DEKLARASI
MILLENNIUM PBB menempatkan pengurangan
kemiskinan ditengah-tengah proses pengembangan. Benar adanya, oleh karena itu,
sangatlah penting untuk diketahui bagi strategi pengembangan nasional yang
menerima jaminan, penopangan, dan perkembangan manusia yang wajar dan yang
memberi kuasa orang-orang. Pada Deklarasi Millennium yang dikeluarkan oleh
Majelis umum PBB di tahun 2000, lebih dari 160 kepala negara dan pemerintahan
mengikrarkan komitmen mereka untuk menerima Tujuan-tujuan Perkembangan
Millennium (MDGs). Yang pertama dari tujuan-tujuan ini adalah mengurangi
meluasnya kemiskinan global hingga (dibandingkan pada tingkat ditahun 1990)
tahun 2015. Tujuan lainnya seperti pemberantasan kelaparan, akses internasional
ke pendidikan yang utama, pengurangan kematian, dan persamaan gender yang
keseluruhannya mendukung tujuan dari pengentasan kemiskinan.
Perhatian
bagi kebijakan yang memihak pada kemiskinan adalah konsekuensi dari kekecewaan
yang telah berakar dengan pola pengembangan yang menempatkan perhatian eksklusif pada pengejaran
pertumbuhan ekonomi. Selama tahun 1950an dan 1960an, tujuan utama mencapai
tingkat investasi negara-negara berkembang,ditandai oleh bantuan luar negeri,
dalam hal ini menerima pertumbuhan yang cepat. Harapannya adalah bahwa sedikit
sebab, secara luas melalui jabatan yang tinggi dan upah nyata, akan mengurangi
kemiskinan. Pada pola ini, tidak ada kebijakan bagi kemiskinan yang tegas,
hanya kebijakan bagi pertumbuhan yang akhirnya akan membawa ke pengurangan
kemiskinan. Bagaimanapun juga, dibanyak situasi, proses pertumbuhan tidak
merata seperti sedikit efek yang juga lemah atau ketidak adaan.
Berikan
kegagalan ini pada pertumbuhan untuk mengurangi kemiskinan, pemusatan
digeserkan pada rancangan yang ditujukan pada campur tangan anti kemiskinan didalam bentuk jaringan
keamanan sosial untuk menjegal kemiskinan. Tujuan dari strategi ini adalah
untuk mencapai kelompok-kelompok tersebut yang tidak dimasukkan atau
dipinggirkan oleh proses dari pertumbuhan. Ini adalah filosofi lengkap
dibelakang Dokumen Strategi Pengentasan Kemiskinan oleh negara berkembang untuk
keringanan keuangan oleh institusi
keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia. Kerangka ekonomi makro
diwujudkan dalam dokumen berlanjut untuk fokus pada stabilisasi yang membawa
kepertumbuhan, dengan tujuan campur tangan yang sangat menentukan untuk
mengatur kegagalan yang negative dari strategi pada kaum miskin. Bagaimanapun
juga, masalah dasar adalah jika strategi pertumbuhan negara menyebarkan
kemiskinan, program kemiskinan terpisah bisa sedikit melakukan trend
sebaliknya. Kebutuhan untuk melebihi keuntungan kenyaman sosial dan fokus
secara langsung pada penyediaan pekerjaan dan mencapai pemasukan dari kaum
miskin melalui campur tangan yang tegas dikenali secara luas. Pengalaman
menyarankan bahwa, secara umum, negara yang sukses dalam mengurangi kemiskinan
mengkombinasikan promosi kebijakan yang wajar dan pertumbuhan. Kebijakan publik
perlu untuk mempengaruhi generasi dan distribusi dari pemasukan diberbagai
jalan untuk keuntungan yang tak seimbang bagi kaum miskin dengan kata lain,
fokus sekarang adalah pertumbuhan bagi si miskin.
Pentingnya
pertumbuhan, bagaimanapun juga, tidak bisa dilupakan. Strategi yang secara umum
memfokuskan pada pengurangan ketidak merataan melalui distribusi ulang dari
asset atau pemasukan tapi membiarkan atau mengorbankan pertumbuhan yang memungkinkan tidak membawa
ke pengurangan terus menerus dari kemiskinan. Sebagai tambahan, absensi dari
pertumbuhan yang dipaksakan untuk mencari kebutuhn sumber daya untuk keuangan
yang ditujukan untuk campur tangan anti kemiskinan akan timbul.
Oleh
karena itu, kebutuhan menjadi cukup cepat yang secara signifikan memperbaiki
kondisi absolute dari kaum miskin sebagaimana posisi relatif mereka. Hal ini
juga bisa diterima dengan memastikan kewajaran yang lebih baik pada awal proses
pertumbuhan, sebagai contoh, melalui perubahan lahan (seperti di
Korea&Jepang), atau hal itu juga bisa diterima oleh penurunan ketidak
merataan selama proses pertumbuhan (seperti membuat pekerjaan yang tidak
terlalu membutuhkan keahlian yang lebih siap sedia dan dengan demikian menekan
upah diantara simiskin, yang telah dicapai oleh perekonomian Asia timur seperti
Thailand, karena dan Malaysia melalui pertumbuhan ekspor pada buruh pabrik
intensif). Bagaimanapun juga, usaha untuk memperbaiki asset atau pemasukan
distribusi tidak harus memperlambat pertumbuhan aktifitas ekonomi yang salah
tempat atau secara merugikan mempengaruhi iklim investasi atau mengubah
pengalokasian sumber daya.
No comments:
Post a Comment