1. Memahami Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan
A. Pengertian dan Penjelasan
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
v SEJARAH
Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada
tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru
pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh
panitia Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri dari
panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil
merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu
bekerja atas dasar surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67,tanggal 19
September 1967.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh
Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama
tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati
oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang
Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa
Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia)
dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk
sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan
Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17
Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa
Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57
tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja
panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan
Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta
penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak
dipakai sejak bulan Maret 1947.
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan
Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan
buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan
penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27
Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Revisi 1987.
Revisi 1987.
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang
Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.
Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46
Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD
edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
v PENGERTIAN
EJAAN
Pengertian Ejaan ialah
keseluruhan system dan peraturan penulisan bunyi bahasa untuk mencapai
keseragaman. Ejaan Yang Disempurnakan adalah ejaan yang dihasilkan dari penyempurnaan
atas ejaan-ejaan sebelumnya.
Ejaan yang disempurnakan ( EYD ) mengatur :
Ejaan yang disempurnakan ( EYD ) mengatur :
1. Pemakaian
Huruf.
a) Huruf
Abjad. Huruf abjad yang terdapat di dalam
bahasa Indonesia adalah : A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R,
S, T, U, V, W, X, Y dan Z.
b) Huruf
Vokal. Huruf vokal di dalam bahasa Indonesia
adalah : a, i, u, e dan o
c) Huruf
Konsonan, Huruf konsonan yang terdapat di dalam
bahasa Indonesia adalah :
a, b, c, d, f, g, h, i, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, u, v, w, x, y dan z.
a, b, c, d, f, g, h, i, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, u, v, w, x, y dan z.
d) Huruf
Diftong. Didalam bahasa Indonesia terdapat
diftong yang dilambangkan dengan ai, au dan oi.
e) Gabungan
Huruf Konsonan. Di dalam bahasa Indonesia terdapat
empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu:
kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.
kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.
f) Pemenggalan
Kata. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan dengan cara:
ü Jika di
tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan diantara kedua
huruf vokal itu. Contoh: aula menjadi au-la bukan a-u-l-a
ü Jika di
tengah kata ada konsonan termasuk gabungan huruf konsonan, pemenggalan
itu dilakukan sebelum huruf konsonan. Contoh: bapak menjadi ba-pak
ü Jika di
tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan
diantara kedua huruf itu. Contoh : mandi menjadi man-di
ü Jika di
tengah kata ada tiga buah huruf konsonan, pemenggalan itu dilakukan diantara
huruf konsonan yang pertama dan kedua. Contoh : ultra menjadi ul-tra.
2. Pemakaian
Huruf Kapital dan Huruf Miring
a) Huruf
Kapital atau Huruf Besar
Huruf Kapital dipakai sebagai huruf pertama pada awal kalimat, petikan langsung, ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, nama gelar kehormatan, unsur nama jabatan, nama orang, nama bangsa, suku, tahun, bulan, nama geografi, dll.
Huruf Kapital dipakai sebagai huruf pertama pada awal kalimat, petikan langsung, ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, nama gelar kehormatan, unsur nama jabatan, nama orang, nama bangsa, suku, tahun, bulan, nama geografi, dll.
b) Huruf
Miring
Huruf Miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, surat kabar, yang dikutip dalam tulisan, nama ilmiah atau ungkapan asing, dan untuk menegaskan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
Huruf Miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, surat kabar, yang dikutip dalam tulisan, nama ilmiah atau ungkapan asing, dan untuk menegaskan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
3. Penulisan
Kata
4. Singkatan
dan Akronim
Akronim adalah singkatan yang berupa
gabungan huruf awal, suku kata, ataupun gabungan kombinasi huruf dan suku kata.
Contoh : rudal (peluru kendali), tilang (bukti pelanggaran)
5. Angka dan
Lambang Bilangan
Penulisan angka dan bilangan terdiri dari beberapa cara yaitu :
Penulisan angka dan bilangan terdiri dari beberapa cara yaitu :
ü berasal
dari satuan dasar sistem internasional, Contoh : arus listrik dituliskan A =
ampere.
ü menyatakan
tanda decimal, Contoh : 3,05 atau 3.05
6. Penulisan
Unsur Serapan,
Penulisan unsur serapan pada umumnya
mengadaptasi atau mengambil dari istilah bahasa asing yang sudah menjadi
istilah dalam bahasa Indonesia. Contoh : president menjadi presiden.
7. Pemakaian
Tanda Baca
Pemakaian tanda baca terdiri dari tanda (.) , (,), (-), (;), (:), (”)
Pemakaian tanda baca terdiri dari tanda (.) , (,), (-), (;), (:), (”)
8. Pedoman
Umum Pembentukan Istilah
Pembentukan istilah asing yang sudah menjadi perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia mengikuti kaidah yang telah ditentukan, yaitu :
Pembentukan istilah asing yang sudah menjadi perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia mengikuti kaidah yang telah ditentukan, yaitu :
ü penyesuaian
Ejaan.
Contoh :
ae jika tidak bervariasi dengan e, tetap e, aerosol tetap aerosol
ü penyesuaian
huruf gugus konsonan.
Contoh :
flexible menjadi fleksibel
ü penyesuaian
akhiran.
Contoh :
etalage menjadi etalase
ü penyesuaian
awalan.
Contoh :
amputation menjadi amputasi
9. Gaya
Bahasa
Gaya
bahasa ialah penggunaan kata kiasan dan perbandingan yang tepat untuk mengungkapkan
perasaan atau pikiran dengan maksud tertentu. Gaya bahasa berguna untuk
menimbulkan keindahan dalam karya sastra atau dalam berbicara. Gaya bahasa
disebut juga majas.
ü Gaya
bahasa simbolik adalah gaya bahasa yang menggunakan perbandingan simbol benda,
lambang, binatang atau tumbuhan.
Contoh : Lintah darat harus
dibasmi ( Lintah darat adalah simbol pemeras, rentenir atau pemakan riba)
ü Gaya
bahasa hiperbola adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu secara berlebihan.
Contoh : Tawanya menggelegar hingga
membelah bumi.
Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK (1967), antara lain:
·
"tj" menjadi
"c" : tjutji → cuci
·
"dj" menjadi "j":
djarak → jarak
·
"j" menjadi
"y" : sajang → sayang
·
"nj" menjadi
"ny" : njamuk → nyamuk
·
"sj" menjadi
"sy" : sjarat → syarat
·
"ch" menjadi
"kh": achir → akhir
2.
Memahami Kaidah Penulisan dan
Tanda Baca
Ada dua hal yang diatur dalam penulisan huruf di dalam
Ejaan yang disempurnakan, yaitu aturan penulisan huruf besar atau huruf kapital
dan aturan penulisan huruf miring. Kedua aturan tersebut akan dijelaskan pada
uraian berikut.
A.
Kaidah Penulisan Huruf Kapital
Kaidah-kaidah penulisan yang tertera pada buku Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan masih sering diabaikan
penggunaannya pada berbagai tulisan. Kesalahan dalam penulisan terjadi karena
pengguna bahasa tidak mau berusaha memahami kaidah-kaidah yang tercantum dalam
buku pedoman ejaan. Sehubungan dengan hal tersebut, berikut ini akan dijelaskan
secara singkat kaidah-kaidah penulisan huruf kapital yang sering menimbulkan
kesalahan yang cukup tinggi. Kaidah yang jarang ditemukan kesalahan
penggunaannya tidak perlu dibicarakan atau dijelaskan pada uraian berikut ini.
Kaidah nomor 3 pada penulisan huruf kapital menyebutkan
bahwa ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci huruf awalnya
ditulis dengan huruf kapital, termasuk kata-kata ganti untuk Tuhan. Kata-kata
seperti Quran. Maha Pengasih,Maha Esa sebagai ungkapan yang berhubungan
dengan keagamaan dan nama Tuhan ditulis dengan huruf kapital. Adapun ungkapan
yang berhubungan dengan nama diri cukup ditulis dengan huruf kecil. Dengan
demikian, kata-kata seperti jin, iblis, surga, neraka, malaikat, nabi, rasul,
meskipun bertalian dengan keagamaan tidak ditulis dengan huruf kapital.
Kata ganti Tuhan, yaitu Engkau, Nya, dan Mu, huruf
awalnya harus ditulis dengan huruf kapital. Antara kata ganti dan kata yang
mengikutinya harus diberikan tanda hubung karena tidak boleh ada huruf kapital
diapit oleh huruf kecil. Sebagai contoh, untuk kata ganti hamba, yang
dirangkaikan dengan kata ganti Tuhan (Nya) harus ditulis.
B.
Penulisan Huruf Miring
Penulis huruf miring hanya dapat dipakai pada tulisan
(karangan) yang menggunakan mesin cetak atau mesin tulis yang memiliki huruf
miring. Tulisan (karangan) berupa tulisan tangan atau pengetikan dengan
menggunakan mesin tulis biasa yang tidak memiliki huruf miring dapat dilakukan
dengan cara lain, yaitu kata yang dicetak miring dengan menggunakan huruf
miring dapat diberi garis bawah sebagai gantinya. Dengan kata lain, semua kata
yang akan dicetak miring diberi garis bawah dalam tulisan tangan atau ketikan
biasa.
Huruf miring dapat dipakai (1) menuliskan nama buku,
majalah, dan surat kabar yang dikutib dalam karangan, (2) menegaskan atau
mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata, dan (3) menuliskan
kata nama – nama ilmiah atau ungkapan asing.
Contoh :
Majalah bahasa dan kesusastraan
Surat kabar pedoman
rakyat
Weltanschauung diterjemahkan menjadi pedagang
dunia
C. Penulis Kata
Kaidah penulis kata yang diatur dalam buku Pedoman Ejaan Indonesia yang
Disempurnakan berjumlah
22 kaidah. Kaidah – kaidah tersebut perlu mendapat perhatian kita. Berikut ini
akan dijelaskan beberapa kaidah yang sering tak dipatuhi dalam penulisan.
Kesalahan penulisan muncul karena kurangnya pengetahuan pengguna bahasa
mengenai kaidah ejaan. Oleh sebab itu, pengguna bahasa perlu diberikan
penjelasan secukupnya mengenai cara penulisan kata.
6. Makna Denotatif dan Konotatif
A.
Pengertian Makna Denotatif dan
Konotatif
Makna
denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah
makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang
dikandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna denotatif disebut
makna konseptual. Katamakan, misalanya, bermakna
memasukkan sesuatu ke dalam mulut, dikunyah, dan ditelan. Makna makan seperti itu adalah makna denotatif.
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Kata makan dalam makna konotatif untung atau pukul.
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Kata makan dalam makna konotatif untung atau pukul.
Contoh
: Kata : lari, terbang, bapak, kecut, suntik
Kata-kata tersebut
makna denotasinya adalah :
kecut artinya rasanya asam
suntik artinya memasukkan obat ke dalam tubuh menggunakan
sejenis jarum
Contoh
dalam kalimat :
1. Mangga itu sekalipun masak, tetapi
sangat kecut rasanya.
2. Saya pada waktu sakit mendapat suntikkan sebanyak tiga kali.
(Kata yang ditulis miring, bermakna denotasi.)
Kata tersebut menjadi makna konotasi, apabila dalam
kalimat berikut ini :
1. Para pelajar mendapat suntikkan dari guru agar lebih giat
belajar.
2. Saya paling kecut jika melihat orang yang berlaga
pandai.
Pengertian dan Contoh
Makna Denotatif dan Konotatif Dalam bahasa Indonesia, kita
sering mendengar pelajaran mengenai makna konotatif dan denotatif. Bagi Anda
yang belum paham apa itu makna denotatif dan konotatif bisa membaca artikel
berikut ini yang saya ambil dari buku “Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi” karangan E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai (Akapress, 2010).
Makna
konotatif berbeda dari zaman ke zaman. Ia tidak tetap. Kata kamar kecil mengacu kepada kamar yang kecil
(denotatif), tetapi kamar kecil berarti
juga jamban (konotatif). Dalam hal ini, kita
kadang-kadang lupa apakah suatu makna kata itu denotatif atau konotatif.
Kata rumah monyet mengadung makna konotatif. Akan
tetapi, makna konotatif itu tidak dapat diganti dengan kata lain sebab nama
lain untuk kata itu tidak ada yang tepat. Begitu juga dengan istilah rumah asap.
Makna-makna
konotatif sifatnya lebih profesional dan operasional daripada makna denotatif.
Makna denotatif adalah makna yang umum. Dengan kata lain, makna konotatif
adalah makna yang dikaitkan dengan suatu kondisi dan situasi tertentu.
Contoh:
Rumah = gedung, wisma, graha
Penonton = pemirsa, pemerhati
Rumah = gedung, wisma, graha
Penonton = pemirsa, pemerhati
Makna
konotatif dan denotatif berhubungan erat dengan kebutuhan pemakai bahasa. Makna
denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada satu makna yang menyertainya,
seangkan makna konotatif adalah makna kata yang mempunyai tautan pikiran,
perasaan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa tertentu. Dengan kata lain,
makna denotatif adalah makna yang bersifat umum, sedangkan makna konotatif
lebih bersifat pribadi dan khusus.
Kalimat di
bawah ini menunjukkan hal itu.
Dia adalah wanita cantik (denotatif)
Dia adalah wanita manis (konotatif)
Dia adalah wanita manis (konotatif)
Kata cantik lebih
umum daripada kata manis. Kata cantik akan memberikan gambaran umum tentang
seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung
suatu maksud yang lebih bersifat memukau perasaan kita.
No comments:
Post a Comment