Siapakah yang memilih jabatan sebagai guru? Pekerjaan guru mempunyai
cirri-ciri tertentu. Apakah orang yang menjadi guru mempunyai kepribadian yang
sesuai untuk pekerjaan itu? Misalnya apakah yang menjadi guru orang-orang cinta
kepada anak-anak, yang suka bergaul dengan mereka? Ataukah justru orang yang
merasa rendah diri dan ingin mencari kompensasi dengan melampiaskan keinginan
berkuasa terhadap anak-anak? Apakah orang yang menjadi guru mereka yang tidak
cukup inisiatif, kreativitas, agresivitas untuk melakukan pekerjaan yang penuh
tantangan dan lebih cenderung untuk mengikuti perintah dan melakukan pekerjaan
rutin?
Sukar memperoleh data yang objektif tentang pribadi calon guru dan
alasan untuk memilih pekerjaan sebagai guru. Bila calon-calon ditanyakan
tentang mereka memilih pekerjaan sebagai guru, biasanya mereka menjawab bahwa
pilihan itu sesuai dengan cita-cita untuk berbakti kepada nusa dan bangsa
dengan mendidik generasi muda. Kita tidak tahu berpa diantara mereka yang
sebenarnya tidak berhasil memasuki perguruan tinggi lain yang lebih mereka
prioritaskan. Bila kita tanyakan murid-murid SMA yang ada yang ingin menjadi
guru.
Memilih jabatan sering tidak dilakukan secara rasional. Lulusan SMA atau
sederajat tidak bebas memilih dan memperoleh jurusan atau fakultas menurut
keinginan masing-masing. Karena keterbatasan tempat dan banyaknya clon maka
seorang menerima apa saja yang diperoleh dan meresa beruntung walaupun tempat
itu tidak sesuai dengan keinginan atau bakatnya. Studi khusus yang mendalam
perlu dilakukan untuk meneliti riwayat hidup dan motivasi individu yang
bersangkutan.
Dalam penelitian tentang latar belakang social mereka yang memiliki
profesi guru ternyata bahwa kebanyakan berasal dari golongan rendah atau
menengah-rendah seperti anak petani, pegawai rendah, saudagar kecil, walaupun
ini tidak berarti bahwa semua anak-anak golongan ini akan memilih jabatan
sebagai guru.
Profesi keguruan, khususnya pada tingkat SD, makin lama makin banyak
dipegang oleh kaum wanita, bahkan di USA atau Jepang dengan guru tingkat SD
selalu dimaksud ibu guru. Lambat laun guru-guru wanita juga mengajar pada
tingkat SMA bahkan perguruan tinggi. Bila guru terdiri atas kebanyakan wanita
seperti di SD maka jabatan guru akan diidentifikasikan dengan pekerjaan wanita
sehinnga kaum pria akan menjauhinya bila terbuka pekerjaan itu.
Dalam kenyataan dilihat bahwa guru-guru menunjukan kepribadian
tetentu sesuai dengan jabatannya. Apakah mereka memiliki kepribadian itu
sebelum memasuki lembaga pendidikan guru, jadi memilih jabatan sesuai dengan
bakatnya ataukah kepribadian guru itu terbentuk selama menjalani pendidkan atau
setelah mereka bekerja sebagai guru dan menyesuaikan diri dengan norma kelekuan seperti yang diharapkan oleh
masyarakat, jadi dalam interaksi social?
Apakah keterikatan guru pada norma-norma
tertentu membuatnya kurang mampu untuk bergaul dengan kalangan di luar guru dan
juga kurnag mampu untuk melakukan pekerjaan nonguru? Di Amerika
Serikat ternyata banyak guru,
khususnya pria, yang menggunakan pekerjaan guru sebagai batu loncatan. Juga di
negara kita pada waktu revolusi banyak kesempatan untuk pindah pekerjaan yang
banyak digunakan oleh guru-guru. Mereka yang terdidik sebagai guru, khususnya
lulusan IKIP banyak mencari pekerjaan di luar keguruan yang rasanya memberi
kepuasan yang lebih besar.
Di atas
diajukan pertanyaan apakah mereka yang mencari kompensasi atas rasa
infentoritas cenderung memilih pekerjaan sebagai guru. Dalam kelas guru
memegang posisi yang sangat berkuasa. Ia dapat menegur dan menghukum tiap
pelanggaran. Guru pribadi
buruk dapat menyalahgunakan kekuasaannya dalam bentuk sadisme yang sangat
merugikan anak dan dirinya sendiri. Maka karena itu larangan memberikan hukuman
fisik harus dipertahankan. Orang yang mempunyai gangguan mental hendaknya
jangan menjadi guru.
Tak dapat disangkal kebanyak guru bekerja dengan dedikasi dengan
menunjukan kesediaan yang tinggi untuk berbakti kepada pendidikan anak dan
masyarakat. Sekalipun guru tidak menonjolkan upah financial ia juga manusia
biasa yang harus menghidupi keluarganya. Maka sudah selayaknya nasib guru
senangtiasa mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat.
No comments:
Post a Comment