Wednesday, July 31, 2013

PENDIDIKAN DEMOKRASI


          Demokrasi sebagai suatu sistem politik dan pemerintahan, juga dia adalah sebagai suatu mekanisme yang dinamis dalam hubungan governance dengan government-nya. Dalam demokrasi mekanisme pemerintahan dipola dalam rasa kebersamaan, status kesejajaran, dan mutual understanding. Bapak demokrasi Socrates telah mengajarkan cara hidup santun, respek, kerjasama dan kesetaraan.
          Abraham Lincoln (1863), melakukan kontektualisasi kehidupan demokratis dalam pemerintahan yang akomodatif dengan memfasilitasi peran serta masyarakat secara refresentatif dalam pemerintahan dengan jargon pokok bahwa pemerintahan yang demokratis adalah yang dibangun : “from the people, by the people and for the people”.
          Pemerintahan demokrasi pada masa Yunani Kuno dan masa Socrates adalah demokrasi langsung, dan pada masa Abraham Lincoln adalah demokrasi tidak langsung atau demokrasi yang dilakukan oleh rakyat secara refresentatif. Hal ini telah banyak dianut oleh Negara-negara modern di dunia ini.
          Berbicara tentang pendidikan demokrasi ini tak dapat dipisahkan dari pendidikan politik, pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan patriotisme, serta Bela Negara. Pemerintahan parlementer, pemerintahan presidensil, bahkan pemerintah monarki parlementer itu semua model-model pemerintahan yang dapat dikatakan demokratis.
          Demokrasi memang dapat dikatakan sebagai suatu sistem bagi pemerintahan, adalah yang terbaik, karena “demos-cratos” atau berwatak “res-publica”. Namun seperti halnya suatu sistem demokrasi pun memiliki kelemahan dengan juga memiliki penyakit, seperti : mobokrasi, spoil system, absolutisme minoritas yang mengarah kepada tirani, dan berteori pemalsuan, dengan kata lain, demokrasi adalah suatu sistem terbaik diantara yang jelek dalam “human aspec”.
          Tentang Pendidikan Demokrasi tidaklah sulit untuk terlaksana, bagi bangsa yang normal, sehat lahir dan batin, terpelajar dan berkarakter sebagai manusia cerdas sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, manusia selalu bersinggungan dengan fenomena kehidupan manusia lain yang berbudaya, disanalah kita saling mendidik bermasyarakat, bekerjasama, tolong menolong, bergotong royong dan berorganisasi.
          Bagi anak didik kita bisa kembangkan sikap yang saling menghormati, menghargai, saling tegur sapa, respek terhadap orang lain, belajar menghargai orang lain dan sikap pribadi dalam pergaulan. Pendidikan  diarahkan kepada santun dalam berbicara, sopan dalam gerak dan langkah, matang dalam emosi dan dewasa dalam perilaku.
          Bagi para elit politik secara otomatis melalui pengalamannya mereka by design atau by nature, akan terbina lahir batin “as by-product”, tetapi perlu juga membiasakan perilaku menahan diri dalam dari tarikan-tarikan sikap brutal. Sopan santun politik perlu dibudayakan sikap-sikap siap menang dan siap kalah bila berada dalam situasi percaturan pesta demokrasi seperti dalam pencalonan apapun di organisasi atau dalam pemilihan kepala daerah atau Pemilihan Umum.
          Etika demokrasi untuk siap memimpin dan siap dipimpin juga perlu dibudayakan sebagai sikap sportif dalam melatih keikhlasan. Pada pendidikan formal untuk siswa, mahasiswa dan peserta didik lainnya perlu diteladani sikap-sikap mental dan nalar untuk respek terhadap orang lain, sopan dalam diskusi, tidak membiasakan dalam perasaan benar sendiri, ingin menang sendiri dan bersikap arogansi politik. Memang pendidikan demokrasi merupakan kontekstualisasi dari pendidikan politik. Secara teknis bedanya antara lain, pendidikan politik fifty-fifty antara substansi teoretis dan substansi praktis, sedangkan pendidikan demokrasi mostly berada di luar school based, tapi “community based”.

No comments: