Monday, September 7, 2015

MATERI PERKULIAHAN BAHASA INDONESIA MINGGU, 06 SEPTEMBER 2015

1.      Memahami Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
A.     Pengertian dan Penjelasan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
v  SEJARAH
Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67,tanggal 19 September 1967.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak dipakai sejak bulan Maret 1947.
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Revisi 1987.
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.
Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

v  PENGERTIAN EJAAN
Pengertian Ejaan ialah keseluruhan system dan peraturan penulisan bunyi bahasa untuk mencapai keseragaman. Ejaan Yang Disempurnakan adalah ejaan yang dihasilkan dari penyempurnaan atas ejaan-ejaan sebelumnya.
Ejaan yang disempurnakan ( EYD ) mengatur :
1.       Pemakaian Huruf.
a)      Huruf Abjad. Huruf abjad yang terdapat di dalam bahasa Indonesia adalah : A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S, T, U, V, W, X, Y dan Z.
b)     Huruf Vokal. Huruf vokal di dalam bahasa Indonesia adalah : a, i, u, e dan o
c)      Huruf Konsonan, Huruf konsonan yang terdapat di dalam bahasa Indonesia adalah :
a, b, c, d, f, g, h, i, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, u, v, w, x, y dan z.   
d)     Huruf Diftong. Didalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au dan oi.
e)      Gabungan Huruf Konsonan. Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan,  yaitu:
kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.
f)       Pemenggalan Kata. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan dengan cara:
ü  Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan diantara kedua huruf vokal itu. Contoh: aula  menjadi au-la bukan a-u-l-a
ü  Jika di tengah kata ada konsonan termasuk gabungan huruf konsonan,  pemenggalan itu dilakukan sebelum huruf konsonan. Contoh: bapak  menjadi ba-pak
ü  Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan diantara kedua huruf  itu. Contoh : mandi menjadi man-di
ü  Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan, pemenggalan itu dilakukan diantara huruf konsonan yang pertama dan kedua. Contoh : ultra  menjadi ul-tra.
2.       Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
a)      Huruf Kapital atau Huruf Besar
Huruf Kapital dipakai sebagai huruf pertama pada awal kalimat, petikan langsung, ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, nama gelar kehormatan, unsur nama jabatan, nama orang, nama bangsa, suku, tahun, bulan, nama geografi, dll.
b)     Huruf Miring
Huruf Miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, surat kabar, yang dikutip dalam tulisan, nama ilmiah atau ungkapan asing, dan untuk menegaskan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
3.       Penulisan Kata
4.       Singkatan dan Akronim
Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, suku kata, ataupun gabungan kombinasi huruf dan suku kata. Contoh : rudal (peluru kendali), tilang (bukti pelanggaran)
5.       Angka dan Lambang Bilangan
Penulisan angka dan bilangan terdiri dari beberapa cara yaitu :
ü  berasal dari satuan dasar sistem internasional, Contoh : arus listrik dituliskan A = ampere.
ü  menyatakan tanda decimal, Contoh : 3,05 atau 3.05
6.       Penulisan Unsur Serapan,
Penulisan unsur serapan pada umumnya mengadaptasi atau mengambil dari istilah bahasa asing yang sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Contoh : president menjadi presiden.
7.       Pemakaian Tanda Baca
Pemakaian tanda baca terdiri dari tanda (.) , (,), (-), (;), (:), (”)
8.       Pedoman Umum Pembentukan Istilah
Pembentukan istilah asing yang sudah menjadi perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia mengikuti kaidah yang telah ditentukan, yaitu :
ü  penyesuaian Ejaan.
Contoh : ae jika tidak bervariasi dengan e, tetap e, aerosol tetap aerosol
ü  penyesuaian huruf gugus konsonan.
Contoh : flexible  menjadi fleksibel
ü  penyesuaian akhiran.
Contoh : etalage  menjadi etalase
ü  penyesuaian awalan.
Contoh : amputation  menjadi amputasi
9.       Gaya Bahasa
Gaya bahasa ialah penggunaan kata kiasan dan perbandingan yang tepat untuk mengungkapkan perasaan atau pikiran dengan maksud tertentu. Gaya bahasa berguna untuk menimbulkan keindahan dalam karya sastra atau dalam berbicara. Gaya bahasa disebut juga majas.
ü  Gaya bahasa simbolik adalah gaya bahasa yang menggunakan perbandingan simbol benda, lambang, binatang atau tumbuhan.
Contoh : Lintah darat harus dibasmi ( Lintah darat adalah simbol pemeras, rentenir atau pemakan riba)
ü  Gaya bahasa hiperbola adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu secara berlebihan.
Contoh : Tawanya menggelegar hingga membelah bumi.
Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK (1967), antara lain:
·         "tj" menjadi "c" : tjutji  cuci
·         "dj" menjadi "j": djarak  jarak
·         "j" menjadi "y" : sajang  sayang
·         "nj" menjadi "ny" : njamuk  nyamuk
·         "sj" menjadi "sy" : sjarat  syarat
·         "ch" menjadi "kh": achir  akhir

2.      Memahami Kaidah Penulisan dan Tanda Baca
Ada dua hal yang diatur dalam penulisan huruf di dalam Ejaan yang disempurnakan, yaitu aturan penulisan huruf besar atau huruf kapital dan aturan penulisan huruf miring. Kedua aturan tersebut akan dijelaskan pada uraian berikut.
A.     Kaidah Penulisan Huruf Kapital
Kaidah-kaidah penulisan yang tertera pada buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan masih sering diabaikan penggunaannya pada berbagai tulisan. Kesalahan dalam penulisan terjadi karena pengguna bahasa tidak mau berusaha memahami kaidah-kaidah yang tercantum dalam buku pedoman ejaan. Sehubungan dengan hal tersebut, berikut ini akan dijelaskan secara singkat kaidah-kaidah penulisan huruf kapital yang sering menimbulkan kesalahan yang cukup tinggi. Kaidah yang jarang ditemukan kesalahan penggunaannya tidak perlu dibicarakan atau dijelaskan pada uraian berikut ini.
Kaidah nomor 3 pada penulisan huruf kapital menyebutkan bahwa ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci huruf awalnya ditulis dengan huruf kapital, termasuk kata-kata ganti untuk Tuhan. Kata-kata seperti Quran. Maha Pengasih,Maha Esa sebagai ungkapan yang berhubungan dengan keagamaan dan nama Tuhan ditulis dengan huruf kapital. Adapun ungkapan yang berhubungan dengan nama diri cukup ditulis dengan huruf kecil. Dengan demikian, kata-kata seperti jin, iblis, surga, neraka, malaikat, nabi, rasul, meskipun bertalian dengan keagamaan tidak ditulis dengan huruf kapital.
Kata ganti Tuhan, yaitu Engkau, Nya, dan Mu, huruf awalnya harus ditulis dengan huruf kapital. Antara kata ganti dan kata yang mengikutinya harus diberikan tanda hubung karena tidak boleh ada huruf kapital diapit oleh huruf kecil. Sebagai contoh, untuk kata ganti hamba, yang dirangkaikan dengan kata ganti Tuhan (Nya) harus ditulis.

B.     Penulisan Huruf Miring
Penulis huruf miring hanya dapat dipakai pada tulisan (karangan) yang menggunakan mesin cetak atau mesin tulis yang memiliki huruf miring. Tulisan (karangan) berupa tulisan tangan atau pengetikan dengan menggunakan mesin tulis biasa yang tidak memiliki huruf miring dapat dilakukan dengan cara lain, yaitu kata yang dicetak miring dengan menggunakan huruf miring dapat diberi garis bawah sebagai gantinya. Dengan kata lain, semua kata yang akan dicetak miring diberi garis bawah dalam tulisan tangan atau ketikan biasa.
Huruf miring dapat dipakai (1) menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutib dalam karangan, (2) menegaskan atau mengkhususkan  huruf, bagian kata, atau kelompok kata, dan (3) menuliskan kata nama – nama ilmiah atau ungkapan asing.
Contoh :
Majalah bahasa dan kesusastraan
Surat kabar pedoman rakyat
Weltanschauung diterjemahkan menjadi pedagang dunia

C.    Penulis Kata
Kaidah penulis kata yang diatur dalam buku Pedoman Ejaan Indonesia yang Disempurnakan berjumlah 22 kaidah. Kaidah – kaidah tersebut perlu mendapat perhatian kita. Berikut ini akan dijelaskan beberapa kaidah yang sering tak dipatuhi dalam penulisan. Kesalahan penulisan muncul karena kurangnya pengetahuan pengguna bahasa mengenai kaidah ejaan. Oleh sebab itu, pengguna bahasa perlu diberikan penjelasan secukupnya mengenai cara penulisan kata.
 
6.    Makna Denotatif dan Konotatif
A.     Pengertian Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna denotatif disebut makna konseptual. Katamakan, misalanya, bermakna memasukkan sesuatu ke dalam mulut, dikunyah, dan ditelan. Makna makan seperti itu adalah makna denotatif.
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Kata makan dalam makna konotatif untung atau pukul.
Contoh : Kata : lari, terbang, bapak, kecut, suntik
Kata-kata tersebut makna denotasinya adalah :
kecut artinya  rasanya asam
suntik artinya memasukkan obat ke dalam tubuh menggunakan sejenis jarum
Contoh dalam kalimat :
1.       Mangga itu sekalipun masak, tetapi sangat kecut rasanya.
2.       Saya pada waktu sakit mendapat suntikkan sebanyak tiga kali.
(Kata yang ditulis miring, bermakna denotasi.)
Kata tersebut menjadi makna konotasi, apabila dalam kalimat  berikut ini :
1.       Para pelajar mendapat suntikkan dari guru agar lebih giat belajar.
2.       Saya paling kecut jika melihat orang yang berlaga pandai.
Pengertian dan Contoh Makna Denotatif dan Konotatif  Dalam bahasa Indonesia, kita sering mendengar pelajaran mengenai makna konotatif dan denotatif. Bagi Anda yang belum paham apa itu makna denotatif dan konotatif bisa membaca artikel berikut ini yang saya ambil dari buku “Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi” karangan E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai (Akapress, 2010).
Makna konotatif berbeda dari zaman ke zaman. Ia tidak tetap. Kata kamar kecil mengacu kepada kamar yang kecil (denotatif), tetapi kamar kecil berarti juga jamban (konotatif). Dalam hal ini, kita kadang-kadang lupa apakah suatu makna kata itu denotatif atau konotatif.
Kata rumah monyet mengadung makna konotatif. Akan tetapi, makna konotatif itu tidak dapat diganti dengan kata lain sebab nama lain untuk kata itu tidak ada yang tepat. Begitu juga dengan istilah rumah asap.
Makna-makna konotatif sifatnya lebih profesional dan operasional daripada makna denotatif. Makna denotatif adalah makna yang umum. Dengan kata lain, makna konotatif adalah makna yang dikaitkan dengan suatu kondisi dan situasi tertentu.
Contoh:
Rumah                 =  gedung, wisma, graha
Penonton            =  pemirsa, pemerhati
Makna konotatif dan denotatif berhubungan erat dengan kebutuhan pemakai bahasa. Makna denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada satu makna yang menyertainya, seangkan makna konotatif adalah makna kata yang mempunyai tautan pikiran, perasaan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa tertentu. Dengan kata lain, makna denotatif adalah makna yang bersifat umum, sedangkan makna konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus.
Kalimat di bawah ini menunjukkan hal itu.
Dia adalah wanita cantik (denotatif)
Dia adalah wanita manis (konotatif)

Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan memberikan gambaran umum tentang seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung suatu maksud yang lebih bersifat memukau perasaan kita.

No comments: