Al-Mawardi menyebutkan ada dua hak imam, [1]yaitu hak untuk di ataati dan hak untuk di bantu. Akan tetapi, apabila kita pelajari sejarah ternyata ada hak lain bagi imam, yaitu hak untuk mendapat imbalan dari harta baitul Mal untuk keperluan hidupnya dan keluarganya secara patut, sesuai dengan kedudukanya sebagai imam.
Hak yang lain ini pada masa Abu Bakar, diceritakan bahwa 6 bulan setelah diangkat jadi khalifah, Abu Bakar masih pergi ke pasar untuk berdagang dan dari hasil dagangannya itulah beliau member nafkah keluarganya. Kemudian para sahabat bermusyawarah, karena tidak mungkin seseorang khalifah dengan tugas yang banyak dan berat masih harus berdagang untuk memenuhi nafkah keluarganya. Maka akhirnya diberi gaji 6.000 dirham setahun, dan menurut riwayat lain digaji 2.000 sampai 2.500 dirham.
Bagaimanapun perbedaan-perbedaan pendapat di dalam jumlah yang di berikan kepada Abu Bakar satu hal adalah pasti bahwa kaum muslimin pada waktu itu telah meletakkan satu prinsip penggajian (member gaji) kepada khalifah. Hak-hak imam ini erat sekali kaitanya denagn kewajiban rakyat. Hak untuk di taati dan di bantu misalnya adalah kewajiban rakyat untuk mentaati dan membantu.
[2]Selain itu Dhafir Al-Qasimy menyebutkan lagi hak imam dalam melaksanakan tugas imam dalam melaksanakan tugas Negara:
1. Hak mendapat penghasilan (Al-Qasimy). Hl ini terang adanya. Sebab imam telah melakukan pekerjaan demi kemaslahatan umum, sehingga tak ada waktu lagi baginya memikirkan kepentingan pribadinya. Hal ini jelas sekali jika di lihat dari ukuran sekarang, meskipun lain halnya dibandingkan di masa-masa awal dahulunya, Khalifah Abu Bakar ra, atas desakan beberapa Sahabat juga mendapatkan penghasilan dari jabatan khalifahnya.
2. Hak mengeluarkan praturan (Haq Al-Tasyri’). Seorang imam juga berhak mengeluarkan peraturan yang mengikat warganya, sepanjang peraturan itu tidak terdapat dalam Al-Qu’an dan mengikuti Al-Sunnah. Dalam mengeluarkan praturan-peraturan imam mestilah mengetahui kaedah-kaedah dan pedoman-pedoman yang terdapat dalam Nash. Yang terpenting di antaranya ialah musyawarah (AL-Syura) yakni bahwa dalam mengeluarkan suatu peraturan, imi tidak boleh bertindak sewenang-wenang, ia harus mempertimbangkan fikiran dari para ahli dalam masalah yang bersangkutan. Selain itu peraturan tersebut juga tidat boleh bertentangan dengan nash syara’ atau dengan ruh-tasyri’ dalam al-qur’an dan sunnah.
Adapun suatu kewajiban-kewajiban seorang pemimpin dapat kita lihat dalam berbagai macam profektif, yang mana dalam islam, Islam sebagai agama amal adalah sangat wajar apabila meletakkan focus of interest-nya pada kewajiban. Hak itu sendiri datang apabila kewajiban telah dilaksanakan secara baik. Bahwa kebagiaan hidup di akirat akan di peroleh apabila kebajiban-kewajiban sebagai manifestasi dari ketagwaan telah dilaksanakan dengan baik waktu hidup di dunia
[3]Demikian pula halnya dengan kewajiban-kewajiban imam. Ternyata di tidak ada kesepakatan di antara ulama terutama dalam perinciannya sebagai contoh akan dikemukakan, kewajiban imam menurut al-Mawardi adalah:
1. Memelihara agama, dasar-dasarnya yang telah di tetapkan dan apa yang telah di sepakati oleh umat salaf.
2. Mentafidzkan hukum-hukum di antara orang-orang yang bersengketa, dan menyelesaikan perselisihan, sehingga keadilan terlaksana secara umum.
3. Memelihara dan menjaga meamana agar manusia dapat dengan tentram dan tenang berusaha mencari kehidupan, serta dapat berpergian dengan aman, tanpa ada gangguan terhadap jiwanya atau hartanya.
4. Menegakkan hukum-hukum Allah, agar orang tidak berani melanggar hukum dan memelihara hak-hak hanba dari kebinasaan dan kerusakan.
5. Menjaga tapal batas dengan kekuatan yang cukup, agar musuh tidak berani menyerang dan menumpahkan darah muslim atau non muslim yang mengadakan perjanjian damai dengan muslim (mu’ahid).
6. Memerangi orang yang menentang islam setelah melakukan dakwah dengan baik tapi mereka tidak mau masuk islam dan tidak pyula menjadi kafir dzimi.
7. Memungut Fay dan shadagah-shadagah sesuai dengan ke tentuan syara’ atas dasar nash atau ijtihad tan pa ragu-ragu.
8. Manatapkan kadar-kadar tertentu pembarian untuk orang-orang yang berhak menerimanya dari Baitul Mal dengan wajar serta membayarkanya pada waktunya.
9. Menggunakan orang-orang yang dapat di percaya dan jujur di dalam menyelesaikan tugas-tugas serta menerahkan pengurusan kekayaan Negara kepada mereka. Agar pekerjaan dapat dilaksanakan oleh orang-orang yang ahli, dan harta Negara di urus oleh orang yang jujur.
10. Melaksanakan tugas-tugasnya yang langsung di dalam membina umat dan menjaga agama.
Yusuf Musa menambahkan kewajiban lain, yaitu: Menyebarluaskan ilmu dan pengetahuan, karena kemajuan umat sangat tergantung kepada ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu keduniwian.
[4]Apabila kita kaitkan kewajiban ini dengan magasidu syari’ah, maka dan kewajiban imam tidak lepas dari hal-hal:
1. Yang dharuri yang meliputi hifdh al-din, hifdh al-nafs, hifdh al-nasl/iridl, dan hifdh al-mal serta hifdh al-ummah, dalam arti yangseluas-luasnya, seperti didalam hifdh al-mal termasuk di dalam mengusahakan kecukupan saandang, pangan dan papan, di samping menjaga agar jangan terjadi gangguan terhadap kekayaan.
2. Hal-hal yang bersifat haaji, yang mengarah kepada kemudahan-kemudahan di dalam melaksanakan tugas.
3. Hal-hal yang taksini, yang mengarah kepada terpeliharanya rasa keindahan dan seni dalam batas- batas ajaran Islam.
Adapun poin penting penting di ketahui oleh Ulil Amri harus menjaga dan melindungi hak-hak rakyat dan mengujudkan hak asasi manusia, seperti hak milik, hak hidup, hak mengemukakan pendapat dengan baik dan benar, hak mendapatkan penghasilan yang layak melalui kash al-halal, hak beragama, dan lain-lainnya.
Di dinia islan sekarang ini, kritria kepala Negara (presiden) juga sangat beragam. Di Pakistan, misalnya, seseorang dapat dipilih menjadi presiden dengan syarat: muslim dan berusia sekurang-kurangnya 45 tahun (pasal 41 ayat 2 konsitusi Pakistan). Di Iran, kualifikasi seorang presiden mencakup : Iranian origin, Iranian nationality, a good pastrecord, trustworthy and piety, and conviced belief in the fundamental principles of Islamic Republic of Iran, and the official madzab of the country (Article 115, the constitution of the Islamic Rebublic of Iran).
Di Mauritinia, presiden pun harus seorang muslim(pasal 23 Konsitusi Republik Mauritinia 1991). Sandi Arabia, Pakistan, Brunei Darussalam, libia, Irak (konsitusi 1990), Mauritinia, dan Malaysia menyebut islam sebagai agama resmi Negara (Islam is the religion of the state), sedangkan Indonesia mengatakan dalam pasal 29 UUD 1945 (yang tidak diamandemen). Pada ayat 1 , pasal tersebut “Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa”,dan pada pasal 2,”Negara menjamin kemerdekaan tiap-tap penduduk untuk memeluk agamanya dan kepercayaan itu”.
DAFTAR PUSTAKA
A.Djazuli, Figh Siyasah Implementasi kemaslahatan Umat dalam Rambu-rambu Syari’ah, Prenada Media, Bogor, 3003.
Rusjdi Ali Muhammad, Fiqih Siyasah, percetakan Ar-Raniry Press, Banda Aceh, 1999.
Rusjdi Ali Muhammad, Politik Islam, percetakan BDI PT Arun, BDI Pim dan Yasat, Yogyakarta, 2000.
A.Djazuli, Figh Siyasah Implementasi kemaslahatan Umat dalam Rambu-rambu Syari’ah, Prenada Media, Jakarta, 3007.
[1] Prof. H. A. Djazuli, MA. Figh Siyasah, (Cet: 1, Bogor, Prenada Media, 2003)hal:93.
[2] Dr. Rusjdi Ali Muhammad, SH. Politik Islam, (cet: 1, Yogyakarta, PT. Arun, Pim dan Yasat, 2000) hal: 27
[3] Prof. H. A. Djazuli, MA. Figh Siyasah, (Cet: 1, Bogor, Prenada Media, 2003)hal: 95.
[4] Prof. H. A. Djazuli, MA. Figh Siyasah, (Cet: 3, Jakarta, Prenada Media, 2007).
No comments:
Post a Comment