Saturday, November 26, 2011

Menulis Artikel dengan Bahasa Efektif


Atas nama kebutuhan untuk melakukan aktualisasi diri, seseorang mempunyai keinginan untuk berkomunikasi dengan sesame dan lebih jauh lagi, ingin menunjukan potensi dirinya kepada orang lain. Banyak cara yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah menulis sehingga hasil pemikirannya bisa ditumpahkan dan diketahui orang lain. Berdasarkan penelitiannya, Abraham Maslow mengungkapkan bahwa manusia mempunyai kebutuhan (need) untuk mengaktualisasikan dirinya terhadap lingkungan sekitar.
Sementara itu, ahli psikologi kepribadian AS, David Clarence McCelland (1917-1998) mengungkapkan teori kebutuhan (Theory of Need). Dalam teori itu dikemukakan tiga kebutuhan manusia, yakni need of achievement (N-Ach), need for affiliation (N-Affil), dan need for power (N-Pow), yang masing-masing berarti kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi (menjalin hubungan antarpersonal), dan kebutuhan untuk berkuasa. Dalam N-Ach, setiap orang ingin mendapat tantangan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang lebih sulit dan tentu pada tingkat yang lebih tinggi.
Senada dengan teori-teori itu, tentu sangat wajar bila kalangan terpelajar, termasuk dosen dan mahasiswa, berkeinginan mengemukakan pandangan-pandangan ilmiahnya terhadap suatu fenomena sehingga jalan pikiran dan idenya bisa diketahui masyarakat luas. Salah satu caranya adalah dengan menulis artikel di surat kabar.
Aktual dan Efektif
Terdapat perbedaan antara menulis laporan ilmiah dan menulis artikel atau opini di surat kabar. Karakter bahasa yang terlalu serius dalam laporan ilmiah tidak sejajar dengan karakter bahasa artikel atau opini yang cenderung lebih “cair” sehingga bisa dimengerti dengan mudah oleh para pembaca. Namun demikian, bukan berarti istilah-istilah ilmiah tidak boleh muncul dalam artikel. Yang perlu diperhatikan adalah takarannya tidak terlalu besar. Istilah-istilah ilmiah itu pun hendaknya disertai penjelasan yang diperlukan sehinnga pembaca mudah memahaminya.
Sementara itu, aktualitas permasalahan merupakan hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi karena pada umumnya pembaca memiliki minat yang lebih besar terhadap artikel ataupun ulasan-ulasan di surat kabar yang membahas masalah-masalah terkini (actual). Bisa dikatakan, aktualitas menempati posisi tertinggi dalam strategi penulisan artikel, terutama opini, di surat kabar.
Agar ide dan pandangan penulis bisa sampai kepada pembaca secara efektif, tentu diperlukan pemahaman yang komprehensif menyangkut bidang atau isu yang akan dikupas secara mendalam. Tanpa pengulasan materi, bisa dipastikan artikel atau kupasan opini akan terasa “kering”, tidak komprehensif, dan tentu saja tidak menarik untuk dibaca.
Optimalisasi kualitas penulisan artikel harus dilakukan karena bagaimanapun tulisan seorang intelektual di media massa akan menjadi sarana komunikasi yang efektif dengan khalayak. Hal ini tentu akan melengkapi kiprah yang bersangkutan dalam penulisan jurnal-jurnal ilmiah di lingkungan kampus atau lingkungan akademis.
Bila jurnal atau laporan ilmiah di kampus hanya dibaca kalangan terbatas, artikel ataupun opini di surat kabar akan dibaca kalangan yang lebih luas. Namun yang perlu digarisbawahi, setiap tulisan akan menjadi catatan sejarah dalam kehidupan seorang intelektual (scoholar). Bahkan cukup banyak ahli, dosen, bahkan professor yang memiliki kliping tulisan-tulisannya yang dimuat di surat kabar selama berpuluh-puluh tahun. Tulisan-tulisan itu tentu layak untuk diabadikan.
Fackor Bahasa
Semua proses dan strategi penulisan artikel akan bertumpu pada satu hal utama, yakni bahasa. Bahasa berperan sebagai perantara utama sehinnga ide ataupun pandanganpenulis mudah dipahami dan lebih dari itu, enak dibaca. Dengan bahasa yang baik, tuturan-tuturan dalam opini  ataupun artikel akan menjadi sesuatu yang pantas dinikmati. Penulis dengan penguasaan bahasa yang baik, biasanya selalu diingat oleh para pembaca. Tidak hanya nama lengkapnya, tetapi juga asosiasinya (organisasi tempat si penulis bekerja atau mengebdi, bahkan dengan bidang keahliahliannya). Ambil contoh, almarhum Otto Soemarwoto adalah seorang ilmuwan yang piawai menulis artikel di surat kabar. Bahkan Pak Otto memiliki “penggemar” fanatic yang selalu siap “ melahap” tulisan-tulisannya. Selain memiliki wawasan yang sangat luas, Otto mampu menuliskan ide atau gagasan dengan bahasa yang runtut dan mudah dimengerti, termasuk oleh orang awam sekalipun. Dan satu hal yang perlu dicatat, walaupun mengetahui banyak hal, saat menulis artikel dia membatasi dirinya pada bidang yang benar-benar dikuasainya, yakni masalah lingkungan hidup. Sampai sekarang, public mengenang Otto Soemarwoto sebagai penulis masalah lingkungan yang andal.
Dalam penulisan artikel, penguasaan bahasa Indonesia merupakan syarat mutlak. Bila tidak bisa menguasai bahasa Indonesia secara komprehensif, seseorang penulis hendaknya mampu menggunakan kata-kata secara tepat sehingga ide atau pendapatnya bisa sampai kepada pembaca secara efektif, dan tulisan enak dibaca. Bahasa yang digunakan dalam artikel pun tentulah bahasa yang akrab dan mudah dimengerti oleh khalayak.
Saat seorang penulis menyusun artikel atau opini, perlu ada cara yang bisa dijadikan pegangan agar tulisan tersusun dengan baik, mudah dimengerti, dan menarik minat pembaca. Hal-hal yang perlu diperhatikan itu antara lain :
a)      Berani Memulai
Bagi pemula, terkadang ada keraguan untuk memulai menulis artikel ataupun opini. Perasaan ini hendaknya dibuang jauh-jauh. Bila ada ketertarikan untuk mengupas atau menganalisis suatu peristiwa dan dat sudah ada, mulailah menulis. Artikel atau opini bisa dimulai dengan kata apa saja. Kalau belum bisa langsung menulis secara ringkas, tuliskanlah dulu semua ide dalam paparan. Bila kemudian diketahui paparan itu terlalu panjang dan “melambung”, potonglah bagian-bagian yang tidak mendukung keutuhan alur karena sesungguhnya setiap kalimat dan paragraf harus memili ikatan yang kuat.
b)     Morfem Terikat
Dalam bahasa Indonesia, ada kata-kata penggunaannya harus selalu dalam posisi rapat (dirapatkan) dengan kata yang mengikutinya. Kata-kata itu disebut morfem (bentuk) terikat, misalnya anti (antikorupsi), super (supermarket), pasca (pascasarjana, pascabayar, pascapembunuhan), sub (subkomite, subdinas, subdivisi), pra (prasejarah, prasejahtera, prabayar), dan lain-lain. Kata “makro” hanya dijadikan morfem terikat bila mendahului kata lain (misalnya makroekonomi), sedangkan bila berada setelah kata lain, “makro” bukanlah morfem terikat, misalnya ekonomi makro.
c)      Cermati Kata-kata yang Sering Dipersepsi Salah
Ada beberapa kata yang sering dipersepsi secara salah sehingga penulisannya pun salah, misalnya dipungkiri (seharusnya dimungkiri karena kata dasarnya mungkir), jor-joran (seharusnya jorjoran karena tak ada kata dasar jor), was-was (seharusnya waswas karena tidak ada kata dasar was), taupun blak-blakan ( seharusnya blakblakan karena tidak kata dasar blak).
d)     Julukan Negara atau Negeri
Nama julukan negara atau negeri ditulis dengan huruf kecil, kecuali bentuk sapaan. Misalnya, negeri tirai bambu (Cina) ataupun negeri gajah putih (Thailand). Sementara yang berbentuk sapaan ditulis seperti nama orang, misalnya negeri Paman Sam (Amerika Serikat).
e)      Tidak Semua Bahasa Asing Dicetak Miring
Dalam fungsi kata biasa (generic), kata-kata bahasa asing memang harus dicetak miring dalam teks artikel atau diberi tanda petik bila berada dalam posisi judul. Namun, aturan ini tidak berlaku bila kata-kata bahasa asing itu mengacu ke nama jabatan, nama alat, ataupun nama perusahaaan. Nama-nama seperti itu tetap ditulis dengan huruf tegak.
f)       Terjemahkan Bahasa Daerah atau Bahasa Khusus
Mengingat kemajemukan pembaca, penulis sebaiknya mencantumkan terjemahan dari kalimat berbahasa daerha atau istilah khusus yang hanya dimengerti sebagian kecil pembaca. Tanpa terjemahan atau penjelasan khusus, pembeca yang tidak mengerti kata atau istilah tertentu akan mengalami kesulitan mencerna makna dari tulisan yang disajikan. Ini tentu saja harus dihindari.
g)      Gunakan Tanda Koma Secara Efisien
Dalam laras bahasa jurnalistik, tanda baca koma diminimalisasi karena jumlah koma yang terlalu banyak justru akan menggangu kelancaran membaca. Gunakan tanda koma hanya pada posisi yang benar-benar penting, dengan tujuan utama mempermudah pembaca menangkap makna. Antara jabatan dan nama orang tidak perlu ada tanda koma, misalnya Gubernur Jawa Barat H. Danny Setiawan meresmikan kantor instansi baru di lingkungan Pemkab Sumedang. Pembaca tidak akan dipusingkan dengan ketiadaan tanda koma pada kalimat itu. Berbeda halnya dengan ketiadaan tanda koma justru akan memusingkan pembaca, misalnya pada kalimat contoh (fiktif), Pengacara terdakwa Endang Rahmat Sanusi mengajukan banding. Pembaca akan bingung siapa nama pengacara itu. Untuk menghindari kesulitan seperti ini, kalimat tersebut harus ditulis, Pengacara Endang Rahmat, Sanusi mengajukan banding. Dengan tanda koma ini, kini menjadi jelas bahwa pengacara itu bernama Sanusi.
h)     Perhatikan Prinsip Kesejajaran
Prinsip kesejajaran bisa menyangkut bentuk aktif dan pasif, atau menyangkut penulisan jabatan. Kesejajaran akan sangat bermangfaat untuk memudahkan pembaca menangkap pesan dari kalimat yang disajikan.
Contoh yang salah 1 : Dia sendiri yang menganyam tikar dan menjualnya di pasar. Seharusnya : Dia sendiri yang menganyam tikar dan menjualnya di pasar.
Contoh yang salah 2   : Pelatih itu diikuti para asisten pelatih Persib, Djajang Nurdjaman, Robby Darwis, Anwar Sanusi, Zaenal Arief (striker). Seharusnya : Pelatih itu diikuti asisten pelatih Persib, Djajang Nurdjaman, Robby Darwis, Anwar Sanusi, dan striker Zaenal Arief.
Jadi sejajar, karena semua predikat atau jabatan disimpan di depan nama sehingga pembaca tidak akan sulit memahaminya.
i)        Cermati Kata-kata Baru
Seiring dengan perkembangan bahasa yang pesat, Pusat Bahasa meluncurkan kata-kata baru, termasuk terjemahan. Mungkin tujuaanya untuk meredam penggunaan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, di berbagai bidang kehidupan. Langkah ini juga dilakukan agar bahasa Indonesia memiliki kosakata yang semakin lengkap sehingga bisa menempati posisi terhormat, termasuk dalam percaturan internasional. Kata-kata baru yang kini mulai banyak digunakan, antara lain pemangku kepentingan (stakeholder), pelantang (pengeras suara/mikrofon), penyintas (orang yang selamat dalam musibah yang menelan korban jiwa/ survivor), uang kerahiman (uang untuk menebus kedukaan/ atonement money), cakram padat (CD/ compact diss), piranti pengondisi udara (AC), laman (website), pos-el (surat elektronik/ e-mail), sel punca (sel indul/ stem cells).
j)       Lambang Bilangan
Sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (1993), lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, ditulis dengan huruf, kecuali dengan lambang-lambang bilangan itu ditulis secara berurutan (dalam perincian).
Contoh : 1. Rapat itu hanya diikuti sepuluh pejabat.
Contoh : 2. Mereka menyebarkan dua ribu undangan unutk pesta pernikahan.
Contoh : 3. Para peserta seminar adalah 50 dokter umum, 50 dokter gigi.
Lambang bilangan yang berada di awal kalimat juga ditulis dengan huruf.
Contoh : Dua ratus anak balita mendapat imunisasi.
k)     Gunakan Kata Kerja
Untuk menjelaskan langkah penting, gunakan kata kerja, bukan kata benda. Selain untuk menegaskan sikap, hal ini juga penting untuk memperoleh kalimat yang tepat dan singkat sesuai dengan prinsip ekonomi kata.
Contoh            : Presiden mengambil keputusan untuk menaikan harga BBM. Seharusnya : Presiden memutuskan untuk menaikan harga BBM.
l)        Singkatan Bahasa Latin
Ada beberapa singkatan kosakata bahasa Latin yang sring digunakan dalam bahasa Indonesia, antara lain c.s. (cum suis / dan kawan-kawan), i.e. (id est / yakni), id. (idem), jo. (juncto / berkaitan dengan), c.q. (casu quo / menurut hal, bilamana perlu), i.c. (in casu / dalam hal ini).
m)   Kata yang Diperdebatkan
Dinamika bahasa terkadang juga menimbulkan perdebatan menyangkut kata-kata tertentu dalam bahasa Indonesia. Salah satunya adalah kata memerhatikan yang dibentuk dari kata dasar perhati pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga serta mendapat awalan me- dan akhiran –kan. Kemudian beberapa pengamat bahasa mempermasalahkan lema perhati pada kamus tersebut. Mereka menganggap lema yang tepat adalah hati sehingga bentuknya adalah memperhatikan, yakni yakni kata dasar hati mendapat awalan memper- dan akhiran –kan. Kabarnya, pengubahan lema perhati penjadi hati (untuk kata bentukan memperhatikan) akan dilakukan secara resmi pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi keempat yang akan diluncurkan Oktober 2008. Bila itu benar-benar terjadi, kata bentukan yang dipakai adalah memperhatikan (dengan pola bentukan seperti dikemukakan di atas).
Berbeda dengan memperhatikan yang dibentuk dari kata dasar perhati yang mendapat awalan me- dan akhiran –kan. Berdasarkan asas legalitas, kata memerhatikan masih dianggap benar samapi terbitnya KBBI edisi keempat yang mengembalikan lema hati sebagai kata dasar untuk kata berimbuhan memperhatikan tersebut. 

            Terima kasih banyak atas kunjungannya ke blog saya semoga bermanfaat, jangan lupa kasih komentar yach?

No comments: