Pada
era globalisasi yang terjadi saat ini,
pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk menciptakan
sumberdaya manusia yang handal. Persaingan
global yang terjadi pada dunia pendidikan menuntut adanya jaminan
kualitas layanan dan kemampuan pengelolaan agar
menimbulkan kepercayaan publik terhadap layanan yang diberikan oleh
sekolah. Setiap sekolahdan semua elemen-elemen dalam institusi
tersebut harus berupaya meningkatkan mutu pelayanannya secara terus
menerus. Kecenderungan masa kini dan masa depan menunjukkan bahwa setiap
sekolahsemakin menyadari pentingnya peningkatan dan mempertahankan
kualitas dari institusinya (quality of organization). Oleh karena
itu, sekolah yang bermutu semakin dituntut untuk memperoleh jaminan
kepastian terhadap mutu pelayanan pendidikan yang
diberikannya.
Dalam
konteks pendidikan pengertian mutu, mengacu pada unsur-unsur input, proses dan
output pendidikan. Menurut Solehuddin (2001) menjelaskan bahwa input
merupakan modal awal sebagai prasyarat atas berlangsungnya proses
pendidikan di sekolah. Tinggi-rendahnya kualitas dari input yang ada
akan berpengaruh terhadap pelaksanaan proses yang terjadi dalam
pendidikan. Proses memberikan layanan merupakan kegiatan inti dari
pendidikan agar terjadi perubahan kondisi lama
menjadi suatu kondisi yang baru (yang lebih baik). Proses ini harus
dilakukan dalam bentuk kegiatan pelayanan yang efektif dengan mengarah
pada pencapaian tujuan atau output. Pelayanan yang paling utama dalam
proses pendidikan adalah layanan pembelajaran. Oleh
karena itu, sebaik-baiknya kurikulum, fasilitas, sarana dan prasarana
pembelajaran, tetapi jika kualitas gurunya rendah maka sulit untuk
mendapatkan hasil pendidikan yang bermutu tinggi. Output
merupakan hasil dari proses layanan pendidikan yang diberikan, yakni
penguasaan sejumlah kemampuan oleh para lulusan. Output akan
mengakomodasikan sejumlah harapan dari semua pelanggan yaitu peserta
didik, termasuk orang tua/masyarakat dan pemakai lulusan.
Mutu pendidikan mempunyai tingkatan
dari rendah ke tinggi sehingga berkedudukan sebagai suatu variabel,
dalam konteks pendidikan sebagai suatu sistem, variabel mutu pendidikan dapat dipandang sebagai variabel terikat yang
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kepemimpinan, iklim organisasi,
kualifikasi guru, anggaran, kecukupan fasilitas belajar dan sebagainya.
Terdapat banyak standar mutu dalam pendidikan, misalnya sarana gedung
yang bagus, guru yang terkemuka, nilai moral yang tinggi, hasil ujian
yang memuaskan, spesialisasi atau kejuruan, dorongan orang tua, bisnis
dan komunitas lokal, sumberdaya yang melimpah, aplikasi teknologi
mutakhir, kepemimpinan yang baik dan efektif, perhatian terhadap pelajar
dan anak didik, kurikulum yeng memadai, atau juga kombinasi dari
faktor-faktor tersebut. Standar ini merupakan faktor
terciptanya suatu mutu pendidikan, atau faktor
yang mempengaruhi mutu pendidikan.
Salah satu sumber daya manusia yang harus dipenuhi dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan adalah keberadaan guru yang professional.
Eksistensi guru didasari oleh dasar hukum yang terdapat pada
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 tentang guru dan
dosen. Dengan demikian, tidak ada alasan apapun untuk memarjinalkan dan
mengecilkan eksistensi seorang guru dalam melaksanakan tugasnya. Secara
tegas dikatakan dalam UU tersebut bahwa guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Guru
merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan
keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang
orang di luar bidang pendidikan. Dedi Supriadi (1999)
menyatakan bahwa profesi menunjukkan suatu
pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan
kesetiaan terhadap profesi tersebut. Guru sebagai profesi merupakan
pekerjaan atau karir yang bersifat pelayanan bantuan keahlian dengan
tingkat ketepatan yang tinggi untuk kebahagiaan pengguna berdasarkan
norma yang berlaku. Kekuatan dan eksistensi profesi muncul sebagai
akibat interaksi timbal balik antara kinerja tenaga profesional dengan
kepercayaan publik (public trust). Walaupun pada kenyataanya masih terdapat hal-hal tersebut
diluar bidang kependidikan. Menurut Sardiman (2004) menyatakan bahwa guru sebagai
tenaga profesional di bidang pendidikan, disamping harus memahami
hal-hal yang bersifat filosofis dan konseptual, harus juga mengetahui
dan melaksanakan hal-hal yang bersifat teknis, terutama dalam kegiatan
mengelola dan melaksanakan interaksi belajar mengajar.
Kinerja seorang guru pada sekolah ditunjukan dengan kemampuan
kerja dalam merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran
yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Lebih lanjut Brown dalam
Sardiman (2000: 142) menjelaskan tugas dan peranan guru, antara lain:
menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencanakan dan
mempersiapkan pelajaran sehari-hari, mengontrol dan mengevaluasi
kegiatan belajar siswa. Dimana
sasarannya adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada siswa di
kelas. Proses yang dilakukan meliputi empat
langkah penting, yakni perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan
penindaklanjutan. Pengorganisasian dilakukan dalam program kerja yang
meliputi program kerja tahunan dan program kerja semesteran. Semua
kegiatan dilakukan secara berkesinambungan dari tahun ke tahun dan dari
satu semester ke semester berikutnya. Setelah itu
seorang guru harus melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran
yang dilakukannya sepanjang tahun untuk memberikan informasi tentang
pelaksanaan pembelajaran yang tuntas dan yang tidak tuntas sesuai dengan
tujuan pembelajaran. Proses ini harus dilakukan secara berkesinambungan
agar tahun berikutnya seorang guru memiliki landasan empiris yang
jelas, yakni pengalaman dan data tentang sejauh mana kompetensi yang
dimilikinya pada tahun yang lalu dapat dijadikan modal dasar bagi
meningkatan mutu pembelajaran di sekolah tersebut. Oleh karena itu,
seorang guru perlu memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan dengan
kompetensi yang terstandar serta mampu mendukung dan menyelenggarakan
pembelajara secara profesional.
Kompetensi guru
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan mutu hasil
pembelajaran disekolah, namun kompetensi guru tidak berdiri sendiri,
tetapi dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar,
dan lamanya mengajar. Menurut McAshan dalam
Kusnadar (2007), “Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan
dan kemapuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian
dari dirinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif,
afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.” Kompetensi
adalah suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan
seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. Kompetensi
dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran
atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan,
ketrampilan-ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, dan
kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan
pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan. Surat Keputusan
Mendiknas nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti
Perguruan Tinggi mengemukakan bahwa “Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki
seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi Guru
merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan.
Sebagai standar kompetensi yang perlu dimiliki oleh guru dalam
melaksanakan profesinya, pemerintah mengeluarkan Permendiknas Nomor 16
Tahun 2007 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Standar
kompetensi guru ini dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi
utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
Kompetensi guru tersebut bersifat menyeluruh dan merupakan satu
kesatuan yang satu sama lain saling berhubungan dan saling mendukung.
Kompetensi Pedagogik yaitu kemampuan seorang guru dalam mengelola proses
pembelajaran peserta didik. Selain itu kemampuan pedagogik juga
ditunjukkan dalam membantu, membimbing dan memimpin peserta didik.
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,
berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta
didik. Kompetensi sosial guru adalah salah satu daya atau kemampuan guru
untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik
serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi
kehidupan di masa yang akan datang. Kompetensi profesional adalah
berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai
guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau
keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya
beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa
kebersamaan dengan sejawat guru lainnya.
Banyak orang berpendapat yang mengatakan bahwa mutu hasil
pembelajaran ditentukan oleh kompetensi gurunya. Jika kualitas gurunya
buruk, maka 60% buruk pula mutu hasil pembelajarannya. Sebaliknya jika
kualitas gurunya baik, maka 60% mutu hasil pembelajarannya juga baik dan
40% lainnya dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya. Artinya jika
pendidikan ingin maju, maka harus dimulai dulu dari gurunya. Menurut Silverius (2003),
guru adalah tokoh sentral pendidikan dalam upaya menyiapkan kader bangsa
di masa depan serta kunci sukses reformasi pendidikan. Di antara
beberapa faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa,
faktor guru mendapat perhatian yang pertama dan utama, karena baik dan
buruknya mutu hasil pembelajaran pada akhirnya bergantung pada
aktivitas dan kreativitas guru dalam menjabarkan dan merealisasikan
arahan kurikulum yang ada. Oleh karena itu, guru harus profesional dalam
menjalankan tugasnya.
Kenyataan di lapangan mutu guru masih dipandang
memprihatinkan. Banyak masyarakat yang mengkritisi di media-media massa
bahwa guru-guru kita kurang mampu melaksanakan pembelajaran secara
efektif, bermakna dan menyenangkan. Menurut Dirjen Peningkatan
Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK), Baedhowi (tempo
interaktif,2008) menyatakan bahwa hanya sekitar 41,7 persen yakni
1.143.000 guru yang telah mendapat gelar sarjana (S1) dari jumlah total
seluruh guru di Indonesia sekitar 2,7 juta guru di tahun 2008 ini. Kondisi objektif di lapangan menunjukkan sebagian guru kurang
memahami dan menguasai kurikulum, pelaksanaan evaluasi hasil belajar,
pengembangan bahan ajar, serta keterampilan dalam menggunakan metode dan
media pembelajaran. Hal ini dapat saja diasumsikan karena para guru
yang ada di Indonesia masih banyak yang belum memenuhi standar
kualifikasi batasan kesarjanaannya. Menurut pakar kurikulum
nasional dan Direktur Program Pascasarjana Universitas Terbuka Prof. Dr.
Udin S. Winataputra (Lampungpos,2009) dalam Seminar Nasional dengan
tema Kurikulum abad Ke-21 mengatakan persoalan penting bagi pendidikan
di Indonesia adalah rendahnya kualitas dan profesionalisme guru. Ada tiga persoalan penting dalam dunia pendidikan di
Indonesia, persoalan pertama adalah guru, kedua guru, dan ketiga guru.
Hasil kajian Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(PMPTK) Depdiknas tahun 2008 menunjukkan, nilai kompetensi guru yang
telah lulus sertifikasi rata-rata di angka kisaran 52-64 persen. Bahkan,
tak sedikit guru yang nilai kompetensinya terus menurun. Adapun
kompetensi yang dinilai pada kajian itu, antara lain, kompetensi
pedagogik yang terkait dengan kemampuan mengajar, kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Rata-rata
nilai untuk kompetensi pedagogik para guru yang lolos sertifikasi
sebesar 54,33 persen, nilai kompetensi kepribadian 52,37 persen,
kompetensi profesional 64,36 persen dan kompetensi sosial sebesar 53,92
persen. Hal ini tentunya
akan berasumsi juga terhadap rendahnya kualitas dan kompetensi guru
secara umum yang semakin membuat laju perkembangan pendidikan belum
maksimal. Guru kita dianggap belum memiliki profesionalitas yang baik
untuk kemajuan pendidikan secara global.
Berdasarkan
banyaknya asumsi yang diberikan masyarakat bahwa mutu pendidikan kita
masih kurang dengan berdasarkan hasil ujian nasional yang tidak
memuaskan, dikarenakan gurunya yang tidak kompeten. Hasil ujian nasional
tentunya bentuk dari mutu pendidikan berupa hasil pembelajaran yang
kasat mata dapat dilihat langsung oleh masyarakat kita dan salah satu
dari banyak faktor yang mempengaruhi mutu hasil pembelajaran adalah
kompetensi dari para gurunya. Untuk itulah dengan segera pemerintah
dapat meningkatkan faktor kompetensi guru agar dapat memberikan
kontribusi terbesar tehadap mutu hasil pembelajaran di sekolah.
No comments:
Post a Comment