Inovasi pendidikan menjadi topik yang selalu hangat
dibicarakan dari asa ke masa. Isu ini selalu juga muncul tatkala orang
membicarakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Dalam
inovasi pendidikan, secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua buah
model inovasi yang baru yaitu top-down
model dan bottom-up model. Top-down model yaitu inovasi pendidikan yang diciptakan oleh
pihak tertentu sebagai pimpinan/atasan yang diterapkan kepada bawahan;
seperti halnya inovasi pendidikan yang dilakukan oleh Departemen
Pendidikan Nasional selama ini. Bottom-up
model yaitu model inovasi yang bersumber dan hasil ciptaan dari bawah
dan dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan
mutu pendidikan.
Di samping kedua model yang umum tersebut di atas, ada hal
lain yang muncul tatkala membahas inovasi pendidikan yaitu
kendala-kendala, faktor-faktor seperti guru, siswa, kurikulum,
fasilitas, dana, dan lingkup sosial masyarakat. Berbicara
mengenai inovasi (pembaharuan) mengingatkan kita pada istilah invention dan discovery. Invention
adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru artinya hasil karya
manusia. Discovery adalah penemuan sesuatu (benda yang
sebenarnya telah ada sebelumnya. Dengan demikian, inovasi dapat
diartikan usaha menemukan benda yang baru dengan jalan melakukan
kegiatan (usaha) invention dan discovery.
Ibrahim (1989) menyatakan bahwa inovasi adalah penemuan yang dapat
berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai
sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat).
Inovasi dapat berupa hasil dari invention atau discovery. Inovasi dilakukan dengan tujuan tertentu atau
untuk memecahkan masalah (Subandiyah 1992:80).
B. Pengertian
Inovasi Pendidikan
Pembahasan mengenai inovasi
(pembaruan) mengingatkan pada istilah invention dan discovery. Invention adalah penemuan
sesuatu yang benar-benar baru artinya hasil karya manusia. Discovery
adalah penemuan sesuatu (benda yang sebenarnya telah ada sebelumnya).
Dengan demikian, inovasi dapat diartikan usaha menemukan benda yang baru
dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) invention dan discovery. Dalam kaitan ini inovasi dapat diartikan
sebagai penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode
yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau
sekelompok orang (masyarakat). Inovasi dapat berupa hasil dari invention atau discovery. Inovasi dilakukan
dengan tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah (Subandiyah
1992:80).
Inovasi berasal dari kata latin innovation
yang berarti pembaruan dan perubahan. Kata kerjanya innovo
yang artinya memperbarui dan mengubah. Inovasi ialah suatu perubahan
yang baru menuju ke arah perbaikan; yang lain atau berbeda dari yang ada
sebelumnya, yang dilakukan dengan sengaja dan berencana. (Ihsan: 1991).
Inovasi ialah suatu perubahan yang baru dan bersifat kualitatif,
berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk
meningkatkan kemampuan dalam rangka pencapaian tujuan tertentu dalam
pendidikan. Istilah perubahan dan pembaruan ada perbedaan dan
persamaannya. Perbedaannya, kalau pada pembaruan ada unsur kesengajaan.
Persamaannya yakni sama–sama memiliki unsur yang baru atau lain dari
sebelumnya.
Kata “baru“ dapat juga diartikan apa saja yang baru dipahami,
diterima atau dilaksanakan oleh si penerima inovasi, meskipun bukan baru
lagi bagi orang lain. Namun setiap yang baru itu belum tentu baik untuk
setiap situasi, kondisi dan tempat. Jadi inovasi pendidikan adalah
suatu ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang
baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil invention (penemuan baru) atau discovery
(baru ditemukan orang), yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan
atau untuk memecahkan masalah pendidikan.
Berdasarkan pengertian inovasi di atas, maka
inovasi pendidikan dapat diartikan sebagai suatu perubahan (baru),
gagasan, dan bersifat kualitatif dalam rangka memecahkan masalah
pendidikan. Pembahasan tentang model inovasi seperti
model "Top-Down" dan "Bottom-Up" telah
banyak dilakukan oleh para peneliti dan para ahli pendidikan. Sudah
banyak pembahasan tentang inovasi pendidikan yang dilakukan misalnya
perubahan kurikulum dan proses belajar mengajar. White (1988)
menguraikan beberapa aspek yang berkaitan dengan inovasi seperti
tahapan-tahapan dalam inovasi, karakteristik inovasi, manajemen inovasi
dan sistem pendekatannya. Kennedy (1987) juga membicarakan tentang
strategi inovasi mengemukakan tiga jenis strategi inovasi, yaitu: power coercive (strategi pemaksaan), rational empirical (empirik rasional), dan normative-re-educative
(pendidikan yang berulang secara normatif).
Strategi inovasi yang pertama adalah
strategi pemaksaan berdasarkan kekuasaan merupakan suatu pola inovasi
yang sangat bertentangan dengan kaidah-kaidah inovasi itu sendiri.
Strategi ini cenderung memaksakan kehendak, ide dan pikiran sepihak tanpa menghiraukan kondisi dan keadaan
serta situasi yang sebenarnya di mana inovasi itu akan dilaksanakan.
Kekuasaan memegang peranan yang sangat kuat pengaruhnya dalam menerapkan
ide-ide baru dan perubahan sesuai dengan kehendak dan pikiran-pikiran
dari pencipta inovasinya. Pihak pelaksana yang sebenarnya merupakan
obyek utama dari inovasi itu sendiri sama sekali tidak dilibatkan baik
dalam proses perencanaan maupun pelaksanaannya. Para inovator hanya
menganggap pelaksana sebagai obyek semata dan bukan sebagai subyek yang
juga harus diperhatikan dan dilibatkan secara aktif dalam proses
perencanaan dan pengimplementasiannya.
Strategi inovasi yang kedua adalah empirik
Rasional. Asumsi dasar dalam strategi ini adalah bahwa manusia mampu
menggunakan pikiran logisnya atau akalnya sehingga mereka akan bertindak
secara rasional. Dalam kaitan dengan ini inovator bertugas
mendemonstrasikan inovasinya dengan menggunakan metode yang terbaik
valid untuk memberikan manfaat bagi penggunanya. Di sekolah, para guru
menciptakan strategi atau metode mengajar yang menurutnya sesuai dengan
akal yang sehat, berkaitan dengan situasi dan kondisi bukan berdasarkan
pengalaman guru tersebut. Di berbagai bidang, para pencipta inovasi
melakukan perubahan dan inovasi untuk bidang yang ditekuninya
berdasarkan pemikiran, ide, dan pengalaman dalam bidangnya itu, yang
telah digeluti berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Inovasi yang
demikian memberi dampak yang lebih baik dari pada model inovasi yang
pertama.
Hal ini disebabkan
oleh kesesuaian dengan kondisi nyata di tempat pelaksanaan inovasi
tersebut. Jenis strategi inovasi yang ketiga adalah normatif
re-edukatif (pendidikan yang berulang)
adalah suatu strategi inovasi yang didasarkan pada pemikiran para ahli
pendidikan seperti Sigmund Freud, John Dewey, Kurt Lewis dan beberapa
pakar lainnya, yang menekankan bagaimana klien memahami permasalahan
pembaharuan seperti perubahan sikap, keterampilan, dan nilai-nilai yang
berhubungan dengan manusia. Dalam pendidikan, sebuah strategi bila
menekankan pada pemahaman pelaksana dan penerima inovasi, maka
pelaksanaan inovasi dapat dilakukan berulang kali.
Misalnya dalam pelaksanaan perbaikan sistem
belajar mengajar di sekolah, para guru sebagai pelaksana inovasi
berulang kali melaksanakan perubahan-perubahan itu sesuai dengan
kaidah-kaidah pendidikan. Kecenderungan pelaksanaan model yang demikian
agaknya lebih menekankan pada proses mendidik dibandingkan dengan hasil
dari perubahan itu sendiri. Pendidikan yang dilaksanakan lebih mendapat
porsi yang dominan sesuai dengan tujuan menurut pikiran dan rasionalitas
yang dilakukan berkali-kali agar semua tujuan yang sesuai dengan
pikiran dan kehendak pencipta dan pelaksananya dapat tercapai.
Para ahli mengungkapkan berbagai persepsi,
pengertian, interpretasi tentang inovasi dengan memberikan berbagai
macam definisi tentang inovasi yang berbeda-beda. Definisi inovasi yang
dikatakan oleh White (1987) yakni: inovation more than
change, although all innovations involve change. Inovasi itu lebih
dari sekedar perubahan, walaupun semua inovasi melibatkan perubahan.
Untuk mengetahui dengan jelas perbedaan antara inovasi dengan perubahan,
mari kita lihat definisi yang diungkapkan oleh Nichols (1983).
Change refers to " continuous reapraisal and improvement of
existing practice which can be regarded as part of the normal activity
..... while innovation refers to .... Idea, subject or practice as new
by an individual or individuals, which is intended to bring about
improvement in relation to desired objectives, which is fundamental in
nature and which is planned and deliberate.
Nichols menekankan
perbedaan antara perubahan (change) dan inovasi (innovation) sebagaimana dikatakannya di atas, bahwa
perubahan mengacu kepada kelangsungan penilaian, penafsiran dan
pengharapan kembali dalam perbaikan pelaksanaan pendidikan yang ada yang
dianggap sebagai bagian aktivitas yang biasa. Sedangkan inovasi
menurutnya adalah mengacu kepada ide, obyek atau praktek sesuatu yang
baru oleh seseorang atau sekelompok orang yang bermaksud untuk
memperbaiki tujuan yang diharapkan. Setelah membahas definisi inovasi
dan perbedaan antara inovasi dan perubahan, maka berikut ini akan
diuraikan tentang kendala yang mempengaruhi pelaksanaan inovasi
pendidikan.
C. Kendala-kendala
dalam Inovasi Pendidikan
Kendala-kendala yang mempengaruhi
keberhasilan usaha inovasi pendidikan menurut Subandiyah (1992:81)
adalah:
1. Perkiraan yang tidak tepat terhadap inovasi,
2. Konflik dan motivasi yang kurang sehat,
3. Lemahnya berbagai faktor penunjang sehingga mengakibatkan
tidak berkembangnya inovasi yang dihasilkan,
4. Keuangan (financial) yang tidak terpenuhi,
5. Penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil inovasi,
6. Kurang adanya hubungan sosial dan publikasi.
Untuk menghindari
masalah-masalah tersebut di atas, dan agar mau berubah terutama sikap
dan perilaku terhadap perubahan pendidikan yang sedang dan akan
dikembangkan, sehingga perubahan dan pembaharuan itu diharapkan dapat
berhasil dengan baik, maka guru, administrator, orang tua siswa, dan
masyarakat umumnya harus dilibatkan.
D. Penolakan
(Resistance)
Setelah memperhatikan kendala yang dihadapi
dalam pelaksanaan suatu inovasi pendidikan, misalnya penolakan para guru
tentang adanya perubahan kurikulum dan metode belajar-mengajar, maka
perlu kiranya masalah tersebut dibahas. Namun sebelumnya, pengertian
tentang resisten itu perlu dijelaskan lebih dahulu. Menurut Cambridge
International English Dictionary of English bahwa resistance
is to fight against (something or someone) to not be changed by or refuse to
accept (something). Berdasarkan definisi disimpulkan
penolakan (resistance) itu adalah melawan sesuatu atau
seseorang untuk tidak berubah atau diubah atau tidak mau menerima hal
tersebut.
Ada beberapa hal mengapa inovasi sering ditolak atau tidak
dapat diterima oleh para pelaksana inovasi di lapangan atau di sekolah
sebagai berikut:
1. Sekolah atau guru tidak dilibatkan dalam proses perencanaan,
penciptaan dan bahkan pelaksanaan inovasi tersebut, sehingga ide baru
atau inovasi tersebut dianggap oleh guru atau sekolah bukan miliknya,
dan merupakan kepunyaan orang lain yang tidak perlu dilaksanakan, karena
tidak sesuai dengan keinginan atau kondisi sekolah mereka,
2. Guru ingin mempertahankan sistem atau metode yang mereka
lakukan saat sekarang, karena sistem atau metode tersebut sudah mereka
laksanakan bertahun-tahun dan tidak ingin diubah. Di samping itu sistem
yang mereka miliki dianggap oleh mereka memberikan rasa aman atau
kepuasan serta sudah baik sesuai dengan pikiran mereka. Hal senada
diungkapkan pula Day dkk (1987) di mana guru tetap mempertahankan sistem
yang ada,
3. Inovasi yang baru yang dibuat oleh orang lain terutama dari
pusat (khususnya Depdiknas) belum sepenuhnya melihat kebutuhan dan
kondisi yang dialami oleh guru dan siswa. Hal ini juga diungkapkan oleh
Munro (1987) yang mengatakan bahwa mismatch between
teacher's intention and practice is important barrier to the success of
the innovatory program,
4. Inovasi yang diperkenalkan dan dilaksanakan yang berasal dari
pusat merupakan kecenderungan sebuah proyek di mana segala sesuatunya
ditentukan oleh pencipta inovasi dari pusat. Inovasi ini bisa terhenti
kalau proyek itu selesai atau kalau financial dan
keuangannya sudah tidak ada lagi. Dengan demikian pihak sekolah atau
guru hanya terpaksa melakukan perubahan sesuai dengan kehendak para
inovator di pusat dan tidak punya wewenang untuk merubahnya,
5. Kekuatan dan kekuasaan pusat yang sangat besar sehingga dapat
menekan sekolah atau guru melaksanakan keinginan pusat, yang belum tentu
sesuai dengan kemauan mereka dan situasi sekolah mereka.
Untuk mengatasi masalah
dan kendala seperti diuraikan di atas, maka berikut ini beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam menerapkan inovasi baru.
E. Faktor-Faktor
yang Perlu Diperhatikan dalam Inovasi
Untuk menghindari penolakan seperti yang
disebutkan di atas, faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan dalam
inovasi pendidikan adalah guru, siswa, kurikulum dan fasilitas, dan
program/tujuan,
1. Guru
Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan
merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar.
Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses
belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus
pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai. Ada beberapa
hal yang dapat membentuk kewibawaan guru antara lain adalah penguasaan
materi yang diajarkan, metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan
kondisi siswa, hubungan antar individu, baik dengan siswa maupun antar
sesama guru dan unsur lain yang terlibat dalam proses pendidikan seperti
administrator, misalnya kepala sekolah dan tata usaha serta masyarakat
sekitarnya, pengalaman dan keterampilan guru itu sendiri.
Sehingga dalam pembaharuan pendidikan,
keterlibatan guru mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran yang
sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Tanpa
melibatkan mereka, maka sangat mungkin mereka akan menolak inovasi yang
diperkenalkan kepada mereka. Hal ini seperti diuraikan sebelumnya,
karena mereka menganggap inovasi yang tidak melibatkan mereka adalah
bukan miliknya yang harus dilaksanakan, tetapi sebaliknya mereka
menganggap akan mengganggu ketenangan dan kelancaran tugas mereka. Oleh
karena itu, dalam suatu inovasi pendidikan, gurulah yang utama dan
pertama terlibat karena guru mempunyai peran yang luas seperti sebagai
pendidik, sebagai orangtua, sebagai teman, sebagai dokter, dan sebagi
motivator (Wright 1987).
2. Siswa
Sebagai obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses
belajar mengajar, siswa memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses
belajar mengajar, siswa dapat
menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, daya
motorik, pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka
tanpa ada paksaan. Hal ini bisa terjadi apabila siswa juga dilibatkan
dalam proses inovasi pendidikan, walaupun hanya dengan mengenalkan
kepada mereka tujuan dari pada perubahan itu mulai dari perencanaan
sampai dengan pelaksanaan, sehingga apa yang mereka lakukan merupakan
tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan dengan konsekuen.
Peran siswa dalam inovasi pendidikan tidak
kalah pentingnya dengan peran unsur-unsur lainnya,karena siswa bisa
sebagai penerima pelajaran, pemberi materi pelajaran pada sesama
temannya, petunjuk, dan bahkan sebagai guru. Oleh karena itu, dalam
memperkenalkan inovasi pendidikan sampai dengan penerapannya, siswa
perlu diajak atau dilibatkan sehingga mereka tidak saja menerima dan
melaksanakan inovasi tersebut, tetapi juga mengurangi resistensi seperti
yang diuraikan sebelumnya.
3. Kurikulum
Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah
meliputi program pengajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalam
pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Oleh karena itu
kurikulum sekolah dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan
dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dalam pelaksanaan
inovasi pendidikan, kurikulum memegang peranan yang sama dengan
unsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa adanya kurikulum dan tanpa
mengikuti program-program yang ada di dalamnya, maka inovasi pendidikan
tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan inovasi itu sendiri. Oleh
karena itu, dalam pembaharuan pendidikan, perubahan itu hendaknya sesuai
dengan perubahan kurikulum atau perubahan kurikulum diikuti dengan
pembaharuan pendidikan dan tidak mustahil perubahan dari kedua-duanya
akan berjalan searah.
4. Fasilitas
Fasilitas, termasuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak
bisa diabaikan dalam proses pendidikan khususnya dalam proses belajar
mengajar. Dalam pembaharuan pendidikan, tentu saja fasilitas merupakan
hal yang ikut mempengaruhi kelangsungan inovasi yang akan diterapkan.
Tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi pendidikan akan bisa
dipastikan tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas, terutama
fasilitas belajar mengajar merupakan hal yang esensial dalam mengadakan
perubahan dan pembaharuan pendidikan. Oleh karena itu, jika dalam
menerapkan suatu inovasi pendidikan, fasilitas perlu diperhatikan.
Misalnya ketersediaan gedung sekolah, bangku, dan meja.
5. Lingkup Sosial Masyarakat
Menerapkan inovasi pendidikan, ada hal yang
tidak secara langsung terlibat dalam perubahan tersebut tapi bisa
membawa dampak, baik positif maupun negatif, dalam pelaksanaan
pembaharuan pendidikan. Masyarakat secara tidak langsung atau tidak
langsung, sengaja maupun tidak, terlibat dalam pendidikan. Sebab, apa
yang ingin dilakukan dalam pendidikan sebenarnya mengubah masyarakat
menjadi lebih baik terutama masyarakat di mana peserta didik itu
berasal. Tanpa melibatkan masyarakat sekitarnya, inovasi pendidikan
tentu akan terganggu, bahkan bisa merusak apabila mereka tidak
dilibatkan. Keterlibatan masyarakat dalam inovasi pendidikan sebaliknya
akan membantu inovator dan pelaksana inovasi dalam melaksanakan inovasi
pendidikan.
F. Tujuan Inovasi
Pendidikan
Tindakan mengatur kembali jenis dan
mengelompokkan pelajaran, waktu, ruang kelas, cara-cara menyampaikan
pelajaran sehingga dengan tenaga, alat, ruang dan waktu yang sama dapat
dijangkau jumlah sasaran siswa yang lebih banyak dan dicapainya kualitas
yang lebih tinggi merupakan contoh tindakan inovatif. Karena besar dan
kompleksnya permasalahan pendidikan sekarang, apalagi pada masa
mendatang, dan mengingat keterbatasan dana dan kemampuan yang dimiliki,
maka tindakan inovasi atau pembaruan sangatlah diperlukan. Meskipun
demikian, hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa sesuatu yang baru
belum tentu baik, maksudnya belum tentu inovatif.
Tujuan utama inovasi adalah berusaha
meningkatkan kemampuan, yakni kemampuan dari sumber-sumber tenaga, uang,
sarana dan prasarana, termasuk struktur dan prosedur organisasi. Jadi
keseluruhan sistem perlu ditingkatkan agar semua tujuan yang telah
direncanakan dapat dicapai dengan sebaik-baiknya. Hal ini harus didukung
adanya rincian yang jelas tentang sasaran dan hasil-hasil yang ingin
dicapai, yang sedapat mungkin bisa diukur untuk mengetahui perbedaan
antara keadaan sesudah dan sebelum inovasi diadakan. Tujuan inovasi
pendidikan adalah meningkatkan efisiensi, relevansi, kualitas, dan
efektivitas sarana serta jumlah peserta didik sebanyak-banyaknya, dengan
hasil pendidikan sebesar-besarnya menurut kriteria kebutuhan peserta
didik, masyarakat dan pembangunan, dengan menggunakan sumber tenaga,
uang, alat dan waktu dalam jumlah yang sekecil-kecilnya.
Tahapan tujuan inovasi pendidikan yakni:
1. Mengejar ketinggalan-ketinggalan yang dihasilkan oleh kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga makin lama pendidikan Indonesia
makin berjalan sejajar dengan kemajuan-kemajuan tersebut,
2. Mengusahakan terselenggaranya pendidikan sekolah maupun luar
sekolah bagi setiap warga negara. Misalnya meningkatkan daya tampung
usia sekolah SD, SLTP, SLTA, dan PT,
3. Mengusahakan peningkatan mutu pendidikan yang dirasakan makin
menurun dewasa ini. Dengan sistem penyampaian yang baru, diharapkan
peserta didik menjadi manusia yang aktif, kreatif dan terampil
memecahkan masalahnya sendiri,
4. Terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya.
G. Masalah-Masalah
yang Menuntut Diadakannya Inovasi
Permasalahan yang melatarbelakangi
pelaksanaan inovasi pendidikan ialah:
1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengakibatkan
terjadinya kemajuan teknologi yang mempengaruhi kehidupan sosial,
ekonomi, politik, pendidikan dan kebudayaan bangsa Indonesia. Sistem
pendidikan yang dimiliki dan dilaksanakan di Indonesia belum mampu
mengikuti dan mengendalikan kemajuan-kemajuan tersebut sehingga dunia
pendidikan belum dapat menghasilkan tenaga-tenaga pembangunan yang
terampil kreatif dan aktif yang sesuai dengan tuntutan dan keinginan
masyarakat luas,
2. Pertambahan penduduk. Laju eksploitasi penduduk yang cukup
pesat tentunya menuntut adanya perubahan, sekaligus bertambahnya
keinginan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang secara kumulatif
menuntut tersedianya sarana pendidikan yang memadai. Kenyataan tersebut
menyebabkan daya tampung, ruang dan fasilitas pendidikan sangat tidak
seimbang. Hal ini menyebabkan sulitnya menentukan bagaimana relevansinya
pendidikan dengan dunia kerja sebagai akibat tidak seimbangnya antara
output lembaga pendidikan dengan kesempatan yang tersedia,
3. Meningkatnya animo masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang
lebih baik. Karena kemajuan IPTEK sehingga mempengaruhi aspirasi
masyarakat. Mereka umumnya mendambakan pendidikan yang lebih baik,
padahal di satu sisi kesempatan itu sangat terbatas sehingga terjadilah
kompetisi atau persaingan yang sangat ketat, maka bermunculanlah
sekarang sekolah-sekolah favorit, plus, dan unggulkan,
4. Menurunnya kualitas pendidikan, karena belum mampu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
5. Kurang adanya relevansi antara pendidikan dan kebutuhan
masyarakat yang sedang membangun,
6. Belum mekarnya alat organisasi yang efektif serta belum
tumbuhnya suasana yang subur dalam masyarakat untuk mengadakan
perubahan-perubahan yang dituntut oleh keadaan sekarang dan yang akan
datang,
Berdasarkan
masalah-masalah di atas maka muncul beberapa hal yang mempengaruhi
inovasi pendidikan, yakni:
1. Visi terhadap pendidikan
Pendidikan merupakan persoalan asasi bagi
manusia. Manusia sebagai makhluk yang dapat dididik dan harus dididik
akan tumbuh menjadi manusia dewasa dengan proses pendidikan yang
dialaminya. Usaha dan tujuan pendidikan dilandasi oleh pandangan hidup
orang tua, lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan, masyarakat dan
bangsanya. Manusia Indonesia,warga masyarakat dan warga Negara yang
lengkap dan utuh harus dipersiapkan sejak anak masih kecil dengan upaya
pendidikan. Tujuan pendidikan diabdikan untuk kebahagiaan individu,
keselamatan masyarakat, dan kepentingan negara.
Pandangan hidup bangsa menjadi norma
pendidikan nasional keseluruhan. Seperti diketahui bahwa kehidupan ini
selalu mengalami pergeseran dan peningkatan serta perubahan sesuai
dengan waktu, keadaan dan kondisinya. Dengan demikian, pandangan dan
harapan orang tua terhadap pendidikan sekarang dapat berbeda dengan
pandangan orang terhadap pendidikan masa lampau atau waktu yang akan
datang.
2. Faktor pertambahan penduduk
Pertambahan penduduk yang cepat merupakan
faktor yang sangat menentukan dan berpengaruh besar terhadap
penyelenggaraan pendidikan sehingga menuntut adanya pembaruan-pembaruan
di bidang pendidikan. Banyak masalah pendidikan yang berkaitan erat
dengan meledaknya jumlah anak usia sekolah, diantaranya :
a. Kekurangan kesempatan belajar, untuk mengatasinya dengan
menciptakan sistem pendidikan yang dapat menampung sebanyak mungkin
anak-anak usia sekolah,
b. Masalah kualitas pendidikan, untuk mengatasinya pemerintah
berusaha meningkatkan kemampuan guru lewat pelatihan, menambah
fasilitas, menambah dana pendidikan, mencari sistem mengajar yang tepat,
dan sistem evaluasi yang baik sehingga dapat meningkatkan mutu
pendidikan secara bertahap,
c. Masalah relevansi, dalam kondisi sekarang sangat dibutuhkan
out put pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat, terutama
dalam hubungannya dengan kesiapan kerja. Hal tersebut lebih jelas dengan
digulirkannya konsep link and macth yang salah satu
tujuannya mengatasi persoalan relevansi tersebut,
d. Masalah efisiensi dan keefektifan, pendidikan diusahakan agar
memperoleh hasil yang baik dengan biaya dan waktu yang sedikit.
3. Perkembangan ilmu pengetahuan
Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung
secara akumulatif dan semakin cepat jalannya, tetapi tidak harus diikuti
dengan penambahan kurikulum sekolah di luar kemampuan meskipun kondisi
anak didik perlu diperhatikan. Peserta didik pun tidak mungkin mampu
mengikuti dan menguasai segenap penemuan baru dalam dunia ilmu
pengetahuan.
4. Tuntutan adanya proses pendidikan yang relevan
Adanya relevansi antara dunia pendidikan
dengan kebutuhan masyarakat atau dunia kerja. Pendidikan dapat diperoleh
dari sekolah maupun dari luar sekolah. Peranan pendidikan dan tingkat
perkembangan manusia merupakan faktor yang dominan terhadap kemampuan
untuk menanggapi masalah kehidupan sehari–hari. Tingkat kemajuan suatu
bangsa juga dapat ditinjau dari tingkat pendidikan rakyatnya. Semakin
baik tingkat pendidikan masyarakat, semakin maju pula bangsanya.
Sebaliknya, semakin terpuruk dan rendahnya pendidikan rakyatnya, jangan
diharapkan bangsanya akan maju. Oleh karena itu, tidak mengherankan
bahwa negara-negara maju sangat memperhatikan usaha pendidikan yang
sesuai dengan kemajuan yang dicapai.
Sementara itu, di negara-negara yang sedang
berkembang pendidikan mulai lebih diperhatikan setelah dalam waktu yang
cukup lama kurang terurus sehingga masalah-masalah yang dihadapi
pendidikan berlipat ganda dengan kompleksitas yang sangat rumit.
Pemecahan masalah–masalah pendidikan yang kompleks itu dengan cara
pendekatan pendidikan yang konvensional sudah dianggap tidak efektif
lagi. Karena itulah inovasi atau pembaruan pendidikan sebagai perspektif
baru dalam dunia kependidikan mulai dirintis sebagai alternatif untuk
memecahkan masalah-masalah pendidikan yang belum dapat diatasi dengan
cara konvensional secara tuntas. Dengan demikian inovasi pendidikan
dilakukan untuk memecahkan masalah pendidikan dan menyongsong arah
perkembangan dunia kependidikan yang lebih memberikan harapan kemajuan
lebih pesat.
H. Perubahan dan
Inovasi Pendidikan
Pelaksanaaan inovasi pendidikan seperti
inovasi kurikulum tidak dapat dipisahkan dari inovator dan pelaksana
inovasi itu sendiri. Inovasi pendidikan seperti yang dilakukan di Depdiknas yang disponsori oleh
lembaga-lembaga asing cenderung merupakan "Top-Down
Inovation". Inovasi ini sengaja diciptakan oleh atasan sebagai usaha
untuk meningkatkan mutu pendidikan atau pemerataan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan, ataupun sebagai usaha untuk meningkatkan
efisiensi dan sebaginya. Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan
kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan dan bahkan memaksakan
apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya. Dan
bawahan tidak punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya.
Banyak contoh inovasi yang pernah dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Proyek
Perintis Sekolah Pembangunan ( PPSP)
Ada delapan IKIP yang
ditugaskan untuk menyelenggarakan PPSP, yaitu IKIP Padang, Jakarta,
Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang, dan Ujung Pandang. PPSP
adalah salah satu proyek dalam rangka program pendidikan yang
ditugaskan untuk mengembangkan satu sistem pendidikan dasar dan menengah
yang:
a. Efektif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan individu
yang diwujudkan melalui program-program pendidikan yang sesuai,
b. Merupakan dasar bagi pendidikan seumur hidup,
c. Efisiensi dan realistis sesuai dengan tingkat kemampuan
pembiayaan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Sesuai dengan tugas-tugas yang diemban itu,
maka Badan Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan (BP3K) memilih modul
sebagai satu sistem penyampaian pada delapan PPSP dengan alasan:
Tujuan pengajaran modul, yaitu:
a. Tujuan pendidikan dan pengajaran dapat dicapai secara efektif
dan efisien,
b. Menjadikan siswa aktif dalam belajar,
c. Siswa dapat mengikuti pelajaran (program pendidikan) sesuai
dengan kemampuan masing-masing,
d. Siswa dapat mengetahui hasil pelajaran secara berkelanjutan.
Ada empat prinsip
pengajaran modul yang perlu mendapat perhatian:
a. Keaktifan siswa,
b. Perbedaan individual siswa,
c. Siswa harus memecahkan masalah (problem solving),
d. Continuous progress.
Peran guru sebagai
pengelola kegiatan belajar mengajar di kelas, yaitu:
a. Memberikan penjelasan kepada para siswa mengenai modul itu
sebelum mereka mulai mengerjakan,
b. Mengawasi kegiatan belajar siswa selama pelajaran berlangsung,
c. Memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada siswa sesuai dengan
perbedaan masing-masing siswa,
d. Memberikan penilaian terhadap hasil belajar siswa,
e. Menentukan program yang akan diikuti siswa selanjutnya.
Siswa sebagai pelaksana
petunjuk tertulis dalam modul yaitu sebagai pembaca, pemikir, penemu,
dan pemecah masalah.
2. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 disetujui oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan untuk secara nasional dilaksanakan berahap
mulai tahun pengajaran 1976 dengan catatan, bahwa bagi sekolah-sekolah
yang menurut penilaian kepala perwakilan telah mampu, diperkenankan
melaksanakannya mulai tahun 1975. Ciri-ciri khusus kurikulum 1975
sebagai berikut:
a. Menganut pendekatan yang berorientasi pada tujuan,
b. Menganut pendekatan yang integratif,
c. Pendidikan Moral Pancasila dalam kurikulum ini pencapaiannya
juga menyangkut IPS dan pendidikan agama,
d. Menekankan pada efisiensi dan efektivitas penggunaan dana,
daya dan waktu yang tersedia,
e. Mengharuskan guru untuk menggunakan teknik penyusunan program
pengajaran yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI),
f. Organisasi pelajaran meliputi : agama, bahasa, matematika,
IPS, kesenian, olahraga dan kesehatan, keterampilan di samping
Pendidikan Moral Pancasila yang tujuannya untuk mencapai sinkronisasi
dan integrasi pelajaran yang sekelompok,
g. Pendekatan dalam strategi pembelajaran memandang situasi
belajar mengajar sebagai suatu sistem yang meliputi komponen-komponen
tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, alat pembelajaran, alat
evaluasi, dan metode pembelajaran,
h. Sistem evaluasi, dilakukan penilaian murid-murid pada setiap
akhir satuan pembelajaran terkecil dan memperhitungkan nilai-nilai yang
dicapai murid pada setiap akhir satuan pembelajaran.
Prinsip-prinsip yang
melandasi:
a. Fleksibelitas program,
b. Efisiensi dan efektivitas,
c. Berorientasi pada tujuan,
d. Kontinuitas,
e. Pendidikan seumur hidup.
Sedangkan tujuan utama
Kurikulum 1975 adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Mutu
suatu hasil pendidikan dapat dianggap tinggi apabila kemampuan
pengetahuan dan sikap yang dimiliki para lulusan berguna bagi
perkembangan. Selanjutnya, baik di lembaga pendidikan yang lebih tinggi
(bagi yang melanjutkan) maupun yang menjadi tenaga kerja di masyarakat.
Sedangkan metode penyampaian kurikulum 1975 ini berdasarkan PPSI
(Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional) yang dikembangkan melalui
MSP (Model Satuan Pelajaran) bahan PBM itu sebagai suatu sistem
senantiasa harus diarahkan kepada pencapaian tujuan.
3. Proyek Pamong
Proyek ini merupakan program pendidikan
bersama antara pemerintah dengan INNOTECH, yaitu lembaga yang didirikan
oleh badan kerjasama menteri-menteri pendidikan Asia Tenggara. Pamong
singkatan dari Pendidikan Anak oleh Masyarakat, Orang tua, dan Guru.
Proyek Pamong diadakan dengan latar belakang bahwa hampir separo dari
jumlah anak-anak di Asia Tenggara tidak dapat menyelesaikan
pendidikannya di Sekolah Dasar. Tujuan dari proyek Pamong, yaitu:
a. Membantu anak-anak yang tidak sepenuhnya dapat mengikuti
pendidikan sekolah, atau membantu siswa yang drop out,
b. Membantu anak–anak yang tidak mau terikat oleh tempat dan
waktu dalam belajar,
c. Mengurangi penggunaan tenaga guru sehingga rasio guru terhadap
murid dapat menjadi 1 : 200. Pada SD biasa 1 : 40 atau 1 : 50,
d. Dengan meningkatkan pemerataan kesempatan belajar, dengan
pembiayaan yang sedikit dapat ditampung sebanyak mungkin siswa.
Tujuan proyek ini untuk menemukan alternatif
sistem penyampaian pendidikan dasar yang bersifat efektif, ekonomis dan
merata yang sesuai dengan kondisi kebanyakan daerah di Indonesia. Jadi
sistem pamong ini anak-anak/siswa dapat belajar sendiri dengan bimbingan
tutor/anggota masyarakat, serta orang tua. Pengajaran yang diberikan
menghasilkan kesanggupan anak.
4. SMP Terbuka
SMP terbuka adalah sekolah Menengah Umum
Tingkat Pertama, yang kegiatan belajarnya sebagian besar diselenggarakan
di luar gedung sekolah dengan cara penyampaian pelajaran melalui
berbagai media, dan interaksi yang terbatas antara guru dan murid. Latar
belakang pendirian SMPT adalah:
a. Kekurangan fasilitas pendidikan dan tempat belajar,
b. Tenaga pendidikan yang tak cukup,
c. Memperluas kesempatan belajar dalam rangka pemerataan
pendidikan,
d. Menanggulangi anak terlantar yang tidak diterima di SMP
Negeri.
Dalam penyelenggaraannya
SMPT berinduk ke SMP Negeri atau Swasta yang ditunjuk sebagai SMP
Induk. Ciri – ciri SMPT:
a. Terbuka bagi siswa tanpa pembatasan umur dan tanpa
syarat–syarat akademis yang ketat,
b. Terbuka dalam memilih program belajar untuk mencapai ijazah
formal, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan jangka pendek yang bersifat
praktis, insidental dan perorangan,
c. Terbuka dalam proses belajar mengajar tidak selalu
diselenggarakan di ruang kelas secara tatap muka, melainkan dapat juga
melalui media, seperti radio, media cetak, kaset, slide,
model dan gambar-gambar,
d. Terbuka dalam keluar masuk sekolah sesuai dengan waktu yang
tersedia oleh siswa,
e. Terbuka dalam pengelolaan sekolah.
Tugas SMPT untuk
memperluas kesempatan belajar dalam rangka pemerataan pendidikan bagi
lulusan SD atau sederajat , atau siswa SMP yang putus sekolah.
5. Kuliah Kerja
Nyata (KKN)
Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1974
tentang REPELITA II, bagian III Bab XXII tercantum pola dasar KKN dan
pengertiannya. KKN adalah salah satu bentuk pengintegrasian antara
pengabdian pada masyarakat dengan pendidikan dan penelitian, yang
terutama oleh mahasiswa dengan bimbingan perguruan tinggi dan pemerintah
daerah, dilaksanakan secara interdisipliner dan intrakurikuler. Atau
lebih konkretnya KKN adalah kegiatan perkuliahan dalam bentuk pengabdian
masyarakat yang berkaitan dengan program pendidikan perguruan tinggi
secara keseluruhan. Ada empat komponen penting dalam KKN :
a. Sebagai kegiatan penalaran,
b. Sebagai aktivitas penelitian,
c. Mengandung unsur pengembangan,
d. Pengabdian pada masyarakat.
6. Universitas
Terbuka
Sebagai upaya meningkatkan daya tampung
perguruan tinggi maka pemerintah (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan)
mendirikan Universitas Terbuka (UT).Sistem belajar UT menyediakan
pelayanan pendidikan dengan Sistem Belajar Jarak Jauh (SBJJ). Kegiatan
belajar mengajar di UT meliputi kegiatan belajar mengajar mandiri
(kegiatan belajar utama mahasiswa), kegiatan belajar kelompok antar
mahasiswa (merupakan kegiatan belajar tambahan) dan kegiatan belajar
tatap muka antara mahasiswa dan tutor.
7. Radio
Pendidikan
Tujuannya radio pendidikan:
a. Menunjang penataran tatap muka yang diselenggarakan oleh
Proyek Pembinaan Sekolah Dasa,
b. Memperkaya sumber belajar maupun bahan-bahan penataran yang
ada, menjaga kesinambungan pembinaan kemampuan, serta memantapkan
penataran yang telah diikuti oleh para guru di lapangan.
c. Meningkatkan penyebaran penataran guru secara lebih merata
cepat ke daerah-daerah yang sukar dijangkau secara fisik,
d. Mendorong tercapainya prinsip belajar seumur hidup bagi guru,
e. Menjalin terpeliharanya kontak antar sesama guru, dan antara
guru dengan sumber belajar, dalam hal ini para pengasuh siaran radio
pendidikan.
8. Televisi
Pendidikan
Tujuan televisi pendidikan adalah untuk
mengembangkan program-program pendidikan luar sekolah dengan cara
menyebarkan pesan-pesan yang tematis agar masyarakat memiliki
pengetahuan dan sikap yang tepat, khususnya mengenai pendidikan
kesejahteraan keluarga, pendidikan mata pencaharian, dan pendidikan alam
dan lingkungan hidup.
9. Sekolah
Unggulan
Kelahiran sekolah unggulan termasuk SMU plus
dan yang bercirikan unggulan lainnya pada dasarnya tidak terlepas dari
upaya peningkatan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia. Salah
satu tujuan sekolah unggul adalah menjaring dan sekaligus mengembangkan
kader bangsa yang baik, sehingga memiliki kelebihan dalam berbagai aspek
dibandingkan kader-kader bangsa pada umumnya sehingga mampu
mengantisipasi dan menjawab berbagai tantangan zaman.
10. Kurikulum 1984
Ketentuan–ketentuan Kurikulum 1984 yakni:
a. Sifatnya content based curriculum,
b. Pada SD program pengajarannya 11 bidang studi,
c. Untuk SMP menjadi 12 bidang studi,
d. Untuk SMA menjadi 15 bidang studi program inti dan 4 bidang
studi untuk program pilihan.
11. Kurikulum 1994
Ketentuan-ketentuan
Kurikulum 1994 yakni:
a. Sifatnya objectif based curricullum,
b. Nama SMP diubah menjadi SLTP dan SMA menjadi SLTA,
c. Mata pelajaran PSBB dihapus,
d. Pada SD dan SLTP disusun dalam 13 mata pelajaran,
e. Program pelajaran SMU disusun dalam 10 mata pelajaran,
f. Penjurusan SMA / SMU dilakukan di kelas II, terdiri dari
program IPA, IPS dan Pengetahuan Bahasa.
Ketika reformasi
bergulir tahun 1998 kurikulum 1994 mengalami penyesuaian dalam rangka
mengakomodasi tuntutan masyarakat pendidikan sehingga munculnya istilah
suplemen kurikulum 1994 yang lahirnya pada tahun 1999. Pada saat ini ada
penyesuaian isi utamanya mata pelajaran PPKN, Sejarah, dan beberapa
mata pelajaran lainnya. Bahkan pada tahun 2003 lahir Undang-Undang
Pendidikan no 20. tahun 2003 yang disiapkan untuk mengganti
Undang-Undang Pendidikan no.2 tahun 1989 yang disebut dengan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK).
12. Kurikulum 2004
Kurikulum tahun 2004
ini disebut juga Kurikulum Berbasis Kompetensi, diharapkan kurikulum ini
mampu menjawab problematika seputar rendahnya mutu pendidikan dewasa
ini. Karena itu dalam KBK peserta didik diarahkan untuk menguasai
sejumlah kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Ketentuan KBK mengarah sebagai berikut :
a. Bersifat competency based curricullum,
b. Penyebutan SLTP kembali menjadi SMP dan SMU menjadi SMA,
c. Program pengajaran SD ada 7 mata pelajaran,
d. Program pengajaran SMP ada 11 mata pelajaran,
e. Program pengajaran SMA ada 17 mata pelajaran,
f. Penjurusan SMA dimulai kelas ii, terdiri dari Ilmu Alam,
Sosial, dan Bahasa.
Beberapa kritikan
terhadap kurikulum ini terjadi kendatipun telah dilakukan pilot
project di beberapa daerah, yakni:
a. Masih sarat dengan materi, guru dikejar –kejar dengan materi
yang banyak seperti Kurikulum 1994,
b. Pemerintah terlalu intervensi terhadap kewenangan sekolah dan
guru dalam pengembangan kurikulum tersebut,
c. Masih belum jelas (bias) pengertian kompetensi sehingga ketika
diterapkan pada SKL belum terlalu aplikatif,
d. Adanya sistem penilaian yang belum begitu jelas dan terukur.
13. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
KTSP merupakan kelanjutan atau revisi dan
pengembangan dari kurikulum berbasis kompetensi atau KBK. KTSP lahir
karena masih dianggap sarat dengan beban belajar dan pemerintah pusat
(Depdiknas) masih dipandang banyak intervensi dalam pengembangan
kurikulum, karena itulah dalam KTSP beban belajar siswa sedikit
dikurangi. Diharapkan Kepala Sekolah, guru, dan Komite satuan pendidikan
diberi kewenangan penuh membuat kurikulum tingkat satuan pendidikan
masing–masing dengan standar yang sudah ada.
Justru tugas kepala Satuan Pendidikan
berupaya membuat KTSP masing–masing dengan mengembangkan kurikulum
mereka sesuai dengan karakteristiknya, begitu juga membuat indikator,
silabus, serta RPP dan komponen kurikulum lainnya. Bagi Madrasah
tentunya menyesuaikan ciri khasnya madrasah yaitu ciri khas agama Islam
dengan melaksanakan pendidikan agama Islam dengan kelompok mata
pelajaran adalah Aqidah Akhlak, Fiqh, Qur’an Hadits, dan SKI dan
ditambah Bahasa Arab.
14. Pendidikan
Pramuka untuk Transmigrasi
Proyek ini dimulai sejak tahun 1970 di
Jombang Jawa Timur. Tujuannya adalah menjadikan penduduk desa agar
menaruh minat terhadap pembangunan dan mengurangi minat penduduk untuk
pindah ke kota. Mereka yang mendapat pendidikan pramuka adalah para
pemuda yang berumur antara 6–25 tahun yang diminta agar bersedia
bertransmigrasi ke luar Jawa. Latihan yang diberikan di bidang
peternakan, pertanian, irigasi, panen padi serta mengolah dan menjual
beras.
15. Pusat Kegiatan
Belajar
Proyek PKB ini dimulai pertengahan tahun
1973. Teknik yang digunakan adalah pengajaran klasikal dengan
menggunakan alat-alat audio visual, ceramah, kerja kelompok, bimbingan
dan penyuluhan serta pengajaran melalui pemancar radio lokal.
16. BUTSI (Badan
Usaha Tenaga Sukarela Indonesia)
Proyek ini dimulai tahun 1969 dengan
mengerahkan 30 sukarelawan yang tinggal di desa selama 2 tahun.
Tujuannya mempertahankan dan memperkuat gotong royong di kalangan
generasi muda.
17. Proyek
Pengembangan Sistem Informasi Pendidikan dan Kebudayaan
Proyek ini dimulai tahun 1970 dengan
menyempurnakan statistik pendidikan. Selanjutnya tahun 1972 secara
intensif mengumpulkan statistik pendidikan yang dilaksanakan oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
18. SESPA
Proyek SESPA dimulai tahun 1970, dengan
tujuan tercapainya pengertian administrasi dan manajemen. Para peserta
SESPA adalah tenaga senior golongan IV yang berusia 35–48 tahun.
19. PROPIDA
Proyek ini sebagian biayanya dibiayai oleh
Ford Foundation dengan jangka waktu 2 tahun, berkantor di Padang dan
Surabaya ditangani oleh bagian perencanaan Kanwil Depdikbud. Tujuannya
terjaminnya hubungan dan kerjasama sebagai perwujudan dari model
perencanaan pendidikan secara integral.
20. Pendidikan
agama berwawasan multikultural
Indonesia adalah masyarakat majemuk yang
terdiri dari beragam agama, budaya sosial dan etnis. Di satu sisi
merupakan kekuatan di satu sisi berpotensi terjadinya konflik.
Pendidikan ini melalui pendekatan perencanaan sosial. Diharapkan akan
mampu melayani kebutuhan agama anak didik dan harmonisasi berbagai
pemeluk agama. Tujuannya adalah menanamkan keyakinan, penghayatan,
menghargai agama masing-masing, dan menyampaikan pesan-pesan agama
melalui kurikulum pendidikan agama.
I. Inovasi
Pendidikan di Sekolah
Inovasi harus berlangsung di sekolah guna memperoleh
hasil yang terbaik dalam mendidik siswa. Ujung tombak keberhasilan
pendidikan di sekolah adalah guru. Oleh karena itu guru harus mampu
menjadi seorang yang inovatif guna menemukan strategi atau metode yang
efektif untuk mendidik. Inovasi yang dilakukan guru pada intinya berada
dalam tatanan pembelajaran yang dilakukan di kelas. Kunci utama yang
harus dipegang guru adalah bahwa setiap proses atau produk inovatif yang
dilakukan dan dihasilkannya harus mengacu kepada kepentingan siswa.
Gambar 1 Skematik
Inovasi Pendidikan di Sekolah
Kreativitas adalah penyatuan pengetahuan dari berbagai bidang
pengalaman yang berlainan untuk menghasilkan ide-ide baru dan lebih
baik. Hal yang dilakukan seorang guru dalam membangun kreativitas, yaitu
dengan mengikuti langkah proses kreatif, yakni:
1. Penemuan masalah,
2. Persiapan,
3. Pengendapan,
4. Wawasan,
5. Taktik.
Beberapa hal yang perlu dibangun oleh guru dalam
mengembangkan kreativitas, yakni:
1. Imajinasi harus dimunculkan secara intensif,
2. Keleluasaan dan kebebasan dalam pikiran,
3. Keunikan/aneh,
4. Hubungan antara objek akan melahirkan ide-ide.
Karena itu guru harus memiliki kompetensi (pedagogi,
profesional, individual, dan sosial) agar dapat melaksanakan beberapa
hal berikut ini dengan efisien dan efektif:
1. Planning instruction,
2. Implementing instructions,
3. Performing administrative
duties,
4. Communicating,
5. Development personal
skills,
6. Developing pupil
self.
Guru dalam membuat inovasi di kelas harus dapat
melaksanakan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas adalah
tindakan yang dilakukan oleh guru untuk meningkatkan mengajarnya
sendiri atau koleganya, dan untuk menguji asumsi teori dalam praktik.
Prosedur pengembangan fokus, perumusan dan persiapan, pelaksanaan dan
metode pengumpulan data, analisis data dan refleksi, perencanaan
kembali. Pada prinsipnya pelaksanaan penelitian tindakan kelas haruslah
memperhatikan:
1. Metode tidak mengganggu komitmen mengajar,
2. Pengumpulan data tidak menambah waktu guru,
3. Metodologi menyesuaikan dengan situasi kelas,
4. Masalah sendiri di kelas,
5. Prosedur etik,
6. Fokus terhadap kegiatan (semua komponen).
J. Kontribusi Inovasi Pendidikan Bagi Kemajuan Dunia Pendidikan
di Indonesia
Adanya inovasi-inovasi di bidang pendidikan diharapkan membawa
kemajuan bagi dunia pendidikan di Indonesia,
sehingga dapat digunakan untuk memecahkan masalah pendidikan dan
menyongsong arah perkembangan dunia pendidikan yang lebih memberikan
harapan kemajuan lebih pesat. Dalam hal ini diharapkan dapat terjadi:
1. Pembaruan pendidikan sebagai tanggapan baru terhadap
masalah-masalah pendidikan. Masalah–masalah yang perlu dipecahkan
melalui inovasi pendidikan adalah:
a. Kurang meratanya pelayanan pendidikan;
b. Kurang serasinya kegiatan belajar dengan tujuan;
c. Belum efisien dan ekonomisnya pendidikan;
d. Belum efektif dan efisiennya sistem penyajian;
e. Kurang lancar dan sempurnanya sistem informasi kebijakan;
f. Kurang dihargainya unsur kebudayaan nasional;
g. Belum kokohnya kesadaran, identitas dan kebanggaan nasional;
h. Belum tumbuhnya masyarakat yang gemar belajar.
i. Belum tersebarnya paket pendidikan yang memikat, mudah dicerna
dan mudah diperoleh.
j. Belum meluasnya kesempatan kerja pembuatan dan pemanfaatan
teknologi komunikasi, software, dan hardware.
2. Inovasi pendidikan sebagai upaya untuk mengembangkan
pendekatan yang lebih efektif dan ekonomis
Pembaruan pendidikan dilakukan dalam
upaya “problem solving“ yang dihadapi
dunia pendidikan yang selalu dinamis dan berkembang. Adapun sifat
pendekatan yang diperlukan untuk pemecahan masalah pendidikan yang
kompleks dan berkembang itu harus berorientasi pada hal–hal yang efektif
dan murah, serta peka terhadap timbulnya masalah-masalah baru di dalam
pendidikan.
K. Penutup
Inovasi pendidikan adalah suatu ide, barang, metode yang
dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau
kelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil invention
(penemuan baru) atau discovery (baru ditemukan orang),
yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan
masalah pendidikan. Tujuan inovasi pendidikan yaitu:
1. Mengejar ketinggalan–ketinggalan yang dihasilkan oleh
kemajuan- kemajuan ilmu dan teknologi sehingga makin lama pendidikan di
Indonesia makin berjalan sejajar dengan kemajuan-kemajuan tersebut,
2. Mengusahakan terselenggaranya pendidikan sekolah maupun luar
sekolah bagi setiap warga negara. Misalnya meningkatkan daya tampung
usia sekolah SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi.
Masalah–masalah yang menuntut diadakan
inovasi yakni:
1. Perkembangan ilmu pengetahuan,
2. Laju eksploitasi penduduk,
3. Melonjaknya aspirasi masyarakat untuk memperoleh pendidikan,
4. Mutu pendidikan yang dirasakan menurun,
5. Kurang adanya relevansi antara pendidikan dan kebutuhan
masyarakat,
6. Belum mekarnya alat organisasi yang efektif.
Berbagai upaya inovasi pendidikan, yakni:
PPSP, Kurikulum 1975, Proyek Pamong, SMP Terbuka, KKN, UT, Radio
Pendidikan, Televisi Pendidikan, Sekolah Unggulan, Kurikulum, 1984,
1994, 2004, KTSP, Pendidikan Pramuka untuk Transmigrasi, Pusat Kegiatan
Belajar, BUTSI (Badan Usaha Tenaga Sukarela Indonesia), Proyek
Pengembangan Sistem Informasi Pendidikan dan Kebudayaan, SESPA, PROPIDA,
Pendidikan agama berwawasan multikultural.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
dalam inovasi adalah guru, siswa, kurikulum, fasilitas dan lingkup
sosial masyarakat. Dengan adanya inovasi-inovasi di bidang pendidikan
diharapkan membawa kemajuan bagi dunia pendidikan di Indonesia, sehingga
dapat digunakan untuk memecahkan masalah pendidikan dan menyongsong
arah perkembangan dunia pendidikan yang lebih memberikan harapan
kemajuan lebih pesat. Kendala-kendala dalam inovasi pendidikan yaitu
perkiraan yang kurang tepat, adanya konflik dan motivasi yang kurang
sehat, lemahnya berbagai faktor penunjang, adanya penolakan serta kurang
adanya hubungan sosial dan publikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, S. 2002. Inovasi
Pendidikan Dalam Upaya Profesionalisme Tenaga Kependidikan.
Bandung: Pustaka Setia.
Hamzah, H. 2007.
Profesi Kependidikan Problema, Solusi, dan Reformasi
Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Ihsan, F. 2003. Dasar-dasar
Kependidikan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Massofa. 2008. Perlunya Pembaharuan Pendidikan di Tingkat Makro dan Mikro,
(Online), (http://massofa.wordfress.com,
diakses 5 Desember 2008).
Noor, I. H. M.
2001. Sebuah Tinjauan Teoritis Tentang Inovasi Pendidikan di
Indonesia, (Online), (http://www.pdk.go.id/balitbang/Publikasi/Jurnal/
No_026/sebuah_tinjauan_teoritis_Idris.htm, diakses 25
Desember 2008).
Pengelola
Perkuliahan Online Inovasi Pendidikan. 2008. Pengantar
Inovasi Pendidikan, (Online), (http://tik.kuliahinovasipendidikan.co.cc,
diakses 8 Desember 2008).
Pidarta, M.
2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Sanaky, H. A. H.
2008. Paradigma Baru Pendidikan Islam, (Online), (http://educare.e;fkipunla.net,
diakses 29 November 2008).
Semiawan, 1991. Mencari
Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI.
Jakarta: Grasindo.
Sismanto. 2007. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Manajemen Berbasis Sekolah,
(Online), (http://sismanto.multiply.com,
diakses 29 November 2008).
Subandijah. 1992.
Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Yogyakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Sudrajat, A.
2008. 6 Mitos tentang Kreativitas, (Online), (http://akhmadsudrajat.wordpress.com,
diakses 8 Desember 2008).
Suparno, P. Reformasi Pendidikan Sebuah Rekomendasi . Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Syaban, M. 2008.
Proses Asesmen, (Online), (http://educare.e;fkipunla.net,
diakses 29 November 2008).
No comments:
Post a Comment