Thursday, March 10, 2022

LK 1 : Modul 1 Konsep Dasar Ilmu Pendidikan

 LK 1: Lembar Kerja Belajar Mandiri

Judul Modul

Modul 1 Konsep Dasar Ilmu Pendidikan

Judul Kegiatan Belajar (KB)

1.    Konsep Dasar, Rasional, dan Landasan Ilmu Pendidikan

2.    Karakteristik Peserta Didik

3.    Teori Belajar dan Implikasinya dalam Pembelajaran

4.    Kurikulum Pendidikan di Indonesia

No

Butir Refleksi

Respon/Jawaban

1

Daftar peta konsep (istilah dan definisi) di modul ini

1.    Konsep Dasar dan Rasional Ilmu Pendidikan

     Berbicara tentang pendidikan tidak dapat terlepas dari pembahasan tentang manusia yang memiliki kedudukan sebagai subjek dalam pendidikan. Sebagai subjek pendidikan, manusia memiliki banyak definisi salah satunya dijelaskan oleh Notonagoro yang mendefinisikan manusia sebagai makhluk monopluralis sekaligus monodualis (Dwi Siswoyo, 2007: 46-47). Sebagai makhluk monopluralis berarti manusia itu mempunyai banyak unsur kodrat (plural) yaitu jiwa dan raga, namun merupakan satu kesatuan (mono). Di sisi lain, manusia juga sebagai makhluk monodualis yaitu makhluk yang terdiri dari dua sifat yaitu sebagai makhluk pribadi dan sosial (dualis), tetapi juga merupakan kesatuan yang utuh (mono).

                 Syarifudin dan Kurniasih (2014: 3) memberikan definisi pendidikan adalah hidup itu sendiri. Hal tersebut memiliki makna bahwa manusia yang hidup pasti akan memperoleh segala pengalaman (belajar) dari berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi perkembangannya.

     Kompetensi pedagogik adalah kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

     Guru yang kompeten adalah guru yang menguasai softskill atau pandai berteori saja, melainkan juga kecakapan hardskill.

2.    Landasan Ilmu Pendidikan

     Berdasarkan sifatnya, landasan dibedakan menjadi dua jenis yaitu landasan yang bersifat material dan konseptual (Robandi, 2005: 1). Landasan material lebih bersifat fisik atau berwujud seperti sarana prasarana, peserta didik, dan lingkungan, sedangkan landasan konseptual lebih bersifat asumsi atau teori-teori, contohnya adalah UUD 1945 dan teori pendidikan.

·         Landasan Filosofis

Landasan filosofis pendidikan adalah pandangan-pandangan yang bersumber dari filsafat pendidikan mengenai hakikat manusia, hakikat ilmu, nilai serta perilaku yang dinilai baik dan dijalankan setiap lembaga pendidikan. Filosofis artinya berdasarkan filsafat pendidikan (Umar & Sulo 2010: 97). Filsafat (philosophy) berasal dari kata philos dan shopia. Philos berarti cinta dan shopia berarti kebijaksanaan, pengetahuan dan hikmah dalam Rukiyati (2015: 1).

Pancasila sebagaimana yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan filosofis pendidikan Indonesia.

·         Landasan Yuridis

Landasan yuridis pendidikan adalah aspek-aspek hukum yang mendasari dan melandasi penyelenggaraan pendidikan (Arif Rohman, 2013).

Berikut ini beberapa landasan hukum sistem pendidikan di Indonesia (Hasbullah, 2008):

a.    Pasal 31 UUD 1945 tentang Pendidikan Nasional

ü  Ayat 1 menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

ü  Ayat 2 menyatakan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

ü  Ayat 3 menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

ü  Ayat 4 menyatakan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

ü  Ayat 5 menyatakan bahwa pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia

b.    Undang-Undang tentang pokok pendidikan dan kebudayaan

ü  UU No 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1 dan 2

ü  Ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

ü  Ayat 2 menyatakan bahwa pendidikan nasional ialah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1045 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

ü  UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-undang ini memuat 84 pasal tentang ketentuan profesi guru dan dosen di Indonesia

ü  UU No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

c.    Peraturan Pemerintah

ü  Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).

ü  Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2006 tentang standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

ü  Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan.

ü  Peraturan Pemerintah No 74 Tahun 2008 Tentang Guru.

ü  Peraturan Menteri No. 13 Tahun 2007 Tentang Kepala Sekolah.

ü  Peraturan Menteri No 16 Tahun 2007 dan No 32 Tahun 2008 tentang Guru.

ü  Peraturan Menteri No 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan.

ü  Peraturan Menteri No 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian.

ü  Peraturan Menteri No 24 Tahun 2007 dan Permen No. 33 Tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana.

ü  Peraturan Menteri No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.

ü  Peraturan Menteri No 47 Tahun 2008 tentang Standar Isi.

ü  Peraturan Menteri No 24 Tahun 2008 tentang TU.

ü  Peraturan Menteri No 25 Tahun 2008 tentang Perpustakaan.

ü  Peraturan Menteri No 26 Tahun 2008 tentang Laboratorium.

·         Landasan Empiris

a.    Landasan Psikologis

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan dalam bentuk perilaku baik manusia ataupun hewan, yang pemanfaatannya untuk kepentingan individu atau manusia baik disadari ataupun tidak, yang diperoleh melalui langkah-langkah ilmiah tertentu serta mempelajari penerapan dasar-dasar atau prinsip-prinsip, metode, teknik, dan pendekatan psikologis untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah dalam pendidikan (Santrock, 2017).

Landasan psikologi dalam pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari studi ilmiah tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan (Robandi, 2005:25).

   Psikologi belajar yang berkembang sampai saat ini, pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi 3 kelas, antara lain:

ü  Teori disiplin daya/disiplin mental (faculty theory).

Menurut teori ini anak sejak dilahirkan memiliki potensi atau daya tertentu (faculties) yang masing–masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan sejenisnya.

ü  Behaviorisme.

Dalam aliran behaviorisme ini, terdapat 3 rumpun teori yang mencakup teori koneksionisme/asosiasi, teori kondisioning, dan teori operant conditioning (reinforcement). Behaviorisme menganggap bahwa perkembangan individu tidak muncul dari hal yang bersifat mental, perkembangan hanya menyangkut hal yang bersifat nyata yang dapat dilihat dan diamati. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus – respon seoptimal mungkin. Tokoh utama teori ini yaitu Edward L. Thorndike.

ü  Organismic/Cognitive Gestalt Field.

Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Stimulus yang hadir diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya terus-menerus sehingga terjadi suatu proses pembelajaran. Belajar menurut teori ini bukanlah sebatas menghapal tetapi memecahkan masalah, dan metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara anak didik dihadapkan pada suatu permasalahan yang cara penyelesaiannya diserahkan kepada masing-masing anak didik yang pada akhirnya peserta didik dibimbing untuk mengambil suatu kesimpulan bersama dari apa yang telah dipelajari.

b.    Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis bersumber pada norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa sehingga tercipta nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat (Robandi, 2005: 26).

c.    Landasan Historis

Landan historis pendidikan nasional di Indonesa tidak terlepas dari sejarah bangsa indonesia itu sendiri. Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak zaman Kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain yang menjajah serta menguasai bangsa Indonesia. Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif. Pandangan ini melahirkan studi-studi historis tentang proses perjalanan pendidikan di Indonesia yang terjadi pada periode tertentu di masa yang lampau.

d.    Landasan Religi

Landasan religi adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari religi atau agama yang menjadi titik tolak dalam rangka praktik pendidikan dan atau studi pendidikan (Hasubllah, 2008). Landasan religius ilmu pendidikan bertolak dari hakikat manusia yaitu (1) Manusia sebagai makhluk Tuhan YME; (2) Manusia sebagai kesatuan badan dan rohani; (3) Manusia sebagai makhluk individu, (4) Manusia sebagai makhluk sosial.

3.    Penerapan Landasan Ilmu Pendidikan dalam Praktik Pendidikan

·         Landasan Filosofis

Landasan filosofis pendidikan telah melahirkan berbagai aliran pendidikan yang muncul sebagai implikasi dari aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat. Berbagai macam aliran filsafat tersebut adalah idealisme, realisme, pragmatisme.

·         Landasan Yuridis

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa. Landasan yuridis telah banyak memberikan kontribusi landasan dalam pelaksanaan praktik pendidikan di Indonesia, sebagai contoh adalah penerapan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Syarifudin, 2006). Pada pasal 33 UU tersebut mengatur mengenai bahasa pegantar pendidikan nasional Indonesia yaitu menggunakan Bahasa Indonesia, sedangkan bahasa asing digunakan untuk menunjang kemampuan bahasa asing peserta didik dan bahasa daerah digunakan dapat digunakan sebagai pengantar untuk mempermudah penyampaian pengetahuan.

·         Landasan Empiris

a.    Landasan Psikologis

Penerapan landasan psikologis dalam praktik pembelajaran, salah satunya dapat dilihat dari layanan pendidikan terhadap anak dibuat bertingkat berdasarkan perkembangan individu yang bertahap baik perkembangan biologis, kognitif, afektif maupun psikomotor, yang pada setiap perkemangannya setiap individu memiliki tugas-tugas yang harus diselesaikannya.

b.    Landasan Sosiologis

Implikasi landasan sosiologis dalam praktik pendidikan dapat tercermin melalui adanya struktur sosial di berbagai lingkungan pendidikan atau tri pusat pendidikan. Implikasi landasan sosiologis di lingkungan keluarga tercermin dengan adanya praktik pola asuh yang turun temurun dalam keluarga.

c.    Landasan Historis

Salah satu implikasi landasan historis dalam pendidikan adalah lahirnya pancasila, sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa indonesia, Sehingga asal nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila tidak lain adalah jati diri bangsa indonesia yang berjuang menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup.

·         Landasan Religius

Landasan religius dalam bimbingan dan konseling mengimplikasikan bahwa konselor sebagai “helper” pemberi bantuan untuk memiliki pemahaman akan nilai-nilai agama, dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien atau peserta didik.

 

 

1.      Pengertian Karakteristik Peserta Didik

Karakteristik peserta didik dapat diartikan keseluruhan pola kelakukan atau kemampuan yang dimiliki peserta didik sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan, sehingga menentukan aktivitasnya dalam mencapai cita-cita atau tujuannya. Asri Budiningsih (2017: 11) karakteristik peserta didik adalah salah satu variabel dalam desain pembelajaran yang biasanya didefinisikan sebagai latar belakang pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik termasuk aspek-aspek lain yang ada pada diri mereka seperti kemampuan umum, ekspektasi terhadap pembelajaran dan ciri-ciri jasmani serta emosional siswa yang memberikan dampak terhadap keefektifan belajar.

2.      Ragam Karakteristik Peserta Didik

·         Etnik

Implikasi dari etnik ini, pendidik dalam melakukan proses pembelajaran perlu memperhatikan jenis etnik apa saja yang terdapat dalam kelasnya. Data tentang keberagaman etnis di kelasnya menjadi informasi yang sangat berharga bagi pendidik dalam menyelenggarakan proses pembelajaran.

·         Kultural

Implikasi dari aspek kultural dalam proses pembelajaran ini pendidik dapat menerapkan pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural menurut Choirul (2016: 187) memiliki ciri-ciri: 1) Tujuannya membentuk “manusia budaya” dan menciptakan manusia berbudaya (berperadaban). 2). Materinya mangajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis (kultural). 3) metodenya demokratis, yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis (multikulturalisme). 4). Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi aspek persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya

·         Status Sosial

Implikasi dengan adanya variasi status-sosial ekonomi ini pendidik dituntut untuk mampu bertindak adil dan tidak diskriminatif.

·         Minat

Minat dapat diartikan suatu rasa lebih suka, rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas. Hurlock (1990: 114) menyatakan bahwa minat merupakan suatu sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan yang dipilihnya. minat belajar merupakan faktor penting dalam proses pembelajaran, dan perlu untuk selalu ditingkatkan. Implikasinya dalam proses pembelajaran terutama menghadapi tantangan abad 21, pendidik dapat menerapkan berbagai model pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), menantang dan inovatif, menyampaikan tujuan/manfaat mempelajari suatu tema/mata pelajaran, serta menggunakan beragam media pembelajaran.

·         Perkembangan Kognitif

Tingkat perkembangan kognitif yang dimiliki peserta didik akan mempengaruhi guru dalam memilih dan menggunakan pendekatan pembelajaran, metode, media, dan jenis evaluasi.

·         Kemampuan/pengetahuan awal

Kemampuan awal atau entry behavior menurut Ali (1984: 54) merupakan keadaan pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki terlebih dahulu oleh peserta didik sebelum mempelajari pengetahuan atau keterampilan baru. Pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki terlebih dahulu maksudnya adalah pengetahuan atau keterampilan yang lebih rendah dari apa yang akan dipelajari.

·         Gaya belajar

Gaya belajar menurut Masganti (2012: 49) didefinisikan sebagai cara yang cenderung dipilih seseorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memproses informasi tersebut. DePorter dan Hemacki dalam Masganti (2012; 49) gaya belajar adalah kombinasi dari cara menyerap, mengatur dan mengolah informasi. Dari dua pendapat tersebut dapat ditegaskan bahwa gaya belajar adalah cara yang cenderung dipilih/digunakan oleh peserta didik dalam menerima, mengatur, dan memproses informasi atau pesan dari komunikator/pemberi informasi.

·         Motivasi

Motivasi telah banyak didefinisikan oleh para ahli, diantaranya oleh Wlodkowski (dalam Suciati, 1994:41) yaitu suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut.

·         Perkembangan emosi

Emosi telah banyak didefinisikan oleh para ahli, diantaranya Kartono dalam Sugihartono (2013: 20) mendefinisikan emosi sebagai tergugahnya perasaan yang disertai dengan perubahan-perubahan dalam tubuh, misalnya otot menegang, dan jantung berdebar. Dengan emosi peserta didik dapat merasakan senang/gembira, aman, semangat, bahkan sebaliknya peserta didik merasakan sedih, takut, dan sejenisnya.

·         Perkembangan sosial

Perkembangan sosial menurut Hurlock, (1998: 250) adalah kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya, bagaimana anak tersebut memahami keadaan lingkungan dan mempengaruhinya dalam berperilaku baik kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain. Dari pernyataan ini dapat ditegaskan bahwa perkembangan sosial peserta didik merupakan kemampuan peserta didik untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma dan tradisi yang berlaku pada kelompok atau masyarakat, kemampuan untuk saling berkomunikasi dan kerja sama.

·         Perkembangan Moral dan Spiritual

Moralitas dalam diri peserta didik dapat tingkat yang paling rendah menuju ke tingkatan yang lebih tinggi seiring dengan kedewasaannya. Kohlberg (dalam Suyanto, 2006: 135), Sunardi dan Imam Sujadi (2016: 7-8) perkembangan moral anak/peserta didik dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu 1) preconventional, 2) Conventional, 3) postconventional.

·         Perkembangan Motorik

Perkembangan motorik menurut Hurlock diartikan perkembangan gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkordinasi. Perkembangan motorik merupakan proses yang sejalan dengan bertambahnya usia secara bertahap dan berkesinambungan, dimana gerakan individu meningkat dari keadaan sederhana, tidak terorganisir, dan tidak terampil, kearah penguasaan keterampilan motorik yang kompleks dan terorganisir dengan baik.

 

 

1.    Teori belajar Behavioristik dan implikasinya dalam pembelajaran

·         Pandangan Teori Belajar Behavioristik

Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

Beberapa pandangan Watson yang dihasilkan dari serangkaian eksperimennya dapat dijelaskan sebagai berikut :

a.    Belajar adalah hasil dari adanya Stimulus dan Respon (S – R). Stimulus merupakan objek di lingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Sedangkan respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban dari stimulus, respon mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat yang tinggi.

b.    Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting. Hal ini dikarenakan Watson tidak mempercayai unsur keturunan (herediter) sebagai penentu perilaku.

c.     Kebiasaan atau habits merupakan dasar perilaku yang ditentukan oleh 2 hukum utama yaitu kebaruan (recency) dan frequency.

d.    Pandangannya tentang ingatan atau memory, menurutnya apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu digunakan atau dilakukan dan factor yang menentukan adalah kebutuhan.

·         Impliaksi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran

Implikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti; tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik peserta didik, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.

2.    Teori belajar Kognitif dan implikasinya dalam pembelajaran

·         Pandangan Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif memandang bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.

                        Menurut Piaget, proses belajar terdiri dari 3 tahap, yakni asimilasi, akomodasi dan equilibrasi (penyeimbangan). Asimilasi adalah proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada. Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam siatuasi yang baru. Sedangkan equilibrasi adalah penyesuaian kesinambungan antara asimilasi dan akomodasi (Siregar dan Nara, 2010).

·         Implikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran

Teori kognitif menekankan pada proses perkembangan peserta didik. Meskipun proses perkembangan peserta didik mengikuti urutan yang sama, namun kecepatan dan pertumbuhan dalam proses perkembangan itu berbeda.

3.    Teori belajar Konstruktivistik dan implikasinya dalam pembelajaran

·         Pengertian Belajar Menurut Pandangan Konstruktivistik

Dengan kata lain, karena pembentukan pengetahuan adalah peserta didik itu sendiri, peserta didik harus aktif selama kegiatan pembelajaran, aktif berpikir, menyusun kosep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari, tetapi yang paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar peserta didik itu sendiri.

                        Ciri-ciri belajar konstruktivisme yang dikemukakan oleh Driver dan Oldhan (1994) adalah sebagai berikut:

a.    Orientasi, yaitu peserta didik diberik kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik dengan memberi kesempatan melakukan observasi.

b.    Elitasi, yaitu peserta didik mengungkapkan idenya denegan jalan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain.

c.     Restrukturisasi ide, yaitu klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun ide baru, mengevaluasi ide baru.

d.    Penggunaan ide baru dalam setiap situasi, yaitu ide atau pengetahuan yang telah terbentuk perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi.

e.     Review, yaitu dalam mengapliasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu direvisi dengan menambahkan atau mengubah.

·         Implikasi Teori Belajar konstruktivistik dalam Pembelajaran

Implikasi teori konstruktivistik jika dikaitkan dengan pembelajaran proses pembelajaran modern adalah berkembangnya pembelajaran dengan web (web learning) dan pembelajaran melalui social media (social media learning). Smaldino, dkk (2012) menyatakan bahwa pembelajaran pada abad ke 21 telah banyak mengalami perubahan, intergrasi internet dan social media memberikan perspektif baru dalam pembelajaran.

4.    Teori belajar Humanistik dan implikasinya dalam pembelajaran

·         Pengertian Belajar Menurut Teori Belajar Humanistik

Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri.

·         Implikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran

Pada penerapan teori humanistic ini adalah hal yang sangat baik bila guru dapat membuat hubungan yang kuat dengan peserta didik dan membantu peserta didik untuk membantu peserta didik berkembang secara bebas. Dalam proses pembelajaran, guru dapat menawarkan berbagai sumber belajar kepada peserta didik, seperti situs-situs web yang mendukung pembelajaran. Inti dari pembelajaran humanistic adalah bagaimana memanusiakan peserta didik dan membuat proses pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik.

 

 

1.    Konsep Dasar Kurikulum

·         Kurikulum sebagai daftar mata pelajaran

Konsep kurikulum sebagai daftar mata pelajaran biasanya erat kaitannya dengan usaha untuk memperoleh ijazah (Saylor;1981). Artinya, apabila peserta didik berhasil mendapatkan ijazah berarti telah menguasai serangkaian mata pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Dengan demikian, dalam pandangan ini kurikulum berorientasi kepada isi atau mata pelajaran (content oriented). Proses pembelajaran di sekolah yang menggunakan konsep kurikulum demikian penguasaan isi merupakan sasaran akhir dari proses pendidikan.

·         Kurikulum sebagai pengalaman belajar siswa

Kurikulum adalah seluruh kegiatan yang dilakukan siswa baik di dalam maupun di luar sekolah dimana kegiatan tersebut berada dalam tanggung jawab sekolah. Kegiatan yang dimaksud tidak hanya kegiatan intra ataupun ekstra kurikuler tetapi juga mencakup kegiatan peserta didik yang dilakukan di bawah tanggung jawab dan bimbingan guru.

·         Kurikulum sebagai rencana atau program belajar

Para ahli menyatakan bahwa kurikulum pada dasarnya adalah suatu perencanaan atau program pengalaman siswa yang diarahkan sekolah. Dengan demikian kurikulum harus mencakup dua sisi yang sama penting, yaitu perencanaan pembelajaran serta bagaimana perencanaan itu diimplementasikan menjadi pengalaman belajar siswa dalam rangka pencapaian tujuan yang diharapkan.

2.    Pembaharuan kurikulum di Indonesia

Berdasarkan gambaran perjalanan pembaharuan kurikulum yang pernah dan sedang diterapkan di Indonesia dapat diketahui bahwa setiap perubahan kurikulum pasti didasari oleh dasar pembaharuan yang berangkat dari permasalahan di masyarakat. Perubahan dimaksudkan sebagai inovasi dalam pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas dan mampu bersaing dikehidupan yang akan datang.

3.    Peran, Fungsi, dan Komponen Kurikulum

·         Peran Konservatif

Peran konservatif menekankan bahwa kurikulum dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai budaya masa alalu yang dianggap masih sesuai dengan masa kini.

·         Peran Kreatif

Peran kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu kebaruan yang sesuai dengan perubahan tersebut. Sehingga kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa yang akan datang.

·         Peran Kritis dan evaluatif

Peran kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya melainkan juga berperan untuk menilai dan memilih nilai budaya serta pengetahuan baru yang akan diwariskan. Dalam hal ini fungsi kurikulum sebagai kontrol atau filter sosial. Nilai-nilai sosial yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan atau realitas keadaan dan tuntutan masa kini dihilangkan dan dilakukan suatu modifikasi atau penyempurnaan-penyempurnaan.

4.    Hakikat Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum pada hakikatnya adalah proses penyusunan rencana tentang isi dan bahan pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana harus mempelajarinya. Namun, dalam rangka proses pengembangan kurikulum ini harus berangkat dari visi, misi, serta tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakat. Seller dan Miller (1985) mengemukakan bahwa proses pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus.

·         Kurikulum ideal dan kurikulum actual

kurikulum bisa dijadikan sebagai sebuah pedoman dalam melaksanakan pembelajaran. Bisa diartikan juga kurikulum sebagai acuan dan landasan dalam melaksanakan sebuah proses belajar mengajar. Sebagai sebuah pedoman, kurikulum ideal memegang peran yang sangat penting. Melalui kurikulum ideal, guru detidaknya adapat menentukan hal-hal berikut :

a.    Merumuskan tujuan dan kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa

b.    Menentukan isi atau materi pelajaran yang harus dikuasai untuk mencapai tujuan atau penguatan kompetensi

c.     Menyusun strategi pembelajaran untuk guru dan siswa sebagai upaya pencapaian tujuan

d.    Menentukan keberhasilan pencapaaian tujuan atau kompetensi

·         Kurikulum tersembunyi

Menurut Bellack dan Kiebard (Subandijah, 1993), hidden Curriculum memiliki tingkat dimensi, yaitu :

a.    Hidden Curriculum dapat menunjukkan suatu hubungan sekolah, yang meliputi interaksi guru, peserta didik, struktur kelas, keseluruhan pola organisasional peserta didik sebagai mikrokosmos sistem nilai social.

b.    Hidden Curiculum dapat menjelaskan sejumlah proses pelaksanaan di dalam atau di luar sekolah yang meliputi hal-hal yang memilikinilai tambah, sosialisasi pemeliharaan struktur kelas.

c.     Hidden Curriculum mencakup perbedaan tingkat kesengajaan seperti halnya yang dihayati oleh para peneliti, tingkat yang berhubungan dengan hasil yang bersifat insidental. Bahkan hal itu kadang-kadang tidak diharapkan dari penyususnan kurikulum dalam kaitannya dengan fungsi social Pendidikan.

5.    Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kurikulum

Adapun, dalam proses pelaksanaan sebuah implementasi, Oemar Hamalik (2010) memberikan batasan pokok kegiatan dalam implementasi diantaranya adalah :

·         Pengembangan program yang mencakup program tahunan, semester, triwulan, bulanan, dan harian serta konseling atau remedial

·         Pelaksanaan pembelajaran yakni proses interaksi antar peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan yang lebih baik

·         Evaluasi proses yang dilaksanakan sepanjang proses pelaksanaan kurikulum mencakup penilaian keseluruhan secara utuh untuk keperluan evaluasi pelaksanaan kurikulum.

Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi kurikulum merupakan kegiatan praktis pembelajaran yang dilaksanakan atas dasar kajian silabus dan juga kajian peserta didik. Maka dari itu,ada proses-proses yang harus dilaksanakan dan ada hal-hal yang bisa mempengaruhinya.

6.    Strategi penerapan kurikulum dan tantangannya di masa depan

·         Kesiapan guru menerima perubahan

Dalam zona ini, guru akan cenderung enggan melakukan sebuah perubahan karena perubahan selalu memerlukan sebuah proses berpikir dan memerlukan sebuah usaha-usaha baru yang dianggap merusak sebuah tatanan kenyamanan. Maka, untuk mengantisipasi tidak terjadinya perubahan yang diharapkan, diperlukan kondisi perubahan mental yang kuat dan perubahan model mental .

·         Keterbukaan pola berpikir

Perubahan yang mendasar terdapat pada perubahan pola pikir untuk menerima perubahan dan kurikulum. Pola pikir mempengaruhi berbagai macam perilaku yang dihasilkan oleh manusia. Sebuah pola pikir tetap (Fixed Mindset) menganggap bahwa karakter, kecerdasan, dan kreativitas merupakan sebuah bawaan, namun ada pola pikir lain yang menyatakan bahwa setiap kegagalan merupakan sebuah tantangan yang akan berfungsi untuk bertumbuh (Growth Mindset).

 

No comments: