Sunday, January 9, 2011

Pendidikan dan Investasi Nilai Manusia dalam Kehidupan


Semua kita pasti setuju dan meyakini bahwa pendidikan merupakan gerakan untuk membangkitkan bangsa dan Negara supaya mampu berdiri tegak, kokoh, maju dan terpandang dalam pergaulan bangsa-bangsa dan dunia internasional. Pendidikan sebagai praksis pembangunan bangsa, meskipun terkesan klise, tapi tetap menarik dan penuh makna.
Untuk membangun bangsa tentunya harus memiliki sumber manusia yang produktif, bermutu, disiplin dan bermartabat (human dignity). Manusia adalah objek pendidikan, sebagai makhluk yang dapat didik dan yang harus mendapatkan pendidikan. Sehingga dengan pendidikan yang diperoleh dapat mengembangkan potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh bangsa atau negara ini. Tentunya dengan cara manusia terdidik, mempunyai kemampuan  pengetahuan. Sehingga dengan tanpa merusak esensial alam itu sendiri, keakraban dan kelestarian lingkungan harus terjaga. Cara- cara seperti inilah yang seharusnya dimiliki oleh manusia yang terdidik melakukan aktivitasnya.
Dalam hal ini diperlukan usaha untuk menjadikan manusia itu bermakna sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang “spesial” dari makhluk lain. Disebut special karena pada manusia itu mempunyai akal yang bisa membawa manusia jauh lebih terhormat dan dihormati sebagai manusia.
Esensial manusia dilahirkan kedunia dengan membawa potensi fitrah, maka fitrah tersebut harus mendapat tempat dan perhatian serta pengaruh dari faktor eksogen manusia (environment) untuk mengembangkan dan melestarikan potensinya yang positif dan sebagai penangkal manusia itu dari penguasaan nafsu amarahnya.
Cara yang tepat untuk mengembangkan dan memelihara fitrah manusia itu adalah dengan pendidikan, karena pendidikan (al-tarbiyah) manusia itu bisa dibentuk dan membentuk diri. Dengan pendidikan juga telah mencakup semua dimensi untuk memanusiakan manusia sebagaimana utuhnya. Pendidikan juga merupakan sebagai upaya untuk mengembangkan bakat dan kemampuan individual, sehingga potensi-potensi kejiwaaan itu dapat diaktualisasikan secara sempurna, karena potensi-potensi itu sesungguhnya merupakan kekayaan dalam diri manusia yang amat berharga.(Amin, 1992). Pendidikan juga merupakan pondasi bagi manusia dalam posisi baik sebagai khalifah maupun sebagai ‘abd (hamba Allah).
Tujuan Pendidikan
Dalam menghadapi industrialisasi Eropa dan Amerika, menurut Jonh Dewey sistem pendidikan sekolah harus diubah. Sains, menurutnya, tidak mesti diperoleh dari buku-buku, melainkan harus diberikan kepada siswa melalui praktek dan tugas-tugas yang berguna. Belajar harus lebih banyak difokuskan melalui tindakan dari pada melalui buku. Artinya pembagian yang tepat antara teori dan praktek learning by doing.
Dalam masyarakat industri, sekolah harus merupakan miniatur lokakarya dan miniatur komunitas. Belajar haruslah dititiktekankan pada praktek dan trial and error. Akhirnya, pendidikan harus disusun kembali bukan hanya sebagai persiapan menuju kedewasaan, tetapi pendidikan sebagai kelanjutan pertumbuhan pikiran dan kelanjutan penerang hidup. Sekolah hanya dapat memberikan kita alat pertumbuhan mental, sedangkan pendidikan yang sebenarnya adalah saat kita telah meninggalkan bangku sekolah, dan tidak ada alasan mengapa pendidikan harus berhenti sebelum kematian menjemput.
Tujuan pendidikan adalah efisiensi sosial dengan cara memberikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan demi pemenuhan kepentingan dan kesejahteraan bersama secara bebas dan maksimal. Dengan pendidikan dan semua manusia bisa memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan, sehingga bakat dan kemampuan manusia itu bisa berpotensial. Manusia yang mempunyai masa proses pengembangan diri, tentunya juga mendapatkan tahapan-tahapan penyesuaian dalam mendapatkan pendidikan, dalam hal ini tentunya pendidik. Tugas seorang pendidiklah untuk membantu manusia (yang dididik) itu dapat mengembangkan bakat dan kemampuannya. Disamping itu pendidik juga berkewajiban untuk membantu menemukan kesulitan-kesulitan yang menghambat perkembangan potensinya, serta membantu menghilangkan hambatan itu untuk mencapai tujuan menjadi manusia mandiri.
Tata susunan masyarakat yang dapat menampung individu yang memiliki efisiensi di atas adalah sistem demokrasi yang didasarkan atas kebebasan, asas saling menghormati kepentingan bersama, dan asas ini merupakan sarana kontrol social, yang memberikan interes perorangan kepada individu dalam hubungan kemasyarakatan dan mempunyai pemikiran yang menjamin perubahan-perubahan sosial.
Dalam Undang-Undang System Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003, pendidikan diharapkan dapat berfungsi mengembangkan kemampuan dan  membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,  dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Sehingga terbentuknya  masyarakat madani yang demokratis, rukun dan  damai  dalam kesatuan bangsa yang toleran dan menghormati sesame suku, agama, ras dan adat istiadat dan budaya.
Konsep tujuan pendidikan kita sangat ideal dan baik, namun belum maksimal dalam mencapai output nilai manusianya, sehingga hal ini jauh bertolak belakang dengan tujuan pendidikan itu.ya. Keadaan ini bisa dilihat, diamati, dalam aktifitas kehidupan . terjadinya tindakan seperti; Kekerasan dan “Mafia” dalam dunia pendidikan, terror bom, korupsi, pungutan pajak yang tidak dibenarkan secara undang-undang (pajak liar) yang masih berlangsung, (dan hal ini juga katanya yang menjadi penghambat para investor dalam melakukan investasi, sehingga menggangu proses percepatan pembangunan bangsa/daerah ini) Trafficking, pelaku eksploitasi sumber daya alam yang merusak kehidupan, para abdi Negara yang lalai terhadap tugas dan tenggaungjawab yang diberikan, seperti; PNS yang molor dan suka nongkrong di warung/di luaran pada saat jam kerja, dan banyak praktek tindakan-tindakan a moral lainnya yang terjadi dan pelakunya kaum terdidik dan mereka yang berpendidikan.
Persoalan ini, juga tidak bisa semata disalahkan konstitusi pendidikan, karena pendidikan adalah tanggungjawab setiap warga negara yang tak bisa dipungkiri.
Dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk manivestasi pendidikan  manusia; pertama, Pengembangan terhadap yang teoritis dengan praktis harus sejalan. Pengembangan teoritis akan memberikan bekal yang bersifat etik dan normatif, sedangkan yang praktis dapat mempersiapkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan. Proporsionalisasi yang teoritis dan praktis itu penting agar pendidikan tidak melahirkan materialisme terselubung ketika terlalu menekankan yang praktis. Pendidikan juga tidak dapat mengabaikan kebutuhan praktis manusia, sebab kalau demikian yang terjadi berarti pendidikan tersebut dapat dikatakan disfungsi, tidak memiliki konsekuansi praktis. Kedua, kesadaran individu, dari segi paedagogis manusia sebagai Homo Educandum harus mampu untuk tidak membiasakan mengerjakan hal yang buruk, selama ini sebagai hamba Allah kita masih berlagak sebagai manusia suci, dan tidak jujur pada diri sendiri, sebagai contoh; setiap waktu kita mengerjakan kewajiban seperti shalat lima waktu tapi justru shalat itu, belum mampu membendung tingkah laku seseorang untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan a moral atau perbuatan yang melanggar aturan Tuhan. Sehingga nilai shalat tadi yang dikerjakan tidak lebih dari praktek ritual semata. Prilaku manusia yang berakal hilang dengan pengaruh nafsu, nafsu lebih  menguasai akal manusia, yang seharusnya akal mengontrol nafsu itu. Ketiga, meningkatkan peran dukungan dari keluarga dan lingkungan masyarakat selama ini ada kesalahan paradigma berpikir dalam masyarakat, bahwa kalau urusan pendidikan semata-mata adalah tanggungjawab pemerintah semata atau konstitusi pendidikan saja. Sehingga fungsi control sebagai orang tua dan masyarakat perannya sangat lemah. Hal ini juga dampak dari ketidak tau-an dan beberapa pengaruh lain bagi mereka, seperti; factor rendahnya pendidikan orang tua, factor ekonomi keluarga, pekerjaan, dan alasan lain sebagainya yang pada prinsipnya mereka juga belum bisa memanusiakan dirinya sendiri sebagai orang tua atau keluarga.
