Wacana
strategi bersaing menjadi topik sentral dalam beberapa dekade terakhir,
khususnya dalam menghadapi era globalisasi. Wacana tersebut tidak bisa
dilepaskan dari tiga bahasan utama yaitu jasa atau layanan (service), kualitas (quality), dan kepuasan (satisfaction).
Hal tersebut juga berlaku untuk dunia pendidikan, khususnya dunia
pendidikan Indonesia yang sedang berjuang demi peningkatan kualitas. Menanggapi
hal tersebut, berbagai institusi pendidikan mulai berbenah diri dan
melakukan perubahan-perubahan demi meningkatnya kualitas institusinya.
Perubahan-perubahan
yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas, salah satunya
menggunakan model pengelolaan pendidikan berbasis industri, khususnya
bagi institusi pendidikan swasta untuk mengatasi semakin ketatnya
persaingan di bisnis pendidikan. Pengelolaan model ini menjabarkan
adanya upaya pihak pengelola institusi pendidikan untuk meningkatkan
mutu pendidikan berdasarkan manajemen perusahaan. Dasar dari manajemen
ini adalah konsep total quality management yang secara
filosofis menekankan pada pencarian secara konsisten terhadap perbaikan
yang berkelanjutan untuk mencapai kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
Strategi yang dikembangkan adalah, institusi memosisikan dirinya sebagai
institusi jasa, yakni institusi yang memberikan pelayanan (service)
sesuai dengan apa yang diinginkan pelanggan. Kualitas pelayanan yang
diberikan institusi sangat mempengaruhi penilaian yang diberikan
pelanggan.
Tjiptono dan Chandra dalam bukunya yang berjudul ’Service, Quality & Satisfaction’ mengatakan bahwa kualitas pelayanan berkontribusi signifikan bagi penciptaan diferensiasi, positioning,
dan strategi bersaing bagi setiap organisasi, baik organisasi
manufaktur maupun industri penyedia jasa, seperti industri pendidikan. Kualitas
pelayanan pada akhirnya juga dapat menciptakan hubungan yang harmonis
antara penyedia barang dan jasa dengan pelanggan, memberikan dasar yang
baik bagi terciptanya loyalitas pelanggan dan membentuk suatu
rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi penyedia jasa tersebut.
Dalam studi mengenai kualitas pelayanan, terdapat beberapa model yang digunakan untuk menjabarkan kualitas pelayanan. Model
kualitas pelayanan yang paling populer dan hingga kini banyak dijadikan
acuan dalam riset manajemen dan pemasaran jasa adalah model SERVQUAL (service quality)
yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam
serangkaian penelitian mereka terhadap enam sektor jasa yaitu reparasi
peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon
interlokal, perbankan ritel, dan pialang sekuritas. Model SERVQUAL ini
dikembangkan dengan maksud membantu para manajer dalam menganalisis
sumber masalah kualitas dan memahami cara-cara memperbaiki kualitas
pelayanan jasa.
Lebih lanjut, menurut Parasuraman dkk. terdapat lima kesenjangan yang terjadi dalam service quality. Kesenjangan
yang pertama adalah kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi
manajemen. Kesenjangan ini disebabkan karena ketidakcukupan komunikasi
antara petugas di level front line service dengan manajemen. Kesenjangan yang kedua adalah kesenjangan antara persepsi manajemen dengan spesifikasi kualitas pelayanan di
mata konsumen. Kesenjangan ini disebabkan karena tidak adanya
penyampaian standarisasi yang jelas dari pihak manajemen kepada pihak
konsumen dan juga karena tidak ada standarisasi tugas kepada pihak front line service. Kesenjangan yang ketiga adalah kesenjangan antara spesifikasi kualitas pelayanan dengan kenyataan delivery service di tingkat front line service. Faktor-faktor kunci yang menjadi penyebab utama antara lain karena role ambiguity, yaitu kecenderungan yang menimpa front line service terhadap
kondisi bimbang dalam memberikan pelayanan karena tidak adanya
standarisasi tugas yang jelas dari pihak manajemen, kurangnya sistem
kontrol dari manajemen, serta kurangnya teamwork. Kesenjangan yang keempat adalah kesenjangan antara kenyataan delivery service quality dengan
komunikasi eksternal kepada pelanggan. Penyebab utama kesenjangan ini
adalah ketidakpastian komunikasi horizontal antar bagian dalam
institusi. Kesenjangan yang terakhir adalah kesenjangan antara harapan
konsumen dengan persepsi tentang pelayanan.
Mempelajari kesenjangan dan penyebab utama kesenjangan pada service quality, dapat diambil kesimpulan bahwa permasalahan utama yang menyebabkan kesenjangan service quality adalah
kurangnya komunikasi, baik secara vertikal dari level manajemen ke
level di bawahnya, maupun secara horizontal, dari bagian satu ke bagian
lain dalam institusi. Miscommunication ini dapat
menyebabkan kurangnya pemahaman karyawan akan tugas-tugasnya sehingga
penyampaikan pelayanan kepada pihak konsumen tidak maksimal. Kurangnya
komunikasi juga menyebabkan kurangnya kontrol dari pihak manajemen
terhadap bawahannya sehingga karyawan tidak mengetahui bagian mana dalam
pekerjaannya yang harus diperbaiki.
Untuk
merumuskan suatu strategi dalam meningkatkan kualitas pelayanan di
bidang pendidikan, perlu dikaji landasan teori yang tepat. Salah satu
teori yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan di
bidang pendidikan adalah teori mengenai supervisi. Supervisi memiliki
tiga tujuan utama yaitu peningkatan kualitas, pengembangan profesional,
dan pemberian motivasi guru. Supervisi juga
merupakan upaya yang efektif dalam mengusahakan peningkatan kualitas
sekolah melalui peningkatan kemampuan guru dan stafnya untuk secara
bersama-sama mengembangkan situasi belajar mengajar yang kondusif.
Situasi belajar mengajar yang kondusif tercipta karena adanya peran
komunikasi yang lebih efektif.
Seorang supervisor biasanya menitikberatkan kegiatannya pada pelaksanaan basic management skill seperti
pengambilan keputusan, pendelegasian tugas, pengaturan komposisi
departemen dan staf-stafnya, pengadaan pelatihan bagi karyawan baru,
penilaian terhadap performance karyawan dengan tak lupa memberikan feedback terhadap
karyawan tersebut, dan menjadi kepanjangan tangan manajer dalam
menyampaikan kebijakan, peraturan, dan informasi-informasi yang penting
bagi karyawan. Semua hal di atas mengarah kepada fungsi komunikasi yang
efektif sehingga tujuan akhir dari pelaksanaan supervisi yang dilakukan
oleh supervisor adalah peningkatan performance karyawan yang nantinya akan terlihat pada peningkatan kualitas institusi tersebut.
Untuk
memberikan hasil yang optimal, supervisi memerlukan manajemen yang
baik. Proses ini bisa dimulai dari perencanaan supervisi,
pengorganisasian supervisi, pelaksanaan supervisi, dan evaluasi terhadap
supervisi yang telah dilakukan. Dennis Lock dalam ´Handbook of Management’ juga
menyarankan bahwa untuk mencapai peningkatan kualitas yang mengarah
pada pelayanan kepada pelanggan, dibutuhkan suatu gaya manajemen yang
baru, yang lebih menitikberatkan pengembangan kemampuan dan pengetahuan
karyawan dari setiap level, melalui proses komunikasi yang berimbang,
pelatihan, dan supervisi yang konsisten. Kesemuanya itu bertujuan agar
para karyawan memahami dengan jelas segala tujuan dan target-target
perusahaan, yang nantinya mengarah kepada perbaikan terus-menerus. Lebih
lanjut ia juga mengatakan bahwa proses komunikasi, pelatihan, dan
supervisi yang dilakukan memerlukan disain manajemen yang baik agar
mampu memotivasi karyawan untuk mendukung kualitas pelayanan.
Bagaimana pelaksanaannya di Indonesia?
No comments:
Post a Comment