Sejak merdeka sampai sekarang telah berlaku 10 kurikulum di Indonesia. Menurut pendapat saya, kurikulum terbaik adalah Kurikulum 1947 yang berorientasi dan menekankan model sekolah kerja (Arbeit Schule, Do School). Contoh sekolah kerja yang terkenal di tanah air adalah Indonesische Nederland School (INS) di Kayu Tanam (sekitar 60 km utara Kota Padang di pinggir jalan dari Padang menuju Bukittinggi) yang didirikan Mohamad Syafei pada tanggal 31 Oktober 1926. Pelajaran di sekolah ini menggunakan bahasa Melayu (kemudian menjadi bahasa Indonesia) dan bahasa Inggris. Visi M Syafei adalah bangsa Indonesia bisa memenangkan persaingan dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Model sekolah seperti inilah yang dicita-citakan para penyusun Kurikulum 1947 seperti tampak pada dokumen kurikulum yang amat tipis tapi kaya gagasan dan amat substantif menatap masa depan Indonesia. Pelaksanaan belajar aktif pada model sekolah kerja tidak hanya terbatas pada pelajaran rutin tapi sampai kepada menghasilkan produk kerajinan tangan dan prakarya oleh siswa sendiri di bawah bimbingan guru. Implementasi Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 dan desain Kurikulum 2013 tidak menganut orientasi ini. Hanya terbatas pada belajar aktif dalam pelajaran rutin. Sedangkan, pendidikan kewirausahaan sebagai wadah praktik konsep sekolah kerja kurang ditekankan. Gagasan sekolah kerja ternyata masih konsisten dilaksanakan di Finlandia. Siswa belajar membuat kerajinan tangan, menjahit, membuat makanan, membuat barang dari logam, mengutak-atik mesin, belajar fotografi, membuat kreasi dengan menggunakan teknologi informasi. Model sekolah kerja yang telah dimodifikasi sesuai dengan tuntutan zaman menyebabkan prestasi siswanya unggul dalam tes-tes internasional. Strengths (Kekuatan) Kurikulum 2013
- Pendekatan tematik dilanjutkan ke kelas IV – VI SD. Penetapan ini tepat karena siswa usia SD masih berpikir holistik dan dampaknya adalah penghematan waktu dan tenaga serta pengurangan pengulangan dan tumpang tindih. Hanya harus diingat: Tetap ada mata pelajaran tersendiri karena tidak semua kompetensi dasar (KD) dapat seutuhnya diajarkan melalui pendekatan tematik. Mata pelajaran tersendiri, terutama Bahasa Indonesia dan Matematika harus diajarkan tersendiri juga karena tidak semua KD dapat seutuhnya diajarkan melalui pendekatan tematik. Jika semua KD diajarkan melalui pendekatan tematik, akan terjadi pendangkalan penguasaan kompetensi, terutama kompetensi membaca dan menulis siswa akan lemah. Inilah pelajaran atau hikmah dari implementasi KTSP 2006 yang melalaikan pelajaran tersendiri terutama untuk Bahasa Indonesia dan Matematika.
- SMP: IPA dan IPS diajarkan / dipelajari secara terpadu. Tidak seluruh KD mata pelajaran dapat diajarkan secara terpadu. Ada KD yang tak bisa dipadukan. Perlu diajarkan tersendiri sebagai mata pelajaran terpisah. Tampaknya pembelajaran terpadu ini sulit dilaksanakan karena guru hanya disiapkan mengajar satu mata pelajaran selama studi di lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK).
- Penjurusan (dengan istilah peminatan pada Kurikulum 2013) di SMA langsung dimulai dari awal kelas I (kelas X). Kebijakan ini memungkinkan siswa lebih mendalami mata-mata pelajaran jurusan. Namun, porsi jam pelajaran per minggu pada Kelompok A (Wajib) dan Kelompok B (Wajib) yang bersifat umum (bukan peminatan / jurusan) mencapai 24 jam atau 50% dari seluruh beban jam pelajaran per minggu (48 jam). Porsi jam pelajaran per minggu Kelompok C (Peminatan) adalah 24 jam atau 50% dari total jam pelajaran per minggu di SMA. Maksud penjurusan sejak awal untuk mengurangi beban belajar siswa ternyata tidak tercapai.
- Dimasukkan Pancasila sehingga Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) pada KTSP berubah nama menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
- Pelajaran Sastra di SMA dan SMK lebih diperhatikan.
- Pramuka ditekankan.
- Imbauan dan dorongan melaksanakan kurikulum melalui belajar aktif karena kurikulum ini menekankan proses.
- Pendidikan kewirausahaan masuk di SMA dan SMK dalam mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan dengan porsi waktu 2 jam pelajaran per minggu.
Weaknesses (Kelemahan) Kurikulum 2013
- Penekanan pengembangan karakter siswa melalui pembelajaran. Padahal yang paling efektif melalui proses peneladanan dan pembiasaan, bukan melalui proses pembelajaran. Betapa pun, hal ini cukup baik agar guru tak lupa memperhatikan pengembangan karakter siswa.
- Mengapa jam pelajaran agama ditambah? Di SD dari 3 menjadi 4 jam dan di SMP, SMA, dan SMK dari 2 menjadi 3 jam. Padahal, seperti pendidikan karakter, pendidikan agama lebih efektif dilakukan melalui proses peneladanan dan proses pembiasaan. Proses pembelajaran hanya mendukung kedua proses itu. Karena itu, sebenarnya untuk pembelajaran agama cukup 2 jam karena hanya dibatasi pada kegiatan belajar agar siswa lebih mendalami ajaran agama. Praktiknya lebih terfokus kepada proses peneladanan dan proses pembiasaan.
- Memperkuat mata pelajaran perekat bangsa -> OK setuju. Tapi mengapa hanya dibatasi pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, PKn, Agama, dan Matematika? Mengapa IPS, terutama Sejarah tidak masuk? Malah digabungkan ke PPKn? Kalau Matematika sebagai mata pelajaran universal yang berlaku untuk semua bangsa di dunia masuk, mengapa IPA tak dimasukkan padahal IPA adalah mata pelajaran universal juga?
- Alasan Mendikbud mengubah kurikulum (KTSP 2006) adalah deradikalisasi bangsa Indonesia yang terjebak dalam konflik vertikal dan horisontal dan ancaman terorisme. Namun, penekanannya justru kepada mata-mata pelajaran “perekat bangsa” tanpa didukung dan diikat oleh konsepsi substantif, seperti pendidikan lintas budaya atau pendidikan multikultural (multicultural education). Tak mungkin tercipta kehidupan yang damai di Indonesia jika masih ada konflik antar-agama dan konflik antar-aliran dalam satu agama. Motif deradikalisasi malah dilakukan melalui penambahan jam pelajaran agama, bukan melalui membuka peluang bagi siswa untuk mengenal tradisi agama-agama lain selain agamanya agar menghargai agama lain. Bahkan, Kompetensi 1 yang harus mewarnai berbagai KD semua mata pelajaran malah menekankan agar siswa menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang dikutip dari Kakawin Sutasoma karangan Mpu Tantular sekitar abad ke-14 Masehi justru mengajarkan toleransi antara umat Hindu Siwa dengan umat Buddha. Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran. Apakah isi kurikulum pendidikan agama 2013 menekankan toleransi dengan penganut agama lain?
- Menambah jumlah jam pelajaran per minggu: SD 4 jam, SMP 6 jam, SMA 2 jam, dan SMK menjadi 48 jam per minggu (24 jam atau 50% untuk kelompok mata pelajaran A dan B) -> Alasan tak jelas. Perbandingan antar-negara tidak jelas. Finlandia malah nomor I di dunia padahal jumlah jam pelajarannya sedikit. Yang penting pelajaran menyenangkan atau tidak. Faktor metodologi lebih penting daripada lamanya waktu. Indonesia: Jumlah hari belajar efektif termasuk yang tertinggi di dunia, sama dengan Korea Selatan.
- Jumlah mata pelajaran masih banyak. Dikurangi tapi mengapa jumlah jam per minggu ditambah menjadi tertinggi di dunia? Di SD jumlah mata pelajaran dikurangi dari 10 menjadi 8 tapi jumlah jam per minggu ditambah dari 32 menjadi 36 jam (ditambah 4 jam di kelas IV, V, dan VI). Kalau tambahan 4 jam ini dikonversi dengan patokan 1 mata pelajaran 2 jam per minggu, jadinya jumlah mata pelajaran dalam pelaksanaan konkret di lapangan ditambah 2 mata pelajaran sehingga sama saja dengan 10 mata pelajaran dalam KTSP 2006. Jadinya bertambah 2 mata pelajaran dari sudut pandang waktu dalam Kurikulum 2013. Di SMP jumlah mata pelajaran dikurangi dari 12 menjadi 10 mata pelajaran tapi jumlah jam per minggu ditambah dari 32 menjadi 38 jam (ditambah 6 jam). Kalau tambahan 6 jam ini dikonversi dengan patokan 1 mata pelajaran dengan 2 jam per minggu, jadinya jumlah mata pelajaran dalam pelaksanaan konkret di lapangan ditambah 3 mata pelajaran sehingga sama saja dengan 13 mata pelajaran. Jadinya bertambah 1 mata pelajaran dari sudut pandang waktu dalam Kurikulum 2013. Di SMA jumlah mata pelajaran dikurangi dari 18 menjadi 16 dan 15 mata pelajaran tapi jumlah jam per minggu ditambah dari 38 menjadi 42 jam di kelas II dan III (ditambah 4 jam). Kalau tambahan 4 jam ini dikonversi dengan patokan 1 mata pelajaran 2 jam per minggu, jadinya jumlah mata pelajaran dalam pelaksanaan konkret di lapangan ditambah 2 mata pelajaran sehingga menjadi 18 dan 17 mata pelajaran. Jadinya di SMA sebenarnya jumlah mata pelajaran hampir sama dari sudut pandang waktu dalam Kurikulum 2013. Di SMK jumlah jam pelajaran per minggu bertambah dari 42 atau 44 menjadi 48 jam per minggu (ditambah 6 atau 4 jam). Kalau dikonversi jadinya bertambah 3 atau 2 mata pelajaran.
Total jam pelajaran di Finlandia sedikit, nomor 2 tersedikit namun prestasi siswanya unggul di peringkat atas pada tes-tes internasional.Non multa sed multum (makin sedikit makin baik) Mengapa Kurikulum 2013 menambah jam pelajaran? Apakah dengan belajar lebih lama anak Indonesia akan lebih pintar?
Pelajaran dari Finlandia:
“Lebih sedikit tes, lebih banyak belajar”
“Lebih banyak kreativitas, lebih kurang standardisasi”
“Pencegahan, bukan perbaikan”
“Anak-anak harus bermain”
- Dengan dihapuskannya muatan lokal pada Kurikulum SD 2013, jam muatan lokal yang biasa diisi dengan pelajaran bahasa Inggris kehilangan kapling. Ini adalah satu kemunduran karena semakin banyak negara di dunia telah memasukkan pelajaran bahasa Inggris sejak SD, seperti Korea Selatan, Jepang, RRC, Arab Saudi, Suriah, Israel, Belanda, Prancis, dan Jerman.
- Khusus mengenai bahasa asing kedua atau bahasa asing lainnya di SMA, pada Kurikulum 2006 bahasa asing lain selain bahasa Inggris, seperti bahasa Jerman, bahasa Prancis, Bahasa Jepang atau bahasa Mandarin diajarkan selama tiga tahun, dari kelas X s.d. XII. Sayang, dalam Kurikulum 2013 mata pelajaran bahasa asing lainnya itu dihilangkan Hanya diajarkan untuk peminatan bahasa. Ini amat merugikan negeri kita dalam persaingan global di abad ke-21. Di negara lain yang selama ini memenangkan persaingan ekonomi global, bahasa asing kedua, bahkan ketiga diajarkan selama 3 tahun di SMA. Dampak lainnya adalah pemecatan guru-guru bahasa asing lain di SMA. Nanti jika kurikulum berubah, sekolah sulit lagi mencari guru bahasa asing lain.
- Pada sejumlah mata pelajaran, umumnya materi / kompetensi cenderung“sama” dengan Kurikulum 2006 (KTSP). Pertanyaan yang wajar diajukan adalah mengapa diganti?
- Dari segi jumlah KD pada KTSP 2006 dalam Kurikulum 2013 terjadi “pembengkakan” jumlah KD. Jumlah KD total menjadi bertambah sebagai akibat digantikannya standar kompetensi dengan 4 kompetensi inti.
- Kompetensi inti I yang berciri religius, yaitu menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya harus tercermin pada beragam KD mata-mata pelajaran membawa konsekuensi yang serius. Misalnya, contoh KD Biologi SMA. Kelas X: 1.1 Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang keanekaragaman hayati, ekosistem, dan lingkungan hidup. Kelas XI: 1.1 Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang struktur dan fungsi sel, jaringan, organ penyusun sistem dan bioproses yang terjadi pada makhluk hidup. Kelas XII: 1.1 Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang struktur dan fungsi DNA, gen dan kromosom dalam pembentukan dan pewarisan sifat serta pengaturan proses pada makhluk hidup. Dalam pembelajaran Biologi misalnya dibahas tentang teori evolusi Charles Darwin yang berkaitan dengan asal usul manusia. Dari mana manusia berasal? Bagaimana proses penciptaan manusia? Nah, di sini bisa timbul persoalan jika guru Biologi membawa interpretasi agama guru yang bersangkutan. Kita tahu bahwa ajaran tentang penciptaan manusia itu berbeda-beda menurut agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Siswa yang tidak kritis dapat mengalami konflik kognitif karena terpengaruh oleh pandangan agama guru yang berbeda agama.
- Kewirausahaan kurang ditekankan. Hanya eksplisit di SMA dan SMK dengan alokasi waktu 2 jam per minggu. Tidak tergambar dalam tujuan jenjang sekolah, tujuan kurikuler mata pelajaran. Walaupun hanya 2 jam per minggu pendidikan kewirausahaan sebenarnya dapat diintegrasikan dengan mata-mata pelajaran yang relevan. Misalnya, siswa memelihara ikan, ayam, kambing. Atau, siswa menanam sayur mayur atau tanaman penghasil buah. Praktik pendidikan kewirausahaan dapat diambil dari jam pelajaran Biologi dan Kimia sebagai aplikasi proses biologis dan kimiawi, dari jam pelajaran Ekonomi dan Akuntansi sebagai aplikasi konsep kebutuhan dan harga, promosi produk, dan pembukuan, serta jam pelajaran Matematika untuk menghitung selisih modal dan keuntungan. Orientasi ini tidak tampak dalam KD berbagai mata pelajaran.
- Di SD penggabungan IPA ke terutama Bahasa Indonesia dan IPS ke terutama PPKn di kelas I – III bermasalah karena mengurangi penguasaan kompetensi siswa dalam mata pelajaran IPA dan IPS. Pengintegrasian semua mata pelajaran ke dalam tema-tema dengan menganut pendekatan tematik dari kelas I s.d. VI baik untuk mengurangi pengulangan dan tumpang tindih KD yang tak perlu. Namun, karena pemilihan tema dilakukan Pusat dan tema-tema yang dipilih masih umum serta tema-tema itu dituangkan ke dalam buku pelajaran, adaptasi dengan tema-tema dari lingkungan sekitar siswa menjadi terhambat. Padahal, di berbagai Negara pemilihan tema konkret dilakukan guru kelas atau guru mata pelajaran.
- Mata pelajaran IPA dan IPS SMP yang terintegrasi menurunkan penguasaan siswa. Padahal, gurunya adalah spesialis mata pelajaran terpisah sesuai dengan jurusan studinya di fakultas keguruan universitas. Seharusnya dibenahi lebih dulu kurikulum di lembaga pendidikan tenaga kependidikan barulah dilakukan perubahan di lapangan.
Albert Einstein pernah tidak lulus ujian nasional SMA sehingga ia terpaksa tinggal kelas. Ketika berbaring di sakit ia diberi hadiah sebuah kompas. Dari sini bermula rasa ingin tahu Einstein tentang hukum yang mengatur alam semesta dan akhirnya mengantarnya meraih hadiah nobel Science dan menemukan Teori Relativitas yang menjadikannya sebagai tokoh ilmuwan terhebat selama milineum kedua. Sanggupkah kita menumbuhkembangkan “ilmuwan muda” (young scientist) jika kurikulum IPA kurang mendapatkan prioritas di SD dan SMP?
- Pendekatan komunikatif pembelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sejak Kurikulum 1994 sampai dengan KTSP 2006 diganti dengan pendekatan teks, padahal pendekatan teks itu adalah satu bagian dari pendekatan komunikatif. Dampaknya adalah penguasaan keterampilan-keterampilan berbahasa akan menurun. Padahal, di berbagai negara yang maju di bidang pendidikan, pendekatan komunikatif tetap dipakai.
- Keberatan silabus kembali disusun oleh Pusat dalam pengembangan Kurikulum 2013 adalah wajar. Mengapa tugas guru mengembangkan silabus diambil alih oleh Pusat? Padahal, pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2003 dan KTSP 2006 telah 10 tahun guru dibiasakan. Di berbagai negara yang maju di dunia silabus tidak disusun Pusat tapi diserahkan kepada guru agar disesuaikan dengan kemampuan dan konteks siswa.
- Instruktur Kurikulum 2013 SMK di DIY, Aragani Mizan Zakaria menyatakan, banyak guru SMK menilai isi materi buku pelajaran Bahasa Indonesia dan Sejarah terlalu sederhana. Guru SMK kelas X untuk 2 mata pelajaran ini menilai isi buku itu tidak sebanding dengan tujuan pembelajaran. Para guru dituntut mendorong siswa SMK membangun pola pikir untuk memecahkan masalah, mengelola kelompok kerja, dan menginisiasi penemuan baru. “Mereka menilai isinya terlalu biasa-biasa saja,” kata Kepala SMKN 2 Depok, Sleman. (http://koran.tempo.co/konten/2013/07/30/317395/Guru-Kritik-Panduan-Kurikulum-2013)
Opportunities (Peluang) Kurikulum 2013
- Kurikulum 2013 melanjutkan penekanan kepada metodologi belajar aktif yang telah dimulai sejak Kurikulum 1984, diteruskan pada Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi 2003, dan KTSP 2006. Kompetensi inti ketiga dan keempat mewadahi penekanan ini yang tercermin pada rumusan KD berbagai mata pelajaran. Kalau pendekatan ini konsisten dilakukan guru dari TK, SD sampai dengan SMA / SMK, para guru sebagai pemegang monopoli informasi dalam paradigma pembelajaran berpusat kepada guru akan beralih ke peran guru sebagai fasilitator dalam paradigma pembelajaran berpusat kepada siswa. Harapan ini bisa tercapai jika lembaga pendidikan tenaga kependidikan menerapkan metodologi belajar aktif dan para guru dibina secara berkelanjutan melalui inservice training yang menekankan praktik langsung tanpa teori berlebihan.
- Penetapan IPA dan IPS di SMP diajarkan / dipelajari secara terpadu dalam jangka panjang akan mendorong fakultas keguruan mengubah kurikulumnya agar calon guru IPA dan IPS disiapkan sebagai guru bidang studi, bukan guru spesialis mata pelajaran tersendiri.
- Pejurusan di SMA dari awal kelas I (kelas X) memungkinkan siswa lebih mendalami mata-mata pelajaran peminatan. Yang masih mengganggu adalah porsi mata-mata pelajaran Kelompok A dan B yang bersifat umum yang masih mencakup 50% waktu. Saran kami adalah kepala sekolah dan guru dapat memodifikasi alokasi waktu yang ditetapkan secara nasional dalam Kurikulum 2013 dan dapat pula mengajarkan dengan sistem blok, misalnya Sejarah diajarkan secara intensif dalam waktu 1 – 2 bulan saja sehingga waktu yang tersisa dapat digunakan untuk memperdalam penguasaan mata pelajaran peminatan.
- Penekanan kegiatan ekstrakurikuler Pramuka amat efektif untuk mengembangkan karakter siswa asalkan dilaksanakan secara serius dan konsisten.
- Munculnya kewirausahaan dalam mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan di SMA dan SMK merupakan langkah awal agar sekolah mulai memperhatikan pendidikan kewirausahaan yang dapat dilakukan dengan melibatkan guru-guru mata pelajaran yang relevan, seperti Biologi, Kimia, Ekonomi dan Akuntansi, dan Matematika serta mata-mata pelajaran yang relevan di SMK.
Threats (Ancaman) Kurikulum 2013
- Yang terpenting adalah pembenahan sistem pendidikan secara menyeluruh. “Quality is the result of the system”. Mutu adalah hasil dari sistem. (Edward Demings). Kalau sistem pendidikan guru, rekrutmen guru, prioritas alokasi dana bagi daerah dan sekolah yang tertinggal, manajemen kepala sekolah dan dinas pendidikan, format evaluasi dan ujian nasional, inservice training bagi guru tidak dibenahi, perubahan kurikulum hanyalah isapan jempol, akan sia-sia.
- Peningkatan mutu pendidikan, prestasi belajar siswa tidak hanya bergantung kepada perubahan kurikulum. Yang lebih penting adalah mengubah mindset guru, paradigma dan kebiasaan guru dari guru sebagai pusat menjadi siswa sebagai pusat dalam proses pembelajaran. Harapan ini akan tercapai jika induksi inovasi ditekankan pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan dan sistem inservice training guru dan kepala sekolah dilakukan secara kontinu dengan menekankan praktik dan dilanjutkan dengan inhouse training guru dan kepala sekolah di tiap unit sekolah.
- Kurikulum yang dikendalikan buku teks (textbook-driven curriculum) dalam pelaksanaan yang selama ini dianut sampai dengan pencetakan buku pelajaran pemerintah yang berbarengan dengan pengembangan kurikulum akan membuat guru kurang kreatif, hanya berperan sebagai penyampai isi buku pelajaran. Padahal, implementasi kurikulum yang berhasil didukung oleh pemanfaatan beragam sumber belajar, seperti pengalaman siswa, lingkungan sekitar, produk cetakan, program audiovisual, serta internet. Buku pelajaran hanyalah satu sumber belajar.
- Format ujian nasional yang masing berkutat kepada bentuk soal pilihan ganda akan mengkerdilkan capaian kurikulum. Karena, guru cenderung memilih jalan termudah dengan menekankan hafalan dan latihan soal kepada siswa. Belajar aktif yang didengungkan Kurikulum 2013 akan ditinggalkan para guru demi mengejar target lulus ujian nasional. Hanya kompetensi pada tingkat kognitif rendah yang ditekankan para guru. Pengembangan kompetensi psikomotor serta sikap dan nilai akan diselepekan para guru.
- Walaupun guru adalah ujung tombak pendidikan, tanpa kepala sekolah yang baik ujung tombak itu akan tumpul dan tak akan mengenai sasaran. Tanpa pemberdayaan kemampuan kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah, inovasi yang dibawa Kurikulum 2013 hanyalah isapan jempol. Tanpa dukungan manajemen berbasis sekolah yang menekankan transparansi, akuntabilitas, sikap demokratis, kerja sama, dan saling percaya, implementasi kurikulum akan berakhir pada capaian pas-pasan (mediocre).
Struktur program kurikulum Berikut ini disajikan perbandingan struktur program kurikulum SD, SMP, SMA, dan SMK menurut KTSP 2006 dan Kurikulum 2013.
Perbandingan struktur program kurikulum SD 2006 dan 2013
Jumlah mata pelajaran berkurang dari 10 menjadi 8 tetapi jumlah jam pelajaran per minggu bertambah 4, 5, dan 6 jam. Pendekatan tematik yang sebelumnya hanya di kelas I, II, dan III kini diteruskan di kelas IV, V, dan VI. Yang mengkhawatirkan kemampuan berkompetisi di dunia glogal adalah dimasukkannya Ilmu Pengetahuan Alam terutama ke Bahasa Indonesia dan Ilmu Pengetahuan Sosial terutama ke Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di kelas I – III SD. Tak ada negara di dunia yang mengambil kebijakan konyol seperti ini.
Perbandingan struktur program kurikulum SMP 2006 dan 2013
Jumlah mata pelajaran berkurang dari 12 menjadi 10 tetapi jumlah jam pelajaran per minggu bertambah 6 jam.
Struktur program kurikulum SMA menurut KTSP 2006
Jumlah mata pelajaran 18 dan jumlah jam pelajaran per minggu 38.
Khusus mengenai bahasa asing, Kurikulum 2006 mewajibkan siswa SMA mempelajari bahasa asing kedua di samping bahasa Inggris. Mata pelajaran bahasa asing kedua ini hilang dalam Kurikulum 2013. Apakah ini adalah dampak kerja terburu-buru menyusun Kurikulum 2013?
Struktur program kurikulum sekolah menengah Kurikulum 2013
Struktur program Kurikulum 2013 SMA
Di SMA jumlah mata pelajaran dikurangi dari 18 menjadi 16 dan 15 mata pelajaran tapi jumlah jam per minggu ditambah dari 38 menjadi 42 jam di kelas II dan III (ditambah 4 jam). Kalau tambahan 4 jam ini dikonversi dengan patokan 1 mata pelajaran 2 jam per minggu, jadinya jumlah mata pelajaran dalam pelaksanaan konkret di lapangan ditambah 2 mata pelajaran sehingga menjadi 18 dan 17 mata pelajaran. Jadinya di SMA sebenarnya jumlah mata pelajaran hampir sama dari sudut pandang waktu dalam Kurikulum 2013.
Struktur program Kurikulum 2013 SMK 3 tahun
Struktur program Kurikulum 2013 SMK 4 tahun
Di SMK jumlah jam pelajaran per minggu bertambah dari 42 atau 44 menjadi 48 jam per minggu (ditambah 6 atau 4 jam). Kalau dikonversi jadinya bertambah 3 atau 2 mata pelajaran. Proporsi waktu untuk mata pelajaran umum (Kelompok A dan B) 24 jam dan untuk kelompok C peminatan 24 jam. Perbandingannya 50% : 50%.
Struktur program Kurikulum 2013 SMK bidang keahlian teknologi dan rekayasa
Struktur program Kurikulum 2013 SMK bidang keahlian teknologi dan informasi
Struktur program SMK Kurikulum 2013 bidang keahlian kesehatan
Struktur program SMK Kurikulum 2013 bidang keahlian agribisnis dan agriteknologi
Struktur program SMK Kurikulum 2013 bidang keahlian perikanan dan kelautan
Struktur program SMK Kurikulum 2013 bidang keahlian bisnis dan manajemen
Struktur program SMK Kurikulum 2013 bidang keahlian pariwisata
Struktur program SMK Kurikulum 2013 bidang keahlian seni rupa dan kriya
Struktur program SMK Kurikulum 2013 bidang keahlian seni pertunjukan
Apa solusi kita?
Rincian berikut ini bukanlah peluang Kurikulum 2013. Walaupun kurang ditekankan atau dilalaikan dalam dokumen Kurikulum 2013, sekolah dapat menciptakan sendiri peluang sesuai dengan tuntutan zaman. Ini adalah contoh berpikir di luar kotak (thinking outside the box).
- Orientasi kepada berpikir kritis dan memecahkan masalah, komunikasi dan kolaborasi, rasa ingin tahu dan imajinasi, kreativitas dan inovasi, inisiatif dan kewirausahaan, serta pengembangan karakter melalui proses peneladanan dan proses pembiasaan.
- Peralihan dari time-based education kepada penekanan metodologi belajar aktif. Alokasi waktu dalam struktur program Kurikulum 2013 dapat dimofikasi kepala sekolah dan guru guna memenuhi kebutuhan dan kepentingan belajar siswa. Caranya dengan mengurangi jam pelajaran mata pelajaran tertentu dan menambah jam pelajaran lain dan juga memunculkan mata pelajaran yang dinilai amat penting yang tidak ada dalam Kurikulum 2013.
- Dari orientasi ilmu kepada kecakapan hidup (life skills).
- Dari pencari kerja ke pencipta kerja melalui integrasi pendidikan kewirausahaan dalam kurikulum yang berlaku.
- Dari mendidik anak menjadi konsumen ke arah menjadi produsen.
- Dari pengajaran berbasis buku teks ke beragam sumber belajar, termasuk teknologi informasi dan komunikasi.
- Dari penekanan potensi otak kiri ke penekanan potensi otak kanan melalui pengembangan kreativitas sebagai hasil sinergi otak kiri dan kanan.
- Penerapan hasil penelitian otak ke arah belajar berbasis otak (brain-based learning).
- Grup perusahaan besar pun diharapkan ikut terlibat merancang kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). “Misalnya kita kontak Astra. Kita nggak mau SMK kita belajar sesuatu yang tidak dipakai pabrik otomotif di sini. Lebih baik kontak dengan mereka kamu pengen kurikulum seperti apa,” jelas Ahok di Balai Kota DKI, Selasa (20/8/2013).
- Ahok: Bagian Pemprov DKI menyediakan sekolah dan guru. Kurikulumnya diserahkan kepada grup perusahaan otomotif, disesuaikan dengan kebutuhannya. “Daihatsu, Toyota, mobil Eropa seperti apa. Kelas ini urusan Toyota misalnya. Kita adakan kurikulum SMK,” lanjutnya.
- Kurikulum yang ada masih terlalu umum. Perusahaan masih harus mengadakan pelatihan kepada pekerja barunya.
- http://news.detik.com/read/2013/08/20/092739/2334759/10/ahok-ingin-gandeng-perusahaan-besar-untuk-rancang-kurikulum-smk
- Penerapan konsep link & match bisa lebih ditingkatkan dalam penerapan kurikulum SMK.
Pendidikan karakter & perkembangan otak Pada Kurikulum 2013 tampak penekanan berlebihan kepada proses pembelajaran sebagai wahana pendidikan karakter. Kurang ditekankan pendidikan karakter melalui proses peneladanan dan proses pembiasaan kepada siswa. Padahal, menurut hasil riset otak terbaru, perkembangan otak anak itu dimulai dari belakang, dari cerebellum untuk koordinasi fisik, lalu ke tengah, yaitu nucleus accumbens untuk memunculkan motivasi dan kemudian amygdala sebagai pusat emosi, dan terakhir prefrontal cortex yang berperan melakukan penilaian dan keputusan benar-salah dan baik-buruk.
Seorang muslim ketika dewasa rajin melakukan sholat dan taat berpuasa pada bulan puasa. Mengapa ia mampu melakukan perbuatan baik itu? Karena, sejak kanak-kanak ia telah dibiasakan melakukan sholat dan belajar berpuasa. Proses pembiasaan ini didukung oleh teladan orang tua. Dari kebiasaan barulah secara bertahap muncul motivasi dan perasaan senang melakukan kebiasaan ini. Hal ini berlaku untuk kebiasaan beribadah pada semua agama.
Apakah anak TK, siswa SD dan SMP telah menyadari kebaikan perbuatan ini? Menurut hasil penelitian otak, pada umumnya orang mampu menilai dan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan benar-salah dan baik-buruk secara sadar baru pada usia 24 tahun. Ini berarti setelah menjadi sarjana dan mulai bekerja. Karena itu, pendidikan karakter melalui proses pembelajaran bisa terpeleset ke kebiasaan guru memberi nasihat berulang kali kepada siswa agar melakukan perbuatan baik, kebiasaan baik yang dituntut pendidikan karakter. Yang lebih penting adalah siswa dibiasakan melakukan perbuatan dan kebiasaan yang mencerminkan nilai-nilai karakter yang baik. Pembiasaan ini akan berhasil jika didukung teladan dari guru, kepala sekolah, dan orang tua. Dalam dokumen Kurikulum 2013 banyak sekali nilai-nilai pendidikan karakter yang diharapkan ditumbuhkembangkan dalam diri siswa. Kompetensi inti – diambil contoh kompetensi inti 1 dan 2 SMP – tampak penekanan kepada pendidikan karakter. 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya. 2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. Kompetensi religius (kompetensi inti pertama) mengandung banyak sekali nilai-nilai religius pada tiap agama. Kompetensi sosial (kompetensi inti kedua) menekankan nilai kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, dan percaya diri. Hal ini dapat menyulitkan guru karena dalam pikirannya berseliweran sekian banyak nilai dan bisa bingung mau menerapkan nilai yang mana. Guna memudahkan guru, kami melakukan simulasi dengan para guru dengan latar belakang agama yang berbeda. Kami gunakan 12 nilai kehidupan (living values) yang digunakan di banyak negara di dunia. Dengan guru-guru yang beragama yang sama, dilakukan curah pendapat nilai mana yang merupakan sebab dan nilai mana yang merupakan akibat. Ditarik garis panah dari nilai penyebab ke nilai akibat.
Hasil simulasi dengan kelompok guru beragama Islam, kelompok guru beragama Kristen, kelompok guru beragama Katolik, kelompok guru beragama Buddha, kelompok guru beragama Hindu, dan kelompok guru beragama Konghucu ternyata sama. Nilai cinta terpilih sebagai nilai hakiki yang menjadi penyebab, pendorong berkembangnya 11 nilai kehidupan yang lain. Ini berarti guru tak perlu bingung dengan sekian banyak nilai yang dituntut. Asalkan guru dan sekolah terfokus kepada tumbuh-kembang nilai cinta sebagai nilai hakiki, proses tumbuh kembang nilai-nilai karakter yang lain akan lebih mudah dan akan tertanam lebih kuat dalam diri siswa. Pendidikan lintas budayaKarena Kurikulum 2013 tidak berorientasi kepada pendidikan lintas budaya atau multikultural, kepala sekolah dan guru dapat mengintegrasikan kompetensi-kompetensi dasar pada mata-mata pelajaran yang relevan dengan menggunakan pendekatan pendidikan lintas budaya. Tiap siswa tidak hanya belajar mengenal identitas dirinya seperti agama dan budayanya tetapi juga mengenal identitas temannya yang berbeda agama dan budaya dengannya. Selanjutnya, pengenalan ini ditingkatkan melalui proses peneladanan dan proses pembiasaan menghargai agama dan budaya orang lain melalui tindakan dan praktik konkret di sekolah. Saling mengenal dan menghargai orang yang berbeda agama dan budaya dapat tercapai jika siswa memahami dan menyadari bahwa toleransi, persatuan, dan perdamaian tak mungkin dicapai tanpa keadilan dan kasih sayang. Keadilan adalah memberi hak kepada orang yang berhak sedangkan kasih sayang adalah memberi apa yang bukan menjadi hak orang lain.
Membenci dan menghina agama lain, apalagi melakukan kekerasan terhadap penganut agama lain itu absurd. Saya ini juga putih, hitam, dan Asia. Tiap orang mengasihi saya. Wahai manusia, hentikan saling membenci dan mulailah saling mencintai.
Kami, kucing dan anjing sering mendengar hardikan antar-manusia, “Eh, kamu kayak kucing dan anjing!” Kamu, manusia berpikir bahwa dari kodratnya kami ini bermusuhan. Siapa bilang? Kami, kaum binatang bisa saling menyayangi melalui peneladanan dan pembiasaan. Wahai manusia, belajarlah dari kami!
“Kami bisa saling menolong. Belajarlah gotong royong dan Bhinneka Tunggal Ika dari kami!”
Belajar aktif Belajar aktif sebagai metodologi mengajar ditekankan sejak Kurikulum 1984. Tetapi, sampai sekarang metodologi ini belum tertanam sebagai kebiasaan di dunia persekolahan Indonesia. Kurikulum 2013 kembali menekankan proses pembelajaran aktif. Guru pun tidak bisa melaksanakan belajar aktif jika tidak ditatar dengan metodologi belajar aktif. Demikian pula, harapan belajar aktif menjadi kebiasan hanyalah khayalan belaka jika lembaga pendidikan guru tidak menerapkan belajar aktif dalam proses perkuliahan.
Dari pengalaman kami mengembangkan sekolah model dan menatar para guru di berbagai daerah, belajar aktif mengandung unsur-unsur seperti terlihat pada gambar berikut ini.
Belajar aktif yang berciri learning is fun tidak mengorbankan kedalaman penguasaan materi dan kompetensi siswa. Bahkan, belajar aktif mendorong penguasaan siswa yang mendalam, mendorong pencapakain hasil belajar yang bermutu.
Agar menjadi kebiasaan belajar aktif tak mungkin dilaksanakan guru hanya melalui satu-dua kali penataran. Harus dilakukan penataran berkala secara berkelanjutan. Penataran pun tidak boleh satu arah yang diisi ceramah sambil menayangkan slides powerpoint dan dilanjutkan dengan diskusi dan tugas membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Penataran harus diisi dengan porsi kegiatan praktik lebih banyak, termasuk praktik mengajar dengan siswa. Berikut ini dikemukan gambar dari pelatihan belajar aktif bagi guru SD dan praktik belajar aktif siswa di Flores.
Belajar aktif disesuaikan dengan konteks daerah, sekolah, dan siswa. Berikut ini dikemukakan foto contoh praktik belajar aktif siswa di sekolah di wilayah perkotaan, dalam hal ini TK, SD, SMP, dan SMA Kristoforus di Grogol, Jakarta Barat dan di Palem, Cengkareng. Belajar aktif bisa diterapkan persekolahan ini karena yayasan melihat tantangan agar sekolah bertahan adalah melalui peningkatan mutu. Yayasan mengalokasikan dana untuk pelatihan guru. Bersama pembina yayasan kami membantu mendampingi inovasi metodologi belajar guru dan mendorong kepala sekolah agar mendukung proses inovasi.
Anak-anak TK senang belajar sambil bermain
Belajar yang manjur bagi anak TK adalah melalui melakukan, memanipulasi benda, bermain dengan beragam benda alamiah dan buatan pabrik
Bernyanyi sambil bergerak berirama
School assembly TK dan SD Kristoforus
School assembly TK dan SD Kristoforus. School assembly sebagai wahana pengembangan karakter siswa yang umum dilakukan di negara-negara Barat kami introduksi di sekolah-sekolah yang kami bina, seperti di Tapanuli Utara, Jakarta, Yogyakarta, NTT, Maluku, Maluku Utara sampai di Merauke, Papua.
Anak SD membuat peta timbul dengan koran dan kanji
Anak SD belajar tentang daun dalam kelompok
Belajar aktif siswa SMP
Belajar aktif siswa SMP
Belajar aktif Kimia siswa SMA
Observasi membandingkan ciri-ciri tumbuhan monokotil dan dikotil
Guna memudahkan guru dalam melaksanakan belajar aktif, guru hendaknya menyadari bahwa hakikat dan inti belajar aktif itu adalah kreativitas. Jika kita ingin menyiapkan anak-anak kita menghadapi tantangan globalisasi abad ke-21, satu jalan yang paling manjur adalah berorientasi dan menekankan kreativitas dalam seluruh aktivitas sekolah.
Kreativitas sebagai pensinergi otak kiri dan kanan akan berhasil jika sekolah menekankan hal-hal seperti tertulis pada gambar ini.
Kreativitas adalah pensinergi potensi otak kiri dan otak kanan siswa yang tercermin pada multi-kecerdasan menurut Howard Gardner, yaitu kecerdasan bahasa (word smart), kecerdasan logika-matematika (logic smart), kecerdasan visual-spasial (picture smart), kecerdasan kinestetik (body smart), kecerdasan musikal (music smart), kecerdasan natural (nature smart), kecerdasan antarpribadi (people smart), dan kecerdasan intrapribadi (self smart). Dalam pembelajaran dan seluruh aktivitas sekolah, guru hendaknya menerapkan pengembangan tidak hanya kecerdasan intelektual tapi semua jenis kecerdasan dalam konsepsi multi-kecerdasan.
Tanpa imajinasi, kreativitas siswa tidak berkembang. Sejauh mana guru-guru kita mendorong daya imajinasi siswa?
Pendidikan kewirausahaan Satu langkah maju dalam Kurikulum 2013 adalah munculnya mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan di SMP, SMA, dan SMK. Sayang tidak muncul secara eksplisit di SD. Sejak beberapa tahun lalu, kami masukkan gagasan unit produksi yang biasa dilakukan d SMK pada sekolah umum, mulai dari TK, SD, SMP sampai dengan SMA. Unit produksi merupakan wadah praktik wirausaha siswa, bukan hanya melalui mata pelajaran keterampilan, prakarya, atau kewirausahaan saja. Tetapi juga, diterapkan dalam kaitan dengan mata-mata pelajaran yang relevan dan dalam kerja sama dengan guru mata pelajaran seperti IPA, Biologi, Kimia, Fisika, IPS, Ekonomi dan Akuntansi, Kesenian dan dalam beragam kegiatan ekstrakurikuler yang relevan. Berikut ini dikemukakan gambar dari pelatihan unit produksi bagi guru-guru di Flores dan di Yogya.
SUMBER : https://sbelen.wordpress.com/2014/01/16/analisis-swot-kurikulum-2013-semua-jenjang-solusi-kita/
No comments:
Post a Comment