Demokrasi
sebagai suatu sistem politik dan pemerintahan, juga dia adalah sebagai suatu
mekanisme yang dinamis dalam hubungan governance
dengan government-nya. Dalam
demokrasi mekanisme pemerintahan dipola dalam rasa kebersamaan, status
kesejajaran, dan mutual understanding.
Bapak demokrasi Socrates telah mengajarkan cara hidup santun, respek, kerjasama
dan kesetaraan.
Abraham
Lincoln (1863), melakukan kontektualisasi kehidupan demokratis dalam
pemerintahan yang akomodatif dengan memfasilitasi peran serta masyarakat secara
refresentatif dalam pemerintahan dengan jargon pokok bahwa pemerintahan yang
demokratis adalah yang dibangun : “from
the people, by the people and for the people”.
Pemerintahan
demokrasi pada masa Yunani Kuno dan masa Socrates adalah demokrasi langsung,
dan pada masa Abraham Lincoln adalah demokrasi tidak langsung atau demokrasi
yang dilakukan oleh rakyat secara refresentatif. Hal ini telah banyak dianut
oleh Negara-negara modern di dunia ini.
Berbicara
tentang pendidikan demokrasi ini tak dapat dipisahkan dari pendidikan politik,
pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan patriotisme, serta Bela Negara.
Pemerintahan parlementer, pemerintahan presidensil, bahkan pemerintah monarki
parlementer itu semua model-model pemerintahan yang dapat dikatakan demokratis.
Demokrasi
memang dapat dikatakan sebagai suatu sistem bagi pemerintahan, adalah yang
terbaik, karena “demos-cratos” atau berwatak “res-publica”. Namun seperti
halnya suatu sistem demokrasi pun memiliki kelemahan dengan juga memiliki
penyakit, seperti : mobokrasi, spoil
system, absolutisme minoritas yang mengarah kepada tirani, dan berteori
pemalsuan, dengan kata lain, demokrasi adalah suatu sistem terbaik diantara
yang jelek dalam “human aspec”.
Tentang
Pendidikan Demokrasi tidaklah sulit untuk terlaksana, bagi bangsa yang normal,
sehat lahir dan batin, terpelajar dan berkarakter sebagai manusia cerdas
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, manusia selalu bersinggungan
dengan fenomena kehidupan manusia lain yang berbudaya, disanalah kita saling
mendidik bermasyarakat, bekerjasama, tolong menolong, bergotong royong dan
berorganisasi.
Bagi
anak didik kita bisa kembangkan sikap yang saling menghormati, menghargai,
saling tegur sapa, respek terhadap orang lain, belajar menghargai orang lain
dan sikap pribadi dalam pergaulan. Pendidikan diarahkan kepada santun dalam berbicara, sopan
dalam gerak dan langkah, matang dalam emosi dan dewasa dalam perilaku.
Bagi
para elit politik secara otomatis melalui pengalamannya mereka by design atau by nature, akan terbina lahir batin “as by-product”, tetapi perlu juga membiasakan perilaku menahan diri
dalam dari tarikan-tarikan sikap brutal. Sopan santun politik perlu dibudayakan
sikap-sikap siap menang dan siap kalah bila berada dalam situasi percaturan
pesta demokrasi seperti dalam pencalonan apapun di organisasi atau dalam
pemilihan kepala daerah atau Pemilihan Umum.
Etika
demokrasi untuk siap memimpin dan siap dipimpin juga perlu dibudayakan sebagai
sikap sportif dalam melatih keikhlasan. Pada pendidikan formal untuk siswa,
mahasiswa dan peserta didik lainnya perlu diteladani sikap-sikap mental dan
nalar untuk respek terhadap orang lain, sopan dalam diskusi, tidak membiasakan
dalam perasaan benar sendiri, ingin menang sendiri dan bersikap arogansi
politik. Memang pendidikan demokrasi merupakan kontekstualisasi dari pendidikan
politik. Secara teknis bedanya antara lain, pendidikan politik fifty-fifty antara substansi teoretis
dan substansi praktis, sedangkan pendidikan demokrasi mostly berada di luar school
based, tapi “community based”.
No comments:
Post a Comment