Tuesday, November 29, 2011

MGMP WAHANA PENINGKATAN KOMPETENSI GURU


Nuansa sertifikasi guru sebagai realisasi undang-undang guru dan dosen mendorong para guru untuk meningkatkan profesionalismenya. Terlebih, sesuai dengan Permen No.18 Tahun 2007, pada tahun awal ini sertifikasi guru berbasis dokumen ( portofolio ).
            Maka berdayuh-dayuhlah para guru mencoba untuk memverifikasikan dan kemudian mem-file-kan dokumen yang pernah dimiliki. Sangat pada tempatnya untuk para guru yang memang pernah mendapatkannya, namun kemudian sungguh naïf bagi mereka yang mencoba tidak jujur pada diri mereka. Mereka mencoba bertindak tidak terpuji dengan berbuat tidak semestinya, seperti memalsukan dokumen, membuat kegiatan fiktif, bahkan ada sebagian oknum yang memberikan iming-iming sertifikat dengan imbalan tertentu. Oleh karena itu, semoga situasi ini hanyalah kekhawatiran belaka dan tidak pernah ada.
            Kembali ke judul tulisan di atas. Sebenarnya di tengah lingkungan para guru, ada sebuah wahana yang selama ini terlupakan, dan bahkan termajinalkan, yaitu MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran). MGMP bergitu mengakar di dunia guru, khususnya SMP dan SMA. Ia ada dari tingkat sekolah, wilayah, kota/kabupaten, dan bahkan provinsi. Masalah utama dalam MGMP adalah support dana, kemampuan guru, dan support birokrasi terkait.
            Sopport dana dirasakan sangat menjadi kendala karena disadari atau tidak, sebuah organisasi sekecil apapun selalu memerlukan dana sebagai variable pendukung kegiatannya. Memang, banyak pihak yang bisa diajak bicara untuk menopang keterlaksanaan program MGMP (khusus di tingkat kota/kabupaten). Namun demikian, semua itu masih dirasa tidak mencukupi, dan tidak meyakinkan para pelaksana kegiatan. Solusi yang bijak adalah masuknya kegiatan ini dalam mata anggaran tertentu, baik di sekolah, wilayah, kota/kabupaten, serta berfungsinya hak dan kewajiban para anggota MGMP melalui support dana berupa iuran anggota.
            Kemampuan guru terkadang tidak mempuni untuk menanggulangi berbagai permasalahan yang mengemuka. Banyak persoalan tidak tuntas, banyak upaya peningkatan mutu/kualitas anggotanya yang tidak berhasil guna, banyak pula seabrek rencana mulia yang tidak terlaksana. Permasalahan yang kerap kali mengemuka dalam kegiatan MGMP baik sekolah, wilayah, kota/kabupaten menyangkut keperluan guru dalam keseharian diantaranya guru model, alat evaluasi, media, dan alat pembelajaran, serta penguasaan bahan ajar. Solusi permasalahan ini adalah adanya link yang positif dengan institusi terkait. Masalahnya, maukah mereka para akademi itu turun mendampingi kami yang ada di lapangan? Hingga saat ini, saya masih meragukan mereka akan mau bergabung sepenanggungan dengan kami.
            Sopport birokrasi dimaksud adalah keterbukaan para birokrat untuk mau, dan mampu, serta mengakui ekssistensi MGMP sebagai wahana penggemblengan kemampuan/ kompetensi guru-guru. Terkadang, para insane MGMP merasa malu untuk berhadapan dengan para birokrat karena kami ada dibenak mereka manakala meraka mempunyai kepentingan, baik individu maupun kelompok. Bnyak MGMP dilibatkan dalam sebuah kegiatan, namun keberadaannya hanya sekedar aksesori belaka. Solusi bijak adalah menjalin komunikasi yang jujur dalam upaya memahami kepentingan masing-masing, yang akhirnya akan menumbuhkan kepercayaan satu sama lain.
            Mengapa MGMP boleh dikatakan sebuah wahana untuk peningkatan kompetensi guru? Untuk menjawab pertanyaan ini seyogyanya mengenali, memahami, dan menghayati program MGMP tertentu. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa mobilitas sebuah organisasi sangat tergantung pula pada mobilitas dan kreativitas para pengurusnya. Mereka harus menciptakan kegiatan yang menyakinkan para guru sehingga mereka yakin bahwa dengan aktif melakukan kegiatan MGMP, kompetensi mereka akan meningkat dan terus meningkat.
            Semoga MGMP di lingkungan guru tidak menjadi barang asing yang menakutkan. Selamat ber-MGMP!!!

No comments: