LK 1: Lembar Kerja Belajar Mandiri
Judul Modul |
Modul 1 Konsep Dasar Ilmu
Pendidikan |
|
Judul Kegiatan Belajar (KB) |
1.
Konsep Dasar, Rasional, dan
Landasan Ilmu Pendidikan 2.
Karakteristik Peserta Didik 3.
Teori Belajar dan Implikasinya
dalam Pembelajaran 4.
Kurikulum Pendidikan di Indonesia |
|
No |
Butir Refleksi |
Respon/Jawaban |
1 |
Daftar peta konsep (istilah dan definisi) di
modul ini |
1. Konsep Dasar dan Rasional Ilmu Pendidikan Berbicara
tentang pendidikan tidak dapat terlepas dari pembahasan tentang manusia yang
memiliki kedudukan sebagai subjek dalam pendidikan. Sebagai subjek
pendidikan, manusia memiliki banyak definisi salah satunya dijelaskan oleh
Notonagoro yang mendefinisikan manusia sebagai makhluk monopluralis sekaligus
monodualis (Dwi Siswoyo, 2007: 46-47). Sebagai makhluk monopluralis berarti
manusia itu mempunyai banyak unsur kodrat (plural) yaitu jiwa dan raga, namun
merupakan satu kesatuan (mono). Di sisi lain, manusia juga sebagai makhluk
monodualis yaitu makhluk yang terdiri dari dua sifat yaitu sebagai makhluk
pribadi dan sosial (dualis), tetapi juga merupakan kesatuan yang utuh (mono). Syarifudin
dan Kurniasih (2014: 3) memberikan definisi pendidikan adalah hidup itu sendiri. Hal tersebut memiliki makna
bahwa manusia yang hidup pasti akan memperoleh segala pengalaman (belajar)
dari berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh
positif bagi perkembangannya. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Guru yang kompeten adalah guru yang
menguasai softskill atau pandai berteori saja, melainkan juga kecakapan
hardskill. 2. Landasan Ilmu Pendidikan Berdasarkan
sifatnya, landasan dibedakan menjadi dua jenis yaitu landasan yang bersifat
material dan konseptual (Robandi, 2005: 1). Landasan material lebih bersifat fisik atau berwujud seperti
sarana prasarana, peserta didik, dan lingkungan, sedangkan landasan konseptual lebih bersifat
asumsi atau teori-teori, contohnya adalah UUD 1945 dan teori pendidikan. ·
Landasan Filosofis Landasan filosofis pendidikan adalah pandangan-pandangan yang bersumber dari
filsafat pendidikan mengenai hakikat manusia, hakikat ilmu, nilai serta
perilaku yang dinilai baik dan dijalankan setiap lembaga pendidikan.
Filosofis artinya berdasarkan filsafat pendidikan (Umar & Sulo 2010: 97).
Filsafat (philosophy) berasal dari kata philos dan shopia. Philos berarti
cinta dan shopia berarti kebijaksanaan, pengetahuan dan hikmah dalam Rukiyati
(2015: 1). Pancasila sebagaimana yang dirumuskan dalam
Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan filosofis pendidikan Indonesia. ·
Landasan Yuridis Landasan yuridis pendidikan adalah
aspek-aspek hukum yang mendasari dan melandasi penyelenggaraan pendidikan
(Arif Rohman, 2013). Berikut ini beberapa landasan hukum sistem
pendidikan di Indonesia (Hasbullah, 2008): a. Pasal 31 UUD 1945 tentang Pendidikan Nasional ü Ayat 1 menyatakan bahwa tiap-tiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan. ü Ayat 2 menyatakan bahwa setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. ü Ayat 3 menyatakan bahwa pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. ü Ayat 4 menyatakan bahwa negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. ü Ayat 5 menyatakan bahwa pemerintah memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia b. Undang-Undang tentang pokok pendidikan dan kebudayaan ü UU No 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 1 ayat 1 dan 2 ü Ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat bangsa dan negara. ü Ayat 2 menyatakan bahwa pendidikan nasional
ialah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1045 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. ü UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Undang-undang ini memuat 84 pasal tentang ketentuan profesi guru dan dosen di
Indonesia ü UU No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. c. Peraturan Pemerintah ü Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2015
tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). ü Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2006
tentang standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. ü Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2006
Tentang Standar Kompetensi Lulusan. ü Peraturan Pemerintah No 74 Tahun 2008
Tentang Guru. ü Peraturan Menteri No. 13 Tahun 2007 Tentang
Kepala Sekolah. ü Peraturan Menteri No 16 Tahun 2007 dan No 32
Tahun 2008 tentang Guru. ü Peraturan Menteri No 19 Tahun 2007 tentang
Standar Pengelolaan. ü Peraturan Menteri No 20 Tahun 2007 tentang
Standar Penilaian. ü Peraturan Menteri No 24 Tahun 2007 dan
Permen No. 33 Tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana. ü Peraturan Menteri No 41 Tahun 2007 tentang
Standar Proses. ü Peraturan Menteri No 47 Tahun 2008 tentang
Standar Isi. ü Peraturan Menteri No 24 Tahun 2008 tentang
TU. ü Peraturan Menteri No 25 Tahun 2008 tentang
Perpustakaan. ü Peraturan Menteri No 26 Tahun 2008 tentang
Laboratorium. ·
Landasan Empiris a. Landasan Psikologis Psikologi adalah ilmu yang
mempelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan dalam bentuk perilaku baik
manusia ataupun hewan, yang pemanfaatannya untuk kepentingan individu atau
manusia baik disadari ataupun tidak, yang diperoleh melalui langkah-langkah
ilmiah tertentu serta mempelajari penerapan dasar-dasar atau prinsip-prinsip,
metode, teknik, dan pendekatan psikologis untuk memahami dan memecahkan
masalah-masalah dalam pendidikan (Santrock, 2017). Landasan psikologi dalam pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari studi
ilmiah tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang
berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan
tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia yang bertujuan untuk
memudahkan proses pendidikan (Robandi, 2005:25). Psikologi
belajar yang berkembang sampai saat ini, pada dasarnya dapat dikelompokan
menjadi 3 kelas, antara lain: ü Teori disiplin daya/disiplin mental (faculty theory). Menurut teori ini anak sejak dilahirkan
memiliki potensi atau daya tertentu (faculties) yang masing–masing memiliki
fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir, daya
mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan
sejenisnya. ü Behaviorisme. Dalam aliran behaviorisme ini, terdapat 3 rumpun
teori yang mencakup teori koneksionisme/asosiasi, teori kondisioning, dan
teori operant conditioning (reinforcement). Behaviorisme menganggap bahwa
perkembangan individu tidak muncul dari hal yang bersifat mental,
perkembangan hanya menyangkut hal yang bersifat nyata yang dapat dilihat dan
diamati. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus – respon
seoptimal mungkin. Tokoh utama teori ini yaitu Edward L. Thorndike. ü Organismic/Cognitive Gestalt Field. Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna
daripada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian.
Manusia dianggap sebagai makhluk yang melakukan hubungan timbal balik dengan
lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon.
Stimulus yang hadir diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan
interaksi dengannya terus-menerus sehingga terjadi suatu proses pembelajaran.
Belajar menurut teori ini bukanlah sebatas menghapal tetapi memecahkan
masalah, dan metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara
anak didik dihadapkan pada suatu permasalahan yang cara penyelesaiannya
diserahkan kepada masing-masing anak didik yang pada akhirnya peserta didik
dibimbing untuk mengambil suatu kesimpulan bersama dari apa yang telah
dipelajari. b. Landasan Sosiologis Landasan sosiologis bersumber pada norma
kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa sehingga tercipta
nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang
mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing
anggota masyarakat (Robandi, 2005: 26). c. Landasan Historis Landan historis pendidikan nasional di
Indonesa tidak terlepas dari sejarah bangsa indonesia itu sendiri. Bangsa
Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak
zaman Kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain yang
menjajah serta menguasai bangsa Indonesia. Dengan kata lain, tinjauan
landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional Indonesia merupakan
pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif. Pandangan ini melahirkan
studi-studi historis tentang proses perjalanan pendidikan di Indonesia yang
terjadi pada periode tertentu di masa yang lampau. d. Landasan Religi Landasan religi adalah asumsi-asumsi yang
bersumber dari religi atau agama yang menjadi titik tolak dalam rangka
praktik pendidikan dan atau studi pendidikan (Hasubllah, 2008). Landasan
religius ilmu pendidikan bertolak dari hakikat manusia yaitu (1) Manusia
sebagai makhluk Tuhan YME; (2) Manusia sebagai kesatuan badan dan rohani; (3)
Manusia sebagai makhluk individu, (4) Manusia sebagai makhluk sosial. 3. Penerapan Landasan Ilmu Pendidikan dalam Praktik Pendidikan ·
Landasan Filosofis Landasan filosofis pendidikan telah
melahirkan berbagai aliran pendidikan yang muncul sebagai implikasi dari
aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat. Berbagai macam aliran filsafat
tersebut adalah idealisme, realisme, pragmatisme. ·
Landasan Yuridis Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdasakan kehidupan bangsa. Landasan yuridis telah banyak
memberikan kontribusi landasan dalam pelaksanaan praktik pendidikan di Indonesia,
sebagai contoh adalah penerapan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Syarifudin, 2006). Pada pasal 33 UU tersebut mengatur mengenai
bahasa pegantar pendidikan nasional Indonesia yaitu menggunakan Bahasa
Indonesia, sedangkan bahasa asing digunakan untuk menunjang kemampuan bahasa
asing peserta didik dan bahasa daerah digunakan dapat digunakan sebagai
pengantar untuk mempermudah penyampaian pengetahuan. ·
Landasan Empiris a. Landasan Psikologis Penerapan landasan psikologis dalam praktik
pembelajaran, salah satunya dapat dilihat dari layanan pendidikan terhadap
anak dibuat bertingkat berdasarkan perkembangan individu yang bertahap baik
perkembangan biologis, kognitif, afektif maupun psikomotor, yang pada setiap
perkemangannya setiap individu memiliki tugas-tugas yang harus
diselesaikannya. b. Landasan Sosiologis Implikasi landasan sosiologis dalam praktik
pendidikan dapat tercermin melalui adanya struktur sosial di berbagai
lingkungan pendidikan atau tri pusat pendidikan. Implikasi landasan
sosiologis di lingkungan keluarga tercermin dengan adanya praktik pola asuh
yang turun temurun dalam keluarga. c. Landasan Historis Salah satu implikasi landasan historis dalam
pendidikan adalah lahirnya pancasila, sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi
dasar negara Indonesia secara obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa
indonesia, Sehingga asal nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila tidak
lain adalah jati diri bangsa indonesia yang berjuang menemukan jati dirinya
sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam
pandangan hidup serta filsafat hidup. ·
Landasan Religius Landasan religius dalam bimbingan dan
konseling mengimplikasikan bahwa konselor sebagai “helper” pemberi bantuan
untuk memiliki pemahaman akan nilai-nilai agama, dan komitmen yang kuat dalam
mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam
memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien atau peserta didik. |
|
|
1. Pengertian Karakteristik Peserta Didik Karakteristik peserta didik dapat diartikan
keseluruhan pola kelakukan atau kemampuan yang dimiliki peserta didik sebagai
hasil dari pembawaan dan lingkungan, sehingga menentukan aktivitasnya dalam
mencapai cita-cita atau tujuannya. Asri Budiningsih (2017: 11) karakteristik peserta didik adalah
salah satu variabel dalam desain pembelajaran yang biasanya didefinisikan
sebagai latar belakang pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik termasuk
aspek-aspek lain yang ada pada diri mereka seperti kemampuan umum, ekspektasi
terhadap pembelajaran dan ciri-ciri jasmani serta emosional siswa yang
memberikan dampak terhadap keefektifan belajar. 2. Ragam Karakteristik Peserta Didik ·
Etnik Implikasi dari etnik ini, pendidik dalam
melakukan proses pembelajaran perlu memperhatikan jenis etnik apa saja yang
terdapat dalam kelasnya. Data tentang keberagaman etnis di kelasnya menjadi
informasi yang sangat berharga bagi pendidik dalam menyelenggarakan proses
pembelajaran. ·
Kultural Implikasi dari aspek kultural dalam proses pembelajaran
ini pendidik dapat menerapkan pendidikan multikultural. Pendidikan
multikultural menurut Choirul (2016: 187) memiliki ciri-ciri: 1) Tujuannya
membentuk “manusia budaya” dan menciptakan manusia berbudaya (berperadaban).
2). Materinya mangajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa,
dan nilai-nilai kelompok etnis (kultural). 3) metodenya demokratis, yang
menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok
etnis (multikulturalisme). 4). Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap
tingkah laku anak didik yang meliputi aspek persepsi, apresiasi, dan tindakan
terhadap budaya lainnya ·
Status Sosial Implikasi dengan adanya variasi status-sosial
ekonomi ini pendidik dituntut untuk mampu bertindak adil dan tidak diskriminatif. ·
Minat Minat dapat diartikan suatu rasa lebih suka,
rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas. Hurlock (1990: 114)
menyatakan bahwa minat merupakan suatu sumber motivasi yang mendorong
seseorang untuk melakukan kegiatan yang dipilihnya. minat belajar merupakan
faktor penting dalam proses pembelajaran, dan perlu untuk selalu
ditingkatkan. Implikasinya dalam proses pembelajaran terutama menghadapi
tantangan abad 21, pendidik dapat menerapkan berbagai model pembelajaran yang
menyenangkan (enjoyable learning), menantang dan inovatif, menyampaikan
tujuan/manfaat mempelajari suatu tema/mata pelajaran, serta menggunakan
beragam media pembelajaran. ·
Perkembangan Kognitif Tingkat perkembangan kognitif yang dimiliki
peserta didik akan mempengaruhi guru dalam memilih dan menggunakan pendekatan
pembelajaran, metode, media, dan jenis evaluasi. ·
Kemampuan/pengetahuan awal Kemampuan awal atau entry behavior menurut Ali
(1984: 54) merupakan keadaan pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki
terlebih dahulu oleh peserta didik sebelum mempelajari pengetahuan atau
keterampilan baru. Pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki terlebih
dahulu maksudnya adalah pengetahuan atau keterampilan yang lebih rendah dari
apa yang akan dipelajari. ·
Gaya belajar Gaya belajar menurut Masganti (2012: 49)
didefinisikan sebagai cara yang cenderung dipilih seseorang untuk menerima
informasi dari lingkungan dan memproses informasi tersebut. DePorter dan
Hemacki dalam Masganti (2012; 49) gaya belajar adalah kombinasi dari cara
menyerap, mengatur dan mengolah informasi. Dari dua pendapat tersebut dapat
ditegaskan bahwa gaya belajar adalah cara yang cenderung dipilih/digunakan
oleh peserta didik dalam menerima, mengatur, dan memproses informasi atau
pesan dari komunikator/pemberi informasi. ·
Motivasi Motivasi telah banyak didefinisikan oleh para
ahli, diantaranya oleh Wlodkowski (dalam Suciati, 1994:41) yaitu suatu
kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi
arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut. ·
Perkembangan emosi Emosi telah banyak didefinisikan oleh para
ahli, diantaranya Kartono dalam Sugihartono (2013: 20) mendefinisikan emosi
sebagai tergugahnya perasaan yang disertai dengan perubahan-perubahan dalam
tubuh, misalnya otot menegang, dan jantung berdebar. Dengan emosi peserta
didik dapat merasakan senang/gembira, aman, semangat, bahkan sebaliknya
peserta didik merasakan sedih, takut, dan sejenisnya. ·
Perkembangan sosial Perkembangan sosial menurut Hurlock, (1998:
250) adalah kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya, bagaimana
anak tersebut memahami keadaan lingkungan dan mempengaruhinya dalam
berperilaku baik kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain. Dari
pernyataan ini dapat ditegaskan bahwa perkembangan sosial peserta didik
merupakan kemampuan peserta didik untuk menyesuaikan diri terhadap
norma-norma dan tradisi yang berlaku pada kelompok atau masyarakat, kemampuan
untuk saling berkomunikasi dan kerja sama. ·
Perkembangan Moral dan
Spiritual Moralitas dalam diri peserta didik dapat
tingkat yang paling rendah menuju ke tingkatan yang lebih tinggi seiring
dengan kedewasaannya. Kohlberg (dalam Suyanto, 2006: 135), Sunardi dan Imam
Sujadi (2016: 7-8) perkembangan moral anak/peserta didik dibagi menjadi 3
tahapan, yaitu 1) preconventional, 2) Conventional, 3) postconventional. ·
Perkembangan Motorik Perkembangan motorik menurut Hurlock diartikan
perkembangan gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf,
dan otot yang terkordinasi. Perkembangan motorik merupakan proses yang
sejalan dengan bertambahnya usia secara bertahap dan berkesinambungan, dimana
gerakan individu meningkat dari keadaan sederhana, tidak terorganisir, dan
tidak terampil, kearah penguasaan keterampilan motorik yang kompleks dan
terorganisir dengan baik. |
|
|
1. Teori belajar Behavioristik dan
implikasinya dalam pembelajaran ·
Pandangan Teori Belajar Behavioristik Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil,
bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan
reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme
hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang
diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Beberapa pandangan Watson yang dihasilkan dari serangkaian eksperimennya
dapat dijelaskan sebagai berikut : a.
Belajar adalah hasil dari adanya
Stimulus dan Respon (S – R). Stimulus merupakan objek di lingkungan, termasuk
juga perubahan jaringan dalam tubuh. Sedangkan respon adalah apapun yang
dilakukan sebagai jawaban dari stimulus, respon mulai dari tingkat sederhana
hingga tingkat yang tinggi. b.
Perilaku manusia adalah hasil
belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting. Hal ini dikarenakan Watson
tidak mempercayai unsur keturunan (herediter) sebagai penentu perilaku. c.
Kebiasaan atau habits merupakan
dasar perilaku yang ditentukan oleh 2 hukum utama yaitu kebaruan (recency)
dan frequency. d.
Pandangannya tentang ingatan atau
memory, menurutnya apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh seringnya
sesuatu digunakan atau dilakukan dan factor yang menentukan adalah kebutuhan. ·
Impliaksi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran Implikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari
beberapa hal seperti; tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik peserta didik, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori
behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap,
tidak berubah. 2. Teori belajar Kognitif dan
implikasinya dalam pembelajaran ·
Pandangan Teori Belajar Kognitif Teori belajar kognitif memandang bahwa tingkah laku seseorang ditentukan
oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan
tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang
tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak. Menurut
Piaget, proses belajar terdiri dari 3 tahap, yakni asimilasi, akomodasi dan
equilibrasi (penyeimbangan). Asimilasi adalah proses pengintegrasian
informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada. Akomodasi adalah proses
penyesuaian struktur kognitif ke dalam siatuasi yang baru. Sedangkan
equilibrasi adalah penyesuaian kesinambungan antara asimilasi dan akomodasi
(Siregar dan Nara, 2010). ·
Implikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran Teori kognitif menekankan pada proses perkembangan peserta didik.
Meskipun proses perkembangan peserta didik mengikuti urutan yang sama, namun
kecepatan dan pertumbuhan dalam proses perkembangan itu berbeda. 3. Teori belajar Konstruktivistik dan
implikasinya dalam pembelajaran ·
Pengertian Belajar Menurut Pandangan Konstruktivistik Dengan kata lain, karena pembentukan pengetahuan adalah peserta didik itu
sendiri, peserta didik harus aktif selama kegiatan pembelajaran, aktif
berpikir, menyusun kosep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang
dipelajari, tetapi yang paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah
niat belajar peserta didik itu sendiri. Ciri-ciri
belajar konstruktivisme yang dikemukakan oleh Driver dan Oldhan (1994) adalah
sebagai berikut: a.
Orientasi, yaitu peserta didik
diberik kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik
dengan memberi kesempatan melakukan observasi. b.
Elitasi, yaitu peserta didik
mengungkapkan idenya denegan jalan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan
lain-lain. c.
Restrukturisasi ide, yaitu
klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun ide baru, mengevaluasi ide
baru. d.
Penggunaan ide baru dalam setiap
situasi, yaitu ide atau pengetahuan yang telah terbentuk perlu diaplikasikan
pada bermacam-macam situasi. e.
Review, yaitu dalam mengapliasikan
pengetahuan, gagasan yang ada perlu direvisi dengan menambahkan atau
mengubah. ·
Implikasi Teori Belajar konstruktivistik dalam Pembelajaran Implikasi teori konstruktivistik jika dikaitkan dengan pembelajaran
proses pembelajaran modern adalah berkembangnya pembelajaran dengan web (web
learning) dan pembelajaran melalui social media (social media learning).
Smaldino, dkk (2012) menyatakan bahwa pembelajaran pada abad ke 21 telah
banyak mengalami perubahan, intergrasi internet dan social media memberikan
perspektif baru dalam pembelajaran. 4. Teori belajar Humanistik dan
implikasinya dalam pembelajaran ·
Pengertian Belajar Menurut Teori Belajar Humanistik Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan
untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori
belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian
filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian
psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari
dari pada proses belajar itu sendiri. ·
Implikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran Pada penerapan teori humanistic ini adalah hal yang sangat baik bila guru
dapat membuat hubungan yang kuat dengan peserta didik dan membantu peserta
didik untuk membantu peserta didik berkembang secara bebas. Dalam proses
pembelajaran, guru dapat menawarkan berbagai sumber belajar kepada peserta
didik, seperti situs-situs web yang mendukung pembelajaran. Inti dari
pembelajaran humanistic adalah bagaimana memanusiakan peserta didik dan
membuat proses pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik. |
|
|
1. Konsep Dasar Kurikulum ·
Kurikulum sebagai daftar mata pelajaran Konsep kurikulum sebagai daftar mata pelajaran biasanya erat kaitannya
dengan usaha untuk memperoleh ijazah (Saylor;1981). Artinya, apabila peserta
didik berhasil mendapatkan ijazah berarti telah menguasai serangkaian mata
pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Dengan demikian, dalam
pandangan ini kurikulum berorientasi kepada isi atau mata pelajaran (content
oriented). Proses pembelajaran di sekolah yang menggunakan konsep kurikulum
demikian penguasaan isi merupakan sasaran akhir dari proses pendidikan. ·
Kurikulum sebagai pengalaman belajar siswa Kurikulum adalah seluruh kegiatan yang dilakukan siswa baik di dalam
maupun di luar sekolah dimana kegiatan tersebut berada dalam tanggung jawab
sekolah. Kegiatan yang dimaksud tidak hanya kegiatan intra ataupun ekstra
kurikuler tetapi juga mencakup kegiatan peserta didik yang dilakukan di bawah
tanggung jawab dan bimbingan guru. ·
Kurikulum sebagai rencana atau program belajar Para ahli menyatakan bahwa kurikulum pada dasarnya adalah suatu
perencanaan atau program pengalaman siswa yang diarahkan sekolah. Dengan demikian kurikulum harus mencakup dua sisi yang sama penting,
yaitu perencanaan pembelajaran serta bagaimana perencanaan itu
diimplementasikan menjadi pengalaman belajar siswa dalam rangka pencapaian
tujuan yang diharapkan. 2. Pembaharuan kurikulum di Indonesia Berdasarkan gambaran perjalanan pembaharuan kurikulum yang pernah dan
sedang diterapkan di Indonesia dapat diketahui bahwa setiap perubahan
kurikulum pasti didasari oleh dasar pembaharuan yang berangkat dari
permasalahan di masyarakat. Perubahan dimaksudkan sebagai inovasi dalam
pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas dan mampu bersaing
dikehidupan yang akan datang. 3. Peran, Fungsi, dan Komponen
Kurikulum ·
Peran Konservatif Peran konservatif menekankan bahwa kurikulum dijadikan sebagai sarana
untuk mentransmisikan nilai-nilai budaya masa alalu yang dianggap masih
sesuai dengan masa kini. ·
Peran Kreatif Peran kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan
sesuatu kebaruan yang sesuai dengan perubahan tersebut. Sehingga kurikulum
harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan yang
terjadi dan kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa yang akan
datang. ·
Peran Kritis dan evaluatif Peran kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya melainkan juga
berperan untuk menilai dan memilih nilai budaya serta pengetahuan baru yang
akan diwariskan. Dalam hal ini fungsi kurikulum sebagai kontrol atau filter
sosial. Nilai-nilai sosial yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan atau
realitas keadaan dan tuntutan masa kini dihilangkan dan dilakukan suatu
modifikasi atau penyempurnaan-penyempurnaan. 4. Hakikat Pengembangan Kurikulum Pengembangan kurikulum pada hakikatnya adalah proses penyusunan rencana
tentang isi dan bahan pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana harus
mempelajarinya. Namun, dalam rangka proses pengembangan kurikulum ini harus
berangkat dari visi, misi, serta tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakat. Seller
dan Miller (1985) mengemukakan bahwa proses pengembangan kurikulum adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus. ·
Kurikulum ideal dan kurikulum actual kurikulum bisa dijadikan sebagai sebuah pedoman dalam melaksanakan
pembelajaran. Bisa diartikan juga kurikulum sebagai acuan dan landasan dalam
melaksanakan sebuah proses belajar mengajar. Sebagai sebuah pedoman,
kurikulum ideal memegang peran yang sangat penting. Melalui kurikulum ideal,
guru detidaknya adapat menentukan hal-hal berikut : a.
Merumuskan tujuan dan kompetensi
yang harus dimiliki oleh siswa b.
Menentukan isi atau materi pelajaran
yang harus dikuasai untuk mencapai tujuan atau penguatan kompetensi c.
Menyusun strategi pembelajaran untuk
guru dan siswa sebagai upaya pencapaian tujuan d.
Menentukan keberhasilan pencapaaian
tujuan atau kompetensi ·
Kurikulum tersembunyi Menurut Bellack dan Kiebard (Subandijah, 1993), hidden Curriculum
memiliki tingkat dimensi, yaitu : a.
Hidden Curriculum dapat menunjukkan
suatu hubungan sekolah, yang meliputi interaksi guru, peserta didik, struktur
kelas, keseluruhan pola organisasional peserta didik sebagai mikrokosmos
sistem nilai social. b.
Hidden Curiculum dapat menjelaskan
sejumlah proses pelaksanaan di dalam atau di luar sekolah yang meliputi
hal-hal yang memilikinilai tambah, sosialisasi pemeliharaan struktur kelas. c.
Hidden Curriculum mencakup perbedaan
tingkat kesengajaan seperti halnya yang dihayati oleh para peneliti, tingkat
yang berhubungan dengan hasil yang bersifat insidental. Bahkan hal itu
kadang-kadang tidak diharapkan dari penyususnan kurikulum dalam kaitannya
dengan fungsi social Pendidikan. 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi kurikulum Adapun, dalam proses pelaksanaan sebuah implementasi, Oemar Hamalik
(2010) memberikan batasan pokok kegiatan dalam implementasi diantaranya
adalah : ·
Pengembangan program yang mencakup
program tahunan, semester, triwulan, bulanan, dan harian serta konseling atau
remedial ·
Pelaksanaan pembelajaran yakni
proses interaksi antar peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi
perubahan yang lebih baik ·
Evaluasi proses yang dilaksanakan
sepanjang proses pelaksanaan kurikulum mencakup penilaian keseluruhan secara
utuh untuk keperluan evaluasi pelaksanaan kurikulum. Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi kurikulum
merupakan kegiatan praktis pembelajaran yang dilaksanakan atas dasar kajian
silabus dan juga kajian peserta didik. Maka dari itu,ada proses-proses yang
harus dilaksanakan dan ada hal-hal yang bisa mempengaruhinya. 6. Strategi penerapan kurikulum dan
tantangannya di masa depan ·
Kesiapan guru menerima perubahan Dalam zona ini, guru akan cenderung
enggan melakukan sebuah perubahan karena perubahan selalu memerlukan sebuah
proses berpikir dan memerlukan sebuah usaha-usaha baru yang dianggap merusak
sebuah tatanan kenyamanan. Maka, untuk mengantisipasi tidak terjadinya
perubahan yang diharapkan, diperlukan kondisi perubahan mental yang kuat dan
perubahan model mental . ·
Keterbukaan pola berpikir Perubahan yang mendasar terdapat
pada perubahan pola pikir untuk menerima perubahan dan kurikulum. Pola pikir
mempengaruhi berbagai macam perilaku yang dihasilkan oleh manusia. Sebuah
pola pikir tetap (Fixed Mindset) menganggap bahwa karakter, kecerdasan, dan
kreativitas merupakan sebuah bawaan, namun ada pola pikir lain yang
menyatakan bahwa setiap kegagalan merupakan sebuah tantangan yang akan
berfungsi untuk bertumbuh (Growth Mindset). |
No comments:
Post a Comment