A. Pengertian Kualitas
Para ahli tidak semua sependapat dengan pengertian kualitas (mutu) dalam
arti yang sama. Sebagaimana dikemukakan oleh Juran (1995), mutu didefinisikan
sebagai M-Kecil dan M-Besar. M-Kecil adalah mutu dalam arti sempit, berkenaan
dengan kinerja bagian organisasi, dan tidak dikaitkan dengan kebutuhan semua
jenis pelanggan. M-Besar adalah mutu dalam arti luas, berkenaan dengan seluruh
kegiatan organisasi yang dikaitkan dengan kebutuhan semua jenis pelanggan. M-Besar
inilah yang dimaksudkan dengan mutu terpadu. Crosby (1984) menegaskan bahwa
dalam pengertian mutu terkandung makna “kesesuaian dengan kebutuhan”.
Tenner dan De Toro (1992:31) mengemukakan bahwa “Quality a basic
business strategy that provides and service that completely satisfy both
internal and external customers by meeting their explicit expectation.”
Menurut Tampubolon (1992:108) mutu
adalah “paduan sifat-sifat produk yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi
kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan yang dinyatakan atau kebutuhan yang
tersirat, masa kini dan masa depan”. Selanjutnya Tampubolon (1992:110)
mengemukakan dalam “pemahaman umum, mutu dapat berarti mempunyai sifat yang
terbaik dan tidak ada lagi yang melebihinya. Mutu tersebut disebut absolute,
dan di lain pihak mutu dapat berarti kemampuan dalam memenuhi kebutuhan
pelanggan yang disebut mutu relative.” Mutu absolute juga
mengandung arti: (1) sifat terbaik itu tetap atau tahan lama, (2) tidak semua
orang dapat memiliki, dan (3) eksklusif. Mutu relative selalu berubah
sesuai dengan perubahan pelanggan, dan sifat produk selalu berubah sesuai
dengan keinginan masyarakat.
Depdiknas (2001:4) mengemukakan
paradigma mutu dalam konteks pendidikan, mencakup input, proses, dan output
pendidikan. Lebih jauh dijelaskan bahwa input pendidikan adalah segala
sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses, yang
dimaksud sesuatu adalah berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta
harapan-harapan sebagai pemandu bagi keberlangsungan proses. Input sumberdaya
meliputi sumberdaya manusia (seperti ketua, dosen, konselor, peserta didik) dan
sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang bahan-bahan, dan
sebagainya). Sedangkan input perangkat meliputi: struktur organisasi,
peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dan lain
sebagainya. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan dan sasaran
yang ingin dicapai. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat
berlangsung dengan baik. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa tinggi
rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input, makin
tinggi kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Proses pendidikan merupakan proses berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang
lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input,
sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Proses dikatakan
bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemanduan input
dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang
menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat
belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik.
Berdasarkan pendapat di atas dapat
didefinisikan bahwa mutu adalah perpaduan sifat-sifat barang atau jasa, yang
menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan dan kepuasan bahkan melebihi
harapan pelanggan, baik yang tersurat maupun yang tersirat.
B. Pengertian Pembelajaran
Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional No 20 tahun 2003 menyatakan bahwa: “Pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar”.
Berdasarkan konsep tersebut, dalam
kata pembelajaran terkandung dua kegiatan yaitu belajar dan mengajar. Kegiatan
yang berkaitan dengan upaya membelajarkan siswa agar berkembang potensi
intelektual yang ada pada dirinya. Ini berarti bahwa pembelajaran menuntut
terjadinya komunikasi antara dua arah atau dua pihak yaitu pihak yang mengajar
yaitu guru sebagai pendidik dengan pihak yang belajar yaitu siswa sebagai
peserta didik.
Senada dengan pengertian pembelajaran
di atas, E. Mulyasa (2002:100) mengemukakan bahwa: “Pembelajaran pada
hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya,
sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik”. Sementara Daeng
Sudirwo (2002:31) juga berpendapat bahwa: “pembelajaran merupakan interaksi
belajar mengajar dalam suasana interaktif yang terarah pada tujuan pembelajaran
yang telah ditentukan”.
Berdasarkan ketiga konsep tentang
pembelajaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar yang terarah pada tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
C. Pengertian Proses Pembelajaran
Pembelajaran pada hakekatnya adalah
proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar
dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat
melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati
dan memahami sesuatu. (Nana Sudjana, 1989:28).
Sejalan dengan konsep di atas
Cronbach (Moch Surya, 1979:28) menyatakan, “Learning may be defined as the
process by with a relatively enduring change in behaviour occurs as result of experience
or practice”. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa indikator belajar
ditujukan dengan perubahan dalam tingkah laku hasil dari pengalaman.
Berdasarkan hal di atas maka dapat
disimpulkan beberapa hal yang menjadi hakikat belajar yaitu sebagai berikut:
- Belajar merupakan suatu proses,
yaitu merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai sejak lahir dan
terus berlangsung seumur hidup.
- Dalam belajar terjadi adanya
perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen
- Hasil belajar ditujukan dengan
aktivitas?aktivitas tingkah laku secara keseluruhan.
- Adanya peranan kepribadian
dalam proses belajar antara lain aspek motivasi, emosional, sikap dan
sebagainya.
Pembelajaran (instruction),
merupakan akumulasi dari konsep mengajar (teaching) dan konsep belajar (learning).
Penekanannya pada perpaduan antara. keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas
subjek didik. Konsep tersebut dapat dipandang sebagai suatu sistem, sehingga
dalam sistem belajar ini terdapat komponen?komponen siswa atau peserta didik,
tujuan, materi untuk mencapai tujuan, fasilitas dan prosedur serta alat atau
media yang harus dipersiapkan.
Learning System menyangkut
pengorganisasian dari perpaduan antara manusia, pengalaman belajar, fasilitas,
pemeliharaan atau pengontrolan, dan prosedur yang mengatur interaksi perilaku
pembelajaran untuk mencapai tujuan. Demikian halnya juga dengan learning
system, dimana komponen perencanaan mengajar, bahan ajar, tujuan, materi
dan metode, serta penilaian dan langkah mengajar akan berhubungan dengan
aktivitas belajar untuk mencapai tujuan.
D. Kualitas Proses Pembelajaran
Pendidikan sesungguhnya merupakan
suatu sistem yang dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem menurut
Syafaruddin dan Nasution (2005:41) adalah: “seperangkat komponen yang saling
berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu”. Hal senada juga diungkapkan oleh
Salisbury (1996:22) bahwa:
Sistem adalah sekelompok
bagian-bagian yang bekerja sama sebagai satu kesatuan fungsi. Kualitas dan
sifat dasar dari setiap bagian dapat dilihat dalam hubungannya dengan
keseluruhan sistem. Setiap bagian hanya dapat dipahami dengan memperhatikan
pada bagaimana bagian itu berfungsi dalam hubungan ke dalam kebulatan suatu
sistem.
Sementara Johnson, dkk (1973:4)
mengemukakan definisi sistem sebagai: ”suatu susunan elemen-elemen yang saling
berhubungan”.
Kesimpulan yang dapat diambil dari
para ahli di atas, adalah bahwa sistem dibentuk oleh komponen-komponen
tertentu. Komponen-komponen ini saling berinteraksi, berketergantungan atau
berhubungan satu sama lain. Oleh karena itu agar tujuan organisasi tercapai
dengan baik, maka komponen-komponen sistem ini harus bekerja dengan baik pula.
Syafaruddin dan Nasution (2005:43)
mengemukakan bahwa: ”proses suatu sistem dimulai dari input (masukan)
kemudian diproses dengan berbagai ativitas dengan menggunakan teknik dan
prosedur, dan selanjutnya menghasilkan output (keluaran), yang akan
dipakai oleh masyarakat lingkungannya.” Aktivitas suatu sistem tersebut
diragakan oleh gambar berikut.
Sumber: Syafaruddin dan Irwan
Nasution (2005)
Gambar 1. Cara Kerja Sistem
Dalam konteks sistem pendidikan,
input diantaranya diwakili oleh siswa, guru, kepala sekolah, fasilitas, media,
dan sarana prasarana. Proses diwakili pengajaran, pelatihan, pembimbingan, evaluasi
dan pengelolaan. Sementara output meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Berkaitan dengan komponen-komponen
yang membentuk sistem pendidikan, lebih rinci Nana Syaodih S., dkk (2006:7),
mengemukakan bahwa komponen input diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1) raw
input, yaitu siswa yang meliputi intelek, fisik-kesehatan, sosial-afektif
dan peer group. (2) Instrumental input, meliputi kebijakan
pendidikan, program pendidikan (kurikulum), personil (Kepala sekolah, guru,
staf TU), sarana, fasilitas, media, dan biaya, dan (3) Environmental input,
meliputi lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, masyarakat, dan lembaga
sosial, unit kerja. Komponen proses menurut Nana Syaodih S., dkk (2006),
meliputi pengajaran, pelatihan, pembimbingan, evaluasi, ekstrakulikuler, dan
pengelolaan. Selanjutnya output meliputi pengetahuan, kepribadian dan
performansi.
Komponen-komponen yang terlibat dalam
sistem pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Nana Syaodih S., dkk di atas,
dapat diragakan dalam gambar berikut.
Sumber: Nana Syaodih S, dkk. (2006)
Gambar 2. Peta Komponen Pendidikan sebagai Sistem
Berdasarkan pendapat Syafaruddin dan
Nana Syaodih di atas, dapat diketahui bahwa proses pembelajaran merupakan salah
satu komponen sistem pendidikan yang dapat menentukan keberhasilan pembelajaran
dan mutu pendidikan. Oleh karena itu untuk memperoleh mutu pendidikan yang
baik, diperlukan proses pembelajaran yang berkualitas pula.
Dalam rangka mewujudkan proses
pembelajaran yang berkualitas, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No
19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai penjabaran
lebih lanjut dari Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, yang di dalamnya
memuat tentang standar proses. Dalam Bab I Ketentuan Umum SNP, yang dimaksud
dengan standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan. Bab IV Pasal 19 Ayat 1 SNP lebih jelas menerangkan bahwa
proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemampuan sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik dan
psikologis peserta didik.
Keterkaitan standar proses dengan
standar lain yang terdapat dalam PP No. 19 tahun 2005 sebagai komponen-komponen
yang menyusun sistem pendidikan, dapat diragakan dalam gambar berikut.
Sumber: Pudji Muljono (2006:29)
Gambar 3. Sistem Pembelajaran dan Keterkaitannya dengan Berbagai Standar
Pendidikan
Dalam gambar sistem pembelajaran
tersebut dapat dilihat arti penting proses pembelajaran. Karena betapa baiknya
masukan berupa peserta didik serta masukan instrumental berupa isi, tenaga,
sarana dan prasarana, biaya dan pengelolaan, tergantung pada proses
pembelajaran untuk menghasilkan kompetensi lulusan yang bermutu, serta
berdampak positif terhadap lingkungan.
Hal ini senada dengan pendapat Nana
Syaodih S., dkk (2006:7) yang mengungkapkan bahwa:
Mutu pendidikan atau mutu sekolah
tertuju pada mutu lulusan. Merupakan sesuatu yang mustahil, pendidikan atau
sekolah menghasilkan lulusan yang bermutu, jika tidak melalui proses pendidikan
yang bermutu pula. Merupakan sesuatu yang mustahil pula, terjadi proses
pendidikan yang bermutu jika tidak didukung oleh faktor-faktor penunjang proses
pendidikan yang bermutu pula.
Mutu pembelajaran dapat dikatakan
sebagai gambaran mengenai baik-buruknya hasil yang dicapai oleh peserta didik
dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. Sekolah dianggap bermutu bila
berhasil mengubah sikap, perilaku dan keterampilan peserta didik dikaitkan
dengan tujuan pendidikannya. Mutu pendidikan sebagai sistem selanjutnya
tergantung pada mutu komponen yang membentuk sistem, serta proses pembelajaran
yang berlangsung hingga membuahkan hasil.
Berkaitan dengan pembelajaran yang
bermutu, Pudji Muljono (2006:29) menyebutkan bahwa konsep mutu pembelajaran
mengandung lima rujukan, yaitu: “(1) kesesuaian, (2) daya tarik, (3)
efektivitas, (4) efisiensi dan (5) produktivitas pembelajaran”. Penjelasan
kelima rujukan yang membentuk konsep mutu pembelajaran dari Pudji Muljono
(2006:29-30) adalah sebagai berikut.
Kesesuaian meliputi indikator sebagai berikut: sepadan dengan karakteristik peserta
didik, serasi dengan aspirasi masyarakat maupun perorangan, cocok dengan
kebutuhan masyarakat, sesuai dengan kondisi lingkungan, selaras dengan tuntutan
zaman, dan sesuai dengan teori, prinsip, dan / atau nilai baru dalam
pendidikan.
Pembelajaran yang bermutu juga harus
mempunyai daya tarik yang kuat, indikatornya meliputi: kesempatan
belajar yang tersebar dan karena itu mudah dicapai dan diikuti, isi pendidikan
yang mudah dicerna karena telah diolah sedemikian rupa, kesempatan yang
tersedia yang dapat diperoleh siapa saja pada setiap saat diperlukan, pesan
yang diberikan pada saat dan peristiwa yang tepat, keterandalan yang tinggi,
terutama karena kinerja lembaga clan lulusannya yang menonjol, keanekaragaman
sumber baik yang dengan sengaja dikembangkan maupun yang sudah tersedia dan
dapat dipilih serta dimanfaatkan untuk kepentingan belajar, clan suasana yang
akrab hangat dan merangsang pembentukan kepribadian peserta didik.
Efektivitas pembelajaran sering kali diukur dengan tercapainya tujuan, atau dapat pula diartikan
sebagai ketepatan dalam mengelola suatu situasi, atau “doing the right
things”. Pengertian ini mengandung ciri: bersistem (sistematik), yaitu
dilakukan secara teratur, konsisten atau berurutan melalui tahap perencanaan,
pengembangan, pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan, sensitif terhadap
kebutuhan akan tugas belajar dan kebutuhan pernbelajar, kejelasan akan tujuan
dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk mencapainya, bertolak dari kemampuan
atau kekuatan mereka yang bersangkutan (peserta didik, pendidik, masyarakat dan
pemerintah).
Efisiensi pembelajaran dapat diartikan sebagai kesepadanan antara waktu, biaya, dan tenaga yang
digunakan dengan hasil yang diperoleh atau dapat dikatakan sebagai mengerjakan
sesuatu dengan benar. Ciri yang terkandung meliputi: merancang kegiatan
pembelajaran berdasarkan model mengacu pada kepentingan, kebutuhan kondisi
peserta didik pengorganisasian kegiatan belajar dan pembelajaran yang rapi,
misalnya lingkungan atau latar belakang diperhatikan, pemanfaatan berbagai
sumber daya dengan pembagian tugas seimbang, serta pengembangan dan pemanfaatan
aneka sumber belajar sesuai keperluan, pemanfaatan sumber belajar bersama, usaha
inovatif yang merupakan penghematan, seperti misalnya pembelajaran jarak jauh
dan pembelajaran terbuka yang tidak mengharuskan pembangunan gedung dan
mengangkat tenaga pendidik yang digaji secara tetap. Inti dari efisiensi adalah
mengembangkan berbagai faktor internal maupun eksternal (sistemik) untuk
menyusun alternatif tindakan dan kemudian memilih tindakan yang paling
menguntungkan.
Produktivitas pada dasarnya adalah keadaan atau proses yang memungkinkan diperolehnya
hasil yang lebih baik dan lebih banyak. Produktivitas pembelajaran dapat
mengandung arti: perubahan proses pembelajaran (dari menghafal dan mengingat ke
menganalisis dan mencipta), penambahan masukan dalam proses pembelajaran
(dengan menggunakan berbagai macam sumber belajar), peningkatan intensitas
interaksi peserta didik dengan sumber belajar, atau gabungan ketiganya dalam
kegiatan belajar-pembelajaran sehingga menghasilkan mutu yang lebih baik,
keikutsertaan dalam pendidikan yang lebih luas, lulusan lebih banyak, lulusan
yang lebih dihargai oleh masyarakat, dan berkurangnya angka putus sekolah.
E. Ruang Lingkup Proses Pembelajaran
Mengacu pada PP No. 19 tahun 2005,
standar proses pembelajaran yang sedang dikembangkan, maka lingkup kegiatan
untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien meliputi: “(1)
perencanaan proses pembelajaran, (2) pelaksanaan proses pembelajaran, (3)
penilaian hasil pembelajaran, dan (4) pengawasan proses pembelajaran”.
Keempat lingkup kegiatan dalam
standar proses pembelajaran di atas, dijelaskan oleh Pudji Muljono (2006:31-32)
sebagai berikut:
Standar perencanaan proses
pembelajaran didasarkan pada prinsip sistematis dan sistemik. Sistematik
berarti secara runtut, terarah dan terukur dari jenjang kemampuan rendah hingga
tinggi secara berkesinambungan. Sistemik berarti mempertimbangkan berbagai
faktor yang berkaitan, yaitu tujuan yang mencakup aspek pengetahuan, sikap, dan
keterampilan, karakteristik peserta didik, karakteristik materi ajar yang
mencakup fakta, konsep, prosedur, dan prinsip, kondisi lingkungan dan hal-hal
lain yang menghambat atau mendukung terlaksananya proses pembelajaran.
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran.
Standar pelaksanaan proses
pembelajaran didasarkan pada prinsip intensitas interaksi antara peserta didik
dengan pendidik, antar peserta didik dan antara peserta didik dengan aneka
sumber belajar. Untuk itu perlu diperhatikan jumlah maksimal peserta didik
dalam setiap kelas, beban pembelajaran maksimal pendidik, dan ketersediaan buku
teks pelajaran bagi peserta didik. Di samping itu perlu dipertimbangkan bahwa
proses pembelajaran bukan sekedar menyampaikan ajaran, melainkan juga
pembentukan pribadi peserta didik yang memerlukan perhatian penuh dari
pendidik, maka juga perlu ditentukan tentang rasio maksimal jumlah peserta
didik per pendidik. Perihal kemampuan pengelolaan kegiatan belajar dan
pembelajaran pendidik, juga sesuatu yang harus menjadi pertimbangan dalam
pelaksanaan proses pembelajaran.
Standar penilaian basil pembelajaran
ditentukan dengan menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan
kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik. Teknik yang dimaksud
dapat berupa tes tertulis. observasi, uji praktik, dan penugasan perseorangan
atau kelompok. Untuk memantau proses dan kemajuan belajar serta memperbaiki
basil belajar peserta didik dapat digunakan teknik penilaian portofolio atau
kolokium. Secara umum penilaian dilakukan untuk mengukur semua aspek
perkembangan peserta didik yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan
dengan mengacu dan sesuai dengan standar penilaian.
Standar pengawasan proses
pembelajaran adalah upaya penjaminan mutu pembelajaran bagi terwujudnya proses
pembelajaran efektif dan efisien ke arah tercapainya kompetensi yang
ditetapkan. Pengawasan perlu didasarkan pada prinsip-prinsip tanggungjawab dan
kewenangan, dilakukan secara periodik, demokratis, terbuka, berkelanjutan.
Pengawasan meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan
pengambilan langkah tindak lanjut. Upaya pengawasan terhadap proses
pembelajaran pada hakikatnya adalah tanggung jawab bersama antara kepala
sekolah, pengawas, dan sejawat atau pihak lain yang ditugasi untuk melaksanakan
pengawasan secara internal.
Daftar Bacaan
Anwar, Moch. Idochi. 2004. Administrasi
Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Daeng Sudirwo. 2002. Kurikulum Pembelajaran dalam Otonomi Daerah. Bandung: Andira
Nana Syaodih S, Ayi Novi J., dan Ahman. 2006. Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah (Konsep, Prinsip dan Instrumen). Bandung: Penerbit Rafika Aditama.
Sanusi, A. 1998. Pendidikan Alternatif. Bandung: PT Grafindo Media Pratama
Sudarwan Danim. 2002. Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung: CV Pustaka Setia
Sudjana, Nana. 1989. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Mandar Madju
Syafaruddin dan Irwan Nasution. 2005. Manajemen Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Quantum Teaching
Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Wahjosumidjo. 2008. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Rajawali Pers
Daeng Sudirwo. 2002. Kurikulum Pembelajaran dalam Otonomi Daerah. Bandung: Andira
Nana Syaodih S, Ayi Novi J., dan Ahman. 2006. Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah (Konsep, Prinsip dan Instrumen). Bandung: Penerbit Rafika Aditama.
Sanusi, A. 1998. Pendidikan Alternatif. Bandung: PT Grafindo Media Pratama
Sudarwan Danim. 2002. Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung: CV Pustaka Setia
Sudjana, Nana. 1989. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Mandar Madju
Syafaruddin dan Irwan Nasution. 2005. Manajemen Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Quantum Teaching
Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Wahjosumidjo. 2008. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Rajawali Pers
No comments:
Post a Comment