Ketiga, adalah system dan kebijakan pendidikan serta profesionalisme tenaga kependidikan kita, system pendidikan yang mengutamakan pencapaian nilai, dimana ukuran keberhasilan diukur dari kemampuan menjawab soal-soal, sedangkan persoalan prilaku masih kurang tersentuh, aplikasi bagaimana pemahaman dan penerapan ilmu agak di nomor duakan. Ruang desentralisai pendidikan yang diberikan kedaerah masih terkekang dan belum mampu mengubah system pendidikan secara keseluruhan. Mengamati system RENSTRA pendidikikan Aceh, yang menginginkan pendidikan berbasis islami. Untuk mengimplementasikan rencana ini maka harus ditunjang tindakan-tindakan kongrit. Bisa saja dengan memperhatikan kembali kurikulum pendidikannya,  dimana harus memuat prinsip-prinsip islam yang lebih mengedepankan dasar religi. Sehingga nilai islaminya tidak berkesan simbolis semata. Diakui banyak pihak menilai pendidikan kita sudah bagus, tapi bagus, belum keproses berhasil membentuk manusianya. Sebagai contoh, mendapat nobel atau gelar pendidikan, tapi tanpa proses sekolah, cukup dengan punya kekuasaan dan uang gelar itu bisa dibeli. Didisi lain dengan meninggkatnya dana pendidikan dan kesejahteraan tenaga kependidikan diharapkan para tenaga kependidikan ini lebih profesional dan ulet. Disamping itu juga kesetaraan pelayanan dan sarana prasarana kebutuhan pendidikan yang diberlakukan harus tetap sama antara kota dan desa tidak menganak tiri, kandungkan. Sehingga akses pendidikan itu mudah di dapatkan.
Pengaruh perkembangan dan perubahan dunia globalisasi merupakan tantangan bagi pendidikan dalam “memanusiakan” manusia maka pendidikanpun harus terarah hendaknya. Ada sebuah pesan dari Ali bin Abi Thalib, ia mengatakan; “ Didiklah dan persiapkanlah anak-anakmu untuk suatu zaman yang bukan zamanmu, sebab mereka akan hidup pada suatu zaman yang bukan zamanmu”. Pesan yang sama juga diungkapkan oleh futurology, Arifin Tofler, yang menyatakan, “Pendidikan harus selalu mengacu pada masa depan”. Oleh karena itu, pendidikan dipandang berperan penting dalam keberlangsungan hidup manusia, untuk mengakomodasi kebutuhan  dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia. Dalam amanat UUD 1945  juga ditegaskan, pendidikan harus menjadi wahana dan sarana meningkatkan kecerdasan bangsa secara berkelanjutan dalam kerangka pendidikan sepanjang hayat (life long education). Kecerdasan yang dimaksud disini adalah kecerdasan manusianya, hanya dengan ilmu dan kemampuan skilnya (capacity bulding), manusia bisa mengangkat derajatnya. Manusia yang berpendidikan adalah ibarat pohon yang kokoh, rindang dan juga berbuah lebat yang bisa bermamfaat bagi kehidupan. Dan tentunya diposisikan semata-mata untuk beribadah kepadaNYA.sehingga tidak menguragi esensi nilai manusia sebagai ‘abd dan khalifah dimuka bumi.

No comments: