Saya mengamini
ini…dan saya setuju dengan ini…maka saya memposting ini…semoga
bermanfaat….MAJULAH PENDIDIKAN DI INDONESIA KU…. ^_^
(MY YOUNGER SISTER IS
STUDYING IN THE FIRST YEAR OF SENIOR HIGH SCHOOL WHICH IS BER SBI”
juga…and yes I have a big Q for it)
Bahasa menunjukkan
bangsa. Ini merupakan suatu ungkapan yang sering kita dengar dan
diterima secara umum. Dari sudut pandang budaya, menurut saya hal ini
dapat kita terima. Tetapi dari sudut pandang dunia modern, kekuatan
ekonomilah yang menunjukkan suatu bangsa. Apa hubungan antara bahasa dan
ekonomi dalam dunia pendidikan.
Tema diatas merupakan
suatu topik yang saya angkat untuk mengungkapkan
keprihatinan saya terhadap dunia pendidikan di Indonesia , secara
khusus menggaris bawahi program RSBI/SBI (Rintisan Sekolah Berstandar
Internasional/Sekolah Berstandar Internasional).
Berdasarkan
pengertian yang dikeluarkan oleh Kemdiknas, RSBI adalah sekolah nasional yang menyelenggarakan pendidikan
berdasar standar nasional pendidikan dan mutu internasional sekaligus.
Sedangkan SBI adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta didik
berbasis Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia berkualitas
Internasional dan lulusannya berdaya saing Internasional.
Beberapa karakteristik
yang tercantum dalam program RSBI/SBI ini: menerapkan proses
pembelajaran dalam bahasa Inggris, mengadopsi buku teks yang dipakai
negara maju, penilaian memenuhi standar internasional. Dengan visi dan
misi untuk mewujudkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara
internasional.
Program RSBI/SBI menjadi suatu
pertanyaan besar buat saya:
1. Bahasa Inggris
negara mana yang dijadikan acuan oleh sekolah RSBI/SBI? Bahasa
Inggrisnya British kah atau Inggrisnya Amerika?
2. Kurikulum
“internasional” mana yang diacu oleh sekolah RSBI/SBI? Ini berarti
mengacu negara maju yang mana?
Negara-negara mana
yang disebut sebagai negara-negara maju? Negara-negara maju atau
lebih dikenal sebagai top ten most poweful countries yang
didefinisikan berdasarkan kekuatan ekonomi dengan indikator GDP (Gross
Domestic Product)/GNP (Gross National Product) sebagai faktor utama,
ada 10 negara: USA, China, Federasi Rusia, Prancis, Inggris, India,
Jepang, Jerman, Brazil, Italy. Beberapa indikator bisa ditambahkan
seperti kekuatan militer, pengaruh negara tersebut di panggung politik,
kekuatan nuklir negara tersebut, sumber alam, dan penduduk. Tetapi
indikator tertinggi merupakan kekuatan ekonomi negara tersebut untuk
dapat disebut sebagai negara powerful. Ini yang saya sebut
dalam era modern dengan terminologi “kekuatan ekonomilah
yang menunjukkan suatu bangsa”.
Dalam konsep yang
dituangkan oleh Kemdiknas, tidak dinyatakan secara tegas mengenai
kurikulum pendidikan dari negara maju mana yang diadopsi/diacu oleh
RSBI/SBI. Karena bila Indonesia menyatakan secara jelas bahwa kurikulum
pendidikan internasional yang diadopsi adalah dari negara, misalnya
USA, maka akan ada konsekuensi hukum, dll, antara 2 negara USA -
Indonesia, dan Indonesia sadar betul konsekuensi ini di dunia
internasional apabila serta merta mencomot nama “USA” dalam kurikulum
RSBI/SBI.
Berdasarkan
karakteristik RSBI/SBI yang mencantumkan bahasa Inggris sebagai
pengantar, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa program RSBI/SBI ini lebih
cenderung kepada negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa
utamanya. Jadi ada 2 negara maju yang menjadi acuan, yaitu Inggris dan
Amerika. Inipun dalam konsep RSBI tidak ditegaskan pengantar bahasa
Ingris yang mana yang sesungguhnya diacu oleh Indonesia , karena ketika
mempelajari kedua bahasa ini ada beberapa idiom yang mempunyai arti
yang berbeda. Ini seperti analogi antara bahasa Indonesia dan Malaysia ,
serupa tapi tak sama. Jangankan dari sudut bahasa, antara negara
Inggris dan Amerika sendiripun mempunyai konsep pendidikan kurikulum
yang berbeda. Yang kemudian pada pembahasan2 selanjutnya di tingkat
pejabat kemdiknas mengundang pakar pendidikan dari Cambridge Education,
yang merupakan konsultan pendidikan di Inggris, Amerika dan negara
lainnya.
Karakteristik
RSBI/SBI juga menyebutkan mengadopsi buku teks yang dipakai negara
maju, cara pengadopsian buku teks ini pun tidak jelas, apakah memang
dengan bahasa Inggris menjadi jembatan agar siswa terbiasa dengan
terminologi ilmiah secara internasional, inipun menurut saya agak aneh,
karena banyak istilah ilmiah yang digunakan secara internasional bukan
dalam bahasa Inggris seperti “oriza sativa” untuk menyebut “beras” dan
bukan “rice”. Ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungannya antara hard
science dengan kemampuan bahasa Inggris. Sehingga menjadi
pertanyaan, tepatkah karakteristik ini dicantumkan dalam program
RSBI/SBI?
Praktek yang
terjadi dalam program RSBI/SBI adalah guru-guru “dipaksa”
belajar bahasa Inggris serba instan, sehingga sang guru tidak bisa
berkomunikasi dengan murid karena bahasa pengantarnya yang “gantung”
dan materi mata ajaran tidak bisa dicerna oleh murid karena terjadi
salah penafsiran antara bahasa pengantar dan bahasa ilmiah.
Penelitian Dr. McGee
secara garis besar menyatakan bagaimana menciptakan superstar
student. Menurutnya bila siswa di sekolah menengah atas mengalami
kesulitan belajar mata pelajaran seperti matematika, penyebabnya bisa
jadi bukan terletak pada kemampuan guru atau IQ siswa. Penelitiannya
menunjukkan secara sederhana sering karena siswa tersebut tidak pernah
diajarkan bagaimana mempelajarinya, sehingga dengan memberikan solusi
teknik-teknik belajar, sang siswa dapat menjadi seorang superstar
student. Lalu apa yang bisa kita peroleh dari hal ini?
Memaksa program instan
belajar bahasa Inggris para guru tidaklah tepat, apalagi secara umum
diketahui kemampuan para guru-guru di Indonesia masih dipertanyakan,
kebanyakan dari mereka yang jadi pengajar diterima melalui proses
perekrutan KKN yang bukan mengutamakan kualitas. Jadi jangan heran bila
banyak para guru yang mengeluh dengan program ini (yang di satu sisi
mengeluh karena tidak mampu) ditambah proses belajar yang instan. Bila
Pemerintah mau bijaksana melihat akar masalah yang perlu dibenahi dalam
pendidikan adalah kualitas para guru lebih dahulu, baru bicara kualitas
anak didik. Seharusnya para guru dibekali teknik-teknik mengajar
seperti apa yang diteliti oleh Dr Mc Gee. Pemerintah harus membenahi
KKN yang masih terjadi terhadap proses perekrutan guru, harus membenahi
bagaimana guru yang layak diberi sertifikat pengajar sebagai guru
yang memang cakap dan tepat untuk suatu mata pelajaran, membenahi
sumber pendidikan penghasil para guru.
Banyak pro dan kontra
dari para orangtua, siswa dan masyarakat yang bertanya mengapa harus
menggunakan bahasa Inggris, negara Jepang setia dengan bahasa Kanji dan
mereka sangat maju. Ada juga yang menyatakan, kita harus menggunakan
bahasa Inggris, contohnya negara Filipina yang menjadikan bahasa Inggris
sebagai bahasa kedua setelah bahasa Tagalog, perekonomian negara ini
lumayan “maju”. Menjawab hal ini, menurut saya sederhana, jikalau
Indonesia punya posisi ekonomi yang kuat (ekspor lebih besar daripada
impor, inovasi teknologi dalam negeri yang berbiaya murah maju pesat,
dll), dampaknya kita bisa seperti negara Jepang, memposisikan diri
dengan negara lain dalam hubungan simbiosis netralisme.
Tetapi saat kita
berada dalam posisi saat ini (boleh dikatakan sebagai negara dengan
ekonomi sedikit di atas lemah), kita butuh belajar perkembangan
nanoteknologi dari Amerika, kita butuh belajar e-commerce trading dari
India, kita butuh belajar teknologi mesin dari Jerman, kita masih butuh
barang-barang buatan Cina produk inovasi teknologi murah meriah,
pilihan dengan kesombongan seperti Jepang dengan mendewakan bahasa
nasional bukanlah pilihan yang terbaik bagi bangsa Indonesia. Saya
mengatakan sangat penting bahasa Inggris untuk dipelajari, karena kita
sangat membutuhkan informasi dan perkembangan ekonomi, teknologi,
kesehatan, dll yang bergerak sangat cepat. Informasi ini dan
perkembangannya dapat kita peroleh melalui ribuan jurnal/makalah yang
hampir semuanya diterbitkan/ditulis dalam bahasa Inggris, dan para
ilmuwan/penulisnya pun kebanyakan berasal dari negara-negara maju
diatas.
Kekuatan ekonomi
tercipta saya ibaratkan secara sederhana seperti triangle: sumber daya
(natural dan non natural termasuk sumber daya manusia), manajemen
(meliputi kebijakan2, stuktur, dll) dan posisi dalam dunia
global ( technical, social, politic thd negara lain). Ketiganya ini
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Apabila sumber daya
alam yang berlimpah di Indonesia, dikelola oleh sumber daya manusia yang
ahli dengan memanfaatkan inovasi yang efisien, yang dimanajemen dengan
baik lewat kebijakan-kebijakan pemerintah yang penuh tanggung jawab
dan produk yang dihasilkan oleh Indonesia dibutuhkan oleh dunia global,
maka Indonesia bisa menempatkan diri sebagai negara maju.
Ambil contoh Jepang,
negara ini mempunyai komposisi lebih banyak ilmuwan per 1juta penduduk
dibanding dengan negara lain. Struktur pemerintahan menganut pola kerja
yang baik, minim biaya birokrasi, etika kerja profesional, produk
mereka (mobil, komputer, dll) dibutuhkan dunia internasional.
Bandingkan dengan Indonesia , tenaga ahli kurang (kalaupun ada
kebanyakan kerja di luar Indonesia ), biaya birokrasi mahal, KKN di
segala lapisan, produk yang diandalkan cuma pengiriman TKW ke Arab.
Berdasarkan
fakta-fakta diatas, bisa disimpulkan bahwa ternyata hubungan pendidikan
berkorelasi positif dengan kekuatan ekonomi dan bahasa. Dimana semakin
maju pendidikan suatu negara, maka semakin maju juga kekuatan ekonomi
negara tersebut, berkorelasi positif dengan kedudukan bahasa negara
tersebut. Contohnya Cina, pendidikan mereka semakin maju akibat adanya
gelombang kembalinya para ilmuwan mereka dari negara Amerika dan Eropa,
kekuatan ekonomi mereka semakin kuat maka semakin kuat juga kedudukan
bahasa (Mandarin) di negara itu.
Sehingga untuk
menjawab bagaimana menciptakan kekuatan ekonomi di Indonesia , salah
satunya adalah pengelolaan sdm melalui pendidikan. Lalu apakah dengan
program RSBI/SBI ini bisa menjawab kebutuhan sdm Indonesia yang lebih
baik. Ternyata tidak, prakteknya program inipun menjadi ajang jual beli
status bagi pihak sekolah dan para pejabat/pegawai di Kemdiknas.
Membuat biaya sekolah yang dibayar orangtua siswa semakin mahal, mutu
sekolah dipertanyakan. Di tingkat sekolah, status inipun menjadi ajang
jual beli antara pihak sekolah dan orangtua siswa.
Ada sekolah swasta di
Indonesia yang dengan tegas menyatakan mengadopsi kurikulum pendidikan
negara Australia menghadapi dilema dengan kebijakan dari Kemdiknas.
Sekolah ini mempertahankan materi pendidikan dari luar ditambah mata
ajaran yang diwajibkan oleh Kemdiknas untuk diberikan ke siswa, bila
tidak ijin sekolah ditutup. Kembali yang menjadi korban adalah siswa,
beban belajar di sekolah tinggi akibat tuntutan kurikulum pendidikan
luar ditambah beban jam lebih lama disekolah karena mata ajaran yang
tidak termasuk dalam kurikulum luar harus dipelajari karena diwajibkan
oleh Kemdiknas.
Mencermati masalah
nomor dua di atas, bila kurikulum RSBI/SBI tidak jelas mengadopsi
kurikulum pendidikan salah satu negara maju di atas, apakah memang masih
layak disebut sebagai RSBI/SBI? Dan bila memang mengadopsi kurikulum
pendidikan RSBI/SBI yang katanya mengacu kepada kurikulum pendidikan
Cambridge (yang kenyataannya tidak), maka mata pelajaran seperti PKn
Pancasila, Agama, dll seharusnya sudah tidak ada lagi, prakteknya mata
pelajaran ini tetap diajarkan di sekolah, dan ini bukan mata pelajaran
yang berstandar internasional. Ini menjadi PR bagi dunia pendidikan
kita, apakah siap untuk menghapuskan materi pelajaran tersebut guna
memenuhi standar pendidikan internasional? Di samping itupun bila ada
mengadopsi pendidikan Cambridge , paling tidak sistem penilaian siswa
yang ada sekarang dibenahi. Dua siswa sekolah high school yang berbeda
disekitar tempat saya tinggal, saya tanya bagaimana pihak sekolah
mereka memberikan penilaian buat siswanya, saya simpulkan ternyata
mereka menggunakan sistem penilaian distribusi normal. Bandingkan
dengan sistem pendidikan Indonesia yang menggunakan sistem range yang
menggunakan nilai 0-10 atau 100, dan membuat batas minimum lulus dari
range nilai tersebut. Secara psikologis model penilaian siswa pun
ternyata memberi dampak yang berbeda buat siswa. Kembali dipertanyakan
apakah sistem pendidikan nasional kita siap dengan model penilaian
seperti ini?
Lalu apakah program RSBI/SBI salah? Saya katakan tidak, para orangtua siswa/siswa sendiri pasti menginginkan memperoleh pendidikan dengan kualitas internasional. Tetapi praktek yang terjadi sekarang justru membuang uang negara dengan sia-sia, masa depan negara Indonesia dan masa depan siswa-siswa dikorbankan tanpa output yang jelas.
Bila memang konsep
RSBI/SBI tetap dijalankan, menurut saya seharusnya pendidikan
Indonesia dengan jelas menyatakan konsep pendidikan internasional
(negara maju mana) yang dijalankan. Misalnya, kembali mengacu kepada
pendidikan di USA , artinya siswa Indonesia yang bersekolah di
RSBI/SBI, nilai-nilai yang diperolehnya diakui untuk melanjutkan studi
di universitas di Amerika, tanpa harus menyerahkan nilai GMAT dan
TOEFL. Begitu juga dalam dunia kerja, keahlian siswa misalnya lulusan
SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) SBI memang diakui untuk kerja sesuai
keahliannya di negara maju.
Sehingga usaha keras
belajar siswa-siswa tidak sia-sia, dan dana negara/orangtua tidak
percuma. Bila ini dapat dicapai, maka tepatlah kiranya visi dan misi
RSBI/SBI menghasilkan lulusan yang dapat bersaing didunia internasional.
Dari hal-hal di
atas kita bisa mengambil kesimpulan, bahwa RSBI/SBI adalah program yang
salah konsep dan salah penerapan di lapangan. Sungguh disayangkan
bahwa uang yang dibayarkan oleh para pembayar pajak dibuang sia-sia
oleh program Kemdiknas. Anggaran pendidikan semakin besar, tetapi
kualitas pendidikan semakin menurun. Pemerintah Indonesia seharusnya
memahami betul korelasi antara kekuatan ekonomi dengan dunia
pendidikan, sehingga bisa memandang bahwa pendidikan bukanlah sesuatu
yang harus dipermainkan dengan program-program yang tidak jelas
konsepnya.
Pemerintah melakukan
kebohongan publik dengan program ini. Para orangtua dan siswa dibodohi
dengan status RSBI/SBI. Menurut saya tidak perlu harus jauh-jauh
membayar mahal pakar pendidikan dari Cambridge datang ke Indonesia ,
mengapa tidak melihat contoh terdekat negara Malaysia . Pendidikan
mereka sangat maju.
Saatnya mengatakan
tidak kepada Pemerintah dengan program-program yang membuang uang
negara. Para orangtua mari bersatu, jangan mau dibutakan dan
dibodohi oleh status sekolah. Para guru-guru bersatulah, bicara kepada
hati nuranimu jangan mau menjadi korban politik kotor para pejabat di
Kemdiknas. Siswa-siswa mari perjuangkan masa depanmu yang sangat
berharga, engkau bukan objek suatu program uji coba, engkau adalah
subjek penentu masa depan bangsa ini. Semua untuk Indonesia yang lebih
baik.
No comments:
Post a Comment