahkan pada
tahun-tahun terakhir masa remaja kemungkinan seluruh masa dewasa awal ini
merupakan masa reproduksi.
b) Masa Pengaturan
Masa pengaturan ini disebut juga sebagai masa yang
ditujukan untuk memantapkan letak kedudukannya atau setting down age. Sejak
seseorang telah mulai memainkan peranannya sebagai orang dewasa, seperti
sebagai pemimpin rumah tangga dan sebagai orang tua, serta menyetujui hal itu
sebagai peranannya dan hal itu menjadi suatu keharusan untuk diikuti dalam
pola-pola perilaku tertentu dalam banyak aspek kehidupannya. Dengan pemantapan kedudukannya, seseorang
berkembang pola hidupnya secara individual, yang mana dapat menjadi ciri khas
seseorang sampai akhir hayat.
c)
Masa Ketegangan Emosi
Ketegangan-ketegangan emosi yang terjadi pada masa
dewasa awal umumnya berhubungan dengan persoalan-persoalan yang berkaitan
dengan hal perkawinan, keuangan, persoalan jabatan dan sebagainya. Ketegangan
emosi yang timbul itu bertingkat-tingkat selaras dengan intensitas persoalan
yang dihadapi dan sejauh mana seseorang dapat mengatasi persoalan-persoalan
yang dihadapinya. Kepuasan atau ketenangan akan dapat dicapai dalam tahun-tahun
pertama awal dewasa awal ini oleh beberapa individu, akan tetapi kebanyakan di
antaranya tetap mengalami ketegangan emosi sampai mendekati pertengahan masa
dewasa awal ini. Menurut Robert J. Havighurst dalam bukunya Human Development and Education (1953)
dalam Andi Mappiare (1983), bahwa seseorang dalam usia awal atau pertengahan
tiga puluhan dapat memecahkan persoalan–persoalan serta cukup dapat
mengendapkan ketegangan emosinya, sehingga seseorang dapat mencapai emosi yang
stabil.
Ketegangan emosi seringkali diwujudkan dalam
ketakutan-ketakutan atau kekhawatiran-kekhawatiran. Ketakutan atau kekhawatiran yang timbul itu
pada umumnya tergantung pada pancapaian terhadap persoalan-persoalan yang
dihadapi pada suatu saat tertentu, dan sejauh mana sukses atau kegagalan yang
dialami dalam menghadapi persoalan tersebut.
d) Masa Keterasingan Sosial
Banyak orang muda yang semenjak masa kanak-kanak dan
remaja terbiasa tergantung pada persahabatan dalam kelompok mereka merasa
kesepian sewaktu tugas-tugas mereka dalam rumah tangga ataupun dalam pekerjaan,
memisahkan mereka dari kelompok mereka.
Apakah kesepian yang berasal dari kelompok keterasingan ini hanya
sebentar atau tetap, akan tergantung pada cepat lambatnya orang muda itu
berhasil membina hubungan sosial baru untuk menggantikan hubungan hari-hari
sosial sekolah dan kuliah mereka.
e) Masa Komitmen
Sewaktu menjadi dewasa, orang-orang muda mengalami
perubahan tanggungjawab dari seorang pelajar yang sepenuhnya tergantung pada
orang tua menjadi orang dewasa mandiri, maka mereka menentukan pola hidup baru,
memikul tanggungjawab baru dan membuat komitmen-komitmen baru. Meskipun
pola-pola hidup, tanggungjawab dan komitmen-komitmen baru ini mungkin akan
berubah juga, pola-pola ini menjadi landasan yang akan membentuk pola hidup,
tanggung jawab dan komitmen-komitmen di kemudian hari.
f)
Masa Ketergantungan
Meskipun telah resmi mencapai status dewasa pada usia
18 tahun, dan status ini memberikan kebebasan untuk mandiri, banyak orang muda
yang masih agak tergantung atau bahkan sangat tergantung pada orang-orang lain
selama jangka waktu yang berbeda-beda. Ketergantungan ini mungkin pada orang
tua, lembaga pendidikan yang memberikan beasiswa sebagian atau penuh atau
pemerintah karena mereka memperoleh pinjaman untuk membiayai pendidikan mereka.
g) Masa Perubahan Nilai
Ada beberapa alasan yang menyebabkan perubahan nilai
pada masa dewasa awal, di antaranya adalah sebagai berikut:
·
Jika orang muda
dewasa ingin diterima oleh anggota-anggota kelompok orang dewasa, mereka harus
menerima nilai-nilai kelompok ini, seperti juga sewaktu kanak-kanak dan remaja
mereka harus menerima nilai-nilai kelompok teman sebaya.
·
Orang-orang muda
itu segera menyadari bahwa kebanyakan kelompok
sosial berpedoman pada nilai-nilai konvensional dalam hal
keyakinan-keyakinan dan perilaku seperti juga halnya dalam hal penampilan.
·
Orang-orang muda
yang menjadi bapak/ibu tidak hanya cenderung mengubah nilai-nilai mereka lebih
cepat daripada mereka yang tidak kawin atau tidak punya anak, tetapi mereka
juga bergeser kepada nilai-nilai yang lebih konservatif dan tradisional. Biasanya, nilai-nilai orang muda ini bergeser
dari egosentris ke sosial.
h) Masa
Penyesuaian Diri dengan Cara Hidup Baru
Di antara berbagai penyesuaian diri yang harus
dilakukan orang muda terhadap gaya hidup baru, yang paling umum adalah
penyesuaian diri pada pola peran seks atas dasar persamaan derajat yang
menggantikan pembedaan pola peran seks tradisional, serta pola-pola baru bagi
kehidupan keluarga, termasuk perceraian, keluarga berorangtua tunggal, dan
berbagai pola baru di tempat pekerjaan khususnya pada unit-unit kerja yang besar
dan impersonal di bidang bisnis dan industri.
i)
Masa Bermasalah
Pada masa dewasa awal ini banyak persoalan yang baru
dialami. Beberapa diantara persoalan tersebut merupakan kelanjutan atau
pengrmbangan persoalan yang dialami dalam masa remaja akhir. Segera setelah
seseoran dewasa awal menyelesaikan pendidikan sekolah mereka, maka menghadang
pula persoalan yang berhubungan dengan pekerjaan dan jabatan. Kompleknya
persolan pekerjaan ini, disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan
intern individu itu sendiri, faktor-faktor lingkungan sosial tremasuk orang
tua, faktor kesempatan kerja dan lapangan kerja yang tersedia. Faktor-faktor
intern yang meliputi ciri-ciri pribadi, sikap, kemampuan, dan
keterampilan-keterampilan khusus tertentu haruslah dimiliki oleh seseorang
untuk dapat memasuki suatu lapangan pekerjaan tertentu.
Persoalan yang berhubungan dengan pemilihan teman
hidup merupakan satu di antara persoalan sangat penting dalam masa dewasa awal
ini. Persoalan lain yang menonjol dirasakan dalam masa dewasa awal ini adalah
berhubungan dengan hal-hal keuangan. Persoalan ini mencakup aspek usaha
mendapatkannya dan aspek pengelolaanya dalam pembelanjaan.
j)
Masa Kreatif
Bentuk kreatif yang akan terlihat sesudah ia dewasa
akan bergantung pada minat dan kemampuan individual, kesempatan untuk
mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan
sebesar-besarnya. Pada masa awal dewasa, orang muda itu tidak saja harus
menemukan di mana letak minat mereka tetapi
mereka harus juga mengembangkan daya kreativitas itu.
v Tugas-tugas
Perkembangan Masa Dewasa Awal
Sebagian besar golongan dewasa muda telah
menyelesaikan pendidikan sampai taraf universitas dan kemudian mereka segera memasuki jenjang karier dalam
pekerjaannya. Kehidupan psikososial dewasa muda makin kompleks
dibandingkan dengan masa remaja karena
selain bekerja, mereka akan memasuki kehidupan pernikahan, membentuk
keluarga baru, memelihara anak-anak, dan
tetap hams memperhaukan orang tua yang makin tua.
Selain itu, dewasa
muda mulai membentuk kehidupan keluarga dengan pasangan hidupnya, yang telah dibina sejak masa
remaja/masa sebelumnya. Havighurst (Turner
dan Helms, 1995} mengemukakan tugas-tugas perkembangan dewasa
muda, di antaranya (a) mencari dan menemukan
calon pasangan hidup, (b) membina kehidupan rumah tangga, (c) meniti karier
dalam rangka rnemantapkan kehidupan
ekonomi rumah tangga, dan (d) menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
a) Mencari dan
Menemukan Calon Pasangan Hidup
Setelah melewati masa remaja, golongan
dewasa muda semakin memiliki kematangan fisiologis (seksual) sehingga mereka
siap melakukan tugas reproduksi,yaitu mampu melakukan hubungan seksual dengan
lawan jenisnya, asalkan memenuhi persyaratan yang syah (perkawinan resmi).
b) Membina Kehidupan Rumah Tangga
Papalia, Olds, dan Feldman (1998; 2001}
menyatakan bahwa golongan dewasa muda berkisar antara 21-40 tahun. Masa ini
dianggap sebagai rentang yang cukup panjang, yaitu dua puluh tahun. Terlepas
dari panjang atau pendek rentang waktu tersebut, golongan dewasa muda yang
berusia di atas 25 tahun, umum-nya telah menyelesaikan pendidikannya minimal
setingkat SLTA (SMU-Sekolah Menengah Umum), akademi atau universitas. Selain
itu, sebagian besar dari mereka yang telah menyelesaikan pendidikan, umumnya
telah memasuki dunia pekerjaan guna meraih karier tertinggi.
Dari sini, mereka mempersiapkan dan
membukukan diri bahwa mereka sudah mandiri secara ekonomis, artinya sudah tidak
bergantung lagi pada orang tua. Sikap yang mandiri ini merupakan langkah
positif bagi mereka karena sekaligus dijadikan sebagai persiapan untuk memasuki
kehidupan rumah tangga yang baru. Namun, lebih dari itu, mereka juga harus
dapat membentuk, membina, dan mengembangkan kehidupan rumah tangga dengan
sebaik-baiknya agar dapat mencapai kebahagiaan hidup. Mereka harus dapat
menyesuaikan diri dan bekerja sama dengan pasangan hidup masing-masing. Mereka
juga harus dapat melahirkan, membesarkan, mendidik, dan membina anak-anak dalam
keluarga. Selain itu, tetap menjalin hubungan baik dengan kedua orang tua
ataupun saudara-saudara.
c)
Meniti
Karier dalam Rangka Memantapkan Kehidupan Ekonomi Rumah Tangga
Usai menyelesaikan pendidikan formal
setingkat SMU, akademi atau universitas, umumnya dewasa muda memasuki dunia
kerja, guna menerapkan ilmu dan keahliannya. Mereka berupaya menekuni karier
sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki, serta memberi jaminan masa depan
keuangan yang baik. Bila mereka merasa cocok dengan kriteria tersebut, mereka
akan merasa puas dengan pekerjaan dan tempat kerja. Sebaliknya, bila tidak atau
belurn cocok antara minat/ bakat dengan jenis pekerjaan, mereka akan berhenti
dan mencari jenis pekerjaan yang sesuai dengan selera. Tetapi kadang-kadang
ditemukan, meskipun tidak cocok dengan latar belakang ilrnu, pekerjaan tersebut
memberi hasil keuangan yang layak (baik), mereka akan bertahan dengan pekerjaan
itu. Sebab dengan penghasilan yang layak (memadai), mereka akan dapat
mem-bangun kehidupan ekonomi rumah tangga yang mantap dan mapan. Masa dewasa muda
adalah masa untuk mencapai puncak prestasi. Dengan semangat yang menyala-nyala
dan penuh idealisme, mereka bekerja keras dan bersaing dengan teman sebaya
(atau kelompok yang lebih tua) untuk menunjukkan prestasi kerja.
Dengan mencapai prestasi kerja yang
terbaik, mereka akan mampu memberi kehidupan yang makmur sejahtera bagi
keluarganya. melakukan tugas reproduksi, yaitu mampu melakukan hubungan seksual
dengan lawan jenisnya, asalkan memenuhi persyaratan yang sah (perkawinan
resmi). Untuk sementara waktu, dorongan biologis tersebut, mungkin akan ditahan
terlebih dahulu. Mereka akan berupaya mencari calon teman hidup yang cocok
untuk dijadikan pasangan dalam perkawinan ataupun untuk membentuk kehidupan
rumah tangga berikutnya. Mereka akan menentukan kriteria usia, pendidikan,
pekerjaan, atau suku bangsa tertentu, sebagai prasyarat pasangan hidupnya.
Setiap orang mempunyai kriteria yang berbeda-beda.
d) Menjadi Warga Negara yang Bertanggung
Jawab
Warga negara yang baik adalah dambaan bagi
setiap orang yang ingin hidup tenang, damai, dan bahagia di tengah-tengah
masyarakat. Warga negara yang baik adalah warga negara yang taat dan patuh pada
tata aturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini diwujudkan dengan
cara-cara, seperti (1) mengurus dan memiliki surat-surat kewarganegaraan (KTP,
akta kelahiran, surat paspor/visa bagi yang akan pergi ke luar negeri), (2)
membayar pajak (pajak televisi, telepon, listrik, air, pajak kendaraan
bermotor, pajak penghasilan), (3) menjaga ketertiban dan ke-amanan masyarakat
dengan mengendalikan diri agar tidak tercela di mata masyarakat, dan (4) mampu
menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial di masyarakat (ikut terlibat dalam
kegiatan gotong royong, kerja bakti membersihkan selokan, memper-baiki jalan,
dan sebagainya). Tugas-tugas perkembangan
tersebut merupakan tuntutan yang harus dipenuhi seseorang, sesuai dengan norma
sosial-budaya yang berlaku di masyarakat
Pada sumber lain, dalam buku Psikologi Belajar Agama
(2004), diterangkan bahwa tugas-tugas perkembangan masa dewasa dini meliputi:
·
Mengembangkan sikap, wawasan, dan pengamalan ajaran
agama.
·
Memperoleh atau memulai memasuki dunia kerja.
·
Memilih pasangan (suami/istri).
·
Mulai memasuki pernikahan.
·
Belajar hidup berkeluarga.
·
Merawat dan mendidik anak.
·
Mengelola rumah tangga.
·
Memperoleh kemampuandan kemantapan karier (posisi
kerja).
·
Mengambil tanggung jawab atau peran sebagai warga
masyarakat.
·
Mencari kelompok social (kolega) yang menyenangkan.
2.
Dewasa
Madya
Pada masa dewasa madya muncul pada usia 40
tahun hingga 60 tahun, pada masa ini merupakan masa dimana dalam kehidupan
sosial individu lebih selektif dalam memilih teman. Selain itu pada dewasa
madya individu telah berada pada posisi puncak karir dan ekonomi sehingga
mereka mempunyai pengaruh dalam kehidupan sosial dan mempunyai banyak peluang
untuk menjadi pemimpin. Masa dewasa madya juga sering disebut sebagai masa
berbahaya karena biasanya penyakit yang biasanya tidak dirasakan akan lebih
terasa, selain itu beban pikiran akan mudah untuk menyebabkan stress.
Di dalam masa dewasa madya ini ada
beberapa aspek yang perlu di ketahui diantaranya :
a) Jasmani
(fisik)
Pada dewasa tengah ini beberapa perubahan
yang terjadi, perubahan mulai nampak lebih awal di usia 30 tahun, tapipada
beberap titik/bagian di usia 40 tahun, menurunnya perkembangan fisik menunjukan
bahwa masa dewasa awal telah datang. Daya akomodasi mata, kemampuan untuk
memfokuskan dan mempertahankan gambar pada retina mengalami perubahan paling
tajam antara usia 40 dan 59 tahun.khususnya, individu pada usia baya mulai
mengalami kesulitan melihat obyek-obyek yang dekat. Pada masa ini juga
kebanykan mengalami kegendutan pada postur tubuhnya. dalam hal ini ada
keterkaitanya denga factor psikologis yang menimbulkan sikap menolak dan
perasaan tidak lagi gantengyanhg tidak jarang menimbulkan usaha-usaha diet yang
berlebihan sehingga membahayakan bagi jantung mereka.. tidak hanya itu saja
perubahan juga di alami pada rambut dan kulit. Pada usia 40 tahun serat-serat
rambut mulai menyusut dn kiantahu semakun menipis. Dan alm hal ini menimbulkan
perubahan warna rambut yang sebelumnya hitam kini menjadi putih dan kadang kala
menjadi botak pada ubun-ubun mereka. Tidak menutup kemungkinan juga semakin mengkriputnya
kulit wajah dan tanganmenjadi kasar sekaligus menimbulkan kerut-kerutan.
b) Intelektual
(kognitif)
Kita telah melihat bahwa penuruna pada
beberapa ciri fisik selmam dewasa tengah tidak hanya khayalan. Orang dewasa
tengah mungkin tidak melihat dengan baik, tidak berlari denga cepat. Tapi
bagaiman dengan cirri-ciri kognitif dewasa tengah. Kita melihat bahwa kemampuan
kognitif semakin meningkat pada dewasa awal. Tetapi kita menemukan penurunan
pada dewasa tengah dan kemungkina terjadi ketika memori jangka panjang terlibat
daripada memori jangka pendek. Daya ingatpun juga lebih mungkin turun ketika
organisasi dan pembayangan tidak di gunakan. Daya ingat jugacenderung menurun
ketika informasi yang di coba untuk di ingat adalah informasai yang di simpan
baru-baru ini atau tidak sering digunakan (Riege & Inman, 1980). Dan daya
ingat juga cenderung menurun jika diharappkan untuk mengingat (recall) daripada
untuk mengenali (recognize) (Mandler, 1980).
c)
Emosional
Satu pendekatan terhadap perkembangan
kepribadian orang dewasa menekankan persamaan, pendekatan lainnya menekankan
perbedaan. Pendekatan fase dewasa menekankan persamaan. Akan tetapi terdapat
variasi individu sunstasial dalam perkembangan orang dewasa. Karakteristik
paling konsisten adalah karakteristik adaptif gaya penanganan masalah, pemerolehan kepuasan
hidup, dan kekuatan perilaku yang diarahkan pada tujuan. Dua perubahan yang
siknifikan dalam usia tengah baya adalah peningkatan penguasaan pasif dan
inferioritas.
v Penyesuaian
Diri Terhadap Perubahan Fisik
Þ
Perubahan dalam Penampilan
Seperti telah diketahui, sejak masa remaja
dini, penampilan seseorang memegang peranan yang sangat penting terutama dalam
penilaian sosial, sambutan sosial, dan kepemimpinan. Mereka yang berusia madya,
memberontak terhadap penilaian status tersebut, yang mereka takuti ketika
penampilan mereka menurun, terdapat kesulitan tambahan bagi pria dalam berlomba
dengan orang-orang yang lebih muda, lebih kuat, lebih enerjik. Baik bagi pria
maupun wanita, selalu terdapat ketakutan bahwa penampilan usia madya mereka
akan menghambat kemampuan untuk mempertahankan pasangan mereka (suami/istri),
ataupun mengurangi daya tarik terhadap lawan jenisnya.
Tanda-tanda menua cenderung menjadi lebih
jelas dikalangan kelompok-kelompok sosio-ekonomis daripada kelompok lainnya.
Pada umumnya, pria dan wanita dari kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi
nampak lebih muda dari usia sebenarnya, sedangkan mereka yang berasal dari
kelompok sosial-ekonomi yang lebih rendah, nampak lebih tua daripada umur
sebenarnya. Hal ini mungkin sebagian dijelaskan oleh kenyataan bahwa mereka
yang dari kelompok lebih beruntung, kurang bekerja, mengeluarkan energi lebih
sedikit dan lebih banyak makan daripada mereka yang harus mencari biaya hidup
dengan kerja tangan yang kasar. Serta kemampuan untuk membeli alat kecantikan
dan pakaian yang bagus untuk menutupi tanda-tanda ketuaan mereka.
Tanda-tanda yang Jelas pada Usia Lanjut :
·
Berat
badan bertambah
·
Berkurangnya
rambut dan beruban
·
Perubahan
pada kulit
·
Tubuh
menjadi gemuk
·
Perubahan
otot
·
Masalah
persendian
·
Perubahan
pada gigi
·
Perubahan
pada mata
Þ
Perubahan dalam Kemampuan Indera
Perubahan yang paling merepotkan dan
nampak terdapat pada mata dan telinga. Perubahan fungsional dan generatif pada
mata berakibat mengecilnya bundaran kecil pada anak mata, menguranginya
ketajaman mata dan akhirnya cenderung menjadi glukoma, katarak, dan tumor.
Kebanyakan orang yang berusia madya
menderita presbiopi atau kesulitan melihat sesuatau dari jarak jauh. Kemampuan
mendengar juga melemah, mula-mula kepekaan terhadap nada tinggi menjadi
berkurang, kemudian diikuti dengan menurunnya secara drastis sesuai dengan
meningkatnya usia. Oleh karena semakin kehilangan tingkat pendengarannya, maka
mereka yang berusia madya mulai berbicara dengan keras dan sering monoton. Di
samping menurunnya kemampuan mendengar, terjadi pula penurunan daya cium dan
rasa.
Þ
Perubahan Pada Keberfungsian Fisiologis
Perubahan-perubahan pada tubuh bagian luar
terjadi berbarengan dengan perubahan-perubahan pada organ-organ dalam tubuh dan
keberfungsiannya. Perubahan ini, pada sebagian besar bagian tubuh, langsung
atau tidak langsung diakibatkan perubahan jaringan tubuh. Seperti gelang karet
yang tua, dinding saluran arteri menjadi rapuh dengan bertambahnya usia.
Keadaan tersebut dapat menimbulkan kesulitan sirkulasi. Meningkatnya tekanan
darah, khususnya pada orang gemuk dapat menyebabkan komplikasi jantung.
Fungsi kelenjar tubuh menjadi lembam.
Pori-pori dan kelenjar-kelenjar pada kulit yang membersihkan kulit dari kotoran
menjadi lebih pelan, sehingga bau badan bertambah. Berbagai kelenjar yang dihubungkan dengan
proses pencernaan berfungsi lebih lambat, sehingga mengalami masalah karena
pencernaan menjadi lebih sering bekerja.
Kesulitan makin bertambah karena banyak
orang usia madya menggunakan gigi palsu yang menambah kesulitan mengunyah.
Selain itu, beberapa orang usia madya memperbaiki kebiasaan makan mereka sesuai
dengan semakin lambannya kegiatan mereka. Keadaan ini kelihatannya menambah
keterbatasan fungsi sistem penurunan. Akibatnya, konstipasi sering terjadi pada
orang dewasa madya.
Þ
Perubahan Pada Kesehatan
Usia madya ditandai dengan menurunnya
kesegaran fisik secara umum dan memburuknya kesehatan. Masalah kesehatan secara
umum pada usia madya mencakup kecenderungan untuk mudah lelah, telinga
berdengung, sakit pada otot, kepekaan kulit, pusing-pusing biasa, sakit pada
lambung, kehilangan selera makan, serta insomnia.Bagimana usia madya
mempengaruhi kesehatan individu, tergantung pada banyak faktor, seperti ;
faktor keturunan, riwayat kesehatan masa lampau, tekanan emosi dalam hidup, dan
kemauan untuk menyesuaikan diri dengan pola hidup untuk mengubah kondisi
jasmani.
Þ
Perubahan Seksual
Sejauh ini, penyesuaian fisik yang paling
sulit dilakukan oleh pria maupun wanita pada usia madya terdapat pada
perubahan-perubahan pada kemampuan seksual mereka. Wanita memasuki masa menopause, atau perubahan hidup, dimana masa menstruasi berhenti, dan mereka
kehilangan kemampuan memelihara anak. Biasanya akan terjadi menginjak usia 49
tahun. Walaupun demikian keadaan ini sangat bervariasi pada wanita, tergantung
dari faktor keturunan, kondisi umum kesehatan, dan variasi iklim. Sedangkan pada pria mengalami masa klimakterik pria. Klimakterik pada
pria sangat berbeda dengan menopause pada wanita. klimakterik datang kemudian,
biasanya pada usia 60 atau 70 tahunan dan berjalan sangat lambat. Dengan
datangnya penuaan secara umum pada seluruh tubuh, terjadi penurunan secara
bertahap pada daya seksual dan reproduksi pria.
SINDROM
MENOPAUSE
·
Menstruasi
Berhenti
Dapat secara tiba-tiba, periode reguler
dengan pengurangan arus menstruasi secara berangsur-angsur, irregularitas bertambah
dengan jarak periode yang semakin jauh atau siklus yang lebih pendek dengan
arus yang lancar dan deras.
·
Sistem
Reproduksi Menurun dan Berhenti
Sebagai akibatnya, maka tidak lagi
memproduksi ovarium, hormon ovarium, dan hormon progestin.
·
Penampilan
Kewanitaan Menurun
Bila hormon-hormon ovarium berkurang, seks
sekunder kewanitaan menjadi kurang terlihat, bulu di wajah bertambah kasar,
suara menjadi lebih mendalam, lekuk tubuh menjadi rata, payudara tidak kencang,
dan bulu pada kemaluan dan aksial menjadi lebih tipis.
·
Ketidaknyamanan
Fisik
Yaitu rasa tegang dan linu yang tiba-tiba
di sekujur tubuh, termasuk kepala, leher, dada bagian atas, keringat yang
menyertai ketegangan tersebut diikuti dengan panas, pusing, kelelahan, jengkel
dan cepat marah, berdebar-debar, resah, dan dingin.
·
Berat
Badan Bertambah
Seperti lemak yang dibutuhkan pada usia
puber, pada orang usia lanjut lemak menumpuk di sekitar perut dan paha, yang
membuat wanita kelihatan lebih berat daripada sebenarnya.
·
Penonjolan
Beberapa persendian, terutama pada jari,
sering terasa sakit dengan menurunnya fungsi sel telur. Keadaan ini menyebabkan
jari menebal atau timbul benjolan.
·
Perubahan
Kepribadian
Mereka mengalami diri tertekan, cepat
marah, serta bersifat mengkritik diri dan mempunyai rasa penyesuaian yang luas.
Dengan memulihnya perubahan-perubahan ini biasanya akan menghilang.
SINDROM
KLIMAKTERIK PADA PRIA
·
Rusaknya
Fungsi Organ Seksual
Setelah usia 50 tahun, terjadi penurunan
aktivitas gonad., walaupun pada usia 70 dan 80 pria masih bisa membuahi
istrinya.
·
Nafsu
Seksual Menurun
Seiring dengan menurunnya fungsi organ
seksual, yang merupakan akibat dari rusaknya fungsi gonad dan sebagian
disebabkan oleh hal-hal yang bersifat psikologis, misalnya hubungan perkawinan
atau pekerjaan yang tidak serasi, kekhawatiran masalah ekonomi atau rumah
tangga.
·
Penampilan
kelelakian menurun
Intonasi suara menjadi lebih tinggi,
rambut di kepala dan di tubuh berkurang, tubuh menjadi lebih gemuk sedikit,
terutama pada perut dan paha.
·
Gelisah
akan kepriaannya
Laki-laki yang penampilan dan tingkah
lakunya kurang maskulin akan lebih memperhatikan kejantanannya. Keadaan ini
sering mengarah ke impoten.
·
Ketidaknyamanan
Fisik
·
Menurunnya
kekuatan dan daya tahan tubuh
·
Perubahan
kepribadian
Sehubungan dengan kehilangannya
keperkasaan menyebabkan sejumlah orang berusia madya berperilaku hampir sama
dengan orang muda yang sedang menunjukkan kejantanannya. Periode ini dapat
menjadi periode yang berbahaya bagi pria-pria, dimana ia masih punya istri,
namun terlibat juga dalam urusan cinta dengan perempuan lain.
v Penyesuaian
Diri Terhadap Perubahan Mental
Ada kepercayaan tradisional bahwa apabila
kukuatan fisiknya menurun, kemampuan mentalnya pun menurun juga. Beberapa
penelitian yang dilakukan, memperlihatkan bahwa kemunduran mental tidak ada
selama usia madya di kalangan orang-orang yang memiliki kemampuan intelektual
tinggi. Suatu studi yang dilaporkan oleh Kangas dan Bradway menyimpulkan bahwa
kecerdasan dapat sedikit meningkat pada usia madya, terutama mereka yang
tingkat kecerdasannya tinggi., dibanding dengan mereka yang mempunyai
kecerdasan atau IQ yang rendah. Pria menunjukkan peningkatan nilai IQ pada saat
mereka menjadi semakin tua, sedangkan wanita menunjukkan sedikit penurunan.
Karena pria secara mental harus lebih dewasa dan siap untuk bersaing dalam
kerja daripada wanita bersaing untuk membawakan peran sebagai pengatur rumah,
penemuan-penemuan ini menunjukkan bahwa kegunaaan kemampuan mental merupakan
faktor penting dalam menentukan apakah terdapat kemunduran mental pada usia
madya.
v Penyesuaian
Diri Terhadap Minat yang Berubah
·
Minat
biasanya lebih ditekan daripada dikembangkan seiring dengan bertambahnya usia
·
Ada
pergeseran penekanan pada minat yang sekarang ada seperti apabila minat akan
pakaian mewah bergeser ke bentuk dan warna pakaian yang dapat memberikan
penampilan terkesan lebih muda
·
Membutuhkan
simbol status sebagai pengakuan
·
Ada
pergeseran penekanan minat yang lebih bersifat menyendiri, seperti: nonton TV,
membaca, dan hobi lainnya.
·
Banyak
orang usia madya yang mengembangkan keinginannya untuk memperdalam kebudayaan
misalnya dengan membaca, melukis, menghadiri ceramah-ceramah, dan konser
·
Ada
penurunan dalam pembedaan jenis kelamin, dimana pria semakin berminat terhadap
kegiatan yang dipandang sebagai kegiatan wanita, seperti membaca berita ringan
daripada kegiatan yang dianggap sebagai kegiatan kaum pria seperti olah raga,
nonton pertandingan olahraga, dll
·
Ada
peningkatan minat akan kegiatan yang mengarah ke peningkatan kemampuan pribadi
dan agamanya, misalnya menghadiri kuliah, ceramah-ceramah, konser, ikut kursus,
aktif di kegiatan keagamaan, memperdalam ilmu agamanya, dan mengurangi
keinginannya terhadap kegiatan yang semata-mata bersifat hiburan. Semua ini
dilakukan lebih banyak oleh mereka yang berusia lewat setengah baya dan
kelompok di atas usia tengah baya daripada mereka yang berasal dari golongan
yang lebih rendah.
v Penyesuaian
Sosial
Usia madya sering membawa perubahan minat
dalam kehidupan sosial. Sebagai pasangan yang tanggung jawab keluarganya
berkurang dan status ekonomi mereka meningkat, mereka dapat lebih banyak
terlibat dengan kegiatan sosial dibanding semasa mudanya. Banyak orang yang
berusia madya terutama kaum wanitanya, menyadari bahwa kegiatan sosial dapat
menghilangkan kesepian karena anak-anaknya sudah dewasa semua dan mulai
berkeluarga.
v Ciri-ciri Usia
Madya
Seperti halnya setiap periode dalam rentang kehidupan,
usia madya pun diasosiasikan dengan karakteristik tertentu yang membuatnya
berbeda. Berikut ini akan diuraikan sepuluh karakteristik yang amat penting.
a) Usia Madya
Merupakan Periode yang Sangat Ditakuti
Ciri utama dari usia madya adalah bahwa masa tersebut
merupakan periode yang sangat menakutkan. Diakui bahwa semakin mendekati usia
tua, periode usia madya semakin terasa lebih menakutkan dilihat dari seluruh
kehidupan manusia. Pria dan wanita mempunyai banyak alasan yang kelihatannya
berlaku untuk mereka, untuk takut memasuki usia madya.
Beberapa diantaranya adalah banyaknya stereotip yang
tidak menyenangkan tentang usia madya, yaitu kepercayaan tradisional tentang
kerusakan mental dan fisik yang diduga disertai dengan berhentinya reproduksi
kehidupan serta berbagai tekanan tentang pentingnya masa muda bagi kebudayaan
Amerika disbanding dengan penghormatan untuk masa tersebut oleh berbagai
kebudayaan Negara lain. Semua ini memberi pengaruh yang kurang menguntungkan
terhadap sikap orang dewasa pada saat memasuki usia madya dalam kehidupan
mereka.
b) Usia Madya
Merupakan Masa Transisi
Ciri kedua dari usia madya adalah bahwa usia ini
merupakan masa transisi. Seperti halnya masa puber, yang merupakan masa transisi
dari masa kanak – kanak ke masa remaja dan kemudian dewasa. Demikian pula usia
madya merupakan masa dimana pria dan wanita meninggalkan ciri – ciri jasmani
dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan yang
akan diliputi oleh ciri – ciri jasmani dan perilaku baru.
Transisi senantiasa berarti penyesuaian diri terhadap
minat, nilai dan pola perilaku yang baru. Pada usia madya, cepat atau lambat
semua orang dewasa harus melakukan penyesuaian diri terhadap berbagai perubahan
jasmani dan harus menyadari bahwa pola peerilaku pada usia mudanya harus
diperbaiki secara radikal. Penyesuaian untuk mengubah peranan bahkan lebih
sulit daripada penyesuaian untuk mengubah kondisi jasmani dan minat.
c)
Usia Madya adalah Masa Stres
Ciri ketiga dari usia madya adalah bahwa usia ini
merupakan masa stress. Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup
yang berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu
cenderung merusak homeostatis fisik dan psikologis seseorang dan membawa
stress, suatu masa bila sejumlah penyesuaian yang pokok harus dilakukan di
rumah, bisnis dan aspek sosial kehidupan mereka.
Marmor telah membagi sumber – sumber umum dari stress selama usia madya yang mengarah kepada ketidakseimbangan kedalam empat kategori utama.
Marmor telah membagi sumber – sumber umum dari stress selama usia madya yang mengarah kepada ketidakseimbangan kedalam empat kategori utama.
Kategori stress pada usia madya :
·
Stres somatic, yang
disebabkan oleh keadaan jasmani yang menunjukkan usia tua.
·
Stress budaya, yang
berasal dari penempatan nilai yang tinggi pada kemudian, keperkasaan dan
kesuksesan oleh kelompok budaya tertentu.
·
Stress ekonomi,
yang diakibatkan oleh beban keuangan dari mendidik anak dan memnerikan status
symbol bagi seluruh anggota keluarga.
·
Stress psikologis,
yang mungkin diakibatkan oleh kematian suami atau istri, kepergian anak dari
rumah, kebosanan terhadap perkawinan, atau rasa hilangnya masa muda dan
mendekati ambang kematian.
Terbukti bahwa terdapat perbedaan seks dalam usia
tersebut dimana pria dan wanita mengalami stress usia madya. Misalnya,
kebanyakan wanita mengalami gangguan dalam nomeostatis selama usia 40-an, bila
secara normal mereka memasuki menopause dan anak – anak mereka telah
meninggalkan rumah, sehingga memaksa mereka melakukan penyesuaian kembali yang
radikal dalam pola seluruh hidup mereka. Sebaliknya bagi pria situasi seperti
datang kemudian umumnya pada usia 50-an ketika masa pensiun mendekat dengan
perubahan peran.
d) Usia Madya adalah
“Usia yang Berbahaya”
Ciri keempat dari usia madya adalah bahwa umumnya usia
ini dianggap atau dipandang sebagai usia yang berbahaya dalam rentang kehidupan.
Cara biasa menginterprestasi “usia berbahaya” ini berasal dari kalangan pria
yang ingin melakukan pelampiasan untuk kekerasan yang berakhir sebelum memasuki
usia lanjut. Seperti yang dikemukakan Acher :
“Terhadap apa saja yang ada disekelilingnya,
kelihatannya bahwa orang berusia madya berusaha mencari percontohan kegiatan
dan pengalaman baru. Periode ini dapat didramatisir dengan lolosnya episodic ke
dalam hubungan ekstra – marital, atau dengan bentuk alkoholisme. Bagi beberapa
orang krisis usia madya dapat berakhir dengan kesusahan yang permanen dan
semakin pendeknya usia mereka.”
Usia madya dapat menjadi dan merupakan berbahaya dalam
beberapa hal lain juga. Saat ini merupakan suatu masa dimana seseorang
mengalami kesusahan fisik sebagai akibat dari terlalu banyak bekerja, rasa
cemas yang berlebihan, ataupun kurangnya memperhatikan kehidupan. Timbullnya
penyakit jiwa datang dengan cepat dikalangan pria dan wanita, dan gangguan ini
berpuncak pada bunuh diri khususnya dikalangan pria.
e) Usia Madya adalah
“Usia Canggung”
Ciri kelima dari usia madya dikenal dengan istilah
“usia serba canggung (awkward age)”. Sama seperti remaja, bukan anak – anak dan
bukan juga dewasa, demikian juga pria dan wanita berusia madya bukan “muda”
lagi tapi bukan juga tua. Franzblau mengatakan bahwa “ Orang yang berusia madya
seolah – olah berdiri diantara Generasi Pemberontak yang lebih muda dan
Generasi Warga Senior”. Mereka secara terus – menerus menjadi sorotan dan
menderita karena hal – hal yang tidak menyenangkan dan memalukan yang
disebabkan oleh kedua generasi tersebut.
f)
Usia Madya adalah Masa Berprestasi
Ciri keenam dari usia madya adalah bahwa usia tersebut
adalah masa berprestasi. Menurut Erikson, usia madya merupakan masa krisis
dimana baik “generasivitas” (ganerativity) kecenderungan untuk menghasilkan
maupun stagnasi kecenderungan untuk tetap berhenti akan dominan. Menurut
Erikson, selama usia madya, orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya
mereka berhenti dan tidak mengerjakan sesuatu apapun lagi. Apalagi orang
berusia madya mempunyai kemauan yang kuat untuk berhasil, mereka akan mencapai
puncaknya pada usia ini dan memungut hasil dari masa – masa persiapan dan kerja
keras yang dilakukan sebelumnya.
g) Usia Madya
merupakan Masa Evaluasi
Ciri ketujuh dari usia madya adalah bahwa usia ini
terutama adalah sebagai masa evaluasi diri. Karena usia madya pada umumnya
merupakan saat pria dan wanita mencapai puncak prestasinya, maka logislah
apabila masa ini juga merupakan saat mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan
aspirasi mereka semula dan harapan – harapan orang lain, khususnya anggota
keluarga dan teman. Archer menyatakan : “Pada usia 20-an kita mengikat diri
pada pekerjaan atau perkawinan. Selama akhir 30-an dan awal 40-an adalah umum
bagi pria untuk melihat kembali keterikatan – keterikatan masa awal tersebut”.
h) Usia Madya
Dievaluasi dengan Standar Ganda
Ciri kedelapan dari usia madya adalah bahwa masa itu
dievaluasi dengan standar ganda, satu standar bagi pria dan satu lagi bagi
wanita. Walaupun perkembangannnya cenderung mengarah kepersamaan peran antara
pria dan wanita baik di rumah, perusahaan, perindistrian, profesi maupun dalam
kehidupan sosial, namun masih terdapat standar ganda terhadap usia. Meskipun
standar ganda ini mempengaruhi banyak aspek terhadap kehidupan pria dan wanita
usia madya tetapi, ada dua aspek yang perlu diperhatikan. Pertama, aspek yang
berkaitan dengan peubahan jasmani. Dan kedua, dimana standar ganda dapat
terlihat nyata terdapat pada cara mereka (pria dan wanita)menyatakan sikap terhadap
usia tua.
i)
Usia Madya merupakan Masa Sepi
Ciri kesembilan dari usia madya adalah bahwa masa ini
dialami sebagai masa sepi (empty nest), masa ketika anak – anak tidak lama lagi
tinggal bersama orangtua. Kecuali dalam beberapa kasus dimana pria dan wanita
menikah, lebih lambat dibandingkan dengan usia rata – rata, atau menunda
kelahiran anak hingga mereka lebih mapan dalam karier, atau mempunyai keluarga
besar sepanjang masa, usia madya merupakan masa sepi dalam kehidupan
perkawinan.
j)
Usia Madya merupakan Masa Jenuh
Ciri kesepuluh usia madya adalah bahwa seringkali
periode ini merupakan masa yang penuh dengan kejenuhan. Banyak atau hampir
seluruh pria dan wanita mengalami kejenuhan pada akhir usia 30-an dan awal
40-an. Para pria menjadi jenuh dengan kegiatan rutin sehari – hari dan
kehidupan bersama keluarga yang hanya memberikan sedikit hiburan. Wanita yang
menghabiskan waktunya untuk memelihara rumah dan membesarkan anak – anaknya,
bertanya – tanya apa yang akan mereka lakukan pada usia 20 atau 30 tahun
kedepan. Wanita yang tidak menikah yang mengabdikan hidupnya untuk bekerja atau
karier, menjadi bosan dengan alasan yang sama dengan pria.
3.
Dewasa
Akhir
Pada masa dewasa akhir dimulai pada usia
60 tahun, pada masa ini terjadi banyak sekali penurunan kemampuan individu.
Baik secara fisik maupun psikis, beban pekerjaan dan keluarga akan lebih
berkurang dan kehidupan sosialnya pun semakin berkurang dikarenakan kurangnya
kemampuan. Usia 60-an biasanya dipandang sebaga garis pemisah antara usia madya
dan usia lanjut. Akan tetapi orang sering menyadari bahwa usia kronologis
merupakan kriteria yang kurang baik dalam menandai permualaan usia lanjut
karena terdapat perubahan tertentu di antara individu-individu pada saat usia
lanjut dimulai.
Karena kondisi kehidupan dan perawatan
yang lebih baik, kebanyakan pria dan wanita zaman sekarang tidak menunjukkan
tanda-tanda penuaan mental dan fisiknya sampai usia 65 tahun bahkan sampai awal
70-an. Karena alasan tersebut, ada kecenderungan yang meningkat untuk
menggunakan usia 65 sebagai usia pensiun dalam berbagai urusan, sebagai tanda
mulainya usia lanjut. Tahap terahir dalam rentang kehidupan sering dibagi
menjadi: a) usia lanjut dini (60-70 tahun); b) usia lanjut (70 tahun sampai
akhir hidup).
Dalah perkembanga dewasa akhir ada
beberapa aspek yang perlu di ketahui diantaranya :
a)
Jasmani (fisik)
Pada usia dewasa akhir penuruna fisik
lebih besar dibandingkan periode-periode usia sebelumnya. Penurunan fisik
terkait dengan penuaan, dengan penekanan pentingnya perkembangan-perkembangan
baru dalam penelitian proses penuaan yang mencatat bahwa kekuatan tubuh
perlaha-lahan menurun dan hilangnya fungsi kadangkala dapat diperbarui. Dalam
peroiode ini banyak mengalami penuruna diantaranya menurunnya kekuatan otak dan
system syaraf yang pada saat itu kita kehilangan sejumlah neuron, unit-unit sel
dasar dari system syaraf beberapa peneliti memperkirakan kehilangan itu 50 persen selam tahun-tahun dewasa. Perubahan
sensori fisik pada masa dewasa akhir juga melibatkan indra penglihatan,
pendengaran, indra perasa, indra pembau, dan indra peraba.
b)
Intelektual (kognitif)
David Wechsler (1972), yang mengembangkan
skala inteligensi, menyimpulkan bahwa masa dewasa dicirikan dengan penurunan
intelektual, karena adanya proses penuaan yang dialami setiap orang. Sementara,
John Horn (1980) berpendapat bahwa beberapa kemampuan memang menurun, sementara
kemampuan lainnya tidak. Horn menyatakan bahwa kecerdasan yang mengkristal
(crystallized intelligence yaitu sekumpulan informasi dan kemampuan-kemampuan
verbal yang dimiliki individu) meningkat, seiring dengan peningkatan usia.
Sedangkan kecerdasan yang mengalir (fluid intelligence yaitu kemampuan
seseorang untuk berpikir abstrak) menurun secara pasti sejak masa dewasa madya.
Kecepatan memproses
informasi secara pelan-pelan memang akan mengalami penurunan pada masa dewasa
akhir, namun factor individual differences juga berperan dalam hal ini. Nancy
Denney (1986) menyatakan bahwa kebanyakan tes kemampuan mengingat dan memecahkan
masalah mengukur bagaimana orang-orang dewasa lanjut melakukan
aktivitas-aktivitas yang abstrak atau sederhana. Denney menemukan bahwa
kecakapan untuk menyelesaikan problem-problem praktis, sebenarnya justru
meningkat pada usia 40-an dan 50-an. Pada penelitian lain Denney juga menemukan
bahwa individu pada usia 70-an tidak lebih buruk dalam pemecehan
masalah-masalah praktis bila dibandingkan mereka yang berusia 20-an.
c)
Emosional
“Erikson” menyatakan
bahwa masa dewasa akhir dicirikan dengan tahap integritas versus keputusan,
saat dimana orang-orang lanjut melihat kembali dan mengevaluasi apa yang telah
mereka kerjakan dengan kehidupan. “Peck” menyatakan 3 tugas perkembangan yang
di hadapi orang dewasa lanjut :
diferensiasi versus kesibukan peran, melampaui versus kesibukan dengan tubuh,
dan melampaui ego versus kesibukan dengan ego. Tinjauan hidup merupakan suatu
tema umum dalm teori-teori kepribadian di masa dewas akhir.
Selama masa dewasa, dunia social dan personal
dari individu menjadi lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa
sebelumnya. Pada masa dewasa ini, individu memasuki peran kehidupan yang lebih luas. Pola dan tingkah
laku orang dewasa berbeda dalam beberapa hal dari orang yang lebih muda. Perbedaan
–perbedaan tersebut tidak dibedakan oleh perubahan-perubahan fisik dan kognitif
yang berkaitan dengan penuaan, tetapi lebih disebabkan oleh peristiwa-peristiwa
klehidupan yang dihubungkan dengan keluarga dan pekerjaan. Selama periode ini
orang melibatkan diri secara khusus dan karir, pernikahan,dan hidup
berkeluarga. Menurut Erikson, perkembangan psikososial salama pada masa tua ini ditandai denga tiga gejala penting,
yaitu keintiman, generative, dan intregritas.
D. Perkembangan
Kognitif Masa Dewasa
Pada umumnya orang percaya bahwa
proses kognitif belajar, memori dan intelegensi mengalami kemerosotan bersamaan
dengan terus bertambahnya usia. Bahkan kesimpulan bahwa usia terkait dengan
penurunan proses kognitif ini juga tercermin dalam masyarakat ilmiah. Akan
tetapi, belakangan sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan
tentang terjadinya kemerosotan proses kognitif bersamaan denga penurunan
kemampuan fisik, sebenarnya hanyalh satu stereotip budaya yang meresap dalam
diri kita. Uraian berikut akan mengetengahkan beberapa perubahan penting dalam
proses kognitif yang terjadi pada masa dewasa dan usia tua.
1.
Perkembangan Pemikiran Postformal
Gisela Labouvie – Vief, 1986 (dalam
McConnell & philipehalk, 1992) menyatakan bahwa pemikiran dewasa muda
menunjukkan suatu perubahan yang signifikan. Ia percaya bahwa masyarakat kita
yang kompleks memiliki pertimbangan – pertimbangan yang praktis dan bahkan
mengubah bentuk logika kaum muda yang idealis. Karena itu, pemikiran orang
dewasa muda menjadi lebih konkrit dan pragmatis, sesuatu yang dikatakan oleh
Labouvie – Vief sebagai tanda kedewasaan.
Sudut pandang lain mengenai perubahan
kognitif pada orang dewasa dikemukakan oleh K. Warner Schie (1977). Dalam hal
ini, Schie percaya bahwa tahap – tahap perkembangan kognitif Piaget
menggambarkan peningkatan efisiensi dalam pemerolehan informasi (information
processing) yang baru. Ada keraguan bahwa orang dewasa melampaui pemikiran
ilmiah yang merupakan ciri dari pemikiran operasional formal, dalam usahanya
memperoleh pengetahuan.Meskipun demikian, orang dewasa lebih maju dari remaja
dalam penggunaan intelektualitas.
Dengan demikian, kemampuan kognitif
terus berkembang selama masa dewasa.Akan tetapi, bagaimanapun tidak semua
perubahan kognitif pada masa dewasa tersebut yang mengarah pada peningkatan
potensi. Bahkan kadang – kadang beberapa kemampuan kognitif mengalami
kemerosotan seiring dengan pertambahan usia. Meskipun demikian, sejumlah ahli
percaya bahwa kemunduran keterampilan kognitif yang terjadi terutama pada masa
dewasa akhir, dapat ditingkatkan kembali melaui serangkaian pelatihan.
2.
Perkembangan Memori
Salah satu karakteristik yang paling
sering dihubungkan dengan orang dewasa dan usia tua adalah penurunan dalam daya
ingat. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa perubahan memori bukanlah suatu yang
sudah pasti terjadi sebagai bagian dari proses penuaan, melainkan lebih
merupakan stereotip budaya. Hal ini dibuktikan oleh hasil lintas budaya yang
dilakukan oleh B.L. Levy dan E. Langer (1994) terhadap orangtua di Cina dan
Amerika. Hasil studi ini menyimpulkan bahwa orangtua dalam kultur cina daratan,
kecil kemungkinan mengalami kemerosotan memori dibanding dengan orangtua yang
hidup dalam kultur yang mengira bahwa kemunduran memori adalah sesuatu yang
mungkin terjadi.
Lebih dari itu, ketika orang tua memperlihatkan
kemunduran memori, kemunduran tersebut pun cenderung sebatas pada keterbatasan
tipe – tipe memori tertentu.Misalnya, kemunduran cenderung terjadi pada
keterbatasan memori episodic (episodic memories) memori yang berhubungan dengan
pengalaman – pengalaman tertentu di sekitar hidup kita. Sementara tipe – tipe
memori lain, seperti memori semantic (semantic memories) memori yang
berhubungan dengan pengetahuan dan fakta – fakta umum, dan memori implisit
(implicit memories) memori bawah sadar kita, secara umum tidak mengalami
kemunduran karena pengaruh ketuaan (Fieldman, 1996).
3.
Perkembangan Intelegensi
Suatu mitos yang bertahan hingga
sekarang adalah bahwa menjadi tua berarti mengalami kemunduran intelektual.
Mitos ini diperkuat oleh sejumlah peneliti awal yang berpendapat bahwa seiring
dengan proses penuaan selama masa dewasa terjadi kemunduran dalam intelegensi
umum. Misalnya dalam studi kros – seksional, peneliti menguji orang – orang
dari berbagai usia pada waktu yang sama. Ketika memberikan tes intelegensi
kepada sampel yang representative, peneliti secara konsisten menemukan bahwa
orang dewasa yang lebih tua memberikan lebih sedikit jawaban yang benar
dibanding orang dewasa yang lebih muda. Oleh karena itu, David Wechsler (1972),
menyimpulkan bahwa kemunduran kemampuan mental merupakan bagian dari proses
penuaan organisme secara umum. Hampir semua studi menunjukkan bahwa setelah
mencapai puncaknya pada usia antara 18 dan 25 tahun, kebanyakan kemampuan
manusia terus menerus mengalami kemunduran.
Studi thorndike menunjukkan bahwa
kemunduran kemampuan intelektual pada orang dewasa tidak disebabkan oleh faktor
usia, melainkan oleh faktor – faktor lain. Witherington (1986), menyebutkan 3
faktor penyebab terjadinya kemunduran kemampuan belajar orang dewasa. Pertama,
ketiadaan kapasitas dasar.Kedua, terlampau lamanya tidak melakukan aktivitas –
aktivitas yang bersifat intelektual. Ketiga, faktor budaya.
E. Perkembangan
Psikososial
Selama masa dewasa, dunia sosial dan
personal dari individu menjadi lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan masa
– masa sebelumnya. Pada masa dewasa ini, individu memasuki peran kehidupan yang
lebih luas. Pola dan tingkah laku sosial orang dewasa berbeda dalam beberapa
hal dari orang yang lebih muda. Perbedaan – perbedaan tersebut tidak disebabkan
oleh perubahan – perubahan fisik dan kognitif yang berkaitan dengan penuaan,
tetapi lebih disebabkan oleh perubahan – perubahan fisik dan kognitif yang
berkaitan dengan penuaan, tetapi lebih disebabkan oleh peristiwa – peristiwa
kehidupan yang dihubungkan dengan keluarga dan pekerjaan. Selama periode ini
orang melibatkan diri secara khusus dalam karir, pernikahan dan hidup
berkeluarga. Menurut Erikson, perkembangan psikososial selama masa dewasa dan
tua ini ditandai dengan tiga gejala penting yaitu keintiman, generative dan
integritas.
a) Perkembangan
Keintiman
Keintiman dapat diartikan sebagai
suatu kemampuan memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka.
Menurut Erikson, pembentukan hubungan intim ini merupakan tantangan utama yang
dihadapi oleh orang yang memasuki masa dewasa. Dalam suatu studi ditunjukkan
bahwa hubungan intim mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan
psikologis dan fisik seseorang. Orang – orang yang mempunyai tempat untuk
berbagi ide, perasaan dan masalah, merasa lebih bahagia dan lebih sehat
dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki tempat untuk berbagi (Traupmann
& hatfield, 1981).
b) Cinta
Selama tahap perkembangan keintiman
ini, nilai – nilai cinta muncul. Menurut Santrock (1995), cinta dapat
diklasifikasikan menjadi empat bentuk cinta, yaitu : altruism, persahabatan,
cinta yang romatis dan bergairah dan cinta yang penuh perasaan atau
persahabatan. Sehubungan dengan cinta yang penuh afeksi ini, Robert J.
Sternberg, 1993 (dalam Santorck, 1995) mengemukakan sebuah teori cinta yang
dikenal dengan “the triangular theory of love” (teori cinta triangular), yang
menyatakan bahwa cinta memiliki tiga bentuk utama, yaitu: gairah cinta lebih
didasarkan atas daya tarik fisik dan seksual pada pasangan; keintiman cinta
yang lebih didasarkan pada perasaan emosional tentang kehangatan, kedekatan dan
berbagai dalam hubungan; dan komitmen cinta yang lebih didasarkan pada
penilaian kognitif kita atas hubungan dan niat kita untuk mempertahankan
hubungan, bahkan ketika menghadapi masalah sekalipun. Lebih jauh Sternberg
mengemukakan bahwa jika dalam hubungan hanya ada gairah, tanpa disertai dengan
keintiman dengan komitmen, maka yang terjadi hanyalah nafsu.
Sebaliknya, jika hubungan memiliki
keintiman dan komitmen, tetapi sedikit gairah atau bahkan tidak ada, maka
terjadilah cinta yang penuh afeksi atau kebersamaan.Akan tetapi, jika yang ada
hanya gairah dan komitmen tanpa disertai dengan keintiman, hubungan itu disebut
Sternberg sebagai “fatuous love” (cinta konyol). Oleh sebab itu, suatu tipe
cinta yang paling kuat, atau apa yang disebut Sternberg sebagai “consummate
love” (cinta yang sempurna) hanya akan terbentuka apabila dilandasi oleh ketiga
komponen cinta (gairah, keintiman dan komitmen) tersebut.
c)
Pernikahan dan Keluarga
Dalam pandanga Erikson, keintiman
biasanya menuntut perkembangan seksual yang mengarah pada perkembangan hubungan
seksual dengan lawan jenis yang ia cintai, yang dipandang sebagai teman berbagi
suka dan duka. Agar memiliki arti sosial yang menetap, maka genitalitas
membutuhkan seseorang yang dicintai dan dapat diajak melakukan hubungan
seksual, serta dapat berbagi rasa dalam suatu hubungan kepercayaan. Di hampir
setiap masyarakat, hubungan seksual dan keintiman pada masa dewasa awal ini
diperoleh melaui lembaga pernikahan atau perkawinan.
Dalam, penelitian nasiona yang
dilakukan Elizabeth Douvan dan teman – temannya, dilaporkan bahwa hampir 60%
pria dan wanita dari seluruh partisipan mengaku bahwa kadang – kadang mereka
mengalami berbagai problem dalam kehidupan mereka. Problem – problem perkawinan
ini muncul disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya : (1) pasangan gagal
mempertemukan dan menyesuaika kebutuhan dan harapan satu sama lain; (2) salah
satu pasangan mengalami kesulitan menerima perbedaan – perbedaan nyata dalam
kebiasaan kebutuhan, pendapat, kerugian dan nilai. Problem yang paling mencolok
adalah masa keuangan dan masalah anak – anak; (3) adanya perasaan cemburu dan
perasaan memiliki berlebihan, membuat masing – masing merasa kurang mendapat
kebebasan; (4) pembagian tugas dan wewenang yang tidak adil; (5) kegagalan
dalam berkomunikasi, dan (6) masing – masing pasangan tumbuh dan berkembang kea
rah yang berbeda, tidak sejalan mencari minat dan tujuan sendiri – sendiri
(Davidoff, 1988).
Myres menjelaskan bahwa ikatan cinta
akan lebih menyenangkan dan langgeng apabila didasarkan pada persamaan minat
dan nilai, saling berbagi perasaan dan dukungan materi, serta keterbukaan diri
secara intim. Kelanggengan sebuah ikatan perkawinan biasanya juga lebih
terjamin apabila masing – masing pasangan menikah setelah berumur di atas 20
tahun dan berpendidikan baik (Myres, 1996). Studi Robert R. Bell
(1979)menunjukkan bahwa wanita yang menikah mengalami frustasi, tidak puas dan
tidak bahagia yang lebih besar dibandingkan dengan pria. Hal ini terutama
dialami oleh wanita menikah yang tinggal di rumah atau yang tidak bekerja,
karena mereka mempunyai pilihan yang lebih terbatas untuk kepuasaan pribadi. Rubin
(1984) melaporkan bahwa keluhan umum yang disampaikan wanita dalam suatu
pernikahan adalah bahwa suami mereka tidak peduli pada kondisi emosionalnya dan
tidak mengekspresikan perasaan dan pikiran mereka sendiri.
Fakta yang diperoleh dari penelitian
Bernard (1973) menunjukkan bahwa anak bukanlah salah satu sumber kepuasan yang
utama bagi wanita, sebab ada hal – hal lain dari anak itu yang membuat mereka
merasa tidak bahagia. Bahkan mungkin sebaliknya, ketidakhadiran seorang anak
justru mendorong hubungan yang yang semakin intim dan perasaan kasih – sayang yang
semakin puas antara suami dan istri.
Memperhatikan daftar panjang tentang
berbagai kesulitan atau problem yang umum terjadi dalam perkawinan, dapat
dipahami bahwa perkawinan yang bahagia dan langgeng membutuhkan dua orang yang
dengan sepenuh hati, mempunyai cukup keterampilan dalam menghadapi dan masalah
konflik peran dan setiap problem yang timbul. Di samping itu, kemampuan kedua
pasangan tersebut untuk mengkomunikasikan pikiran dan perasaannnya secara
efektif serta kemampuan mengatasi stress secara konstruktif juga mempunyai
kaitan yang erat dengan perkawinan yang stabil. Mereka yang mempunyai ikatan
perkawinan yang kuat biasanya selalu berusaha keras agar komunikasi dan
interaksi di antara mereka senantiasa efektif. Banyaknya kesamaan di antara
kedua pasangan, akan membuat perkawinan semakin kuat.
d) Perkembangan
Generativitas
Generativitas (generativity), adalah
tahap perkembangan psikososial ketujuh yang dialami individu selama pertengahan
masa dewasa. Ciri utama tahap generativitas adalah perhatian terhadap apa yang
dihasilkan (keturunan, produk – produk, ide – ide, dsb) serta pembentukkan dan
penetapan garis – garis pedoman untuk generasi mendatang. Transmisi nilai –
nilai sosial ini diperlukan untuk memperkaya aspek psikoseksual dan aspek
psikososial kepribadian. Apabila generativitas lemah atau tidak diungkapkan,
maka kepribadia akan mundur, mengalami pemiskinan dan stagnasi.
Apa yang disebut Erikson dengan
generativity pada masa setengah baya ini ialah suatu rasa kekhawatiran mengenai
bimbingan dan persiapan bagi generasi yang akan datang. Jadi pada tahap ini,
nilai pemeliharaan berkembang. Pemeliharaan terungkap dalam kepedulian
seseorang pada orang – orang lain, dalam keinginan memberikan perhatian pada
mereka yang membutuhkannya serta berbagi dan membagi pengetahuan serta
pengalaman dengan mereka. Nilai pemeliharaan ini tercapai lewat kegiatan
membesarkan anak dan mengajar, memberi contoh dan mengontrol.
Daniel Levinson, 1978 (dalam
Santrock, 1995) memandang paruh kehidupan ini sebagai sebuah krisis, yang
meyakini bahwa usia tengah baya berada di masa lalu dan masa depan, yang
berusaha mengatasi kesenjangan yang mengancam kontinuitas kehidupannya. Dari
usia sekitar 20 hingga 33 tahun, individu mengalami masa transisi, dimana ia
harus menghadapi persoalan dalam menentukan tujuan yang lebih serius. Selama
usia 30-an, focus perhatian individu lebih diarahkan pada keluarga dan
perkembangan karir. Pada tahun – tahun berikutnya selama periode pertengahan
dewasa ini, individu memasuki apa yang disebut Levinson dengan fase BOOM –
Becoming One’s Own Man (fase menjadi diri – sendiri). Pada usia 40, individu
telah mencapai kestabilan dalam karir, telah berhasil mengatasi dan menguasai
kelemahan – kelemahan sebelumnya untuk belajar menjadi orang dewasa, dan sekarang
harus menatap ke depan kehidupan yang akan dijalaninya sebagai orang dewasa
usia setengah baya.
Menurut hasil penelitian Bernice
Neugarden, orang dewasa yang berusia antara 40, 50 dan awal 60 tahun adalah
orang – orang yang mulai suka melakukan instropeksi dan banyak merenungkan
tentang apa yang sebetulnya sedang terjadi di dalam dirinya. Banyak diantara
mereka yang berpikir untuk “berbuat sesuatu dalam sisa waktu hidupnya”. Orang
dewasa yang berusia 40 tahun ke atas secara mental juga mulai mempersiapkan
diri untuk sewaktu – waktu menghadapi persoalan yang bakal terjadi. Pria lebih
sering memikirkan kesehatan tubuhnya, serangan jantung dan kematian. Wanita, di
samping juga memikirkan hal – hal tersebut, ketakutan menjadi janda merupakan
persoalan yang banyak membebani pikirannya (Davidoff, 1988).
F. Perkembangan Spiritual
Kesetabilan dalam pandangan hidup beragama
dan tingkah laku keagamaan seseorang, bukanlah kesetabilan yang statis. Melainkan
kesetabilan yang dinamis, dimana pada suatu ketika ia mengenal juga adanya
perubahan-perubahan. adanya perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan
pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin karena kondisi yang ada.
Tingkah laku keagamaan orang dewasa
memiliki persepektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya.
selain itu tinghkah laku itu umumnya juga dilandasi oleh pendealaman pengertian
dan keluasan pemahaman dtentang ajran agama yang di anutnya. Beragama bagi
orang dewasa sudah merupakan bagian dari komitmen hidupnya dan bukan sekedar
ikut-ikutan.
Menurut Jalaluddin, gambaran dan cerminan
tingkah laku keagamaan orang dewasa dapat pula di lihat dari sikap keagamaanya
yang memiliki ciri-ciri antara lain:
·
Menerima
kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan secara ikut-ikutan.
·
Bersifat
cenderung realis, sehingga norma-norma Agama lebih banyak di aplikasikan dalam
sikap dan tingkah laku.
·
Bersikap
positifthingking terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha mempelajari
dan pehaman agama.
·
Tingkat
ketaatan agama, berdasarkan atas pertimbangan dan tanggungjawab diri sehingga
sikap keberagamaan merupakan realisasi diri dari sikap hidup.
·
Bersikap
yang lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
·
Bersikap
lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain
di dasarkan atas pertimbangan pikiran juga di dasarkan atas pertimbangan hati
nurani.
·
Sikap
keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing,
sehingga terikat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami, serta
melaksanakan ajaran agama yang di yakininya.
·
Terlihat
hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian
terhadap kepentigan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang.
G. Hambatan-Hambatan
Dalam Perkembangan Serta Kematangan Beragama
Perkembangan keagamaan seseorang agar
tercapai pada tingkat kematangan beragama dibutuhkan suatu proses yang sangat
panjang. Proses tersebut, boleh jadi karena melalui proses konversi agama pada
diri seseorang atau karena bersamaan dengan kematangan kepribadiannya. Seringkali
seseorang menemukan dirinya mempunyai pemahaman yang baik akan kemantapan
keagamaan hingga ia dewasa atau matang dalam beragama, hal tersebut adalah
hasil dari konversi. Sedangkan dengan perkembangan kepribadian seseorang apabila
sudah mencapai pada tingkat kedewasaan, maka akan ditandai degnan kematangan
jasmani dan rohani.
Pada tahap kedewasaan awal telihat krisis
psikologis yang dialami, oleh karena adanya pertentangan antara kecenderungan
untuk mengeratkan hubungan dengan kecenderungan untuk mengisolasi diri.
Terlihat kecenderungan untuk berbagi perasaan, bertukar pikiran dan memecahkan
berbagai problem kehidupan denggan orang lain. Mereka yang sudah menginjak pada
umur sekitar 25-40 tahun memiliki kecenderungan besar untuk hidup berumah
tangga, kehidupan sosial yang lebih luas serta memikirkan masalah-masalah agama
yang sejalan dengan latar belakang kehidupannya. Kematangan atau kecenderungan seseorang dalam beragama
biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena
manganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam
hidupnya.
Mengenai kehidupan keagamaan pada usia
lanjut ini, William james menyatakan bahwa umur keagamaan yang sangat luar
biasa tampaknya justru terdapat pada usia itu, ketika gejolak kehidupan seksual
sudah berakhir. Tetapi menurut Robert Thoules, dari hasil temuan Gofer, memang
menunjukkan bahwa kegiatan orang yang belum berumah tangga sedikit lebih banyak
dari mereka yang telah berumah tangga, sedangkan kegiatan keagamaan orang yang
sudah bercerai jauh lebih banyak dari keduanya. Menurut Thoules hal tersebut
menunjukkan bahwa kegiatan keagamaan berkorelasi terbaik dengan tingkat
pemenuhan seksual sebagai sesuatu yang diharapkan bila penyimpangan seksual itu
benar-banar merupakan salah satu faktor yang mendorong di balik prilaku
keagamaan itu. Yang paling mencolok adalah kecenderungan emosi keagamaan yang
diekspresikan dalam bahasa cinta manusia. Jika kematangan beragama telah ada
pada diri seseorang, segala perbuatan dan tingkah laku keagamaan senantiasa
dipertimbangkan betul-betul dan dibina atas rasa tanggung jawab, bukan atas
dasar peniruan dan sekedar ikut-ikutan saja.
Dalam rangka menuju kematangan beragama
terdapat beberapa hambatan. Dan pada dasarnya terdapat dua faktor yang
menyebabkan adanya hambatan tersebut, di antaranya adalah:
1. Faktor
Diri Sendiri
Faktor dari dalam diri sendiri terbagi
menjadi dua yang menonjol di antaranya kepasitas diri dan pengalaman.
·
Kapasitas
diri ini berupa kemampuan ilmiah (rasio) dalam menerima ajaran-ajaran itu
terlihat perbedaanna antara seseorang yang berkemampuan dan kurang
berkemampuan. Sejarah menunjukkan bahwa makin banyak pengetahuan diperoleh,
makin sedikit kepercayaan agama mengendalikan kehidupan.
·
Sedangkan
faktor pengalaman, semakin luas pengalaman seseorang dalam bidang keagamaan,
maka akan semakin mantap dan stabil dalam mengerjakan aktifitas keagamaan.
Namun bagi mereka yang mempuynai pengalaman sedikit dan sempit, ia akan
mengalami berbagai macam kesulitan dan akan selalu dihadapkan pada
hambatan-hambatan untuk dapat mengerjakan ajaran agama secara mantap dan stabil.
2. Faktor
Luar (lingkungan)
Faktor luar yaitu beberapa kondisi dan
situasi lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang,
malah justru menganggap tidak perlu adanya perkembangan dan apa yang telah ada.
Faktor tersebut antara lain tradisi agama atau pendidikan yang diterima. Hal
ini sebagai landasan membuat kebiasaan baru yang lebih stabil dan bisa
dipertanggungjawabkan serta memiliki kedewasaan dalam beragama. Berkaitan
dengan sikap keberagamaan, William Starbuck, sebagaimana dipaparkan kembali
oleh William James, mangemukakan dua buah faktor yang mempengaruhi sikap
keagamaan seseorang, yaitu:
a) Faktor
Interen
·
Temperamen;
tingkah laku yang didasarkan pada temperamen tertentu memegang peranan penting
dalam sikap beragama seseorang.
·
Gangguan
jiwa; orang ang menderita gangguan jiwa menunjukkan kelainan dalam sikap dan
tungkah lakunya.
·
Konflik
dan keraguan; konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseorang
terhadap agama, seperti taat, fanatik, agnotis, maupun ateis.
·
Jauh
dari tuhan; orang yang hidupna jauh dari Tuhan akan merasa dirinya lemah dan
kehilangan pegangan hidup, terutama saat manghadapi musibah.
Adapun ciri-ciri mereka yang mengalami
kelainan kejiwaan dalam beragama sebagai berikut:
·
Pesimis.
·
Introvert.
·
Menyenangi
paham yang otodoks.
·
Mengalami
proses keagamaan secara graduasi.
b) Faktor
Ekstern
·
Musibah;
sering kali musibah yang sangat serius dapat mengguncang seseorang, dan kegoncangan
tersebut seringkali memunculkan kesadaran, khususnya kesadaran keberagamaan.
·
Kejahatan;
mereka yang hidup dalam lembah hitam umumnya mengalami guncangan batin dan rasa
berdosa. Sering pula perasaan yang fitrah menghantui dirinya, yang kemudian membuka
kesadarannya untuk bertobat, yang pada akhirnya akan menjadi penganut agama
yang taat dan fanatik.
Adapun cirri-ciri orang yang sehat jiwanya
dalam menjalankan agama antara lain:
·
Optimisme
dan gembira.
·
Ekstrovert
dan tidak mendalam.
·
Menyenangi
ajaran ketauhidan yang liberal.
Pengaruh kepribadian yang ekstrovert, maka mereka
cenderung:
- · Menyenangi teologi yang luas dan tidak kaku.
- · Menunjukkan tingkah laku keagamaan yang lebih bebas.
- · Menekankan cinta kasih dari pada kemurkaan dan dosa.
- · Memplopori pembelaan terhadap kepentingan agama secara sosial.
- · Tidak menyenangi implikasi penebusan dosa dan kehidupan kebiaraan.
- · Bersifat liberal dalam menafsirkan pengertian ajaran agama.
- · Selalu berpandangan positif.
- · Berkembang secara graduasi
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. 1991. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Arfinurul.
2010. Perkembangan Emosi pada Remaja.
[tersedia] http://arfinurul.blog.uns.ac.id. (14 Nopember 2012).
Atkinson, L. Rita dkk. 1991. Pengantar Psikologi. Jakarta:
PT Gelar Aksar Pratama.
Billimham, Katherine A.
1982. Developmental Psychology for The Heah Care Professions : Part 1
– Prenatal Through Adolescent Development. Colorado : Westview
Press, Inc.
Bimo Walgito. 2000. Pengantar
Psikologi Umum. Yogyakarta : Yasbit Fakultas Psikologi Universitas Gajah
Mada.
Branca, Albert A. 1965. Psychology
: The Science of Behavior. Boston : Allyn and Bacon, inc.
Dirgagunarsa, Singgih.
1988. Pengantar Psikologi. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan. Bandung :
Rosdakarya.
F.J. Monks, dkk. 2002. Psikologi
Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Gunarsa, D. 1986. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Jakarta : PT. BK Gunung Mulia
Hardy, Malcolm dan
Heyes, Steve. 1988. Pengantar Psikologi. Jakarta : Erlangga.
Hurlock, B. Elizabeth. 1993. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
1980. Psikologi Perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan.
Edisi ke lima. Jakarta : Erlangga
1997.
Perkembangan Anak : Jilid 1. (Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa
dan Muslichah Z.) Jakarta : Erlangga.
1997.
Perkembangan Anak : Jilid 2 (Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa dan
Muslichah Z.) Jakarta : Erlangga.
1997.
Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.
(Alih Bahasa : Istiwidayanti dan Soedjarwo) Jakarta : Erlangga.
Hymovich, Debra P. and
Chamberlin, Robert W. 1980. Child and Family Development : Implications
for Primary Health Care. New York : Mc Graw Hill Book Company.
Jeff and Cindi. 2006.
“Oh Baby, Bond with Me” http:// www.envisagedesign.
com/ohbaby/ index/html (diakses 15 Maret 2006).
Kartini Kartono. 1992. Psikologi
Wanita Jilid 2 : Mengenal Wanita sebagai Ibu dan Nenek. Bandung : CV Mandar
Maju.
Kartono, K. 1979. Psikhologi Anak. Bandung : Alumni
Kasiram, M. 1983. Ilmu
Jiwa Perkembangan. Surabaya : Usaha Nasional.
Monk, dkk. 2002. Psikologi Perkembangan : pengantar dalam
berbagai bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Nugraha,
Ari. 2012. Psikologi Perkembangan.
[tersedia] http://the-arinugraha-centre.blogspot.com. (25
Desember 2012).
Perry, Bruce D. 2001. Bonding
Attachment in Maltreated Children : Consequences of Emotional Neglect in
Childhood. Booklet.
Sarlito Wirawan Sarwono. 2001. Psikologi
Remaja. Jakarta: Radja Grafindo Persada.
.
2002. Psikologi Remaja. Jakarta : PT Remaja Grafindo Persada.
Sujanto, Agus. 1986. Psikologi Deskripsi. Jakarta: Aksara Baru.
Syamsu Yususf, L.N.
2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Tarigan, Rosdiana S.
2006. “11 Perilaku Sulit Si Prasekolah. ” Nakita No. 367/Th VIII/15 April
2006.
Yusuf, S. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Zulkifli, L. 1992. Psikologi Perkembangan. Bandung
: PT Remaja Rosda Karya
.
2 comments:
assalamualaikum kang ..
informasi yang sangat bermanfaat kang :)
mung pami tiasa ngangge daftar pustkana oge di akhir tulisan, kanggo rujukan pembacana :)
hatur nuhun. wassalamualaikum.
Walaikumsalam...
Alhamdulilah makasih komentarnya..
Referensinya udah saya tambahkan...
Post a Comment