Saturday, January 29, 2022

MATERI PPG BAHASA INDONESIA LK 1 MODUL 1

 

Nama Mahasiswa          : Ari Nugraha

Nomor Peserta PPG       : 201503280480

Mapel                            : Bahasa Indonesia

 

Judul Modul

Modul 1 Tata Bahasa

Judul Kegiatan Belajar (KB)

1.    Ejaan dan Tanda Baca

2.    Kata dan Proses Pembentukannya

3.    Kalimat dan Proses Pembenatukannya

4.    Kalimat Efektif

No

Butir Refleksi

Respon/Jawaban

1

Daftar peta konsep (istilah dan definisi) di modul ini

PETA KONSEP

DAFTAR ISTILAH & DEFINISI

1.    Ejaan

Sejak tahun 1972, ejaan yang digunakan adalah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Peraturan terbaru mengenai EYD tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, dipergunakan bagi instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar

2.    Penggunaan Ejaan

Penggunaan ejaan yang harus diperhatikan antara lain pemakaian huruf, seperti: huruf kapital, huruf miring, huruf cetak tebal. Penggunaan ejaan yang juga harus diperhatikan terkait penulisan gabungan kata, partikel, singkatan, akronim, dan penulisan istilah.

·         Pengunaan Huruf Kapital

a.    Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama pada awal kalimat.

b.    Huruf kapital dipakai untuk menyebutkan nama Tuhan, termasuk kata ganti untuk Tuhan, nama agama, dan kitab suci.

c.     Huruf kapital digunakan sebagai setiap unsur nama orang.

d.    Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama seperti pada de, van, dan der (dalam nama Belanda), von (dalam nama Jerman), atau da (dalam nama Portugal).

e.     Huruf kapital digunakan pada huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.

f.      Huruf kapital tidak digunakan pada huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.

g.     Huruf kapital tidak dipakai untuk menuliskan huruf pertama kata bin atau binti.

h.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan yang diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat yang digunakan sebagai pengganti nama orang tertentu.

i.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan atau nama instansi yang merujuk kepada bentuk lengkapnya.

j.      Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak merujuk kepada nama orang, nama instansi, atau nama tempat tertentu.

·         Penggunaan Huruf Miring

a.    Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk mengkhususkan atau menegaskan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.

b.    Huruf miring digunakan untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.

c.     Judul makalah, skripsi, tesis, atau disertasi yang belum diterbitkan dan dirujuk dalam tulisan tidak ditulis dengan huruf miring, tetapi diapit dengan tanda petik.

d.    Huruf miring digunakan untuk menuliskan kata atau ungkapan yang bukan bahasa Indonesia, seperti bahasa daerah dan bahasa asing.

e.     Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia tidak ditulis miring.

·         Penggunaan Huruf Cetak Tebal

a.    Huruf cetak tebal digunakan untuk menuliskan judul buku, bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel, daftar lambang, daftar pustaka, indeks, dan lampiran.

b.    Huruf cetak tebal digunakan untuk menuliskan lema dan sublema serta untuk menuliskan lambang bilangan yang menyatakan polisemi dalam kamus.

3.    Penggunaan Tanda Baca

·         Penggunaan Tanda Titik (.)

a.    Tanda titik digunakan pada akhir kalimat berita.

b.    Tanda titik tidak digunakan pada akhir kalimat sudah berakhir dengan tanda titik, tanya, dan seru.

c.     Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.

d.    Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.

e.     Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 12 dapat dilengkapi dengan keterangan pagi, siang, sore, atau malam.

f.      Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 24 tidak memerlukan keterangan pagi, siang, atau malam.

g.     Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah.

h.    Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, tahun, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.

i.      Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.

j.      Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, nama bab, subbab, tabel, dan sebagainya

·         Penggunaan Tanda Koma (,)

a.    Tanda koma digunakan dalam suatu perincian atau pembilangan (minimal tiga unsur)

b.    Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.

c.     Tanda koma dipakai di muka angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.

d.    Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului dengan kata seperti tetapi, melainkan, sedangkan, dan kecuali.

e.     Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.

·         Penggunaan Titik Koma (;)

a.    Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk setara.

b.    Tanda titik koma digunakan untuk mengakhiri pernyataan perincian dalam kalimat yang berupa frasa atau kelompok kata. Sebelum rincian terakhir tidak perlu digunakan kata dan.

c.     Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan dua kalimat setara atau lebih apabila unsur-unsur setiap bagian itu dipisah oleh tanda baca dan kata hubung.

·         Penggunaan Titik Dua (:)

a.    Tanda titik dua dipakai di antara (a) tahun dan halaman dalam kutipan, (b) bab dan ayat dalam kitab suci, (c) judul dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.

b.    Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.

c.     Tanda titik dua dapat dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan

d.    Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti rangkaian atau pemerian

·         Penggunan Tanda Hubung (-)

a.    Tanda hubung digunakan untuk menyambung suku-suku kata yang terpisah oleh pergantian baris.

b.    Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata yang mengikutinya atau akhiran dengan bagian kata yang mendahuluinya pada pergantian baris.

c.     Tanda hubung digunakan untuk menyambung unsur-unsur kata ulang.

d.    Tanda hubung digunakan untuk menyambung bagian-bagian tanggal dan huruf dalam kata yang dieja satu-satu.

e.     Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (a) hubungan bagianbagian kata atau ungkapan dan (b) penghilangan bagian frasa atau kelompok kata.

·         Penggunaan Tanda Tanya (?)

a.    Tanda tanya digunakan pada akhir kalimat tanya.

b.    Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

·         Penggunaan Tanda Seru (!)

a.    Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah dan menggambarkan emosi penutur.

·         Penggunaan Tanda Petik Tunggal (‘…’)

a.    Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna kata atau ungkapan.

b.    Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat di dalam petikan lain.

c.     Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, kata atau ungkapan bahasa daerah atau bahasa asing.

·         Penggunaan Tanda Petik Dua (“…”)

a.    Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain

b.    Tanda petik dipakai untuk mengapit judul puisi, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.

c.     Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.

·         Penggunaan Tanda Kurung ( () )

a.    Tanda kurung digunakan untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.

b.    Tanda kurung digunakan untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian utama kalimat.

c.     Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.

·         Penggunaan Tanda Garis Miring (/)

a.    Tanda garis miring digunakan di dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun kalender atau tahun ajaran.

b.    Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap, dan ataupun.

 

1.    Kata

Kata merupakan satuan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri dengan makna yang bebas. Kata terdiri atas kata dasar dan kata berimbuhan. Dalam istilah linguistik, kata dasar diartikan sebagai dasar dari pembentukan kata yang lebih besar. Kata dasar merupakan jenis kata yang dapat berdiri sendiri dan tersusun atas morfem atau gabungan morfem. Kata berimbuhan adalah kata dasar yang telah diberi imbuhan, baik itu awalan, sisipan, akhiran, maupun awalan-akhiran.

2.    Pembentukan Kata Berimbuhan/ Turunan

·         Afiksasi (prefiks, infiks, sufiks, konfiks)

a.    Prefiks yaitu imbuhan yang ditambahkan pada bagian awal bentuk kata dasar. Prefiks sering disebut pula awalan. Prefiks atau awalan antara lain: {meN-}, {ber-}, {ter-}, {pe-}, {per-}, {di-}, dan {se-}.

b.    Infiks yaitu sisipan yang ditambahkan pada bagian tengah bentuk kata dasar. Infiks antara lain: {-el-}, {-er-}, {-em-}, dan {-in-}.

c.     Sufiks yaitu imbuhan yang ditambahkan pada akhir bentuk kata dasar. Sufiks sering disebut pula akhiran. Contoh sufiks antara lain: {-an}, {-kan}, dan {-i}.

d.    Konfiks yaitu imbuhan yang ditambahkan pada awal dan akhir bentuk kata dasar. Contoh konfiks antara lain: {ke-an}, {peN-an}, {per-an}, {ber-an}.

·         Reduplikasi (Pengulangan)

Reduplikasi adalah proses pembentukan kata dengan mengulang satuan bahasa baik secara keseluruhan maupun sebagian.

a.    Kata ulang utuh/dwilingga adalah pengulangan seluruh bentuk dasar.

b.    Kata ulang sebagian: membaca-baca, tulis-menulis, membuka-buka, dll.

c.     Kata ulang berimbuhan: buah-buahan, rumah-rumahan, kebaratbaratan, dll.

d.    Kata ulang berubah bunyi/ dwilingga salin suara: bolak-balik, sayurmayur, mondar-mandir, dll.

e.     Kata ulang dwipurwa adalah pengulangan sebagian atau seluruh suku awal sebuah kata. Contoh: tamu menjadi tetamu, laki menjadi lelaki, dll.

f.      Kata ulang fonologis adalah pengulangan unsur fonologis, seperti fonem, suku kata, atau bagian kata yang tidak ditandai oleh perubahan makna.

g.     Kata ulang idiomatis adalah reduplikasi yang maknanya tidak dapat dijabarkan dari bentuk yang diulang.

h.    Kata ulang morfologis adalah pengulangan morfem yang menghasilkan kata.

i.      Kata ulang sintaksis adalah pengulangan morfem karena tuntutan kaidah sintaksis, seperti pembentukan keterangan.

·         Pemajemukan

Pemajemukan adalah penggabungan dua kata atau lebih dalam membentuk kata. Penggabungan dua morfem bebas atau lebih membentuk kata kompleks (kata majemuk). Ciri-ciri kata mejemuk yaitu sebagai berikut.

a.    Memiliki makna dan fungsi baru yang tidak persis sama dengan fungsi masing-masing unsurnya.

b.    Unsur-unsurnya tidak dapat dipisahkan baik secara morfologis maupun secara sintaksis.

3.    Pengertian Kategorisasi Kata

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kosakata adalah perbendaharaan kata. Artinya, kosakata adalah kumpulan beragam kata dalam

bahasa Indonesia. Kata dirujuk sebagai satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri. Satuan bahasa itu dapat berupa morfem bebas atau morfem terikat. Dalam kajian morfologi, kata merupakan satuan terbesar dalam unit analisis, sedangkan dalam kajian sintaksis, kata merupakan satuan analisis terkecil. Kata memiliki kedudukan sebagai subjek, predikat, objek, dan keterangan dalam suatu kalimat.

·         Kategori Verba

Kata verba merupakan kata yang menyatakan makna perbuatan, pekerjaan, tindakan, proses atau keadaan. Verba disebut juga kata kerja. Ciri-ciri verba dapat diketahui dengan mengamati 1) perilaku semantis, 2) perilaku sintaksis, dan 3) bentuk morfologisnya. Secara umum, Alwi dkk (2010: 91) verba dapat diidentifikasi dengan ciri-ciri berikut.

a.    Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat.

b.    Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses atau keadaan yang bukan sifat atau kausalitas.

c.     Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks teryang berarti ‘paling’. Verba seperti mati atau suka, misalnya, tidak dapat diubah menjadi termati atau tersuka.

d.    Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan.

·         Kategori Nomina

Kata nomina sering disebut kata benda. Secara umum, Alwi dkk (2010: 221) nomina dapat diidentifikasi dengan ciri-ciri berikut.

a.    Dalam kalimat yang predikatnya verba, nomina cenderung menduduki fungsi subjek, objek, atau pelengkap.

b.    Nomina tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak. Kata pengingkarnya adalah bukan.

c.     Nomina umumnya dapat diikuti oleh adjektiva, baik secara langsung maupun dengan di antarai oleh kata yang.

·         Kategori Adjektiva

Alwi, dkk (2010: 177) mengungkapkan adjektiva adalah kata yang berfungsi memberikan keterangan khusus untuk nomina dalam kalimat. Adjektiva adalah kata sifat atau keadaan yang dipakai untuk mengungkapkan sifat atau keadaan orang, benda, atau binatang, dalam hal ini kategori nomina. Secara morfologis, adjektiva ditandai dengan morfem –er, -if, -i, misalnya pada kata

honorer, aditif, dan alami. Adjektiva terdiri atas dua macam yaitu adjektiva predikatif dan adjektiva atribut.

a.    Adjektiva predikatif adalah adjektiva yang dapat menempati posisi predikat dalam klausa, misalnya mahal.

b.    Adjektiva atribut yaitu adjektiva yang mendampingi nomina dalam frase nominal.

·         Kategori Adverbia

Alwi, dkk (2010: 221) mengungkapkan adverbia atau kata keterangan merupakan kata yang menjelaskan verba, adjektiva, atau adverbia lain. Berdasarkan perilaku semantisnya, adverbia terbagi menjadi berikut ini.

a.    Adverbia kualitatif yaitu menggambarkan makna yang berhubungan dengan tingkat, derajat, atau mutu. Contoh kata adverbia kualitatif yaitu paling, sangat, lebih, kurang.

b.    Adverbia kuantitatif yaitu menggambarkan makna yang berhubungan dengan jumlah. Contoh kata adverbia kuantitatif, yaitu banyak, sedikit, kira-kira, cukup.

c.     Adverbia limitatif yaitu kata keterangan yang maknanya berhubungan dengan pembatasan. Contoh kata ini yaitu hanya, saja, sekadar.

d.    Adverbia frekuentatif, yaitu kata yang maknanya berhubungan dengan tingkat kekerapan terjadinya sesuatu. Contoh kata: selalu, sering, jarang, kadang-kadang.

e.     Adverbia waktu, yaitu kata yang maknanya berhubungan dengan waktu terjadinya peristiwa. Contoh adverbial waktu yaitu baru, segera, tadi, kemarin, esok, lusa. Adverbia cara, yaitu kata keterangan yang maknanya berhubungan dengan cara sesuatu peristiwa berlangsung atau terjadi. Contoh adverbia cara yaitu diam-diam, secepatnya, pelan-pelan.

·         Kategori Preposisi

Kategori ini merupakan kata penunjuk arah atau tempat. Secara sintaksis, preposisi digunakan di depan kategori lain, terutama nomina. Jika berada di depan nomina preposisi membentuk frase eksosentris. Contoh: di, kepada, buat, bagi, antara, atas, ke, dari sekian. Terdapat tiga jenis preposisi, yaitu sebagai berikut.

a.    Preposisi dasar yang sebagai preposisi tidak dapat mengalami proses morfologis.

b.    Preposisi turunan terbagi atas gabungan preposisi dan preposisi, kemudian gabungan preposisi dan nonpreposisi.

·         Kategori Konjungsi

Konjungsi merupakan kategori yang berfungsi untuk meluaskan satuan yang lain dalam konstruksi hipotasis, dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam konstruksi. Berdasarkan posisinya, konjungsi terdiri sebagai berikut.

a.    Konjungsi intrakalimat, yaitu konjungsi yang menghubungkan satuansatuan kata dengan kata, frase dengan frase, atau klausa dengan klausa.

b.    Konjungsi ekstrakalimat terbagi atas konjungsi intratekstual dan konjungsi ekstratektual.

·         Kategori Pronomina

Pronomina merupakan kata yang dipakai untukm mengacu pada nomina lain. Jenis – jenis prnomina sebagai berikut.

a.    Pronomina persona, seperti saya, engkau, dia, mereka, -nya.

b.    Pronomina penunjuk, seperti ini, itu, sini, situ, sana.

c.     Pronomina penanya, seperti apa, siapa, mana

·         Kata Tugas

Kata tugas merupakan istilah bagi kelas kata yang tidak termasuk kelas kata verba, nomina, adjektiva, dan numeralia. Kata tugas terdiri sebagai berikut.

a.    Interjeksi adalah kategori yang bertugas mengungkap perasaan pembicara.

b.    Artikula adalah katagori yang mendampingi nomina dasar, misalnya si, sang, hang, dang, para, kaum, umat.

c.     Partikel adalah kata tugas yang tidak dapt diterjemahkan secara pasti apa maksudnya, misalnya ah, deh, kan, aduh, kok, halo, hai.

d.    Interogatif atau kata-kata tanya. Misalnya apa, siapa, bagaimana.

4.    Kosakata Baku dan Tidak Baku

·         Kata Baku

Kata baku adalah kata yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang telah ditentukan. Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan sumber utama dan menjadi acuan untuk menentukan kata baku bahasa Indonesia.

Kata baku biasanya digunakan untuk

a.    Membuat karya ilmiah.

b.    Membuat surat lamaran pekerjaan.

c.     Membuat surat dinas, surat edaran, dan surat resmi lainnya.

d.    Membuat laporan.

e.     Membuat nota dinas.

f.      Saat berpidato dan rapat dinas.

g.     Saat musyawarah atau diskusi.

·         Kata tidak baku

Kata tidak baku adalah kata yang digunakan tidak sesuai dengan pedoman atau kaidah bahasa sudah ditentukan. Biasanya kata tidak baku sering digunakan saat percakapan sehari-hari atau dalam bahasa tutur. Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan munculnya kata tidak baku yang diantaranya adalah sebagai berikut.

a.    Yang menggunakan bahasa tidak mengetahui bentuk penulisan dari kata yang dia maksud.

b.    Yang menggunakan bahasa tidak memperbaiki kesalahan dari penggunaan suatu kata, itulah yang menyebabkan kata tidak baku selalu ada.

c.     Yang menggunakan bahasa sudah terpengaruh oleh orang-orang yang terbiasa menggunakan kata yang tidak baku.

d.    Yang menggunakan bahasa sudah terbiasa memakai kata tidak baku.

 

 

1.    Fungtor Kalimat

Fungtor adalah kata (butir gramatika seperti penanda jamak-es atau-s dalam bahasa Inggris) yang tidak mempunyai arti sendiri dan biasanya hanya mempunyai fungsi gramatikal dalam sintaksis. Fungtor dalam bahasa Indonesia meliputi unsurunsur kalimat yaitu subjek, predikat, objek, keterangan, dan pelengkap (S-P-O-KPel.). Berikut uraian fungtor dalam bahasa Indonesia.

·         Subjek

Subjek atau pokok kalimat merupakan unsur utama kalimat. Subjek menentukan kejelasan makna kalimat.

·         Predikat

Seperti halnya dengan subjek, predikat kalimat kebanyakan muncul secara eksplisit.

·         Objek

Kehadiran objek dalam kalimat bergantung pada jenis predikat kalimat dan ciri khas objek itu sendiri. Predikat kalimat yang berstatus transitif mempunyai objek. Biasanya, predikat ini berupa kata kerja berkonfiks me kan, atau me-i, misalnya: mengembalikan, mengumpulkan; me-i, misalnya: mengambili, melempari, mendekati.

·         Keterangan

Keterangan kalimat berfungsi memperjelas atau melengkapi informasi pesan-pesan kalimat. Tanpa keterangan, informasi menjadi tidak jelas.

2.    Frasa

Frasa adalah gabungan dua atau lebih yang bersifat nonpredikatif. Frasa sering disebut pula gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi kalimat. Fungsi yang dimaksud adalah subjek, predikat, objek, dan keterangan. Ramlan (2001: 139) mengemukakan frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan.

3.    Jenis-jenis Frasa

Berdasarkan kesetaraan distribusi unsur-unsurnya, frasa terdiri atas dua jenis yaitu frasa endosentrik dan frasa eksosentrik.

·         Frasa Endosentris

Frasa endosentris memiliki distribusi unsur-unsur setara dalam kalimat. Dalam frasa endosentris, kedudukan frasa ini dalam fungsi tertentu dapat digantikan oleh unsurnya. Unsur frasa yang dapat menggantikan frasa itu dalam fungsi tertentu disebut unsur pusat (UP). Frasa endosentris adalah frasa yang memili unsur pusat.

·         Frasa Eksosentris

Frasa eksosentris adalah frasa yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan semua unsurnya. Contoh: di sekolah, ke gedung bioskop, dari desa. Berdasarkan kesetaraan distribusi dengan golongan atau kategori kata, frasa terdiri atas frasa nominal, verbal, adjektival, pronominal, dan numeralia.

a.    Frase verba adalah frasa yang unsur pusatnya (UP) berupa kata yang termasuk kategori verba. Frasa ini biasanya menduduki fungsi predikat.

b.    Frasa nomina, yaitu frasa yang unsur pusatnya berupa kata yang termasuk kategori nomina.

c.     Frasa ajektiva adalah satuan gramatik yang terdiri atas dua kata atau lebih. Unsur intinya adalah ajektiva (sifat) dan satuan itu tidak membentuk klausa.

d.    Frasa pronomina adalah dua kata atau lebih yang intinya pronomina dan hanya menduduki satu fungsi dalam kalimat.

e.     Frase numeralia yaitu frasa yang unsur pusatnya berupa kata yang termasuk kategori numeralia.

f.      Frasa preposisi yaitu frasa yang ditandai preposisi atau kata depan sebagai penanda dan diikuti kata atau kelompok kata (bukan klausa) sebagai petanda.

g.     Frasa konjungsi yaitu frasa yang ditandai adanya konjungsi atau kata sambung sebagai penanda dan diikuti klausa sebagai petanda.

4.    Klausa

Klausa merupakan satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang kurangnya terdiri atas subjek (S) dan predikat (P). Klausa berpotensi menjadi kalimat. Ramlan (1981: 62) mengemukakan sebagai berikut. “Klausa dijelaskan sebagai satuan gramatik yang terdiri atas dari P, baik disertai S, O, PEL, dan KET atau tidak. Dengan ringkas klausa ialah (S), (P), (O), (PEL) (KET). Tanda kurung menandakan bahwa apa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka, artinya boleh ada, boleh juga tidak ada.” Berdasarkan pengertian tersebut, klausa adalah satuan gramatik yang unsurunsurnya minimal terdiri atas subjek-predikat dan maksimal terdiri atas subjek predikat- objek-pelengkap-keterangan.

5.    Jenis-jenis Klausa

Berdasarkan kategori tertentu, klausa dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Penggolongan klausa didasarkan pada 1) Struktur intern, 2) Ada tidaknya kata negative, dan 3) Kategori kata atau frasa yang menduduki fungsi P. Berikut pemaparan masing-masing jenis klausa tersebut.

·         Penggolongan klausa berdasarkan struktur internnya.

·         Penggolongan klausa berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara gramatik menegatifkan P.

·         Penggolongan klausa berdasarkan kategori kata atau frasa yang menduduki fungsi.

6.    Pengertian Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang memuat pikiran secara utuh. Alwi, dkk (2013: 317) mengemukakan kalimat merupakan satuan terkecil wacana. Dilihat dari segi bentuknya, kalimat dapat dirumuskan sebagai konstruksi sintaksis terbesar yang terdiri atas dua kata atau lebih.

7.    Jenis Kalimat

·         Kalimat Perintah

Kalimat perintah bertujuan meemberikan perintah kepada orang lain untuk melakukan sesuatu. Secara tertulis, kalimat ini diakhiri dengan tanda seru (!).

·         Kalimat Berita

Kalimat berita merupakan kalimat yang sekadar memberikan informasi. Dalam penulisan, kalimat ini diakhiri dengan tanda titik (.) sedangkan secara lisan dilakukan dengan intonasi menurun.

·         Kalimat Tanya

Kalimat tanya bertujuan memperoleh suatu informasi atau reaksi (jawaban). Kalimat ini diakhiri dengan tanda tanya (?) dalam penulisan dan dilafalkan menggunakan intonasi menurun.

·         Kalimat Seruan

Kalimat seruan adalah kalimat yang digunakan untuk mengungkapakan perasaan ‘yang kuat’ atau ungkapan untuk peristiwa mendadak.

·         Penggolongan Kalimat

a.    Penggolongan Kalimat Berdasarkan Pengucapan

ü  Kalimat langsung

Kalimat langsung adalah kalimat yang secara cermat menirukan ucapan orang. Kalimat langsung memberitakan bagaimana ucapan dari orang lain (orang ketiga). Kalimat ini biasanya ditandai dengan tanda petik dua (“….”) dan dapat berupa kalimat tanya atau kalimat perintah.

ü  Kalimat tak langsung

Kalimat tak langsung adalah kalimat yang menceritakan kembali ucapan atau perkataan orang lain. Kalimat tak langsung tidak ditandai lagi dengan tanda petik dua dan sudah diubah menjadi kalimat berita.

b.    Penggolongan Kalimat Berdasarkan Stuktur Gramatikal (Jumlah Klausa)

ü  Kalimat tunggal

Kalimat tunggal adalah kalimat yang memiliki satu klausa dan terdiri atassatu subjek serta satu predikat.

ü  Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk terdiri atas dua atau lebih kalimat tunggal yang saling berhubungan baik kordinasi maupun subordinasi.

ü  Kalimat majemuk bertingkat (KMB)

Kalimat majemuk setara terdiri atas satu suku kalimat bebas dan satu suku kalimat yang tidak bebas.

·         Penggolongan Kalimat Berdasarkan Unsur Kalimat

a.    Kalimat lengkap

Kalimat lengkap sekurang-kurangnya terdiri dari satu subjek dan satu predikat.

b.    Kalimat tidak lengkap

Kalimat tidak lengkap adalah kalimat yang tidak sempurna karena hanya memiliki subjek saja, atau predikat saja, atau objek saja, atau keterangan saja.

·         Penggolongan Kalimat Berdasarkan Susunan Subjek dan Predikat

a.    Kalimat inversi

Kalimat versi adalah kalimat yang predikatnya mendahului subjeknya. Kalimat ini biasanya dipakai untuk penekanan atau ketegasan makna.

b.    Kalimat versi

Kalimat versi adalah kalimat yang susunan dari unsur-unsur kalimatnya sesuai dengan pola kalimat dasar bahasa Indonesia (S-P-O-K).

 

1.    Kalimat Efektif

Arifin (2009: 89) yang mengemukakan bahwa kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada dalam pikiran pembaca atau penulis. Akhadiah, dkk. (1988: 116) kalimat efektif adalah kalimat yang benar akan mudah dipahami orang lain secara tepat.

2.    Ciri-ciri Kalimat Efektif

Ciri-ciri kalimat efektif antara lain sebagai berikut.

·         Memiliki unsur pokok, minimal tersusun atas subjek dan predikat.

·         Menggunakan diksi yang tepat.

·         Menggunakan kesepadanan antara struktur bahasa dan jalan pikiran yang logis serta sistematis.

·         Menggunakan tata aturan ejaan yang berlaku.

·         Memperhatikan penggunaan kata yaitu penghematan penggunaan kata.

·         Menggunakan variasi struktur kalimat.

·         Menggunakan kesejajaran bentuk bahasa.

3.    Syarat-syarat Kalimat Efektif

·         Sesuai Ejaan yang Disempurnakan (EYD)

Kalimat efektif harus menggunakan ejaan maupun tanda baca yang tepat. Pemilihan kata baku juga harus diperhatikan.

·         Sistematis

Sebuah kalimat paling sederhana adalah yang memiliki susunan subjek dan predikat, kemudian ditambahkan dengan objek, pelengkap, hingga keterangan.

·         Tidak boros dan bertele-tele

Syarat kalimat efektif adalah tidak boros dan bertele-tele.

·         Tidak ambigu

Syarat kalimat efektif yang terakhir adalah tidak ambigu. Kalimat efektif menjadi sangat penting untuk menghindari pembaca dari multiftafsir.

4.    Prinsip-prinsip Kalimat Efektif

Kalimat efektif memiliki prinsip-prinsip yang harus dipenuhi yaitu kesepadanan, kepararelan, kehematan kata, kecermatan, ketegasan, kepaduan, dan kelogisan kalimat. Prinsip-prinsip kalimat efektif diuraikan sebagai berikut.

·         Kesepadanan

Kesepadanan adalah keseimbangan pikiran dan struktur kalimat yang digunakan. Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut.

a.    Kalimat memiliki subjek dan predikat yang jelas. Kejelasan subjek dan predikat suatu kalimat dapat dilakukan dengan menghindarkan pemakaian kata depan di, dalam, bagi, untuk, pada, sebagai, tentang, mengenai, menurut, dan sebagainya di depan subjek.

b.    Tidak memiliki subjek ganda.

c.     Kalimat penghubung intrakalimat tidak dipakai pada kalimat tunggal

d.    Predikat kalimat tidak didahului oleh kata yang.

·         Keparalelan

Keparalelan atau sering dikenal dengan kesejajaran adalah kesamaan bentuk dan struktur struktur yang digunakan dalam kalimat efektif harus paralel, sama, atau sederajat. Dalam hal bentuk, kesejajaran terutama terletak pada penggunaan imbuhan, sedangkan dalam hal struktur, kesejajaran terletak pada klausa-klausa yang menjadi pengisi dalam kalimat majemuk.

·         Ketegasan

Ketegasan adalah penekanan pada ide pokok kalimat.

·         Kehematan

Kehematan dalam kalimat efektif adalah hemat mempergunakan kata, frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu. Penghematan di sini mempunyai arti penghematan terhadap kata yang memang tidak diperlukan, sejauh tidak menyalahi kaidah tata bahasa. Kehematan dalam kalimat efektif mensyaratkan bahwa informasi yang akan disampaikan dalam kalimat itu harus cermat, tidak boros, dan perlu kehati-hatian.

·         Kecermatan

Kecermatan artinya kalimat yang dibuat tidak menimbulkan tafsiran ganda (ambigu).

·         Kepaduan

Kepaduan berkaitan dengan keselerasan pernyataan dalam kalimat agar informasi yang disampaikan tidak terpecah-pecah.

·         Kelogisan

Kelogisan ialah bahwa ide kalimat itu dapat diterima oleh akal dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku.

 

2

Daftar materi yang sulit dipahami di modul ini

1.    Penggunaan tanda baca koma dan titik koma pada kalimat majemuk setara dan bertingkat

2.    Penjelasan mengenai tanda hubung yang boleh dipakai untuk memperjelas (a) hubungan bagianbagian kata atau ungkapan dan (b) penghilangan bagian frasa atau kelompok kata.

3.    Penjelasan mengenai tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.

4.    Perbedaan kata ulang sebagian dan kata ulang dwipurwa

5.    Kesulitan ketika mencari contoh lain dari kata ulang  dwipurwa

6.    Penjelasan kata ulang fonologis dan morfologis.

7.    Penjelasan tentang numeralia yang belum termuat dalam materi KB 2

8.    Tentang fungtor kalimat yang berupa pelengkap.

9.    Terlalu kompleksnya unsur yang harus dianalisis ketika mencari ketidakefektifan kalimat dalam paragraf akhirnya sering membuat bingung dalam penerapan materi ini.

3

Daftar materi yang sering mengalami miskonsepsi

1.    Konsep dasar morfem dan fonem yang sering kali sulit membedakannya ketika menjelaskan pada siswa.

2.    Perbedaan signifie dan signifiant

3.    Kata ulang sebagian, kata ulang berimbuhan, dan kata ulang dwipurwa  kadang sering membingungkan untuk membedakan contohnya karena sama-sama menggunakan imbuhan.

4.    Perbedaan keterangan dan pelengkap

5.    Persamaan dan perbedaan kalimat tidak efektif dan kalimat ambigu.

 

 

 

No comments: